Anda di halaman 1dari 6

MODUL 01

TEKNIK ADMINISTRASI OBAT

PENDAHULUAN

Praktikum ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh rute pemberian obat terhadap efek
yang ditimbulkan pada mencit atau tikus uji. Rute pemberian obat ( Routes of Administration )
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan
fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik
ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis
yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang
dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzung, B.G, 2015. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika)

Rute penggunan obat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui oral yang bertujuan untuk
mendapatkan efek sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Rute
parenteral ialah suatu rute yang tidak melalui usus atau yang dikenal dengan injeksi. Rute topical
dimaksudkan untuk memperoleh efek pada atau di dalam kulit (anief, Moh. 2018. Prinsip Umum
dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : UGM Press)

Diazepam adalah obat golongan benzodiazepine yang mana aktivitasnnya dapat


mempengaruhi sistem saraf pusat dan memberikan efek sebagai penenang dengan
cara mempengaruhi neurotransmiter yang berfungsi memancarkan sinyal ke sel
otak. Diazepam biasa digunakan untuk mengatasi gejala putus alkohol akut, gangguan
kecemasan, insomnia, kejang-kejang. Diazepam merupakan obat golongan
benzodiazepine yang sering diresepkan karena murah, efektif dan aman serta mudah diperoleh
(Soni, D., Hasanah, A. N., & Mutakin, M. (2019). Pemilihan Monomer Fungsional pada
Molecularly Imprinted Polymer (MIP) Diazepam dengan Teknik Komputasi. Jurnal Farmako
Bahari, 9(2), 1-15).

Kecepatan absorbsi obat secara oral tergantung pada ketersediaan obat terhadap cairan biologis
yang disebut ketersediaan hayati. Ketersediaan hayati adalah persentase obat yang diabsorbsi
tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk menghasilkan efek terapeutiknya.
Semakin cepat obat diabsorbsi maka semakin cepat juga obat itu dimetabolisme dan diereks
(Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum kali ini mempelajari tentang pengaruh cara pemberian obat terhadap absorpsi obat
dalam tubuh hewan uji. Pada dasarnya rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat
yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan
timbulnya efek yang merugikan. Dalam hal ini, hewan uji yang digunakan yakni tikus. Tikus dipilih karena
memiliki metabolisme yang cepat, sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.

Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan melalui cara oral, subkutan, dan
intraperitoneal. Pemberian pertama dilakukan dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut masuk
ke saluran intestinal) digunakan sonde agar tidak membahayakan hewan uji. Pemberian secara oral
merupakan cara pemberian obat yang umum dilakukan karena aman, dan ekonomis. Namun
kerugiannya ialah banyak factor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset
yang didapatkan cukup lama. Sedangkan untuk pemberian kedua secara subkutan (penginjeksian obat
melalui tengkuk hewan uji, tepatnya dibawah dibawah kulit). Keuntungan dari cara pemberian ini yakni
obat dapat diberikan dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian
obat perlu prosedur steril, kemudian pada hewan uji kemungkinan akan terkena iritasi local pada tempat
penginjeksian. Cara pemberian terakhir, dilakukan dengan cara intraperitoneal. Cara ini jarang digunakan
karena rentan menyebabkan infeksi, namun keuntungannya yakni obat yang disuntikkan dalam rongga
peritoneum akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat (Setiawati, 1995).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengamatan seperti yang disajikan
pada tabel-tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 Data hasil pengamatan kelompok 1

Respon Tikus di Setiap Rute Pemberian

Waktu Oral Subkutan Intraperitoneal

(Tikus BB=100 gr) (Tikus BB=150 gr) (Tikus BB=125 gr)

5 menit 1 1 1

10 menit 1 2 1

15 menit 1 2 1

20 menit 2 2 2

25 menit 3 2 3

30 menit 2 3 2

35 menit 2 2 1

40 menit 2 2 1

45 menit 2 2 1
Tabel 1.2. Data Hasil pengamatan kelompok 2

Respon Tikus di Setiap Rute Pemberian

Waktu Oral Subkutan Intraperitoneal

(Tikus BB=100 gr) (Tikus BB=150 gr) (Tikus BB=125 gr)

5 menit 1 1 1

10 menit 2 1 1

15 menit 1 3 1

20 menit 3 1 1

25 menit 3 4 1

30 menit 3 3 2

35 menit 3 4 3

40 menit 2 3 2

45 menit 2 4 2

50 menit 2 4 2

Tabel 1.3. Data hasil pengamatan kelompok 3

Respon Tikus di Setiap Rute Pemberian

Waktu Oral Subkutan Intraperitoneal

(Tikus BB=100 gr) (Tikus BB=150 gr) (Tikus BB=125 gr)

5 menit 1 1 1

10 menit 1 1 2

15 menit 1 1 2

20 menit 1 2 2

25 menit 1 3 2

30 menit 2 3 3
Respon Tikus di Setiap Rute Pemberian
Waktu

35 menit 3 3 3

40 menit 3 3 4

45 menit 3 4 3

50 menit 3 1

55 menit 3

60 menit 4

65 menit 4

Tabel 1.4 Data hasil pengamatan kelompok 4

Respon Tikus di Setiap Rute Pemberian

Waktu Oral Subkutan Intraperitoneal

(Tikus BB=100 gr) (Tikus BB=150 gr) (Tikus BB=125 gr)

5 menit 1 1 1

10 menit 1 1 2

15 menit 2 2 2

20 menit 2 2 2

25 menit 4 3 2

30 menit 4 3 1

35 menit 4 2 3

40 menit 4 2 2

45 menit 1 2 1

50 menit 1

55 menit 1

60 menit 1
Tabel 1.5. Data hasil pengamatan kelompok 5

Respon Tikus di Setiap Rute Pemberian

Waktu Oral Subkutan Intraperitoneal

(Tikus BB=100 gr) (Tikus BB=125 gr) (Tikus BB=150 gr)

5 menit 1 1 1

10 menit 1 1 1

15 menit 2 2 1

20 menit 2 2 3

25 menit 3 3 3

30 menit 3 3 2

35 menit 3 3 3

40 menit 3 3 3

45 menit 2 1 2

Dari hasil pengamatan tersebut diatas terlihat bahwa setiap kelompok memiliki onset yang berbeda-
beda untuk setiap variasi rute pemberian, dimana seharusnya menurut literature yang ada bahwasannya
onset tercepat muncul pada cara pemberian intraperitoneal, subkutan, dan yang terakhir yakni secara
oral. Namun pada data hasil pengamatan kelompok 1 terlihat bahwa, pemberian secara oral dan
intraperitoneal lebih dulu memberikan efek yakni pada menit ke 25, baru kemudian subkutan pada
menit ke 30. Sedangkan untuk data hasil pengamatan kelompok 2 terlihat bahwa pemberian secara
subkutan lebih dahulu memberikan efek (pada menit ke 15), kemudian pemberian secara oral (pada
menit ke 20), dan pemberian secara intraperitoneal (pada menit ke 35). Untuk data hasil pengamatan
kelompok 3 , pemberian secara subkutan lebih dahulu memberikan efek (pada menit ke 25), kemudian
secara peritoneal (menit ke 30) dan secara oral (menit ke 35). Pada data hasil pengamatan kelompok 4
terlihat bahwa pemberian secara subkutan lebih dulu memberikan efek (menit ke 25), kemudian secara
intraperitoneal (menit ke 35), sedangkan pemeberian secara oral langsung memberikan efek peka pada
menit ke 25. Dan pada data hasil pengamatan kelompok 5 yang terakhir terlihat bahwa pemberian obat
secara intraperitoneal lebih dahulu memberikan efek (menit ke 20), kemudian disusul dengan pemberian
secara oral dan subkutan (menit ke 25). Perbedaan onset pada masing-masing hasil pengamatan
kelompok, serta dengan literature yang ada dapat saja terjadi karena adanya perbedaan dan kesalahan
yang dilakukan praktikan dalam teknik penyuntikan atau pemberian, sehingga dapat mempengaruhi
perbedaan waktu kemunculan efek yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai