Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PRAKTIKUM

SISTEM ENDOKRIN

1. PEMERIKSAAN GULA DARAH


2. PEMBERIAN INSULIN

3. SENAM KAKI DIABETES MELLITUS

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG
PEMERIKSAAN GULA DARAH

· 1. PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU


a. Pengertian
Pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan kimia yang bertujuan untuk screening
Diabetes Mellitus sebagai upaya deteksi dini terhadap penyakit ini (Dewi, 2008). Pemeriksaan
ini dapat dilakukan dengan menggunakan strip dengan prinsip enzim glukosa oksidase dan
menggunakan teknologi biosensor yang spesifik untuk pengukuran glukosa. Pada
pemeriksaan ini perlu diperhatikan tahap pra analitik, analitik, dan post analitiknya (Sugiyarti,
2010).

Pemeriksaan ini untuk mengukur kadar glukosa darah yang diambil kapan saja, tanpa
memperhatikan waktu makan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa
dalam darah sewaktu (Maulana, 2009).

b. Sampel

Sampel yang digunakan pada pemeriksaan yaitu darah dengan atau tanpa antikoagulan
(EDTA, Heparin, dan NaF).

c. Harga Normal

Kadar normal glukosa darah sewaktu yaitu berkisar antara 70 – 100 mg/dl.

Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis yaitu kondisi dimana konsentrasi glukosa
darah berada di atas normal dalam jangka waktu lama (kronis). Penyandang DM harus
menjaga konsentrasi glukosa darahnya dengan baik untuk mencegah timbulnya komplikasi
di kemudian hari. Selain dengan pengaturan pola makan, olahraga dan pengobatan, hal lain
yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan rutin glukosa darah. Ada tiga macam pemeriksaan
glukosa darah, diantaranya glukosa darah sewaktu, puasa, dan 2 jam setelah makan (post
prandial).
Kadar glukosa darah dapat dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen
yaitu humoral faktor seperti insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor di otot dan sel hati.
Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik
yang dilakukan.

Pemeriksaan glukosa darah yang baik dan sering dilakukan yaitu pemeriksaan glukosa
darah sewaktu, karena pemeriksaan ini sendiri bertujuan untuk upaya deteksi dini penyakit
DM. Adanya upaya deteksi dini DM dengan melakukan screening diharapkan dapat
menurunkan resiko komplikasi dan meningkatkan upaya pengendalian sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia hidup pederita. Pemeriksaan ini
cukup efektif dan tergolong mudah dikarenakan kita dapat mengambil sampelnya sewaktu-
waktu.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan dua alat, yaitu alat TMS Analyzer dengan sampel
serum dan alat kecil (Gluco-DR) atau sering disebut cara strip dengan sampel wholeblood.
Pemeriksaan glukosa darah dengan Gluco-DR tergolong mudah, cepat, dan akurat. Selain
tergolong mudah, cepat, akurat, pemeriksaan ini juga memiliki kekurangan salah satunya
akan menghasilkan hasil rendah palsu jika sampel darah yang digunakan tidak penuh. Hal
itu dikarenakan alat tersebut membaca kadar glukosa darah sesuai sampel yang diberikan
menggunakan biosensornya. Jadi, disini jelas bahwa pemberian sampel wholeblood dalam
alat Gluco-DR harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

· 2. TTGO
Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada
kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa
antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat
diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada
penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.

TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional).
Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita
gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti
metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan
juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada
kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil
sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko
tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.

Prosedur

Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram
karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus
dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, estrogen,
anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh
minum alkohol.

Kekurangan karbohidrat, tidak ada aktifitas atau tirah baring dapat mengganggu toleransi
glukosa. Karena itu TTGO tidak boleh dilakukan pada penderita yang sedang sakit, sedang
dirawat baring atau yang tidak boleh turun dari tempat tidur, atau orang yang dengan diit
yang tidak mencukupi.

Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan darah setelah


puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah jam ke-3, sedangkan
yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam dan 1½ jam setelah pemberian glukosa.
Yang akan diuraikan di sini adalah pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam,
dan 2 jam.

Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah
dilakukan sebagai berikut :

Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah
puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya.
Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air (250ml).
Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun.

Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk pemeriksaan
glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan kandung kemihnya dan
mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.

Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen,
merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang
tidak mengandung gula masih diperkenankan.

Nilai Rujukan
Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)
½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4 mmol/L)
1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4 mmol/L)
1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8 mmol/L)
2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L)

Interpretasi

Toleransi glukosa normal

Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai puncaknya
pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0
mmol/L). Tidak ada glukosuria.
Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler,
kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6
mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1
mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).

Toleransi glukosa melemah


Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan
memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L);
jika tak begitu meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas
180 mg/dl (10 mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika
kadar glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10
mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria,
walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa.
Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2
mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).

Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah
meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada
penyakit Cushing yang berat.

Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut
(atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom
Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan
menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan
atau baru mulai.

Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi
diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan
100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7
mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.

Penyimpanan glukosa yang lambat

glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam.
Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar
menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat
kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai
glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.
Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-
kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah
gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang
yang normal.

Toleransi glukosa meningkat

Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya
tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita
miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin
seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata
juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa
bisa rata atau ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium

Penggunaan obat-obatan tertentu

Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat
meningkatkan kadar glukosa darah.

Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat
hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin
menurun karena proses penuaan.

· 3. GULA DARAH PUASA


Tes glukosa darah puasa adalah pengukuran tingkat glukosa darah seseorang setelah
orang tersebut tidak makan selama 8 sampai 12 jam (biasanya semalam). Tes ini digunakan
untuk mendiagnosis pra-diabetes dan diabetes. Tes ini juga digunakan untuk memantau
pasien diabetes.
Persiapannya adalah dengan puasa semalaman sekitar 10-12 jam. Pagi sebelum makan
pagi diambil sampel darah guna diperiksa kadar gula darah puasa. Nilai normal = 70 – 110
mg/d

4. PEMERIKSAAN HbA1C

Dalam melakukan kegiatan sehari-hari kita memerlukan energi yang berasal dari berbagai
sumber seperti makanan, yang nantinya akan diserap oleh tubuh dalam bentuk glukosa dan
kemudian akan digunakan oleh sel-sel tubuh yang memerlukan ataupun disimpan dalam hati dan
otot sebagai cadangan energi.

Pemantauan kadar glikosa atau A1c sangat baik dilakukan untuk menilai penanganan
penyakit diabetes karena kontrol glikemik yang buruk dalam jangka panjang akan menyebabkan
komplikasi seperti retinopati, dll.

Diabetes atau penyakit DM (Diabetes Melitus) merupakan suatu penyakit menahun yang
ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi normal.

Dalam hal ini apabila dibiarkan tidak terkendali maka DM akan menimbulkan penyulit-
penyulit yang dapat berakibat fatal seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan dan amputasi.

Penderita DM harus dapat menjaga agar konsentrasi glukosa darahnya senormal mungkin untuk
mencegah timbulnya komplikasi, oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk
pemantauan konsentrasi glukosa darahnya

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Gula darah puasa / N (Nuchter)


2. Gula darah 2 jam sesudah makan / PP (Post Prandial)
3. Konsentrasi HbA1C

HbA1c dikenal juga sebagai hemoglobin terglikasi, hemoglobin terglikosilasi atau fraksi
hemoglobin yang berikatan langsung dengan glukosa. HbA1c digunakan untuk menggambarkan
komponen stabil hemoglobin yang terbentuk dari reaksi non enzimatik lambat.
Jumlah HbA1c yang terbentuk dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh rata-rata konsentrasi
glukosa darah. HbA1c yang dibentuk dalam tubuh akan terakumulasi dalam sel-sel darah merah
dan akan terurai perlahan bersamaan dengan berakhirnya masa hidup sel darah merah (rata-rata
umur sel darah merah adalah 120 hari atau sekitar 3 bulan).

Karena ikatan HbA1c dapat bertahan lama, dan jumlah HbA1c yang terbentuk tergantung
pada konsentrasi glukosa darah, maka pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan konsentrasi
glukosa darah rata-rata selama 1-3 bulan.

Pemeriksaan HbA1c berbeda dengan pemeriksaan glukosa darah, dimana pada


pemeriksaan glukosa darah hanya dapat mencerminkan konsentrasi glukosa darah pada saat
diperiksa saja, sedangkan pada pemeriksaan HbA1c dapat memberikan gambaran rata-rata
glukosa darah selama 1-3 bulan, dan juga pada pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh
asupan makanan, olahraga ataupun obat yang dikonsumsi.

Jadi meskipun pada saat pemeriksaan konsentrasi glukosa darah puasa / N dan 2 jam
sesudah makan / PP dalam rentang normal (untuk pasien DM) belum tentu pengendalian
konsentrasi glukosa darahnya baik.

Kriteria Pengendalian DM Berdasarkan Nilai HbA1c


Baik : Kadar HbA1c <6,5 %
Sedang : Kadar HbA1c 6,5 % - 8 %
Buruk : Kadar HbA1c >8 %

Manfaat pemeriksaan HbA1c

1. Mengukur kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari yang lalu (sesuai usia eritrosit).

2. Menilai efek perubahan terapi 8 - 12 minggu sebelumnya, sehingga tidak dapat digunakan
untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.

3. Menilai pengendalian penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes.


STANDART OPERATING PROSEDUR (SOP)
“ PEMERIKSAAN GULA DARAH ”

Pengertian Pemeriksaan gula darah digunakan untuk mengetahui kadar gula darah
seseorang.
Macam- macam pemeriksaan gula darah:
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa ≤ 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) ≤ 200
mg/dl.
Indikasi Klien yang tidak mengetahui proses penyakitnya.
Petugas Perawat
Tujuan 1. Untuk mengetahui kadar gula pada pasien.
2. Mengungkapkan tentang proses penyakit dan pengobatannya.
Persiapan Alat 1. Glukometer
2. Kapas Alkohol
3. Hand scone
4. Stik GDA
5. Lanset
6. Bengkok
7. Sketsel
Persiapan Menjaga privace klien.
Lingkungan
Prosedur kerja 1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Pasang sketsel.
4. Memakai handscone
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
6. Dekatkan alat di samping pasien.
7. Pastikan alat bisa digunakan.
8. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
9. Menusukkan lanset di jari tangan pasien.
10. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang stik GDA.
11. Meletakkan stik GDA dijari tangan pasien.
12. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.
13. Alat glukometer akan berbunyi dan hasil sudah bisa dibaca.
14. Membereskan dan mencici alat.
15. Mencuci tangan.
Evaluasi Sikap 1. Sabar
2. Teliti
3. Sopan-santun

“ PEMBERIAN INSULIN ”

A. Pengertian

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas.
Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa
protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai
bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai
sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen
adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang
disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Indikasi terapi dengan insulin :

Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh
sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke.
DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Ketoasidosis diabetik.
Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan
insulin.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:


1. Insulin kerja singkat
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain :
Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai
puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

2. Insulin kerja menengah


Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis
ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat
bertahan sampai dengan 24 jam.
3. Insulin kerja panjang
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard
4. Insulin infasik (campuran)
Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30 / 40

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6
jam sekali.

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah < 60 mg % = 0 unit


Gula darah < 200 mg % = 5 – 8 unit
Gula darah 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
Gula darah 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
Gula darah 300 – 350 mg% = 20 unit
Gula darah > 350 mg% = 20 – 24 unit

Efek metabolik terapi insulin:

Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa.


Supresi produksi glukosa oleh hati.
Stimulasi utilisasi glukosa perifer.
Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot.
Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.
Mengurangi glucose toxicity.
Perbaiki kemampuan sekresi endogen.
Mengurangi Glicosilated end product.

Cara pemberian insulin :


Insulin kerja singkat :

IV, IM, SC
Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :

Jangan IV karena bahaya emboli.

Saat ini juga tersedia insulin campuran (premixed) kerja cepat dan kerja menengah.

Cara penyuntikan insulin :


Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Pada keadaan khusus
diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal
(satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang) tetapi juga dapat diberikan
kombinasi insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai dengan respons individu terhadap
insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat
dipakai lebih dari satu kali oleh pasien yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian kosentrasi
insulin (U40, U100) dengan semprit yang dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap.
Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah lengan,
paha bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular dalam maka penyerapan akan
terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmaniyang dilakukan segera
setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja.

Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non lanjut usia, uyaitu
adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi ( stress ) dll.
Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat,
dapat diberikan satu atau dua kali sehari.

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik
sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta
adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari
keluarganya.

Efek samping penggunaan insulin :

Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang
diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit
tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan
lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak
begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan
akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.
Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.

Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan
sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang
terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.

Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin
dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik,
penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi
ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem,
gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan
shock yang diakhiri kematian.

Interaksi

Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,


kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat
sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu
diperhitungkan dalam pengobatan insulin.

Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan
/ dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin),
salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin
memperlihatkan efek hipoglikemik.

Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß, obat
ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi
dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.
STANDART OPERATING PROSEDUR (SOP)
“ PEMBERIAN INSULIN”

Pengertian Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes


mellitus.
Actrapid Novolet : adalah insulin short acting yang dikemas dalam
bentuk pulpen insulin khusus yang berisi 3 cc insulin.
Indikasi Klien yang tidak mengetahui proses penyakitnya.
Petugas Perawat
Tujuan Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus.
Persiapan Alat Persiapan Alat :
1. Spuit insulin / insulin pen (Actrapid Novolet).
2. Vial insulin.
3. Kapas + alkohol / alcohol swab.
4. Handscoen bersih.
5. Daftar / formulir obat klien.
B. Persiapan Klien :
1. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan prosedur
pemberian injeksi insulin.
2. Menutup sampiran (kalau perlu).

Persiapan Menjaga privace klien.


Prosedur Kerja Pengkajian
1. Mengkaji program/ instruksi medik tentang rencana pemberian
terapi injeksi insulin (Prinsip 6 benar : Nama klien, obat/jenis
insulin, dosis, waktu, cara pemberian, dan pendokumentasian).
2. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan, waktu
kerja, dan masa efek puncak insulin, serta efek samping yang
mungkin timbul.
3. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin.
4. Mengkaji adanya tanda dan gejala hipoglikemia atau alergi
terhadap human insulin.
5. Mengkaji riwayat medic dan riwayat alergi.
6. Mengkaji keadekuatan jaringan adipose, amati apakah ada
pengerasan atau penurunan jumlah jaringan.
7. Mengkaji tingkat pengetahuan klien prosedur dan tujuan pemberian
terapi insulin.
8. Mengkaji obat-obat yang digunakan waktu makan dan makanan
yang telah dimakan klien.

Implementasi Tindakan :
1. Mencuci tangan.
2. Memakai handscoen bersih.
3. Megambil vial insulin dan aspirasi sebanyak dosis yang
diperlukan untuk klien (berdasarkan daftar obat klien/instruksi
medik).
4. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya
terdapat kebiruan, inflamasi, atau edema.
5. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat
catatan perawat sebelumnya.
6. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol
swab, dimulai dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
7. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus
dan regangkan kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang
tidak dominan.
8. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang
domin secara lembut dan perlahan.
9. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya
dilalukan penekanan pada area penyuntikan dengan
menggunakan kapas alkohol.
10. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam
keadaan jarum yang sudah tertutup dengan tutupnya.

Khusus Insulin Pen (Actrapid Novolet) :


1. Memeriksa apakah Novolet berisi tipe insulin yang sesuai
dengan kebutuhan.
2. Mengganti jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru.
3. Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak sejajar
dengan indikator dosis.
4. Memegang novolet secara horizontal dan menggerakkan insulin
pen (bagian cap) sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga
indicator dosis sejajar dengan jumlah dosis insulin yang akan
diberikan kepada klien.
Skala pada cap : 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 unit (setiap rasa
”klik” yang dirasakan perawat saatb memutar cap Novolet
menandakan 2 unit insulin telah tersedia).

11. Merapikan klien dan peralatan.


12. Melepaskan handscoen dan mencuci tangan.
Evaluasi
1. Mengevaluasi respon klien terhadap medikasi yang diberikan 30
menit setelah injeksi insulin dilakukan.
2. Mengobservasi tanda dan gejala adanya efek samping pada
klien.
3. Menginspeksi tempat penyuntikan dan mengamati apakah terjadi
pembengkakan atau hematoma.

Dokumentasi
1. Mencatat respon klien setelah pemebrian injeksi insulin.
2. Mencatat kondisi tempat tusukan injeksi insulin.
3. Mencatat tanggal dan waktu pemberin injeksi insulin.
Senam Kaki Diabetes Melitus

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. (Smeltzer & Bare, Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah). Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
pada tahun 1996 di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan
naik dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur,
kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup.

Menurut dr Sapto Adji H SpOT dari bagian bedah ortopedi Rumah Sakit
Internasional Bintaro (RSIB), komplikasi yang paling sering dialami pengidap diabetes
adalah komplikasi pada kaki (15 persen) yang kini disebut kaki diabetes. Dari sudut ilmu
kesehatan,tidak diragukan lagi bahwa alah raga apabila dilakukan sebagaimana mestinya
menguntungkan bagi kesehatan dan kekuatan pada umumnya.selain itu telah lama pula
olah raga digunakan sebagai bagian pengobatan diabetes melitus namun tidak semua olah
raga dianjurkan bagi pengidap diabetes melitus (bagi orang normal juga demikian) karena
dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan salah satu jenis olah raga yang
dianjurkan terutama pada penderita usia lanjut adalah senam kaki.

Karena salah satu tujuan dilaksanakannya senam kaki adalah memperlancar


peredaran darah untuk mencegah kaki diabetes.untuk itu makalah ini membahas tentang
senam kaki pada pasien diabetes.

B. TUJUAN

1.Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan memperagakan kembali senam kaki pada pasien
penderita diabetes melitus.

2.Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian senam kaki.

b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tujuan senam kaki.

c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan indikasi dan kontra indikasi senam
kaki
d.Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hal-hal yang harus dikaji sebelum
senam kaki

e. Mahasiswa mampu memahami dan menentukan diagnosa keperawatan yang


berkaitan dengan senam kaki

f. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan tindakan keperawatan dalam senam


kaki.

g. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hal-hal yang harus dievaluasi


setelah evaluasi senam kaki.

h. Mahasiswa mampu memahami dan menuliskan dokumentasi tindakan senam kaki


SENAM KAKI DIABETES MELLITUS

1. Pengertian

Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus
untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian
kaki. (S,Sumosardjuno,1986)

Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot
kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan
kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi.
(www.diabetesmelitus.com)

2. Tujuan

a. Memperbaiki sirkulasi darah

b. Memperkuat otot-otot kecil

c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki

d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

e. Mengatasi keterbatasan gerak sendi

3. Indikasi dan Kontraindikasi

a. Indikasi

Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes mellitus dengan
tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita
Diabetes Mellitus sebagai tindakan pencegahan dini.

b. Kontraindikasi

1) Klien mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnu atau nyeri dada.

2) Orang yang depresi, khawatir atau cemas.


4. Hal yang Harus Dikaji Sebelum Tindakan

a. Lihat Keadaan umum dan keadaran pasien

b. Cek tanda-tanda Vital sebelum melakukan tindakan

c. Cek Status Respiratori (adakan Dispnea atau nyeri dada)

d. Perhatikan indikasi dan kontraindiikasi dalam pemberian tindakan senam kaki tersebut

e. Kaji status emosi pasien (suasanan hati/mood, motivasi)

5. Diagnosa Keperawatan yang Berkaitan dengan Tindakan

a. Resiko intoleran aktivitas b.d tirah baring, kelemahan

b. Resiko kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi darah, hambatan mobilitas
fisik

6. Implementasi

a. Persiapan Alat :

Kertas Koran 2 lembar, Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk),
handscoen.

b. Persiapan Klien :

Kontrak Topik, waktu, tempat dan tujuan dilaksanakan senam kaki

c. Persiapan lingkungan :

Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien, Jaga privacy pasien

d. Prosedur Pelaksanaan :

1) Perawat cuci tangan


2) Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas
bangku dengan kaki menyentuh lantai

3) Dengan Meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas
lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali

4) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas.
Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki
diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan
secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.

5) Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
6) Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar
dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

7) Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan turunkan
kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.

8)
Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan
gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai.

9)
Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun gunakan kedua
kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali.

10) Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi tersebut. Gerakan


pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.

11) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki ,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara
bergantian.
12) Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan
kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula
menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja

Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.

Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki

Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu


letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh.

Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola

7. Hal yang Harus di Evaluasi Setelah Tindakan

a. Pasien dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki

b. Pasien dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki


c. Pasien dapat memperagakkan sendiri teknik-teknik senam kaki secara mandiri

8. Dokumentasi Tindakan

a. Respon klien

b. Tindakan yang dilakukan klien sesuai atau tidak dengan prosedur

c. Kemampuan klien melakukan senam kaki


DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Jakarta: EGC.

Noer, Sjaifoellah.1996.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3.Jakarta: FKUI.

S,Sumosardjuno.1986.Manfaat dan macam olahraga bagi penderita diabetes


melitus.Bandung.

Anda mungkin juga menyukai