Oleh :
Veni Devitasari
61112109
Pembimbing :
dr. Azwan Mandai, Sp.THT-KL
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga referat yang berjudul ”GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT
BISING (NOISE INDUCED HEARING LOSS)” ini dapat diselesaikan.
Referat ini merupakan salah satu pemenuhan syarat kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas Batam.
Terimakasih penyusun ucapkan kepada seluruh pihak yang telah banyak
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Azwan Mandai, Sp.THT-KL
sebagai pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, serta dukungan
dalam penyusunan referat ini. Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada
rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang banyak membantu dalam
penyusunan referat ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga karya ini bisa
bermanfaat untuk pembaca.
Sekian dan terimakasih.
Veni Devitasari
DAFTAR ISI
Gambar 2.1 Sel rambut normal dan sel rambut yang mengalami kerusakan ...... 4
Gambar 2.2 Pemeriksaan Audiometri ................................................................ 14
Gambar 2.3 Pemasangan Peredam Akustik ......................................................... 18
Gambar 2.4 Alat Pelindung Dengar .................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan atau yang terlalu
keras yang dialami oleh seseorang.1,3 Secara audiologik bising adalah campuran
bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel
(dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti
di telinga dalam, yang sering mengalami kerusakan adalah alar Corti untuk
reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan
yang terberat kerusakan Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz.1,4
Sedikitnya 7 juta orang (35 % dari total populasi industri di Amerika dan
Eropa) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri
menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja. Di Amerika lebih
dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs
melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk
keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf, dan dari
jumlah tersebut 37% didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan
6000 Hz. Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri
mempunyai risiko terpajan bising, dengan perkiraan 25% dari jumlah yang
terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Di Indonesia penelitian
tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan. Dari seluruh
penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36
kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun.1,3,5
2.3 ETIOLOGI
Gambar 2.1 Sel rambut normal dan sel rambut yang mengalami kerusakan.5
2. Tipe bising
Berdasarkan sifat dan frekuensi bising (Gambar 2.1), bising dapat
dibagi atas:
a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (terus menerus) :
Bising ini tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut. Misalnya mesin kipas angin dan lampu pijar.6
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit (bising
yang berfluktuasi): Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi dia hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000).
Misalnya gergaji seluler dan katup gas.6
c. Bising terputus-putus (intermitten): Bising di sini tidak terjadi secara terus-
menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Selain itu bising di sini
mengganggu di berbagai periode. Misalnya lalu lintas dan lapangan
terbang.5,6
d. Bising impulsif (bising yang berbentuk dentuman): Bising jenis ini
memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat
cepat dan biasanya mengejutkan pendengarannya. Misalnya tembakan,
suara ledakan, meriam. Bising impusif memiliki karakteristik yang
berubah dengan cepat tekanannya yang terdiri dari intensitas, gelombang
pendek, diikuti oleh dengung jauh lebih kecil dan gema yang terjadi lebih
banyak. Bising impulsif berulang: Sama dengan bising impulsif hanya saja
di sini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.5
3. Lamanya masa kerja
Diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10-15 tahun
untuk dapat mengakibatkan menjadi NIPPTS.3
4. Periode pemaparan bising
Menurut Hiperkes, lama pajanan yang diperkenankan dengan tingkat
kebisingan 85 dB adalah 8 jam sehari dan 40 jam seminggu dan tidak boleh
terpajan kebisingan lebih dari 140 dB walaupun hanya sesaat. Hal ini sesuai
dengan KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR
KEP.51/MEN/1999 di halaman lampiran.2,3
5. Kerentanan individu
Setelah dilakukan penelitian, beberapa orang mampu mengadakan
toleransi untuk bising frekuensi tinggi dalam jangka panjang, tetapi tidak
untuk orang yang lainnya meskipun berada dalam ligkungan yang sama,
bahkan bisa menjadi lebih cepat. Resiko itu seperti interaksi antara
kerentanan genetik dengan intensitas paparan bising.4,5
6. Usia
Usia juga ikut berpengaruh terhadap fungsi pendengaran. Usia lebih tua
relatif akan mengalami penurunan kepekaan terhadap rangsangan suara
karena adanya faktor presbikusis, yaitu proses degenerasi organ pendengaran
yang dimulai pada usia 40 tahun ke atas. Presbikusis ditandai dengan adanya
perubahan rentang frekuensi pendengaran dari 16-20000 Hz menjadi 50-
10000 Hz, sedangkan pada NIHL terdapat notch pada 4000 Hz.4,5
NIHL dan presbikusis sering kali terjadi bersamaan pada populasi yang
tua. Penelitian yang besar menyebutkan bahwa hal ini merupakan bahan
penelitian dari waktu ke waktu dan sedang dibuat upaya dalam mengukur
interaksi ini.4
7. Kelainan di telinga tengah
Penyalit telinga Otitis Media adalah infeksi telinga yang banyak terjadi
pada anak-anak usia 2–5 tahun. Pada penyakit ini terjadi sekresi aktif dari
kelenjar pada lapisan ruang telinga tengah sehingga mengakibatkan terjadinya
tuli konduktif. Bila seorang anak mendapatkan penyakit ini dan tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat maka penyakit ini akan menjadi
kronis dan terus berlanjut sehingga anak menjadi otitis media kronik. Gejala
otitis media kronik adalah keluarnya cairan berwarna kuning abu-abu disertai
bau, nyeri, dan gangguan pendengaran yang bersifat konduktif.4
Trauma pada telinga dapat mengakibatkan perforasi dari membran
telinga. Bentuk trauma dapat berupa ledakan, perubahan tekanan mendadak
atau karena benda asing dalam liang telinga. Gejala yang timbul akibat
trauma pada telinga antara lain nyeri, keluarnya sekret berdarah dan gangguan
pendengaran (suara terasa bergema). Yang diperhatikan adalah bisa terjadi
perforasi yang menyebakan putusnya rantai osikula. Cedera ini dicurigai bila
terdapat kehilangan pendengaran lebih dari 25 dB dan vertigo.5
8. Sifat lingkungan
Lingkungan tempat pekerja terpapar bising tentu saja dianggap penting.
Papan-papan yang berbunyi, ruang yang bergema dan dinding yang
memantulkan akan memperkuat lagi bising yang keras.5
9. Posisi telinga terhadap gelombang suara
Posisi masing-masing telinga terhadap bunyi merupakan faktor yang
penting pada anggota militer yang terpapar pada ledakkan dan tembakan
pistol, dan kadang-kadang pada pekerja industri yang karena tugasnya yang
khas memerlukan posisi kepala yang khusus dalam mengerjakan tugas
tertentu. Karenanya salah satu telinga akan menderita pemaparan bising yang
lebih besar, menyebabkan perbedaan ambang dengar antara kedua telinga.5
2.4 KLASIFIKASI
2.5 PATOGENESIS
NIHL dihasilkan dari trauma pada Sensori epithelium dari koklea. Sensori
epithelium dari koklea terdiri dari satu innerhair cell dan tiga baris outer
stereocillia hair cell dalam organ Corti.4 Kepekaan terhadap stress pada sel
rambut luar ini berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam
diatas 50 dB. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan
energi yang lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat
iskemia.3
1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)
Pajanan suara yang keras dalam beberapa detik sampai jam dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran sementara. Besaran dari TTS dapat
diperkirakan dari parameter akustik berupa intensitas, spektrum, dan bentuk
temporal. Kenyataannya semakin keras suara maka akan menyebabkan
pergeseran semakin besar. Frekuensi nada tinggi (contohnya nada 4 kHz)
biasanya lebih merusak daripada nada frekuensi rendah) dari intensitas yang
sama. Suatu trauma akustik dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan
rusaknya sel-sel rambut bagian basal, sedangkan trauma akustik dengan
frekuensi rendah akan mengakibatkan rusaknya sel-sel rambut bagian apex.
Resiko tidak dapat diprediksi dari level dB saja.4,6
Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan
daerah 4 Khz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas
rentan terhadap kebisingan. Hal ini dikarenakan insufisiensi vaskular akibat
bentuk anatomis yang tidak biasa di daerah ini dan amplitudo pemindahan di
dalam saluran kokhlea mulai terbentuk di daerah 4 Khz saat kecepatan
perambatan gelombang yang berjalan masih cukup tinggi dan struktur
anatomi koklea menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 Khz.4,5,6
Efek dari TTS lebih kompleks. Sampai pada suatu titik tertentu, pajanan
yang panjang mengakibatkan TTS meningkat, tetapi pajanan yang dipotong
menyebabkan berkurangnya TTS daripada pajanan berlanjut. 5
Dalam TTS, beberapa efek potensial yaitu:
a. Kekakuan dari stereocillia ke dua ketika akar akan berkontraksi.
b. Terjadi perubahan intraseluler dalam sel rambut termasuk perubahan
metabolik dan perubahan mikrovaskular.
c. Edema pada saraf akhir pendengaran.
d. Degenerasi dari sinapsis dalam nukleus koklearis.5,6
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis untuk NIHL dapat dibuat dengan cara :
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan baik untuk occupational maupun
nonoccupational berdasarkan intensitas dan durasinya. Apabila tersedia,
pengukuran terhadap bising dapat dilakukan di tempat kerja dan dijadikan
dokumen untuk seluruh karyawan. Selain mencari intensitas dan durasi,
harus ditanyakan juga mengenai turunan, konsumsi obat yang menyebabkan
ototoxicity, trauma kepala dan lain-lain.4,5
2. Pemeriksaan Audiometri
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti
mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja
digunakan untuk pengukuran ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran. Ada tiga syarat yang diperlukan untuk
keabsahan pemeriksaan audiometri, yaitu alat audiometer yang telah
dikaliberasi, lingkungan yang cocok untuk pemeriksaan dan pemeriksa yang
terampil. Lingkungan pemeriksaan yang baik ialah dengan menempatkan
pasien di dalam bilik yang dibuat khusus untuk meredam transmisi suara
melalui dindingnya.6
2.9 PENCEGAHAN
Dengan adanya pemaparan 8 jam tiap hari, batas suara yang masih di
perbolehkan adalah 85 dB.A. Tidak bo;eh terpajan lebih dari 140 dB walau
sesaat.
Earplug Earmuff
Tuli akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya
menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan.6 Penggunaan
alat bantu dengar hanya sedikit manfaatnya bagi pasien, bahkan alat tersebut
hanya memberikan rangsangan vibrotaktil dan bukannya perbaikan diskriminasi
bicara pada pasien tersebut. Untuk sebagian pasien dianjurkan pemakaian implan
koklearis. Implan koklearis dirancang untuk pasien-pasien dengan tuli
sensorineural.4,5
BAB III
PENUTUP