Anda di halaman 1dari 16

LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017

Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

STRATEGI KOMUNIKASI ORANG DENGAN HIV AIDS (ODHA)


MENGHADAPI STIGMA MASYARAKAT

Riniwaty Makmur

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran


Jalan Raya Sumedang Jawa Barat
Email: rmakmur@yahoo.com

Abstract

Results of various researches about people with HIV AIDS (ODHA) concluded that in
general, stigma happens to ODHA. Stigma has been a basis for discrimination against
ODHA and becoming obstacle in many efforts to overcome impact of HIV AIDS. This
research uses the qualitative approach and the data was collected through interview,
document review, including discussion found in specific websites used by ODHA
support group. The research uncovered that ODHA has been stigmatized by a range of
group such as family, school, and religious leader. In dealing with stigma, some of
ODHAs prefer to keep their status in secret, in order to protect themselves and their
family, and some others choose to be straightforward about their condition. The
decision on what strategy to take, significantly depends on support they receive from
family and their significant others.
Keywords: ODHA, HIV AIDS, Stigma, Discrimination

Abstrak

Menurut berbagai penelitian, stigma terhadap ODHA (Orang dengan HIV AIDS) telah
umum terjadi. Stigma ini menyebabkan diskriminasi terhadap ODHA dan menjadi
kendala dalam upaya-upaya menanggulangi dampak HIV AIDS. Penelitian ini mencoba
menggambarkan strategi dan tindakan ODHA menghadapi stigma dalam keseharian
mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara
mendalam dan telaah dokumen termasuk percakapan dari forum diskusi ODHA di situs
kelompok dukungan bagi ODHA. Penelitian ini menemukan bahwa stigma dialami
ODHA, dengan pelaku beragam seperti keluarga, sekolah dan pemuka agama. Dalam
menghadapi stigma, ada ODHA yang memilih tidak berterus terang untuk melindungi
dirinya dan keluarga, dan ada juga yang berterus terang atau apa adanya. Faktor
dukungan keluarga dan orang dekat sangat penting dalam pilihan strategi ODHA
mengenai kondisinya.
Kata kunci: ODHA, HIV AIDS, Stigma, Diskriminasi

PENDAHULUAN Departemen Kesehatan mengungkapkan


Kasus HIV-AIDS di Indonesia bahwa hingga akhir 2015, terdapat
terus bertambah. Laporan dari kumulatif 77,112 orang penderita

68
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

AIDS, dan 191,073 orang penderita dan bagaimana nantinya harus bersikap
HIV1 di seluruh Indonesia, atau terjadi setelah mengetahui hasil tes HIV. Untuk
kenaikan sekitar 16% dari 2014 tes cepat dapat juga digunakan tes
(Infodatin, 2014). usapan selaput lendir mulut (Oraquick).
HIV atau Human AIDS atau Acquired Immune
Immunodeficiency Virus adalah virus Deficiency Syndrome adalah
yang menyerang sel darah putih di sekumpulan gejala penyakit yang timbul
dalam tubuh (limfosit) yang karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS
mengakibatkan turunnya kekebalan disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat
tubuh manusia. Orang yang dalam menurunnya kekebalan tubuh pada
darahnya terdapat virus HIV bisa seseorang maka orang tersebut sangat
tampak sehat dan belum membutuhkan mudah terkena penyakit seperti TBC,
pengobatan. Namun, orang tersebut kandidiasis, berbagai radang pada kulit,
dapat menularkan virusnya kepada paru, saluran pencernaan, otak dan
orang lain bila melakukan hubungan kanker. AIDS dapat dicegah dengan
seks, memakai alat suntik yang telah pengobatan antiretroviral atau ARV.
tercemar HIV terutama jika memakai Pengobatan ARV menekan laju
alat suntik bersama di kalangan perkembangan virus HIV di dalam
pengguna narkoba suntik (penasun). tubuh sehingga orang dengan infeksi
Selain itu, HIV juga bisa ditularkan HIV dapat kembali “sehat” atau ‘bebas
melalui beberapa cara seperti transfusi gejala.’ Namun virus HIV masih ada di
darah dari darah yang sudah tercemar dalam tubuhnya dan tetap bisa
HIV, ibu HIV positif selama masa menularkan pada orang lain2.
kehamilan, waktu persalinan dan/ atau Tahun 2014, UNAID (United
waktu menyusui. Nations Programme on HIV/AIDS)
Status terinfeksi HIV hanya dapat mencanangkan program “Fast Track”
diketahui setelah mengikuti test HIV untuk mengakhiri epidemi AIDS pada
yang disertai konseling atau yang 20303. Program ini mengusulkan
disebut dengan VCT (Voluntary akselerasi cepat dan masif bagi layanan
Counseling and Testing). Tes HIV pencegahan dan pengobatan HIV yang
biasanya bersifat sukarela dan rahasia, berpusat pada manusia untuk
dilakukan melalui tes darah untuk mengakhiri epidemi AIDS pada 2030.
memastikan adanya antibodi HIV di Jakarta termasuk salah satu kota yang
dalam sampel darah. Sebelum berpartisipasi dalam program fast track
melakukan tes HIV, akan diadakan ini.
konseling untuk mengetahui tingkat
risiko infeksi dari perilaku selama ini 2
Sumber: Komisi Penanggulangan Aids (KPA)
pada situs:
http://www.aidsindonesia.or.id/contents/37/78/I
1
Sumber data dari dari Statistik kasus HIV nfo-HIV-dan-AIDS#sthash.je6iI6qi.dpuf
3
AIDS di Indonesia sampai dengan Desember Sumber:
2015, publikasi Ditjen PP (Pengendalian http://www.unaids.org/en/resources/presscentre/pressrelea
Penyakit) dan PL (Penyehatan Lingkungan) seandstatementarchive/2014/september/20140925_pr_fas
Kemenkes RI t_track/

69
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

Akses terhadap pengobatan HIV sembilan orang anak yatim piatu ODHA
hanyalah salah satu dari masalah yang di Kota Solo yang ditolak oleh
dihadapi Orang-orang dengan HIV komunitas di sekitar lokasi panti asuhan
AIDS (ODHA). Masalah lain yang mereka. Para relawan terpaksa
cukup signifikan adalah stigma4 dan mencarikan anak-anak itu tempat
diskriminasi5 dari keluarga, kenalan dan penampungan sementara. Kendati para
anggota masyarakat. Ketakutan akan dokter telah berusaha menjelaskan
stigma dan diskriminasi menjadi salah bahwa HIV AIDS tidak menular
satu penyebab utama banyak orang melalui kontak dengan penderitanya,
enggan mengikuti VCT. Stigma dan anggota masyarakat tidak mau tahu.
diskriminasi ini pula yang masih banyak Pekerja sosial yang mendampingi anak-
dialami oleh ODHA (Sosodoro et al., anak tidak bersalah itu mengatakan
2009; Butt et al., 2010; Hermawati, bahwa selain komunitas takut terinfeksi
2011; Harapan et al., 2013; UNAIDS, HIV, ada stigma dan diskriminasi
2016). Tahun 2011 misalnya, dunia mengenai asal dari penyakit HIV
pendidikan dihebohkan oleh penolakan AIDS7. Anak-anak tersebut diketahui
sebuah sekolah terhadap seorang anak mendapatkan HIV dari ibu mereka.
yang sebelumnya telah diterima di Setelah ibunya meninggal, keluarga
sekolah itu. Pasalnya, dalam sesi menolak untuk merawat mereka.
wawancara dengan orang tua si anak, Laporan mutakhir mengenai
orang tuanya mengakui bahwa si ayah AIDS dari UNAIDS tahun 2016,
adalah seorang penderita HIV. Sekolah mengungkapkan bahwa ketidakpedulian
beralasan tindakannya menolak anak itu dan ketidakmengertian terus terjadi dan
atas desakan oleh orang tua-orang tua merusak upaya-upaya untuk mengakhiri
lain yang takut anak mereka ketularan. AIDS. Pada kasus-kasus terburuk,
Padahal anak yang ditolak itu sehat sikap-sikap dan perilaku diskriminasi
walafiat, alias sama sekali tidak bahkan difasilitasi oleh kebijakan-
menderita HIV apalagi AIDS6. kebijakan dan hukum resmi. Tahun
Pada Januari 2016, ABC News, 2016, 72 negara memiliki hukum yang
media daring dari Australia membiarkan kriminalisasi, khususnya
mengungkapkan keberadaan sekitar terhadap HIV (Unaids, 2016: 10).
Stigma adalah hal pertama yang
4
Stigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan oleh seorang dokter pegiat
(KBBI) versi daring adalah ciri negatif yang HIV/AIDS, ketika ditanya mengenai
menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh
lingkungannya, atau tanda. tantangan terbesar yang dihadapinya
5
Diskriminasi menurut KBBI versi daringa berarti dalam menjalankan tugasnya di KPA
pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (Komisi Penanggulanan AIDS). KPA
(berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi,
agama, dan sebagainya). adalah lembaga pemerintahan non
6
Sumber:
https://m.tempo.co/read/news/2011/12/05/08337
0012/kasus-orang-tua-odha-yayasan-don-bosco- 7
Sumber: http://www.abc.net.au/news/2016-01-
minta-maaf dan 08/orphans-rejected-by-indonesian-community-for-
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia
/2011/12/111205_aidsdonbosco.shtml having-hiv/7075360

70
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

struktural yang dibentuk di daerah- identitas sosial mereka: orang-orang


daerah dengan tugas melakukan upaya- yang cacat fisik, pasien-pasien
upaya promotif, preventif, kuratif, dan kejiwaan, pencandu obat-obatan,
rehabilitatif mengenai HIV AIDS dan prostitusi, dan sebagainya (Crossman,
penderitanya. Padahal banyak penderita 2016). Terdapat tiga jenis stigma yaitu,
yang mendapatkan HIV karena stigma karena sifat/ ciri-ciri karakter,
keadaan yang tidak diduganya, seperti keadaan fisik, dan identitas kelompok.
transfusi darah, atau korban dari Kecacatan karakter individual
pasangan yang berisiko, atau anak dari dipersepsikan sebagai keinginan yang
ibu HIV. lemah, dominasi, atau keinginan yang
Belum meratanya tidak alami, kepercayaan yang kaku,
kesadaran/pengetahuan mengenai HIV dan ketidakjujuran. Mereka yang masuk
AIDS, dan stigma terhadap ODHA bisa ke dalam kategori ini adalah penderita
menjadi kendala dalam upaya sakit mental, narapidana, pencandu,
mengakhiri epidemi AIDS. Penelitian homoseksual, pengangguran, dan
ini mendeskripsikan keadaan saat ini perilaku politik yang radikal. Stigma
menyangkut stigma terhadap HIV AIDS yang dialami oleh ODHA, dapat
dan ODHA, serta bagaimana strategi digolongkan ke dalam jenis ini.
ODHA dalam menghadapi stigma yang Pandangan yang melekat mengenai
ada di lingkungannya. Berdasarkan ODHA adalah mereka menderita HIV
paparan tersebut di atas permasalahan AIDS karena perilaku yang
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai menyimpang, padahal tidak selalu
berikut: Bagaimana strategi dan demikian.
tindakan ODHA (orang dengan HIV Goffman juga mengungkapkan
AIDS) menghadapi stigma mengenai beberapa respons yang bisa diambil
penyakit mereka? oleh orang-orang yang distigma dalam
menghadapi orang-orang “normal”
TINJAUAN PUSTAKA (tidak distigma atau menstigma).
Khususnya mereka dengan stigma fisik,
Konsep mengenai stigma
responsnya biasanya melalui
diperkenalkan oleh Goffman, yang 8
kompensasi atas kekurangan fisik
melihat stigma sebagai proses
mereka. Sedangkan mereka dengan
berdasarkan konstruksi indentitas sosial.
stigma jenis lain, bisa membentuk
Orang-orang yang terkait dengan
kelompok-kelompok pendukung untuk
kondisi penstigmaan berpindah dari
membangun rasa kebersamaan dan
“normal” menjadi “diskredit” atau
saling memberi semangat.
secara status sosial “didiskreditkan”
Beberapa aturan berkomunikasi
(Kleinman dan Hall-Clifford, 2009: 1).
bagi orang-orang yang distigma dalam
Goffman mengatakan Orang-orang
yang distigma adalah mereka yang tidak
8
memiliki penerimaan sosial penuh, dan Kompensasi menurut KBBI Daring berarti
pencarian kepuasan dalam suatu bidang untuk
terus menerus berusaha menyesuaikan memperoleh keseimbangan dari kekecewaan
dalam bidang lain

71
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

menghadapi orang-orang “normal,” juga Goffman mengatakan bahwa


diberikan oleh Goffman (Crossman interaksi di antara orang-orang dengan
2016), antara lain: stigma dan orang-orang tanpa stigma
- Seseorang harus mengasumsikan sejatinya penuh tekanan, karena mereka
bahwa orang normal hanyalah tidak harus mengelola emosi-emosi yang
memiliki informasi memadai dan kuat, pemikiran-pemikiran, dan
bukan pembenci. tindakan-tindakan yang terikat pada
- Tidak perlu merespons hinaan, dan stigma (Smith, 2009: 933).
orang yang distigma harus Pendekatan interaksionisme
mengabaikan atau dengan sabar simbolik berupaya menjelaskan
menyangkal serangan atau hubungan di antara pemahaman, motif,
pandangan yang dan rancangan pesan; serta terpenting
melatarbelakanginya. menawarkan pemaknaan atas peran dan
- Orang-orang dengan stigma harus tindakan. Dengan perkataan lain,
mencoba membantu mengurangi interaksionisme simbolik berusaha
ketegangan dengan berbasa-basi dan menjelaskan bagaimana orang-orang
menggunakan lelucon, atau bahkan mengadaptasikan strategi komunikatif
“ejekan terhadap diri sendiri.” mereka dalam berbagai komunikasi
- Orang-orang dengan stigma harus tatap muka dengan berbagai macam
memperlakukan orang-orang orang lewat mekanisme pengambilan
“normal” seakan-akan mereka peran (role taking) atau pengambilan
mendapatkan kehormatan sebagai si perspektif (perspective taking)
bijaksana. (Mulyana, 2013: xviii).
- Orang-orang dengan stigma harus Dasar pemikiran interaksionisme
membiarkan pertanyaan-pertanyaan simbolik mengasumsikan realitas sosial
yang mengganggu dan bersedia sebagai proses dan masyarakat dilihat
dibantu. sebagai sebuah interaksi simbolik bagi
- Orang-orang dengan stigma harus individu-individu yang ada di
menggunakan taktik “waktu jeda” dalamnya. Jadi esensi interaksi simbolik
dalam percakapan untuk pemulihan adalah aktivitas yang menjadi ciri khas
dari keterkejutan karena sesuatu manusia, yakni komunikasi atau
yang mungkin diucapkan oleh orang pertukaran simbol yang diberi makna.
lain. Berikut ini adalah premis-premis di
- Orang-orang dengan stigma harus dalam interaksionisme simbolik, yaitu:
mengikuti etiket penyingkapan, 1. Pentingnya makna bagi perilaku
misalnya dengan menggunakan manusia. Individu membentuk
ketidakmampuan sebagai topik makna melalui proses komunikasi.
dalam percakapan serius Makna tidak bersifat intrinsik
- Seorang yang distigma harus terhadap apapun, oleh karena itu
melihat dirinya “normal” agar dibutuhkan konstruksi interpretif
mudah menghadapi orang “normal.” diantara orang-orang untuk
menciptakan makna.

72
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

2. Pentingnya konsep diri. Konsep Theory 1, Editor Littlejohn & Foss,


diri (self-concept) adalah 2009: 150).
seperangkat persepsi yang relatif Charles Horton Cooley
stabil dan dipercaya orang mengenai memperkenalkan Looking Glass Theory
diri seseorang. tentang konsep diri. Dalam teori ini, kita
3. Hubungan antara individu dan seakan-akan meletakan cermin di depan
masyarakat. Tema ini berkaitan kita, dan membayangkan bagaimana
antara kebebasan individu dan orang lain menilai penampilan kita, atau
batasan sosial. Dalam hal ini dicoba kemampuan kita untuk melihat diri kita
dijelaskan mengenai keteraturan dan sendiri dalam pantulan/ pandangan
perubahan dalam proses sosial orang lain. Mead meminjam konsep
(Mulyana, 2013: 71). cermin diri ini dalam teori
Bagi ODHA, interaksionisme interaksionisme simbolik. Bagi Mead,
simbolik memberikan kerangka pikir diri berkembang dari sebuah
dalam interaksi dengan orang lain, dan pengambilan peran yang khusus (role
menempatkan diri di dalam masyarakat. taking), yaitu: membayangkan
Bagaimana ODHA melihat dirinya atau bagaimana kita dilihat orang lain.
konsep diri, akan menentukan pilihan Menurut Mead, konsep diri terbentuk
strategi komunikatif mereka dalam atas dua unsur yang saling berhubungan
komunikasi tatap muka. Konsep diri yaitu “I” dan “Me”. “I” adalah
terbentuk dari interaksi dengan orang subjektivitas diri yang berasal dari
lain, sebagaimana dijelaskan di bagian dalam diri sendiri secara spontan.
berikutnya. Sedangkan “Me” dibentuk berdasarkan
Konsep diri atau self- concept objek yang terlihat dari looking-glass
adalah cara kita melihat diri kita, yang self yang merupakan hasil dari
langsung berdampak pada bagaimana pengambilan peran orang lain dalam
seseorang berkomunikasi dan lingkungan sekitar. Kemampuan untuk
berhubungan dengan dunia sekitar. merefleksikan diri kita sendiri
Seseorang dengan konsep diri positif, berdasarkan perspektif orang lain
khususnya self-esteem, lebih mungkin (Griffin, 2012: 60).
tidak hanya berpikir baik tentang Pendekatan dramaturgi dari
dirinya dan diterima oleh orang lain, Erving Goffman merupakan salah satu
tetapi juga merasa lebih nyaman dan model pendekatan interaksionisme
melakukan lebih baik dalam situasi simbolik dari Mead (Mulyana, 2013:
yang mendua. Aspek-aspek lain dari 110). Seperti diketahui Teori
self-concept termasuk optimisme, Interaksionisme Simbolik adalah
kepribadian yang ekstrover, dan self- bagaimana individu mengartikan dunia
reliance (kemandirian), juga dan dirinya sendiri, dalam kaitan
berkontribusi pada penguatan dengan masyarakatnya. Mead melihat
kemampuan berkomunikasi (Chen di pikiran (mind) dan diri (self) menjadi
dalam Encyclopedia of Communication bagian dari perilaku manusia, yaitu
interaksi dengan orang lain. Sementara

73
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

itu melalui Teori Dramaturgi, Goffman mengetengahkan sosok dirinya yang


memakai analogi drama dan teater ideal sesuai dengan status peranannya
untuk menjelaskan interaksi manusia. dalam kegiatan rutinnya. Orang
Teori ini sangat menarik karena melihat cenderung menyembunyikan fakta dan
manusia sebagai aktor yang dapat motif yang tidak sesuai dengan citra
memiliki “dua muka.” Tidak hanya itu, dirinya. Dramaturgi menjadi relevan
Teori Goffman juga memiliki keluasan untuk menjelaskan kemungkinan-
dalam aplikasinya karena sangat kemungkinan perilaku ODHA dalam
menyatu dengan kehidupan sehari-hari. menghadapi stigma terhadap dirinya.
Goffman memberikan dasar teori Tentu saja perilaku ini tidak bisa
mengenai bagaimana individu tampil di dilepaskan dari konsep diri sebagaimana
dunia sosial lewat karyanya yang yang menjadi elemen dari teori
berjudul The Presentation of Self in interaksionisme simbolik.
Everyday Life (1959) (Mulyana, 2013:
110). Ia menganggap individu sebagai METODOLOGI PENELITIAN
satuan analisis. Goffman tidak tertarik Penelitian ini merupakan
pada struktur sosial, tetapi pada penelitian kualitatif-deskriptif dengan
interaksi tatap muka atau kehadiran metode studi kasus. Penelitian kualitatif
bersama (orang-orang berada pada adalah tradisi dalam ilmu pengetahuan
tempat dan waktu yang sama/ co- sosial yang secara fundamental
presence). Menggunakan metafor teater, bergantung dari pengamatan pada
Goffman membagi kehidupan sosial ke manusia baik dalam kawasannya
dalam dua panggung, yaitu: maupun dalam peristilahannya
1. Panggung depan (Front stage), (Moleong, 2014: 4).
yakni tempat atau peristiwa Pada penelitian studi kasus
sosial yang memungkinkan peneliti mengeksplorasi kehidupan
individu menampilkan peran nyata, sistem terbatas kontemporer
formal atau bergaya layaknya (kasus) atau beragam sistem terbatas
aktor yang berperan. Panggung (berbagai kasus), melalui pengumpulan
depan merupakan wilayah yang data yang detail dan mendalam yang
ditonton khalayak. melibatkan beragam sumber informasi
2. Panggung belakang (Back atau sumber informasi majemuk seperti
stage), yakni tempat untuk pengamatan, wawancara, dan dokumen
mempersiapkan peran di berbagai laporan, dan melaporkan
panggung depan. Analogi deskripsi kasus dan tema kasus
dengan kamar rias pemain teater (Creswell, 2013: 136).
untuk mempersiapkan diri atau Subjek penelitian pada studi kasus
berlatih sebelum tampil di ini adalah ODHA, keluarga ODHA dan
panggung depan (Mulyana, pihak-pihak lain yang terlibat dalam
2013: 114). upaya pencegahan dan pengobatan
Berdasarkan pandangan AIDS seperti dokter, dan Yayasan
dramaturgis, seseorang cenderung pegiat HIV AIDS. Informan sebanyak

74
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

enam orang dipilih dengan informasi dan menyediakan validitas


menggunakan teknik purposif dan bagi temuan mereka. Triangulasi adalah
berdasarkan kesediaan informan untuk salah satu strategi validasi penelitian
berbagi. Nama informan dalam kualitatif, yang mana para peneliti
penelitian ini disamarkan untuk menggunakan beragam sumber, metode,
menjaga kerahasiaan dan privasi. Selain peneliti, dan teori untuk menyediakan
itu data juga diperoleh dari meneliti bukti penguat (Creswell 2014: 349).
“percakapan” ODHA pada forum
diskusi di situs Yayasan Spiritia 9, serta HASIL PENELITIAN DAN
dokumentasi lain seperti laporan PEMBAHASAN
lembaga resmi, dan berita media massa.
Stigma terhadap ODHA dipicu
Objek penelitian adalah stigma terhadap
oleh rendahnya pengetahuan dan
ODHA.
pemahaman anggota masyarakat
Creswell menggambarkan
terhadap fakta-fakta mengenai HIV
pengumpulan data sebagai rangkaian
AIDS, dan informasi yang telah meluas
aktivitas yang saling terkait dan
bahwa HIV AIDS disebabkan oleh
bertujuan untuk mengumpulkan
perilaku “menyimpang.” Menurut Teori
informasi guna menjawab pertanyaan-
Struktural, deviant atau penyimpangan
pertanyaan penelitian yang muncul
dipahami sebagai perilaku yang
(2014: 206). Dalam penelitian ini
merupakan karakter berlawanan dengan
pengumpulan data dilakukan pada
norma-norma sosial (Bajari, 2008).
sumber data primer dan sekunder
Padahal tidak semua ODHA
selama bulan Mei – Agustus 2016.
mendapatkan penyakitnya dari perilaku
Teknik pengumpulan data yang
yang berisiko. Seorang ibu rumah
digunakan adalah:
tangga atau seorang anak-anak juga bisa
- Wawancara tatap muka dan atau
terkena HIV AIDS.
telepon/ email
Rendahnya pengetahuan
- Dokumentasi
mengenai HIV AIDS sebagai penyebab
Penelitian ini menggunakan
utama stigma, didukung oleh penelitian-
beragam sumber data atau
penelitian sebelumnya (Butt et al.,
menggunakan teknik triangulasi untuk
2010; Harapan et al., 2013). Hal ini juga
mendukung validasi datanya. Menurut
diungkapkan oleh seorang informan
Creswell, ketika para peneliti kualitatif
yang mendapatkan virus HIV dari
berusaha menemukan bukti untuk
suaminya. Sewaktu kejadian, mereka
mendokumentasikan kode atau tema
tinggal di rumah orang tua suaminya
dalam beragam sumber data, mereka
(mertua) bersama keluarga seorang
sebenarnya sedang mentriangulasi
saudara iparnya. Sementara mertuanya
9
Yayasan Spiritia adalah LSM yang telah meninggal dunia. Setelah
memfasilitasi kelompok dukungan sebaya bagi suaminya meninggal dunia, informan
ODHA, memberikan layanan informasi dan ini diminta iparnya untuk meninggalkan
komunikasi baik untuk ODHA dan masyarakat.
Situsnya dapat dilihat pada alamat berikut: rumah, karena melihat dia memiliki
http://www.spiritia.or.id/index.php

75
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

sakit yang sama dengan almarhum Semuanya tidak semudah yang


suaminya. Berikut ini petikan dari dikatakan orang-orang. Saya
wawancara dengan informan yang tahu, saya telah menstigma suami
saya karena keadaannya. Akan
bersangkutan:
tetapi, saya sangat
menghawatirkan masa depan
“Saat itu tidak ada pembicaraan anak kami yang masih kecil.
mengenai apakah saya juga Kalau saya juga tertular, siapa
menderita HIV atau tidak, tetapi yang akan mengurusi anak kami?
sepertinya ipar saya menduga Saya mencoba ikut kelompok
saya HIV karena melihat gejala pendukung, tetapi bukannya
penyakit yang sama seperti suami dikuatkan, saya malah semakin
saya. Waktu itu ipar saya sedang terintimidasi oleh keadaan kami.
hamil, dan dia bilang khawatir Tambahan lagi, rasanya suami
penyakit saya menular ke saya seperti tidak mau mengerti,
janinnya.” dia tetap menuntut untuk dilayani.
Saya tahu agama mengajarkan
Pemahaman yang kurang saya untuk taat pada keinginan
mengenai cara penularan HIV AIDS suami, seperti untuk
diceritakan oleh seorang informan berhubungan... tetapi saya tidak
ODHA yang juga menjadi aktivis untuk bisa. Saya takut.”
menjangkau dan mendampingi ODHA:
Di sisi lain, ada juga ODHA yang
“Pernah ada yang menanyakan menemukan pasangan yang mengerti
kepada saya, kok tidak takut keadaannya. Seorang informan ODHA
bergaul dengan ODHA, karena menceritakan kebahagiaannya
dia beranggapan penularan bisa menemukan pasangan hidup yang mau
terjadi ketika kita makan bersama menerima dirinya apa adanya termasuk
atau melalui keringat, yang sama kenyataan bahwa dia adalah ODHA.
sekali tidak benar.”
Saat ini informan itu telah menikah
dengan pasangannya yang “normal”
Rasa takut tertular tetap ada
selama bertahun-tahun. Stigma dari
meskipun seseorang telah memiliki
keluarga dekat sepertinya sangat
pengetahuan mengenai HIV AIDS. Hal
bergantung pada situasi setiap individu
ini yang kadang-kadang mendorong
dan lingkungan tempat dia berada.
stigma oleh keluarga inti, karena
Penelitian juga menemukan seorang
keluarga berada dalam kondisi yang
informan yang membuka diri hanya
selalu berdekatan dengan ODHA.
kepada keluarga terdekatnya yaitu ibu
Berikut ini adalah ungkapan seorang
dan saudaranya, tetapi merahasiakan
informan yang (mantan) suaminya
kondisinya terhadap orang lain.
menderita HIV AIDS.
Namun demikian, seluruh
informan mengungkapkan pernah
“Saya mengerti bagaimana cara
penularan HIV AIDS, tetapi saya mengalami stigma dan bahkan
tetap takut ketika mengetahui diskriminasi, termasuk oleh petugas
suami saya adalah ODHA. medis. Studi yang dilakukan oleh

76
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

Harapan et al., tahun 2013 di Banda virus HIV AIDS karena praktik-praktik
Aceh mendapati perlakuan stigma yang yang kurang bermoral. Pengalaman dan
umum di kalangan petugas kesehatan status moral memang telah menjadi
(dokter, perawat dan mahasiswa bagian dari stigma dalam perspektif
kedokteran) terhadap ODHA, dan ini antropologi (Kleinman dan Hall-
juga mirip dengan temuan-temuan Clifford, 2009: 3).
penelitian di luar negeri. Rumah sakit Penolakan oleh sekolah seperti
paling banyak disebutkan sebagai pernah diekspos di media massa,
tempat terjadinya stigma. ODHA ternyata juga dialami oleh beberapa
menilai stigma terhadap mereka salah orang tua ODHA. Sekolah berdalih bisa
satunya dari komunikasi non verbal memahami bahwa penularan HIV tidak
seperti ekspresi wajah perawat, cara mudah, tetapi banyak pihak lain yang
perawat memegang dirinya ketika mungkin tidak mengerti/ menerima,
melakukan pemeriksaan yang hanya seperti staf sekolah, orang tua murid,
menggunakan dua jari, dan melihat dan sebagainya. Tidak semua kasus
perawat memakai sarung tangan hingga penolakan oleh sekolah ini
dua lapis sebelum melakukan mendapatkan liputan media massa
10
pemeriksaan pada dirinya . seperti kasus putri dari Fajar, seorang
Agama atau sikap religius ODHA yang tadinya telah diterima di
ternyata berhubungan dengan sikap sebuah sekolah swasta, tetapi kemudian
yang menstigma. Seorang informan ditolak ketika sekolah mengetahui
mengungkapkan bahwa dia pernah bahwa orangtuanya terdampak HIV
mendapatkan kata-kata yang tidak AIDS11.
menyenangkan dari pemuka agamanya. Menurut seorang informan,
Si pemuka agama itu mengatakan kebanyakan orang tua yang ODHA,
kepada orang tuanya, agar ketika mengalami penolakan memilih
menyingkirkan dia dan anak-anaknya mengalah dan mencari sekolah lain.
dari rumah si orang tua. Sebuah studi Mereka maklum akan stigma dari
lain juga memperlihatkan bahwa agama masyarakat, dan memilih bersabar. Hal
memengaruhi sikap-sikap diskriminasi, ini selaras dengan aturan komunikasi
dan derajatnya meningkat dengan Gofman, yaitu tidak perlu merespons
derajat penting agama bagi orang yang hinaan, dan orang yang distigma harus
bersangkutan (Harapan et al., 2013). mengabaikan atau dengan sabar
Literatur umum menyatakan bahwa menyangkal serangan atau pandangan
petugas kesehatan yang lebih religius yang melatarbelakanginya (Crossman
cenderung lebih menstigma terhadap 2016).
ODHA yang dianggap telah tertular
11
10
Percakapan/ diskusi sesama ODHA di
halaman Forum pada situs Yayasan Spiritia http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/12
pada alamat:
/111205_aidsdonbosco.shtml
http://spiritia.or.id/smf/index.php?topic=129.ms
g1932#msg1932

77
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

Sementara itu di tempat kerja, memberikan layanan pemeriksaan dan


pegawai “dilindungi” dengan konsultasi HIV bagi karyawan.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan “Komitmen dari pimpinan tertinggi
dan Transmigrasi, Kepmen No. perusahaan susah diperoleh, sementara
68/MEN/ IV/2004 tentang pencegahan itu karyawan juga enggan mengikuti
dan penanggulangan HIV/AIDS di pemeriksan dan konseling dengan
tempat Kerja. Kepmen ini melarang alasan takut stigma karena kerahasiaan
diskriminasi terhadap orang-orang yang sulit dijamin, walaupun mereka
terinfeksi HIV/AIDS, termasuk mungkin termasuk kelompok berisiko,”
melarang perusahaan melakukan tes ujar informan. Dalam hal ini
HIV AIDS terhadap calon karyawan/ perusahaan-perusahaan internasional
buruh. Menurut informan dari sebuah dianggap yang paling bisa terbuka dan
yayasan pegiat HIV AIDS, kebanyakan bersikap mendukung terhadap langkah-
perusahaan telah menjalankan Kepmen langkah preventif dan kuratif HIV.
tersebut dalam hal tidak menanyai calon Berbagai pihak yang berpotensi
karyawn mengenai status HIV mereka. melakukan stigma pada ODHA
Akan tetapi perusahaan-perusahaan sebagaimana hasil penelitian
masih sulit diajak bekerjasama dalam diilustrasikan pada gambar 1:

Gambar 1.
ODHA dan Kemungkinan Pelaku Stigma

Sumber: Wawancara dan telaah dokumen

Strategi ODHA dalam belum memiliki pemahaman yang benar


menghadapi stigma dan atau tentang HIV AIDS. Sebagaimana
diskriminasi secara umum ada dua. diasumsikan oleh teori interaksionisme
Pertama, ODHA berusaha “menutupi” simbolik, di dalam masyarakat terdapat
status HIV AIDS-nya di depan umum. norma-norma sosial yang membatasi
Pemilihan strategi ini disebabkan perilaku. Orang dan kelompok
ODHA menyadari sebagian masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan

78
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

sosial (Mulyana, 2013: 71). Kendati sebuah pabrik di pinggiran Jakarta.


terdampak HIV AIDS bukan karena ODHA ini setiap seminggu sekali,
perilaku “menyimpang,” strategi ini mengambil obat di salah satu rumah
sepertinya menjadi pilihan kebanyakan sakit di Jakarta.
ODHA dalam menjalani dunia Apa yang dilakukan ODHA
kesehariannya. Salah seorang informan ODHA di atas, merupakan praktik dari
ODHA mengungkapkan bahwa dia teori dramaturgi. Di panggung depan di
hanya memberitahukan keadaannya hadapan anak-anak, keluarga dan
kepada ibu dan seorang kakaknya. anggota masyarakat di tempat
Selain itu tidak ada lagi yang tahu, domisilinya, serta di tempat kerja,
termasuk anak-anaknya. Hal ini mereka memainkan peran bukan
dilakukannya untuk menjaga agar sebagai ODHA. Baru ketika harus
jangan sampai dirinya, keluarga atau memeriksakan kesehatan dan
bahkan keluarga besarnya mengalami mengambil obat ARV, mereka
stigma. Berikut ini petikan dari menampilkan jati diri sebenarnya
pengalaman informan: sebagai ODHA. Akan tetapi di
panggung belakang ini, mereka tidak
“Saya sendiri lebih memilih cara bisa menghindari kehadiran penonton,
menyembunyikan status saya meski terbatas pada petugas medis.
sambil turut membantu Strategi kedua adalah milik orang-
penanggulangan HIV, supaya
orang yang percaya diri, pasrah atau
jangan sampai ada korban karena
HIV, tanpa menunjukan kalau orang-orang dengan dukungan yang
saya juga penderita HIV.....” solid, yaitu berterus terang tentang
keadaannya. Bisa juga dikatakan orang-
Strategi ini menempatkan orang ini mungkin memiliki konsep diri
pelakunya pada posisi mendua (dua positif, atau telah berserah diri (pasrah)
muka). Dia secara harafiah memainkan seperti pengakuan seorang informan.
dua peran: panggung depan di mana Dukungan dari keluarga inti dan orang
status HIV AIDS “disembunyikan,” dan dekat menjadi kata kunci yang
panggung belakang dengan kenyataan menentukan. Seorang ODHA
bahwa dia adalah ODHA, seperti teori mengungkapkan pengalamannya
dramaturgi Goffman. Untuk menjaga sebagai berikut:
kerahasiaan statusnya dari lingkungan
tempat tinggalnya, seorang informan “Saya termasuk yang terbuka
memilih melakukan pengobatan ARV dengan keluarga, beberapa teman
(antiretroviral) di luar kota. Jadi sebulan kantor, beberapa teman dekat,
dan pacar… mereka malah
sekali, dia harus melakukan perjalanan memberikan dukungan luar biasa,
sekitar 3-4 jam bahkan lebih karena dan tidak ada yang
12
kemacetan lalu lintas, untuk melakukan diskriminasi.”
pemeriksaan kesehatan sekaligus
menebus obat. Cara yang sama juga
dilakukan ODHA lain yang bekerja di 12
Op.Cit.

79
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

Tidak semua ODHA “beruntung” yang diajak berkomunikasi. Ada


mendapatkan dukungan keluarga dan baiknya sebelum berterus terang,
orang dekat, atau lingkungan kerja yang ODHA memberikan dulu pengetahuan
kondusif. Itulah sebabnya, “dukungan dan pemahaman mengenai HIV AIDS
kelompok sebaya” sebuah gerakan kepada orang yang diajak
kelompok dukungan bagi ODHA berkomunikasi. Dengan perkataan lain,
dibentuk untuk saling menguatkan. Hal ODHA perlu memahami konsep diri
ini selaras dengan respons yang dan perspektif orang lain sebelum
disarankan oleh Goffman bagi mereka berkomunikasi. Diperlukan kemampuan
yang distigma, agar membentuk untuk merefleksikan diri berdasarkan
kelompok-kelompok pendukung untuk perspektif orang lain (role taking), atau
membangun rasa kebersamaan dan membayangkan bagaimana orang lain
saling memberikan semangat menilai kita, atau kemampuan kita
(Crossman, 2016). untuk melihat diri kita sendiri dalam
Berterus terang bukan pilihan pantulan/ pandangan orang lain
yang mudah bagi ODHA. Konsep diri (Looking Glass Theory). Tanpa ini,
yang positif agar bisa melihat pantulan ODHA bisa dianggap bertanggung
dirinya (looking- glass self) yang juga jawab terhadap stigma bagi dirinya,
positif berperan penting. Kesadaran ketika dia secara tidak tepat membuka
akan mendapatkan perlakuan yang tidak diri pada orang/ kelompok tertentu.
menyenangkan karena stigma, Seorang informan mengungkapkan:
merupakan hal yang menakutkan.
Stigma itu juga tidak terbatas pada “Masyarakat tidak paham, tetapi
pribadi si ODHA, tetapi berpotensi juga ada masalah penyampaian.
menimpa keluarga dekatnya seperti Sebaiknya sebelum
dikhawatirkan seorang informan. menyampaikan bahwa kita
Menurut informan dokter dan ketua menderita HIV, pastikan
sebuah yayasan yang berusaha penerima pesan paham dulu apa
menjangkau orang-orang berisiko itu HIV AIDS. Jadi kadang-
maupun yang telah terjangkit HIV, tidak kadang stigma dan diskriminasi
sedikit ODHA yang tidak mau berobat itu timbul karena diri kita sendiri
ARV karena takut distigma. Tidak bukan karena orang lain. Kita
sedikit pula orang berisiko yang tidak harus peka, berikan pemahaman
mau memeriksakan diri (meskipun dulu, setelah itu kita bisa menilai
gratis), karena ketakutan akan stigma apakah mereka bisa menerima
ini. atau tidak.”
Di sisi lain, keterbukaan ini
mendapatkan kritik juga dari beberapa Terlepas dari pilihan untuk
ODHA. Menurut mereka, ODHA juga terbuka atau tertutup, kebanyakan
harus bijak dalam membuka diri, dan ODHA berusaha bersikap layaknya
kepada siapa membuka diri. Diperlukan orang normal dalam menjalani
evaluasi mengenai orang/ kelompok kehidupannya sehari-hari. Hal ini

80
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

senada dengan strategi yang disarankan “normal” (Crossman 2016). Strategi


oleh Goffman, yakni seorang yang menghadapi stigma dirangkum pada
distigma harus melihat dirinya “normal” gambar 2.
agar mudah menghadapi orang

Gambar 2.
Strategi Menghadapi Stigma

Sumber: modifikasi peneliti

KESIMPULAN Stigma dari keluarga dekat


Stigma terhadap ODHA umum bersifat bergantung pada situasi
terjadi di masyarakat dan dilakukan individu ODHA dan lingkungannya.
oleh berbagai pihak, seperti keluarga, Keberadaan anak sering menjadi faktor
rekan kerja, petugas medis, sekolah, dan utama dalam menyikapi ODHA.
pemuka agama, disebabkan kesadaran/ Pertimbangan bagi keluarga inti untuk
pengetahuan yang kurang/ tidak tepat hidup bersama ODHA lebih berat,
mengenai HIV AIDS dan rasa takut/ karena terdapat kedekatan secara emosi
khawatir. Penstigmaan ditunjukan baik dan fisik yang melebihi orang-orang
melalui komunikasi verbal yaitu lain.
penolakan langsung dan komunikasi Dalam menghadapi stigma
non verbal seperti ekspresi wajah dan terhadap penyakitnya, ODHA
bahasa tubuh. Akibat takut distigma, melakukan salah satu dari dua strategi,
banyak orang tidak bersedia mengikuti yaitu pertama tidak berterus terang
tes VCT. Sementara orang-orang yang mengenai status HIV AIDS-nya, dan
telah diidentifikasi sebagai ODHA, kedua berterus terang/ apa adanya.
tidak melakukan pengobatan ARV yang Selain pertimbangan tentang diri pribadi
krusial untuk menekan perkembangan dalam pengambilan strategi, ODHA
virus HIV di dalam tubuhnya, karena juga memikirkan keluarga inti dan
juga takut distigma. keluarga besarnya yang juga bisa
terdampak penstigmaan. Oleh karena itu
dukungan khususnya dari keluarga dan
81
LUGAS Volume I, Nomor 01, Juni 2017
Jurnal Komunikasi
ISSN 2580-8338

orang terdekat serta lingkungan kerja, Diunduh dari


konsep diri yang positif, serta http://sociology.about.com/od/Wo
kepasrahan/ penerimaan menjadi faktor- rks/a/Stigma-Notes-On-The-
Management-Of-Spoiled-
faktor yang sangat penting dalam
Identity.htm
kehidupan ODHA dan penentuan
strategi mereka. Grifin, Em. (2012). A First look at
ODHA juga “dituntut” oleh Communication Theory. Eight
sesama ODHA untuk bisa bijak dalam Edition. McGraw Hill.
membuka diri kepada lingkungannya,
karena bisa saja pihak yang diberi Harapan et al. (2013). HIV-related
informasi mengenai keadaan si ODHA stigma and discrimination: a study
tidak memiliki pengetahuan memadai of health care workers in Banda
mengenai HIV AIDS, sehingga alih-alih Aceh, Indonesia. HIV
memahami malah menstigma. stigmatization and discrimination
Vol. 22, No. 1, February 2013
DAFTAR PUSTAKA Hermawati, Pian. (2011). Hubungan
Bajari, Atwar. (2008). Konspirasi Persepsi ODHA terhadap Stigma
Masyarakat dalam Membentuk HIV AIDS Masyarakat dengan
Stigma Individu Telaah Teori Interaksi Sosial pada ODHA.
Penjulukan (Labelling Theory) Skripsi Fakultas Psikologi UIN
dari Howard Becker. Diunduh Syarif Hidayatullah Jakarta.
dari
https://atwarbajari.wordpress.com Infodatin (Pusat Data dan Informasi
/ Kementerian Kesehatan RI).
(2014). Situasi dan analisis HIV
Butt, Leslie et al., (2010). Stigma and AIDS.
HIV AIDS in Highlands Papua.
Pusat Studi Kependudukan– Kleinmann, Arthur dan Hall-Clifford,
UNCEN, Abepura, Papua dan Rachel. (2009). Stigma: A social,
University of Victoria, Canada cultural,
and moral process. Journal of
Chen, Guo-Ming. (2009). Competence Epidemiology and Community
Theories di dalam Encyclopedia Health 2009;63:6418-419
of Communication Theory 1 doi:10.1136/jech.2008.084277
(Editor: Stephen W. Littlejohn &
Karen A. Foss). Sage. Mulyana, Deddy. (2013). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Creswell, John W. (2014). Penelitian PT Remaja Rosdakarya
Kualitatif & Desain Riset Memilih
di Antara Lima Moleong, Lexi J. (2014). Metode
Pendekatan. Alihbahasa Ahmad Penelitian Kualitatif. Bandung:
Lintang Lazuardi. Pustaka Pelajar. PT Remaja Rosdakarya.

Crossman, Ashley. (2016). Stigma: Sasodoro et al. (2009). Hubungan


Notes on the Management of Spoiled Pengetahuan tentang HIV AIDS
Identity. dengan Stigma Orang dengan

82
Riniwaty Makmur, Strategi Komunikasi Orang Dengan Hiv Aids (Odha) Menghadapi Stigma..

HIV AIDS di Kalangan Pelajar Encyclopedia of Communication


SMA. Berita Kedokteran Theory 2 (Editor: Stephen W.
Masyarakat, Vol. 25, No. 4, Littlejohn & Karen A. Foss).
Desember 2009 Sage.
Smith, Rachel A. (2009). Stigma UNAIDS. (2016). Global AIDS Update.
Communication di dalam

83

Anda mungkin juga menyukai