Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

RESENSI FILM SULTAN AGUNG: TAHTA, PERJUANGAN DAN CINTA

Disusun Oleh :

Ola Maula Hasbiya Fauzi

Kelas XI MIPA 6

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH IX

SMA NEGERI 1 MAJALENGKA


Jalan K.H. Abdul Halim No. 113 Telp.(0233)281220 email:smansa_mjl@yahoo.co.id

Majalengka 45418

2019
IDENTITAS

Judul Film : Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta


Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : - Mooryati Soedibyo
- Putri Kuswisnuwardhani
- Haryo Tedjo Baskoro
Skenario : - Mooryati Soedibyo
- Bagas Pudjilaksono
- Ifan Adriansyah Ismail
Pemeran : - Ario Bayu (Sultan Agung)
- Marthino Lio (Raden Mas Rangsang, Sultan Agung muda)
- Adinia Wirasti (Lembayung)
- Putri Marino (Lembayung muda)
- Anindya Putri (Ratu Batang, permaisuri Sultan Agung)
- Christine Hakim (Gusti Ratu Banowati)
- Meriam Bellina (Gusti Ratu Tulung Ayu)
- Deddy Sutomo (Ki Jejer)
- Lukman Sardi (Tumenggung Notoprojo, paman Sultan
Agung)
- Teuku Rifnu Wikana (Kelana)
- Asmara Abigail (Roro Untari)
- Rukman Rosadi (Seto)
- KGPH PA Tedjo Wulan (Sunan Kalijaga)
- Hans de Kraker (Jan Pieterzoon Coen)
- Haru Sandra Harindra (Kelana muda)
- Bagas Pudjilaksono (Pangeran Mangkubumi)
- Bambang Paningron (Pangeran Juminah)
- Tri Sudarsono (Pangeran Purbaya)
- Landung Simatupang (Ki Jurumartani)
Suara dan : - Satrio Budiono (Penata Suara)
Musik - Krisna Purna (Perekam Suara)
- Tya Subiakto (Penata Musik)
Studio : Mooryati Soedibyo Cinema
Jenis Film : Drama/Laga
Tanggal Rilis : 23 Agustus 2018 (Indonesia)
Durasi : 148 menit
Negara : Indonesia
Bahasa : Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Film adalah salah satu bagian penting dari perkembangan kehidupan manusia untuk saat
ini. Film bahkan menjadi gambaran bagaimana kehidupan suatu bangsa dan masyarakat
karena dalam sebuah film terdapat bahasa, kebiasaan, cerita khas, lokasi-lokasi menarik, dan
sebuah kebudayaan atau masyarakat dalam suatu bangsa. Banyak aspek yang dapat disajikan
dalam sebuah film, misalnya alur cerita, karakter tokoh, gaya bahasa, kostum, ilustrasi musik,
dan setting. Apapun jenis atau temanya, film selalu meninggalkan pesan moral kepada
masyarakat yang dapat diserap dengan mudah karena film menyajikan pesan tersebut secara
nyata. Gambar hidup yang ditampilkan difilm memberi dampak yang berbeda dari untaian
kata-kata dalam sebuah buku. Mencerna pesan yang disampaikan dalam sebuah film tentunya
akan lebih mudah tersampaikan daripada sebuah tulisan.
Perkembangan film di Indonesia tidak hanya berkutat pada film bergenre horror dan
percintaan yang di dalamnya terkandung unsur-unsur seksual yang menampilkan kemolekan
tubuh para pemainnya, akan tetapi di Indonesia mulai banyak film-film yang memberikan
banyak pengetahuan bagi para penontonnya serta menampilkan keindahan alam dan juga
sejarah di Indonesia. Salah satunya film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta.

BAB II

PEMBAHASAN

A. SINOPSIS
Sultan Agung remaja, yang masih bernama Raden Mas Rangsang (Marthino Lio),
dikirim ke sebuah padepokan untuk belajar ilmu tarung dan agama. Di sana, identitasnya
dirahasiakan. Sehingga ketika Lembayung (Putri Marino) jatuh cinta pada Rangsang, ia tak
menyangka bahwa pemuda itu adalah pangeran Kerajaan Mataram.
Namun, Lembayung tak akan sempat dibawa ke istana oleh kekasihnya. Hubungan
Lembayung-Rangsang kandas, saat sang ayahanda Panembahan Hanyokrowati wafat.
Lembayung yang hanya anak lurah tak akan punya peluang dipersunting sang pangeran.
Keadaan Mataram yang “tengah tak aman karena pengkhianat dan perampok sedang
bekerjasama untuk meruntuhkan keraton” membuat penasbihan Rangsang sebagai
Panembahan Hanyakrakusuma dipercepat. Dalam prosesnya, ia juga dituntut untuk segera
menikahi Putri Adipati Batang (Anindya Kusuma Putri) agar Mataram lebih kuat. Proses
Rangsang menjadi raja memang tak mudah belaka. Ia sebenarnya lebih ingin jadi ulama,
sebab sebagai anak dari istri kedua, rangsang memang tak digariskan jadi raja. Lagipula ia
ingin bisa mempersunting Lembayung, cinta pertamanya. Menjadi raja hanya akan
menghalangi hasrat pribadi itu.
Sultan Agung (Ario Bayu) memiliki tugas besar yakni harus menyatukan adipati-adipati
di tanah Jawa yang tercerai-berai oleh politik VOC yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen di
bawah panji Mataram.
Sultan Agung lantas mengibarkan Perang Batavia sampai meninggalnya Coen dan
runtuhnya benteng VOC. Dalam perjuangan ini, ia juga harus menghadapi berbagai
pengkhianatan. Menjelang akhir hidupnya, Sultan Agung menghidupkan kembali padepokan
tempatnya belajar, melestarikan tradisi dan karya-karya budaya Mataram.

B. RESENSI
Hanung Bramantyo yang kita kenal sebagai salah satu sutradara yang kerap menciptakan
karya film bertema sejarah dan biografi, kali ini semakin membuktikan kualitasnya melalui
film terbarunya, Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta. Film ini mulai rilis di bioskop
tanggal 23 Agustus 2018 lalu. Mooryati Soedibyo sebagai executive producer,
mempersembahan film ini sebagai dedikasinya pada seni budaya dan sejarah bangsa
Indonesia, di usianya yang ke-90 tahun.
Sultan Agung menceritakan tokoh Sultan Agung yang selama ini digambarkan sebagai
sosok yang ambisius dan kejam dalam literatur Belanda. Salah satunya adalah karena
keputusannya menyerang Batavia. Namun, dalam film ini, Hanung ingin menunjukan bahwa
dibalik sosok ini, Sultan Agung memiliki banyak pergolakan batin yang sangat berat, dan
yang ia lakukan hanyalah untuk kemajuan tanah Mataram, Sultan Agung ingin menunjukan
bahwa rakyat Mataram adalah bangsa yang kuat dan tidak mau menjadi kacung VOC. Ini
yang menjadi salah satu konflik film ini, selain konflik batin yang harus ia hadapi.
Sejak awal, film dibuka dengan sangat cantik melalui narasi sebagai pengantar yang
menyajikan latar belakang sejarah kerajaan Mataram. Kisah film diawali ketika Raden Mas
Rangsang yaitu Sultan Agung muda (Marthino Lio), hidup jauh dari Keraton dan menimba
ilmu di sebuah padepokan. Di sana, ia jatuh hati pada Lembayung, salah satu putri Lurah dan
berbaur menjadi rakyat jelata. Tidak semua yang bergelar bangsawan ingin memiliki
kekuasaan. Namun, setelah ayahnya Panembahan Hanyokrowati wafat, Raden Mas Rangsang
yang masih belia diangkat menjadi raja dan diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma serta
harus kembali ke Keraton. Di sini letak konflik batin yang ia hadapi, terlebih harus
meninggalkan Lembayung, perempuan yang ia cintai sementara ia harus mengemban beban
berat sebagai raja. Setelah dewasa, dikisahkan makin banyak yang harus ia hadapi.
Datangnya VOC, membuat Raden Mas Rangsang harus menghadapi banyak masalah dengan
orang-orang didekatnya, yakni adu domba dan perang yang tidak ada habisnya, serta pula
pergolakan batinnya sebagai pemimpin tanah Jawa sebagai pengemban amanah keluarganya.
Seluruh cerita tersaji tanpa tergesa-gesa dan tidak membosankan. Kisahnya tetap fokus
pada konflik utama serta bumbu konflik kecil untuk menambah sisi dramatik cerita. Film ini
dibintangi beberapa aktor dan aktris ternama, seperti Ario Bayu, Adinia Wirasti, Putri
Marino, Lukman Sardi, Martinolio, Wikana, serta Asmara Abigail. Akting mereka secara
keseluruhan memang perlu diacungi jempol. Tidak hanya itu, dialog Jawa yang dibawakan
mereka dalam setiap adegan juga tampak natural bahkan hingga para peran pendukung pun
mampu berbahasa Jawa dengan fasih. Dari segi gambar dan lihgting pun disajikan dengan
begitu indah dengan latar belakang setting Jogjakarta. Pemilihan lagu dan ilustrasi musik
yang menggunakan tembang berbahasa Jawa membuat semakin merinding. Sisi artistik yang
detail juga membuat segalanya semakin tampak matang. Sultan Agung memang terlihat
sangat dipersiapkan dengan baik dari segala sisi.
Film yang mengangkat tema sejarah memang sarat pro dan kontra, tergantung dari mana
sudut pandangnya. Namun, hadirnya Sultan Agung mampu mengingatkan bahwa negeri ini
memiliki banyak tokoh ksatria yang rela mengorbankan apapun demi bangsa. Dengan
hadirnya film ini pula, akan banyak memberi pemahaman dan pengetetahuan tentang budaya
Jawa serta Kerajaan Mataram. Semoga film ini semakin membukakan mata anak bangsa
bahwa Indonesia itu satu, dan untuk apa harus terpecah belah.

C. KELEBIHAN
Lima puluh menit pertama ini adalah bagian yang paling bisa dinikmati. Lakon para
aktor begitu cair, latar kampung padepokan di atas gunung cukup rapi dibangun, bahasa Jawa
yang dipakai jadi bahasa utama juga berhasil membangun suasana. Pada film ini nuansa
lawas tersebut dapat tercerap melalui visualisasi kostum, setting latar belakang tempat,
grading, dan tentu saja pernak-pernik audio yang sangat detail

D. KEKURANGAN
Kekurangan film ini menurut saya menyangkut visual effect dan teknik shooting.
Beberapa visual effect baik ketika menggambarkan perahu-perahu VOC, arsitektur, dan
seting lokasi dari atas terasa kurang real.
Sejumlah karakter yang sepertinya penting tiba-tiba muncul bersamaan. Beberapa di
antaranya para pangeran dan panglima yang dikirim Sultan Agung untuk menyerbu Batavia.
Sayangnya, ini dilakukan Hanung tanpa motivasi dan perkenalan yang jelas. Nama mereka
memang disebut beberapa kali, tapi desain karakternya biasa saja. Semua karakter itu justru
terlihat mirip, sehingga tak heran penonton susah bersimpati dan terikat dalam ceritanya.
Apalagi mereka tidak diperankan aktor terkenal.
Porsi besar yang disediakan Hanung untuk Lembayung juga tak benar-benar dipakai
dengan baik. Masih sulit rasanya membayangkan seorang perempuan benar-benar bisa
bergerak sebebas Lembayung pada masa itu. Sosok permaisuri Sultan Agung saja nyaris
hadir tanpa dialog. Di takhta paling tinggi bagi seorang perempuan pada masa itu saja,
Anindya Kusuma Putri cuma berakting mendengarkan, duduk manis, menguping. Suaranya
benar-benar tenggelam ditelan budaya patriarki sang suami.
BAB III

PENUTUPAN

A. KESAN
Kesan saya terhadap film ini, film ini sangat bagus yang menceritakan tentang seorang
pemimpin yang tegas dalam memimpin kerajaannya yaitu kerajaan Mataram. Dalam film ini
juga banyak menyampaikan pesan moral, sosial dan budaya yang dapat kita terapkan pada
kehidupan kita sehari-hari. Menurut saya, film ini merupakan salah satu film terbaik dari
seluruh perfilman Indonesia sebelumnya. Film ini sangat bagus untuk ditonton baik remaja
maupun dewasa dan bisa dijadikan motivasi, pembelajaran, juga pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai