Anda di halaman 1dari 8

Yusril Samalanga Makalah Pengertian Peradaban,Peradaban Islam Pra Kemerdekaan

dan Pasca Kemerdekaan


Pengertian Peradaban,Peradaban Islam Pra Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
karunia-nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam yang
insyaallah tepat pada waktunya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bpk/Ibu Dosen. Mata pelajaran kuliah Sejarah
Peradaban Islam, yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan
dari beliau mungkin, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format
yang telah di tentukan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... …………..i


DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………....1
B. Rumusan masalah………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Peradaban...........................................................................................................2
B. Peradaban Islam Pra-Kemerdekaan......................................................................................2
1. Birokrasi Keagamaan......................................................................................................2
2. Politik.............................................................................................................................4
3. Seni dan Arsitektur..........................................................................................................6
C. Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan.................................................................................7
1. Pendidikan......................................................................................................................7
2. Majelis Ulama Indonesia (MUI).......................................................................................8
3. Hukum Islam...................................................................................................................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………10

B. Saran……………………………………………………………………………...10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses pejalanannya, Islam selalu memberi perubahan bagi suatu negara.
Perubahan-perubahan tersebut baik dalam bidang politik, sosial, dan peradaban. Ini karena
Islam selaku agama telah mengajarkan aturan-aturan hidup bermasyarakat dan bernegara
dalam cakrawala kehidupan solidaritas umat Islam sedunia. Sebagaimana peradaban Islam di
Indonesia, betapapun kebudayaannya sangat minim dibandingkan dengan peradaban Mughal
(India) yang memiliki simbol Taj Mahal, di Indonesia peradabannya sangat sederhana,
miskin. Namun Islam yang datang ke Nusantara membawa kemajuan (Tamaddun) dan
kecerdasan.
Dengan kedatangan Islam masyarakat Indonesia mengalami transformasi dari
masyarakat agraris feodal ke masyarakat kota. Karena Islam pada dasarnya adalah perkotaan
(Urban). Peradaban Islam pada hakikatya juga Urban dengan bukti-bukti Islamisasi di
Nusantara bermula dari kota-kota pelabuhan, dikembangkan atas perlindungan istana,
sehingga kemudian menjadi pengembangan ekonomi, intelektual dan politik. Akibat
pengaruh Islam inilah Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan secara
Internasional. Namun kedatangan pedagang Barat, transformasi ini menjadi terganggu.
Betapa tidak, Islam datang tidak dengan melakukan penjajahan dan peperangan, melainkan
dengan damai. Sebaliknya Barat datang ke Nusantara dengan melakukan penjajahan dan
politik pecah belah dengan tujuan menguasai perdagangan, ekonomi, dan kekayaan alam
yang terkandung di wilayah Nusantara ini.
B. Rumusan Masalah
A. Apa Pengertian Peradaban ?
B. Bagaimana Peradaban Islam pada Masa Pra-Kemerdekaan ?
C. Bagaimana Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradaban
Kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah. Juga diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan. Padahal istilah peradaban dipakai untuk
bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Peradaban sering juga
dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan,
seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.
Jadi kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya, sebab peradaban
dipakai untuk menyebut kebudayaan yang maju dalam bentuk ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Dalam pengertian kebudayaan direfleksikan kepada masyarakat yang
terkebelakang, bodoh, sedangkan peradaban terefleksikan kepada masyarakat yang sudah
maju.
B. Peradaban Islam Pra-Kemerdekaan
1) Birokrasi Keagamaan
Pertumbuhan komunitas Islam di Indonesia bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan
penting di Sumatra, Jawa, dan Pulau lainnya. Hal ini di karenakan penyebaran Islam di
Indonesia pertam-tama dilakukan oleh para pedagang. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama
berdiri juga di daerah pesisir seperti: Samudra Pasai, Aceh, Demak, Banten dan Cirebon,
Ternate dan Tidore. Dari sana kemudian Islam menyebar kedaerah-daerah sekitar.
Di samping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, ibukota kerajaan juga
merupakan tempat berkumpul para ulama dam mubaligh Islam. Ibn Bathutah menceritakan,
sultan kerajaan samudra pasai, Sultan Malik al-Zahir, dikelilingi oleh ulama dan mubaligh
Islam, dan raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Di
Aceh, raja-raja mengangkat para ulama sebagai penasehat dan pejabat di bidang keagamaan.
Kedudukan ulama sebagai penasehat raja tidak hanya di Aceh saja, tetapi juga terdapat di
kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Disamping sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk
dalam jabatan-jabatan keagamaan yang tingkat dan namanya berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah lainnya, pada umumnya disebut qadhi.
Ulama sangat berperan di samping sebagai penyebar agama juga berpartisipasi dalam
bidang pendidikan. Ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama terkait dengan bidang
pendidikan.
Pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke
daerah-daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan di dalam lembaga-lembaga pendidikan
Islam yang dikenal dengan pesantren atau langgar di Jawa, Dayah di Aceh dan Surau di
Minangkabau. Waktu belajar diatur sesuai dengan kondisi pesantren masing-masing. Mata
pelajaran yang terpenting adalah Ushuluddin, Ushul Fiqh, fiqh dan Arabiyah. Kondisi
pendidikan semacam itu berlangsung dan terus berkembang terus menerus dari tahun ke
tahun sampai sesudah tahun 1900. Para pemimpin pergerakan Nasional sadar bahwa
penyelenggaraan pendidikan yang seperti itu harus dirubah dan memasukkan pendidikan
yang bersifat Nasional ke dalam perjuangannya. Maka lahirlah sekolah-sekolah partikular
atas usaha perintis kemedekaan. Sekolah itu mula-mula bercorak sesuai dengan polotik
seperti Taman Siswa, Kesatrian, Institut dan lain-lain yang bercorak Islam.
Kedua yang dilakukan ulama adalah melalui karya-karya yang tersebar dan di baca di
berbagai tempat yang jauh. Karya-karya tersebut mencerminkan perkembangan pemikiran
dan ilmu keagamaan di Indonesia pada masa itu. Di antara ilmuan muslim pertama di
Indonesia adalah:
a. Hamzah Fansuri
Seorang sufi terkemuka yang berasal dari Fansur (Barus) Sumatra Utara. Karyanya
yang terkenal berjudul Asrarul Arifin fi Bayan ila Suluk wa at-Tauhid, suatu uraian singkat
tentan sifat dan inti ilmu kalam menurut teologi Islam. Karya-karyanya yang lain di antaranya
adalah Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, Syair Jawi, Syarab al’Asyikin
b. Syamsuddin as-Sumatrani
Beliau adalah murid dari Hamzah Fansuri, Beliau mengarang buku yang berjudul
Mir’atul Mukminin (Cermin orang-orang beriman) yang berisikan tanya jawab tentang ilmu
kalam
c. Nuruddin al-Raniri
Al-Raniri dikenal sebagai orang yang sangat giat membela ajaran ahlussunnah
waljamaah. Karya-karya beliau meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu
fikih, hadits, akidah, sejarah, tasawuf, dan sekte-sekte agama. Di antara karya-karyanya ialah
al-Shirath, al-Mustaqim, Bustan al-Salathin dan Asrar al-Insan fi Ma’rifati al-Ruh wa al
Rahman.
d. Abdur Rauf Singkel
Ia menghidupkan kembali ajaran tasawuf yang sebelumnya dikembangkan oleh
Hamzah Fansari melalui tarekat Syatariyah yang diajarkannya, walaupun dengan ungkapan
dan metafor yang berbeda.
2) Politik
Sekitar abad XIV, umat Islam di nusantara berhasil membentuk suara pemerintahan
yang bercorak Islam. Namun dalam hal-hal tertentu belum sepenuhnya bercorak Islam,
melainkan adanya perpaduan antara corak Indonesia sebagai pengaruh dari corak
pemerintahan agama lama dengan corak yang di bawa agama Islam. Perkembangan
selanjutnya, banyak bermunculan negara-negara Islam dalam bentuk kerajaan. Para
pemangku pemerintahannya berusaha memperbaiki keadaan negaranya sehingga corak
keislamannya lebih menonjol seperti di bentuknya lembaga qadhi (Dewan hakim), Badan
Permusyawaratan yang di dalamnya terdiri dari para ulama dan tokoh masyarakat dan
perundang-undangan terutama dalam masalah jual beli (perdagangan).
Pada saat kerajaan-kerajaan Islam telah tumbang dan munculnya pemerintahan rezim
dengan menamakan dirinya sebagai pemerintah Hindia Belanda, peranan umat Islam dalam
politik pemerintah tidaklah berhenti. Secara formal terdapat kaum muslimin yang turut serta
duduk dalam jajaran pegawai, secara informal umat Islam memerankan politiknya melalui
organisasi-organisasi yang dibentuknya. Di antaranya:
a) Serikat Dagang Islam
Serikat Dagang Islam didirikan di Jakarta pada tahun 1909 M oleh R.M. Tirtoadisurya
yaitu sebagai sebuah perseroan dagang yang didasarkan pada corak baru dan ide baru. Dua
tahun berikutnya dibentuk pula cabangnya di Bogor SDI itu bercorak koperasi dengan tujuan
untuk merobohkan monopoli saudagar-saudagar bangsa Tionghoa.
b) Serikat Islam (SI)
Serikat Islam didirikan di Solo pada tanggal 11 november 1911 oleh seorang
pedagang muslim, Haji Samanhudi. SI tumbuh dari organisasi yang mendahuluinya yang
bernama Serikat Dagang Islam. Perubahan nama dari SDI ke SI menjadikan organisasi ini
mempunyai perubahan orientasi: dari komersial ke politik. Organisasi ini muncul disebabkan
oleh dua hal. Pertama, daya dorong ekonomi di balik kegiatan-kegiatan organisasi ini yang
berasal dari persaingan perdagangan dengan orang-orang China yang tidak terkekang oleh
kontrol-kontrol yang terbatasi oleh pemerintah kolonial. Kedua, aktifitas-aktifitas keagamaan
dalam oganisasi ini, sebagian telah dipacu oleh kegiatan-kegiatan misionaris Kristen yang
semakin meningkat sejak 1910. Tujuan dari organisasi ini adalah menyusun masyarakat Islam
agar ia hidup berkumpul menjadi saudagar. Selain itu juga mengerahkan hati umat Islam
supaya bersatu dan tolong menolong di dalam lingkaran dan batas undang-undang negara.
Melakukan segala daya upaya untuk mengangkat derajat rakyat guna kesentosaan dan
kemakmuran tanah tumpah darahnya. Dalam perkembangannya SI mengalami beberapa
periode:
1) Periode menentukan corak dan bentuk untuk mempersiapkan diri sebagai organisasi yang
menyiapkan diri untuk melakukan kegiatan sebagai partai yang berlangsung dari tahun 1911-
1916
2) Periode penentuan yaitu periode pada saat seluruh organisasi telah siap memasuki periode
puncak guna ikut melibatkan diri dalam kegiatan politik. Periode ini berlangsung dari tahun
1916-1921
3) Periode pada saat kegiatan partai melakukan konsolidasi kedalam. Dalam periode ini partai
tersebut bersaing keras dengan golongan Komunis disamping juga mengalami tekanan-
tekanan yang dilancarkan oleh pemerintah Belanda. Periode ini berlangsung dari tahun 1921-
1927
4) Periode saat kekuatan partai memperlihatkan kegigihannya dalam mempertahankan
eksistensinya dalam forum politik Indonesia. Periode ini berlangsung dari tahun 1927-1942.
c) Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI)
Komunikasi yang kurang baik di antara organisasi Islam tidak jarang membawa
pergesekan-pergesekan dan bahkan konflik di antara umat Islam. Kesadaran yang medalam
akan pentingnya memperbaiki komunikasi antara partai-partai dan organisasi yang
berdasarkan Islam, maka K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah), K.H.A Wahab Chasbullah
(NU) dan pimpinan lainnya dari SI, al Irsyad, al-Islam, Perserikatan Ulama, dan lain-lain
telah berhasil membentuk suatu badan federatif yang disebut dengan Majelis Islam Ala
Indonesiy (Majelis Tinggi Islam Indonesia). Majelis yang lebih dikenal dengan MIAI ini
didirikan di Surabaya pada 21 September 1937.
MIAI tidak dapat membatasi diri semata-mata pada masalah agama. Situasi politik
Indonesia dan tuntutan-tuntutan yang kian bertambah dari pergerakan kemerdekaan Indonesia
pada umumya, terutama untuk mendirikan parlemen Indonesia dan akhirnya kemerdekaan,
menyebabkan federasi ini mengeluarkan pendapat dan pernyataan yang bersifat politik.
Belum sampai lima tahun kehadiran MIAI, pasukan Jepang mendarat di Indonesia dan
dengan mudah dapat mengusir Belanda. Berbeda dengan Belanda, Jepang berusaha
merangkul umat Islam untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka menyokong
tujuan-tujuan perang mereka yang cepat dan mendesak. Alasan Jepang merangkul umat Islam
adalah pertama, mereka mempunyai keyakinan agama yang kuat, sebagai moral perjuangan.
Kedua, berhubungan erat dengan yang pertama, kekuatan Islam yang besar mendapatkan
pijakan yang kuat karena dukungan rakyat yang luas di Indonesia. Dalam kontek sosio-politik
dan militer seperti inilah terlihat mengapa pihak fasis Jepang membiarkan MIAI hidup buat
sementara. Dalam waktu cepat, Jepang memang benar-benar membutuhkan bantuan umat
Islam. Karena MIAI didirikan atas prakasa kaum Muslimin sendiri dan mempunyai
kecenderungan anti-kolonialisme, maka Jepang membubarkan MIAI pada oktober 1943.
3) Seni dan Arsitektur
Dalam seni arsitertur, terutama dalam bangunan sarana peribadatan seperti masjid,
Mushalla, bahkan rumah-rumah di Indonesia banyak yang berseni Islam seperti terdapatnya
tulisan Arab (kaligrafi Islam) yang terpajang pada bangunan-bangunan, rumah-rumah
penduduk dan sebagainya. Hasil seni bangunan yang mempunyai nilai sejarah diantaranya
adalah masjid kuno Demak, sendang dawur agung kesepuhan di Cirebon, masjid agung
Banten, Baiturrahman di Aceh dan lain-lain.
C. Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan
1. Pendidikan
Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan
pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat dalam bulan desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah
diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan pada madrasah.
Departemen agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun
pelajaran dan pendidikan agama Islam, mengawasi pengangkatan guru-guru agama, dan
mengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama mengadakan latihan 90
guru agama, 45 orang diantaranya kemudian diangkat sebagai guru agama. Pada tahun 1948,
didirikanlah sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
Haji Mahmud Yunus, seorang lulusan Kairo yang di zaman Belanda memimpin Sekolah
Normal Islam diPadang, menyusun rencana pembangunan pendidikan Islam. Dalam
rencananya, ibtidaiyah selama 6 tahun, tsanawiyah pertama 4 tahun dan tsanawiyah atas 4
tahun. Mahmud Yunus juga menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah
umum yang disetujui oleh konferensi pendidikan se-Sumatera di Padang Pajang, 2-10 Maret
1947.
Berkenaan dengan perguruan tinggi Islam, kaum muslimin di Indonesia sejak awal sudah
berfikir untuk membangunnya. Mahmud Yunus membuka Islamic College petama tanggal 9
Desember 1945 di Padang, yang terdiri dari Fakultas Syari’ah dan Fakultas Pendidikan dan
Bahasa Arab.
Perguruan Tinggi Islam yang khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai
mendapat perhatian kementrian Agama pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950,
Fakultas Agama di UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah dan pada tangal 26
September 1951 secara resmi dbuka perguruan Tinggi baru dengan nama Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri (PTAIN) di bawah pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun 1957,
di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama ADIA). Akademi ini dimaksudkan sebagai
sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas dalam pemerintahan dan untuk pengajaran
agama di sekolah. Pada tahun 1960, PTAIN dan ADIA disatukan menjadi Institut Agama
Islam Negeri (IAIN), juga dibawah Kementerian Agama.
IAIN bertanbah pesat dan melahirkan cabang-cabangnya di berbagai wilayah ditambah
dengan tumbuhnya perguruan tinggi swasta, diantaranya UNJ, UM, UNISBA, UNISMA.
Pendidikan Islam mengalami kemajuan dalam mengiringi modernitas. Terakhir pada tahun
2002, IAIN Syarif Hidayatullah berubah menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif
Hidayatullah yang di dalamnya menyelenggarakan pendidikan selain fakultas-fakultas
Agama juga membuka ptogram pasca sarjana.
2. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pertama kali Majelis Ulama Indonesia berdiri pada masa Soekarno. Majelis ini pertama-
tama berdiri di daerah-daerah, karena diperlukan untuk menjamin keamanan. Di samping
untuk tujuan pembinaan mental, rohani dan agama masyarakat, oleh pemerintah waktu itu
Majelis ini dimaksudkan untuk ikut ambil bagian dalam “penyelenggaraan revolusi dan
pembangunan semesta berencana” dalam rangka Demokrasi Terpimpin”. Akan tetapi setelah
Seokarno jatuh, baru kegiatan-kegiatan Majelis ulama daerah meningkat. Meskipun majelis
ini secara nasional tidak mempunyai kendali dan cara kerja yang sama antara satu daerah
dengan daerah lain, karena majelis pusat praktis tidak berfungsi lagi.
Pada masa Soeharto, Ia mengharapkan berdirinya Majelis Ulama Indonesia. Dalam tahun
1975 usaha-usaha dimulai untuk mendirikan majelis ulama yang baru. Majelis-majelis ulama
di tiap ibukota profinsi dibentuk, atau bagi yang masih aktif diteruskan dalam rangka
pembentukan majelis ulama yang baru. Sementara itu, di Jakarta dibentuk panitia
Musyawarah Nasional 1 Majelis Ulama seluruh Indonesia. Musyawarfah itu sendiri
dilangsungkan pada tanggal 21-27 Juni 1975, dihadiri oleh wakil-wakil Majelis Ulama
propinsi. Ketika itulah Majelis ulama yang baru dinyatakan berdiri dengan nama Majelis
Ulama Indonesia.
3. Hukum Islam
Usaha untuk mengundangkan peraturan perkawinan secara Nasional sudah dimulai sejak
tahun 1950 dengan terbentuknya suatu panitia khusus yang diketuai oleh bekas Gubernur
Sumatera, Teuku Muhammad Hasan. Baru pada tahun 1958, hasil kerja panitia ini
dibicarakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat, bersama-sama dengan suatu usul Rancangan
Undang-undang yang dimajukan oleh kalangan nasionalis. Akan tetapi kedua rancangan ini
dikesampingkan karena terjadi kemacetan dalam perdebatan di parlemen. Rancangan
Undang-undang yang sama kemudian disusun kembali tahum 1967 dan 1968. Kedua
rancangan ini dibicarakan dalam sidang DPR tahun 1973, tetapi mengalami hal yang sama
karena wakil dari golongan Katholik menolak rancangan itu. Akibatnya pemerintah menarik
kembali kedua rancangan tersebut dan mengusulkan RUU yang baru pada tanggal 31 Juli
1973. Ketika rancangan ini disidangkan, pihak Islam merasa keberatan dan beberapa ratus
pelajar Islam melakukan protes di ruang DPR karena banyak butir-butir RUU yang dianggap
bertentangan dengan ajaran Islam. Diluar sidang DPR masalah protes itu dapat diselesaikan
dengan mengubah RUU tersebut, sehingga seluruhnya sesuai dengan tuntutan kalangan
Islam. Yang akhir inilah yang diundangkan pada bulan Januari 1974. Kemantapan posisi
hukum Islam dalam sistem hukum Nasional semakin meningkat setelah Undang-undang
Peradilan Agama diterapkan tahun 1989.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian atau pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan,
yaitu :
Kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah. Juga diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan.
Peradaban Islam Pra-Kemerdekaan meliputi beberapa aspek, yaitu birokrasi
keagamaan; politik; seni dan arsitektur.
Dan Peradaban Islam Pasca Kemerdekaan juga meliputi beberapa aspek, yaitu
pendidikan; majelis ulama indonesia (MUI) ; dan hukum islam.

B. Saran
Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan karya ini sangatlah
dibutuhkan penyusun, mengingat masih banyak kekurangan dari karya ini.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nor, Islam Nusantara Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media Group, 2007

Karim, Abdul, Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Membongkar Marjinalisasi Peranan

Islam dalam Perjuangan Kemerdekaan RI), Yogyakarta: Sumbangsih Press, 2005

Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1945, Jakarta: PT Pustaka LP3ES

Indonesia, 1996

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT ajaGrafindo Persada,

2005

Syam, Firdaus, Membangun Peradaban Indonesia, Jakarta: Gema Insani, 2009

Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2011

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003

Anda mungkin juga menyukai