KAJIAN PUSTAKA
masukan nutrien atau akibat dari ke dua hal tersebut (Mehta, dkk., 2013).
Malnutrisi berat (MB) atau disebut juga dengan gizi buruk merupakan suatu
keadaan dimana seorang anak tampak sangat kurus yang ditandai dengan berat
badan/panjang badan (BB/PB) < -3 SD dari median WHO child growth standard
2006, atau didapatkan edema nutrisional, dan pada anak usia 5-59 bulan Lingkar
Lengan Atas (LLA) < 110 mm. World Health Organization dan United Nations
rujukan WHO (WHO child growth standard) atau WHO/National Center for
Health Statistics (NCHS) dengan alasan bahwa anak di bawah cut-off tersebut
memiliki risiko kematian lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang berada
di atasnya, jika anak tersebut mendapatkan terapi nutrisi maka akan mengalami
dan tidak ada risiko atau pengaruh negatif pemberian makan pada Kelompok
Anak ini (WHO, 2009). Marasmus dan kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat
keparahan penderita gizi buruk. Marasmus ditandai dengan tubuh yang sangat
diawali edema pada punggung kaki yang dapat menyebar ke seluruh tubuh
keparahan, dan lamanya gangguan nutrisi tersebut terjadi, sehingga dapat terjadi
10.9 juta kematian balita setiap tahunnya disebabkan secara langsung atau tak
langsung oleh malnutrisi. Sekitar 9% anak di Sub Sahara, 15% di Asia Selatan
terancam gizi kurang dan buruk, sekitar 2% anak di negara sedang berkembang
berdasarkan RISKESDAS 2010 untuk gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi
lebih masing-masing adalah 4,9%, 13%, 76,2%, dan 5,8%. Dua provinsi yaitu D.I.
Yogyakarta dan Bali menunjukkan prevalens terendah gizi buruk yaitu 1,4% dan
1,7%. Provinsi Gorontalo dan NTB menduduki posisi tertinggi gizi buruk yaitu
11,2% dan 10,6% (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bali memiliki prevalens
gizi buruk terendah tetapi dengan adanya peningkatan kasus HIV pada anak di
Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang
adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi yang secara langsung
akut, campak, malaria, HIV/AIDS, dan lain-lain. Secara global lebih dari 50%
(WHO, 1999a). Infeksi dan malnutrisi merupakan suatu mata rantai yang saling
berkaitan, dimana anak kurang gizi amat rentan terhadap infeksi dan infeksi
Pada kondisi malnutrisi terjadi suatu proses adaptasi tubuh terhadap kondisi
intake yang kurang tersebut, terjadi suatu perubahan metabolisme tubuh sehingga
terjadi penurunan laju metabolisme. Metabolik adaptasi ini dimediasi antara lain
dan penurunan laju metabolik basal. Akibat dari restriksi energi pada kondisi
Selama kondisi protein deprivasi terjadi kehilangan protein massa otot yang
digunakan untuk mempertahankan sintesis enzim-enzim yang penting dan juga
untuk energi. Pembentukan protein oleh hepar mengalami perubahan yaitu terjadi
Produksi dari protein fase akut ini dan konsekuensi metabolik dari infeksi
dimediasi oleh protein sitokin dan lipid derived factor. Produksi sitokin inflamasi
sehingga tidak terjadi proses inflamasi yang berlebihan. Pada malnutrisi, kondisi
Reactive oxygen species (ROS) dan radikal lainnya terlibat dalam berbagai
Radikal bebas dalam kimia diketahui sejak awal abad ke-20 dan digunakan
pentingnya peranan radikal bebas ini dalam lingkungan biologis dan bertanggung
jawab terhadap proses kerusakan sel. Harman Denham (1956) menyatakan bahwa
spesies-spesies radikal bebas ini kemungkinan memiliki peranan dalam proses
fisiologi, terutama pada proses penuaan (Harman, 1981). Hipotesis mengenai teori
Senyawa yang dapat menerima elektron disebut oksidan atau bahan yang
yang mereduksi (Prior dan Cao, 1999). Reaksi kimia dimana suatu bahan
mendapatkan elektron disebut reduksi. Oksidasi adalah suatu proses dimana suatu
maka menyebabkan bahan lain mengalami reduksi, dan jika oksidan menerima
elektron, maka menyebabkan bahan lain mengalami oksidasi. Suatu bahan yang
hidrogen atau melepas oksigen. Suatu proses oksidasi selalu ditemani oleh proses
reduksi. Pada proses reduksi biasanya terjadi kehilangan oksigen, sementara pada
proses oksidasi akan mendapatkan oksigen. Reaksi ini disebut reaksi redox.
Reduktan dan oksidan merupakan istilah kimia, pada lingkungan biologi disebut
Kelompok radikal seringkali diberikan sebutan yang tidak tepat yaitu radikal
bebas (istilah yang tidak akurat, karena radikal adalah selalu bebas), mengandung
senyawa nitric oxide radical (NO.), superoxide ion radical (O.2-), hydroxyl radical
(OH.), peroxyl radical (ROO.) dan alkoxyl radicals (RO.), dan suatu bentuk
inti atom dan memiliki kemampuan mandiri untuk keberadaannya. Suatu kondisi
mendapatkan stabilitas.
dalam dua orbit yang berbeda, sehingga dikatakan biradikal. Radikal oksigen
senyawa yang diproduksi dalam konsentrasi tinggi pada sel hidup adalah
aldehydes, ozon (O3), dan O2. Istilah ROS, oxygen-derived species (ODS),
digunakan satu sama lain untuk dalam literatur ilmiah. Radikal ditulis dalam
oksigen reaktif lainnya. Antioksidan (reduktan atau bahan yang mereduksi) dapat
macam cara, maka definisi tersebut tidak sesuai dan tidak memenuhi keseluruhan
untuk mempertahankan fungsi sel dan biokimia yang vital (Hrbac dan Kohen,
2000). Keseimbangan ini sering disebut sebagai potensial redox. Potensial redox
ini spesifik untuk setiap organela dan tempat biologis, dan setiap gangguan pada
juga akan menimbulkan kerusakan dan disebut sebagai stres reduktif (Kohen dan
Nyska, 2002).
dengan cepat dengan molekul lainnya. Beberapa radikal turunan oksigen sangat
reaktif dengan waktu paruh yang pendek, misal OH. memiliki masa aktif 10-10
detik dalam sistem biologi. Konstanta laju reaksinya (m-1s-1) untuk komponen
biologi sangat tinggi (107-109 m-1s-1) dan dalam banyak kasus difusi yang
terkontrol. Masa hidup radikal lain juga pendek tetapi tergantung dari media
lingkungannya, misalnya waktu paruh NO. dalam larutan tersaturasi oleh udara
adalah beberapa menit. Survival RO. mencapai sekitar 10-6 detik, waktu paruh
waktu yang cukup untuk berdifusi dan mencapai lokasi yang sensitif sehingga
produksinya. Radikal superoksid yang memiliki waktu paruh yang relatif panjang
memiliki waktu untuk berpindah lokasi dimana radikal tersebut dapat berinteraksi
dengan molekul lainnya. Radikal ini dapat diproduksi dari membran mitokondria,
genome. Spesies yang sangat reaktif dengan waktu paruh yang sangat pendek,
seperti OH. diproduksi pada lokasi yang biasa menimbulkan kerusakan dengan
berinteraksi segera dengan sekitarnya. Jika tidak terdapat target perlekatan biologi
kerusakan oksidatif. Antioksidan harus ada pada lokasi tempat radikal diproduksi
untuk mencegah interaksi antara radikal dan target biologinya sebagai kompetitor
dengan radikal untuk substrat biologinya. Informasi ini harus menjadi pedoman
dalam menentukan terapi antioksidan yang sesuai (Kohen dan Nyska, 2002).
Paparan kontinyu dari berbagai tipe stres oksidatif dari berbagai sumber akan
metabolit oksigen. Salah satu enzim tersebut adalah xanthine oxidase. Sistem
perbaikan yang efisien merupakan salah satu metode yang paling penting pada
basa yang tidak rusak. Molekul yang dapat mendonasikan atom hidrogen ke
molekul yang rusak juga dapat memperbaiki senyawa, salah satu contohnya
adalah donasi atom hidrogen askorbat atau tocopherol ke radikal asam lemak
terhadap tempat biologis. Sistem ini terbentuk melalui suatu proses evolusi,
Pertahanan antioksidan
Sistem ini terdiri dari dua kelompok utama yaitu enzim antioksidan dan
antioksidan berat molekul ringan (LMWA) (Gambar 2.1). Kelompok enzim terdiri
dari direct-acting proteins, misalnya SOD. Protein dari keluarga ini berbeda
dalam struktur dan kofaktornya. Cu-Zn SOD merupakan enzim dengan berat
molekul sekitar 32.000, terdiri dari dua subunit, dimana salah satunya memiliki
tempat aktif, dan terdistribusi secara luas dalam sel eukariotik yang berlokasi di
dapat ditemukan pada sel prokariotik dan mitokondria eukariotik (Kohen dan
Nyska, 2002).
Tipe SOD lainnya yang ada antara lain extracellular SOD (EC-SOD) dan Fe-
SOD pada tanaman. Enzim ini memiliki struktur, berat molekul dan konstanta laju
reaksi yang berbeda. Aktivitas enzim itu sendiri mampu untuk meningkatkan
terhadap konstanta laju reaksi dari berbagai macam SOD tergantung pada pH dan
tempat aktivitasnya. Produk akhir reaksi dismutase yaitu H2O2, dapat dipindahkan
Katalase merupakan suatu enzim yang unik dengan KM yang sangat tinggi
untuk substratnya dan dapat memindahkan H2O2 yang ada dalam konsentrasi
mengandung ion ferri dari kelompok heme yang mengalami oksidasi setelah
interaksi dengan molekul pertama H2O2 untuk menghasilkan Fe+4 dalam struktur
yang disebut senyawa 1. Molekul ke dua dari H2O2 berlaku sebagai donor
elektron dan menghasilkan kerusakan dari dua molekul H2O2 yang terlibat untuk
memindahkan H2O2 walaupun ada dalam konsentrasi yang rendah. Donor elektron
pada reaksi ini adalah molekul kecil, seperti misalnya glutathione atau askorbat
(dari tanaman). Pembersihan H2O2 oleh sel merupakan suatu reaksi yang “mahal”,
karena ini menggunakan molekul-molekul yang berharga dalam lingkungan sel.
H2O2. Oksigen tidak terbentuk pada reaksi yang terakhir ini, yang
(NADPH) yang diperlukan untuk fungsi sel dan penting untuk regenerasi oxidized
senyawa yang dapat mencegah kerusakan oksidatif secara langsung dan tidak
langsung terhadap ROS (Kohen dan Gati, 2000). Mekanisme tidak langsung
sel dan dapat terlokasi pada jarak yang dekat dengan target biologi. Sel dapat
meregulasi konsentrasinya, dan dapat diregenerasikan dalam sel. Scavenger
berkompetisi dengan target biologi pada spesies yang merusak tersebut (Kohen
dan Gati, 2000). Aksi LMWA adalah sinergis dan interrelasi di antara LMWA
yang berasal dari sumber endogen seperti proses biosintesis dan generasi produk
sampah dari sel dan sumber eksogen dari diet. Sejumlah LMWA yang disintesis
oleh sel hidup atau yang berasal dari produk sampah adalah sedikit saja (misalnya
Kebanyakan LMWA berasal dari sumber diet (Kohen dan Nyska, 2002).
spesies reaktif tersebut. Reaksi ini menghasilkan konversi dari scavenger itu
Regenerasi
(kimia atau
enzimatik)
memiliki potensial oksidasi yang sesuai. Ascorbyl radical misalnya dapat diolah
Ascorbic acid sendiri akan menjadi radikal, yang dapat menerima elektron dari
kimiawi atau suatu enzim dapat terlibat dalam transfer elektron (Gambar 2.3).
berupa GSSG (dimana 2 molekul GSH bergabung melalui oksidasi grup SH dari
residu cysteine untuk membentuk jembatan disulphide (Kohen dan Nyska, 2002).
suatu kofaktor dari enzim peroksidase, jadi sebagai antioksidan tidak langsung
Senyawa ini juga terlibat dalam berbagai jalur biokimia dan fungsi sel lainnya
copper (Gul, dkk., 2000). Glutathione dapat berlaku chelating agent untuk ion
secara langsung. Glutathione berinteraksi dengan radikal OH., ROO., dan RO.
seperti juga HCLO dan „O2 saat bereaksi dengan ROS, yang menghasilkan radikal
(O2–), hydroxyl radical (OH•), singlet oxygen dan hydrogen peroxide (H2O2)
dalam eritrosit terjadi pada kondisi malnutrisi yang menimbulkan terjadinya stres
antara teroksidasi yang sering digunakan sebagai petanda yang dapat dipercaya
meningkat jumlahnya dan terjadi penurunan kadar vitamin E serum, zinc dan
yang berat dari berbagai macam nutrisi pada MB menimbulkan generasi stres
oksidatif berat. Efek ini dapat diminimalisasi dengan pemberian suplementasi
adalah asupan yang kurang dari nutrien misalnya karbohidrat, protein, vitamin,
kekebalan tubuh karena inflamasi kronik. Peningkatan aktivasi MDA pada anak
Pada anak-anak yang menderita MB (dengan edema tetapi tidak yang tanpa
edema) terjadi pengurangan konsentrasi GSH dalam plasma dan darah jika
dibandingkan dengan anak-anak dengan status nutrisi yang baik (Becker, dkk.,
1995). Pada penelitian lainnya menunjukkan hasil yang berbeda yaitu didapatkan
bahwa pada ke dua tipe malnutrisi baik marasmus maupun kwashiorkor terjadi
radikal bebas pada membran sel dan kerusakan ini akan memegang peranan
pada anak dengan malnutrisi berat dengan edema didapatkan konsentrasi dan laju
glycine (GSH) disintesis de novo dari glycine, cysteine, dan glutamate dalam
cukup terhadap ke tiga peptide tersebut dapat disebabkan karena limitasi dalam
penyediaan bahan atau defek pada jalur sintesis GSH atau karena ke duanya
enzyme for GSH synthesis adalah tidak menurun dengan konsumsi diet rendah
protein. Fakta ini menunjukkan bahwa jalur sintesis GSH tidak mengalami
kerusakan pada malnutrisi protein (Hunter dan Grible, 1997). Jadi berdasarkan hal
tersebut keterlambatan restrorasi kadar GSH sel pada anak dengan malnutrisi
berat dengan edema adalah akibat dari kekurangan cysteine (Badaloo, dkk., 2002).
TAOS terdiri dari kapasitas antioksidan yang berasal dari protein total (85%,
terutama albumin, juga transferrin dan ceruloplasmin), uric acid (12%), bilirubin
(4%), carotinoids (3%), tocopherols (1%), dan ascorbic acid (1%). TAOS pada
Taos terendah terjadi pada hari ke-4, kemudian mengalami peningkatan sampai
hari ke-14, dan kemudian menurun kembali pada hari ke-20. Konsentrasi
selamat dan menurun atau menetap rendah pada pasien-pasien yang letal. Nitrit
dan nitrat juga didapatkan kadarnya meningkat dua kali pada kwashiorkor pada
keseluruhan periode tersebut. Penelitian ini mendukung hipotesis bahwa stres
edema. Strategi untuk profilaksis dan terapeutik harus diarahkan pada koreksi
2001).
Kadar zinc serum pada anak MB lebih rendah secara bermakna jika
dibandingkan dengan anak nutrisi baik. Kadar zink ini juga lebih rendah secara
bermakna pada anak-anak MB dengan lesi kulit jika dibandingkan dengan tanpa
lesi kulit. Kapasitas antioksidan total juga didapatkan lebih rendah pada anak-
anak MB. Konsentrasi MDA pada anak MB didapatkan lebih tinggi dibandingkan
positif dengan kadar zinc serum yang rendah. Defisiensi trace elemen serum
dkk., 2008).
pada beberapa penyakit anak dan neonatus, salah satunya pada malnutrisi.
total pada anak-anak yang mengalami MB (Tabel 2.1). Penurunan kadar aktivitas
kadar serum zinc, vitamin A, ascorbic acid, selenium yang rendah, infeksi
aktivitas antioksidan total, tetapi sampai akhir bulan ke dua belum juga mencapai
kadar yang sama dengan kontrol. Peningkatan kadar aktivitas antioksidan total
Tabel 2.2
Kadar Aktivitas Antioksidan Total (µmol/L) pada Marasmus dan Kwashiorkor
dengan dan Tanpa Suplementasi Antioksidan selama Follow up (Sharda, 2006)
Subjek Rata-rata + SD Nilai P
Follow up pertama dengan suplementasi 405,61 + 95,47 <0,05
n=13
Follow up pertama tanpa suplementasi n=5 373,39 + 69,57 Tidak bermakna
Follow up ke dua dengan suplementasi n=8 428,03 + 83,28 <0,05
Follow up ke dua tanpa suplementasi n=2 454,55 + 128,6 Tidak bermakna
Saat presentasi n = 35 322,93 +
114,91
Fungsi intestinal mengalami kerusakan pada malnutrisi. Malnutrisi
tikus dengan diet rendah protein selama 4 minggu didapatkan aktivitas katalase
pada mukosa intestinal kelompok tikus dengan diet rendah protein meningkat
current (Isc) dan agonis Isc yang diinduksi oleh glukosa dan forskolin, seperti
juga rf-lactoglobulin fluxes, lebih tinggi pada kelompok protein rendah. Stres
H2O2 eksogen meningkatkan Isc secara bermakna pada kelompok protein rendah
pertahanan seluler dan mekanisme pertahanan biokimia yang telah ada walaupun
tanpa ada infeksi sebelumnya dan langsung dapat berespon terhadap infeksi.
Kekebalan alamiah ini terdiri dari barier fisik dan kimia (epitel dan bahan kimia
antimikroba yang diproduksi permukaan epitel), sel fagosit (neutrofil,
makrofag), sel dendritik, sel natural killer (NK cell), protein dalam darah (bagian
dari sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya, dan sitokin (protein yang
Kekebalan tubuh
Sel-sel utama pada kekebalan didapat adalah limfosit (limfosit B dan limfosit
T (sel T helper, sel T sitotoksik, sel T regulator)), antigen presenting cells (APC),
dan effector cells. Sel T helper akan mensekresikan sitokin apabila terdapat
seluler pada kekebalan alamiah dan didapat, jadi berfungsi sebagai molekul
proliferasi dan diferensiasi sel T itu sendiri dan mengaktivasi sel lainnya (sel B,
makrofag, dan leukosit lainnya). Sitokin bekerja secara autokrin, parakrin, atau
berhubungan dengan malnutrisi klinis dan gangguan fungsi timus (Paren, dkk.,
1994).
kondisi malnutrisi energi protein, antara lain dalam hal jumlah sel T, rasio subset
Respon sel T terhadap stimulus tergantung pada signal yang diterima dari
APC. Sel dendritik (salah satu APC) pada penderita malnutrisi jumlahnya
berkurang. Jumlah APC meningkat setelah diterapi dengan terapi standar. Pada
Limfosit CD4+ anak gizi baik yang mengalami infeksi memiliki kemampuan
sel CD4+CD45RA+ (naive) menurun dalam darah tepi. Limfosit CD4+ pada anak
malnutrisi tidak mampu mencapai jumlah fraksi sel memori yang cukup untuk
limfosit perifer, didapatkan bahwa pada anak gizi baik yang mengalami infeksi
bakteri terjadi penurunan proporsi TCD3+, CD4+, dan CD8+, tetapi terdapat
peningkatan proporsi limfosit B (CD20+) bila dibandingkan anak gizi baik tanpa
infeksi bakteri. Pada anak malnutrisi dengan infeksi juga terjadi penurunan
proporsi limfosit T CD4+ tetapi proporsi limfosit B (CD20+) juga menurun jika
dibanding anak gizi baik yang mengalami infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa
penurunan proporsi T limfosit pada anak gizi baik yang mengalami infeksi
sebagai akibat kurangnya nutrisi pada anak malnutrisi (Najera dkk., 2004).
Produksi IL-4 dan IL-10 dari sel CD4+ dan CD8+ anak malnutrisi meningkat,
sementara produksi IL-2 dan IFN-γ menurun jika dibandingkan antara anak
malnutrisi dengan anak gizi baik tanpa dan dengan infeksi. Anak malnutrisi
fluoresensi sel CD69+ dan CD 25+ lebih rendah dari sel-sel pada anak dengan gizi
baik baik yang tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi. Hasil ini menunjukkan
IL-2, IFN-γ, IL-4 dan IL-10 terhadap respon dari infeksi. Kerusakan fungsional
spesifik dan sebagai predisposisi dari infeksi pada anak-anak tersebut (Rodriguez,
dkk., 2005).
Pada tikus yang mengalami restriksi diet selama 7 hari didapatkan adanya
Setelah perbaikan pemberian makan, maka dalam waktu singkat terjadi perbaikan
pertahanan tubuh dengan perbaikan fungsi PMN dan produksi kemokin pada
dan IFN-gamma sitokin Th-1) dibandingkan dengan kontrol, akan tetapi tidak
mengkoding TNF dan IL-1 pada jantung juga meningkat. Ekspresi sitokin Th-1
(IFN-gamma) dan sitokin Th-17 (IL-17 dan IL-23p19) juga meningkat. Ekspresi
mRNA sitokin pada hati tidak mengalami perubahan pada malnutrisi (Stevanovic,
dkk., 2010).
bahwa pada kondisi malnutrisi kalori protein ringan dan berat mengalami
dengan inhibisi berikutnya dari O2- dan ekspresi MFR. Malnutrisi kalori protein
lokal, seperti misalnya panas, kemerahan, nyeri, bengkak, dan efek sistemik
seperti misalnya demam dan anoreksia (Gambar 2.5). Induksi dan sintesis sitokin
terjadi penurunan produksi IL-1 dan TNF dari monosit sirkulasi (Doherty, dkk.,
1994). Konsentrasi yang tinggi dari IL-6 dan TNF juga didapat pada anak dengan
malnutrisi tanpa infeksi (Sauerwein, dkk., 1997). Penelitian lebih jauh lagi perlu
imun tipe 1 dan tipe 2 yang mungkin menjadi penyebab ketidakmampuan dari
sistem imun pada anak dengan malnutrisi untuk mengatasi infeksi. Ekspresi gen
TNF-α, IL-4, dan IL-10 meningkat dan ekspresi gen IL-2, interferon gamma, dan
IL-6 berkurang pada anak malnutrisi bila dibandingkan antara anak malnutrisi
dengan anak gizi baik yang mengalami infeksi (Gonzalez-Martinez dkk., 2008).
IL-6 (sIL6R-gp80) dan antagonis reseptor IL-1 tidak berbeda bermakna dengan
pada kwashiorkor walaupun tanpa adanya infeksi (Sauerwein dkk., 1997). Pada
Penelitian tentang IL-6 pada malnutrisi ini memberikan hasil yang masih
mendapatkan ekspresi gennya menurun. Hal ini mungkin karena sampel dari
penelitian tersebut berbeda yaitu menggunakan anak dengan malnutrisi ringan dan
protein fase akut dengan beberapa jalur. Jalur pertama melalui jalur aktivasi
Pengaktivan dari STATs ini memegang peranan penting dalam menginduksi dan
memodulasi transkripsi gen multipel temasuk yang mengkode protein fase akut.
Salah satu protein fase akut pada tikus yaitu α1-acid glycoprotein meningkat
kadarnya saat terjadi inflamasi dan dipengaruhi oleh TNF, IL-1, dan IL-6. Jalur ke
kinase family yang menghasilkan respon berupa sekresi sitokin proinflamasi (TNF
Penyakit perlemakan hati atau fatty liver disease (FLD) dibagi menjadi dua
bagian besar yaitu alcoholic FLD (AFLD) dan nonalcoholic FLD (NAFLD).
Umumnya AFLD dan NAFLD diawali dengan steatosis hati. Jika steatosis ini
(trigliserida) pada sel parenkim hati (hepatosit), dan terjadi karena berbagai
penyebab.
lemak intrasitoplasma besar (makro vesikular) atau kecil (mikro vesikular) dalam
sel parenkim hati. Diagnosis steatosis dibuat jika kandungan lemak hati melebihi
utamanya adalah makro vesikular. Pada bentuk makro vesicular didapatkan suatu
vakuola tunggal lemak besar dalam sel hepatosit yang mengisi sitoplasma dan
menggeser inti ke perifer, sehingga didapatkan gejala khas yang disebut signet
ring appearance. Steatosis hati itu sendiri tidak berbahaya, reversibel, dan tidak
baik pada ASH maupun NASH dipengaruhi oleh masih tetapnya dan keparahan
energi dan mengurangi cadangan lemak. Penurunan PPAR-α sensing dan atau
sensing di hati penting untuk mengenal dan merespon influx asam lemak dalam
kasus kelaparan atau puasa, dimana influx asam lemak secara kuat menginduksi
aktivitas ke tiga sistem oksidasi asam lemak untuk mencegah steatosis hati. Puasa
yaitu peningkatan sintesis lemak hati, redistribusi lemak dari jaringan lemak, tidak
mikotoksin. Akibat dari akumulasi lemak ini adalah disfungsi dari hati sehingga
1991).
Akumulasi lemak terjadi melalui salah satu atau kombinasi dari tiga
pengeluaran lemak hati, atau penurunan pemecahan lemak dalam hati. Mekanisme
yang tepat. Konsentrasi lipoprotein sirkulasi didapatkan rendah pada anak dengan
malnutrisi berat dan sintesis protein pun mengalami gangguan. Lemak hati tidak
dkk., 1991). Penelitian Leung dan Peter (1986) melihat biopsi hati yang diambil
dari pasien perlemakan hati karena alkohol dan mendapatkan adanya gangguan β-
mitokondria tetapi fungsi mitokondria pada anak malnutrisi berat masih baik
perlemakan hati menjadi jauh. Lazarow dan de Duve (1976) mendapatkan peranan
peroxisomal β-oxidation serupa tetapi merupakan suatu sistem yang terpisah dari
sel mamalia dengan jumlah yang besar pada hepatosit. Pada kondisi normal,
lebih lanjut. Secara teori, walaupun dalam kondisi fungsi mitokondria masih baik,
Peroxisome memiliki waktu paruh yang pendek dan ini dapat berkurang lagi
Penelitian pada tikus yang sedang dalam masa pertumbuhan (usia 4 minggu)
diberikan diet rendah protein (3 g kasein/100 g diet) dengan atau tanpa MCT
selama 30 hari dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan cukup protein (20 g
kasein/100 g diet) dengan atau tanpa MCT. Pada penelitian tersebut didapatkan
bahwa tikus dengan diet rendah protein selama 1 bulan tersebut mengalami
perlemakan hati dan lebih prominen terjadi pada tikus yang mendapatkan diet
tanpa MCT. Respiratory quotient tikus dengan diet rendah protein dan tanpa MCT
lebih tinggi secara bermakna dibanding tikus dengan diet rendah protein dengan
MCT. Kandungan trigliserida hati dari tikus dengan diet rendah protein dengan
MCT didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan diet
dan CPT 2 mRNA menurun secara bermakna pada hati dari tikus yang
mendapatkan diet rendah protein tanpa MCT dibandingkan kelompok lainnya. Hal
ini menunjukkan bahwa pada tikus yang sedang dalam masa pertumbuhan akan
tikus tersebut, dan kadar CPT 1a mRNA dan CPT 2 mRNA dapat dipertahankan
kondisi diet rendah protein disebabkan karena penurunan ekspresi gen yang
mengkode pembentukan protein yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. Enzim
membran terluar mitokondria, CPT 1a, memegang peranan penting dalam regulasi
penimbunan trigliserida hati dapat dikurangi dengan pemberian MCT pada tikus
badan keton.
(ACO) merupakan gen target PPARα disamping CPT 1a dan CPT 2. Pada
penelitian tersebut gen MCAD dan ACO tidak berbeda bermakna ekspresinya
pada kelompok tikus yang mendapatkan diet rendah protein dengan dan tanpa
MCT. Faktor selain PPARα kemungkinan penting untuk meregulasi ekspresi gen
CPT 1a dan CPT2 dengan suplementasi MCT. Medium chain fatty acid
ekspresi protein yang yang terlibat dalam carnitine cycle bukanlah secara
malnutrisi berat dan berhubungan terbalik dengan perlemakan hati pada malnutrisi
infeksi dan malnutrisi telah diketahui dengan baik, infeksi bakteri juga diketahui
merusak peroxisome itu sendiri, sehingga akan terjadi bunuh diri metabolik dari
peroxisome. Hal ini dapat dilihat dari hasil biopsi anak-anak malnutrisi berat yang
anak yang meninggal tersebut. Jika diperkirakan bahwa radikal bebas memegang
peranan dalam patogenesis gambaran klinis malnutrisi anak, dan defek dari β-
peristiwa yang saling tindih. Hipotesis “two hit” menyatakan bahwa steatotis hati
yang berasal dari saluran cerna, dan adipositokin (TNF-α dan sitokin lainnya)
berhubungan dengan ruptur atau apoptosis sel hati yang mengalami perlemakan
dan melepaskan trigliserida dan asam lemak beracun. Kelebihan asam lemak pada
sel hati bertindak sebagai bahan dan penginduksi mikrosomal sitokrom P-450
(CYP)2E1 dan sistem oksidasi asam lemak yang akan menghasilkan ROS dengan
interleukin lainnya) oleh sel Kupffer (Day dan James, 1998). Reactive Oxygen
Species seperti juga etanol dapat mengaktivasi sel stellate yang berpartisipasi
respon inflamasi. Respon autoimun terhadap komponen sel hati juga berimplikasi
Hal ini terjadi baik pada ASH dan NASH. Walaupun peranan yang pasti dari
adipositokin (adiponektin dan leptin) pada NASH tidak diketahui, ekspresi yang
berlebihan dari ke dua sitokin ini oleh sel stellate terdapat pada keadaan resistensi
fibrosis dan menyebabkan apoptosis sel stellate (Reddy dan Rao, 2006).
perkembangan penelitian dan teknologi. Lebih dari 50 tahun lalu telah diketahui
bahwa MB dengan edema disebabkan karena defisiensi protein. Ini menjadi dasar
pemberian diet tinggi protein dalam terapi, tetapi kemudian didapatkan bahwa
tubuh sesuai dengan penggunaan protein. Defisiensi protein sekunder juga terjadi
awal tahun 1952 pemberian diet dengan protein yang lebih rendah menunjukkan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada MB. Terapi yang diberikan untuk
tahap awal terapi adalah pemberian frequent feedings half strength milk. Satu
sampai dua gram protein dan 30 - 60 kal/kg berat badan diberikan pada 24 jam
pertama. Setelah itu kepekatan dan jumlah susu ditingkatkan untuk mendapatkan
5 g protein dan 100 kalori per kg pada akhir minggu pertama. Pisang, jus buah,
daging, telur, sayur, dan sereal secara bertahap ditambahkan selama periode
Malnutrisi berat awalnya diterapi dengan menggunakan susu skim pada terapi
inisial. Pada saat itu penggunaan susu skim bubuk tersebut menimbulkan efek
peningkatan berat badan yang lambat. Kemudian dibuatlah formula yang disebut
dengan kwashiorkor food mix yang terdiri dari susu skim bubuk, calcium casinate,
pemberian hanya susu skim saja. Kwashiorkor food mix ini digunakan untuk
terapi ribuan anak MB selama perang Nigeria-Biafra. Hasil dari terapi ini
rendah dan berat badan lebih cepat naik dibandingkan dengan pemberian susu
Pada tahun 1981 WHO mengeluarkan suatu pedoman terapi untuk MB. Pada
pedoman ini pemberian diet pada minggu pertama adalah dengan memberikan
diet yang secara bertahap ditingkatkan dan frekuensi diturunkan pada beberapa
hari berikutnya. Pada tahap awal ini tujuan pemberian diet small frequent dengan
susu diencerkan adalah untuk memberikan pasien sejumlah energi dan protein
tanpa memprovokasi muntah dan diare (Tabel 2.3). Susu yang digunakan adalah
susu sapi, susu evaporated, susu bubuk full cream, atau susu skim bubuk. Jika
menggunakan susu skim bubuk maka campuran yang diberikan adalah 75 g susu
skim bubuk, 30 g minyak sayur dan 50 g gula yang dihaluskan dan secara
Tabel 2.3 Tipe dan Frekuensi Pemberian Diet pada Malnutrisi Berat (WHO,
1981)
Hari Tipe diet Frekuensi per hari
1 Oral rehydration salts (ORS) 12
2 Half-strength milk feeds 12
3 Half-strength milk feeds 8
4, 5 Full-strength milk feeds 8
6 High-energy milk feeds 6
Pada tahun 1999, WHO merevisi kembali pedoman terapinya berdasarkan
ReSoMal, pemberian zat besi ditunda, dan pengurangan asupan protein, energi
dan laktosa selama fase inisial dengan penambahan beberapa mikronutrien yang
yaitu Formula 75 (F75), Formula 100 (F100), dan Formula 135 (F135) (WHO,
1999b).
hari, sedangkan yang lainnya dilanjutkan sampai hari ketujuh. Pada minggu ke
26.
Pemberian asupan makanan pada tahap awal harus dengan sangat hati-hati.
Bayi dan anak dengan gizi buruk mengalami gangguan pada fungsi pencernaan,
nutrisi dengan kandungan protein, lemak dan natrium yang cukup sesuai dengan
usianya, tetapi harus lebih rendah, disertai dengan kandungan karbohidrat yang
tinggi. World Health Organization mengajukan formula 75 (F75) dan formula 100
(F100) untuk tahap awal dan rehabilitasi. Formula 75 untuk tahap awal, setelah
napsu makannya mulai pulih diberikan F100. Komposisi dari F75 dan F100 dapat
Tabel 2.4 Komposisi F75 dan F100 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2013)
Kandungan F75 F100
Susu skim bubuk (g) 25 85
Gula pasir (g) 100 50
Minyak sayur (g) 30 60
Larutan elektrolit (ml) 20 20
Tambahan air sampai dengan (ml) 1000 1000
Pada fase stabilisasi pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering
dengan osmolaritas rendah dan rendah laktosa (F75). Energi yang diberikan pada
fase ini adalah 80-100 kkal/kgbb/hari, protein sebesar 1 – 1,5 g/kgbb/hari, dengan
cairan 130 ml/kgbb/hari (pada anak-anak dengan edema berat cairan yang
menjadi makanan kejar tumbuh setelah melewati transisi dengan mengganti F75
dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam. Volume ditambah bertahap
dari 100 kkal/kgbb/hari sampai mencapai 150 kkal/kgbb/hari dan protein 2-3
masukan energi lebih dari 150 kkal/kgbb/hari yang ditingkatkan sampai mencapai
Fase stabilisasi biasanya berlangsung 1-2 hari, dengan transisi 3-7 hari
sebelum mencapai fase rehabilitasi yang biasanya terjadi pada minggu ke dua
sampai minggu ke enam. Fase tindak lanjut berlangsung biasanya pada minggu
Modifikasi dari formula WHO ini salah satunya adalah Modisco. Modisco
singkatan dari modified dietetic skim and cottonseed oil. Modisco yang banyak
Uganda dan ditemukan oleh May dan Whitehead tahun 1973. Modifikasi
kebutuhan kalori serta tingkat kurang energi protein yang terjadi. Modisco dibagi
menjadi 4 yaitu Modisco ½, I, II, dan III (Septi, 2014). Komposisi Modisco
Diet berbahan dasar susu memerlukan penyediaan yang segar dan oleh tenaga
disarankan diberikan di luar seting medis. Atas dasar alasan tersebut dibuatlah
ready to use therapeutic food (RUTF) (10% kalori protein dan 59% kalori lemak)
setara dengan F100. Meskipun asupan total kalori tidak meningkat, tetapi karena
anak mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih kecil dari pada sediaan F100
perkali makan, berat badan tetap meningkat (Scherbaum dan Furst, 2000).
Unicef (2013) menyatakan bahwa RUTF yang berbentuk pasta berenergi dan
homogen makanan kaya lemak, dengan profil nutrisi serupa dengan formula F100
WHO yang kandungan utamanya adalah kacang, minyak, gula, bubuk susu,
suplemen vitamin dan mineral. Penelitian dilakukan oleh Ciliberto, M.A., dkk.
untuk anak malnutrisi berat. Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa pemberian
RUTF memberikan hasil yang lebih baik dibanding terapi standar, peningkatan
Virgin coconut oil adalah minyak yang didapatkan dari kelapa tua segar
kimia, sehingga didapatkan suatu minyak yang tidak mengalami perubahan seperti
minyak alaminya apa adanya. Minyak ini mengandung asam lemak rantai sedang
(medium-chain fatty acid /MCFAs) (sekitar 64%), dan asam lemak laurat (C12)
(47-53%) (Bawalan dan Chapman, 2006). Kandungan linoleic acid VCO rendah
enzim papain kemudian diaduk dan didiamkan 1x24 jam dan diambil bagian
atasnya. Pembuatan VCO dengan metode pancingan dengan cara diukur 250 ml
krim lalu ditambah 25-30 ml VCO asli kemudian diaduk dan didiamkan 1x24 jam
lalu di ambil bagian atasnya. Pembuatan VCO dengan metode pendiaman dengan
cara diukur 250 ml krim, kemudian dimasukkan dalam toples dan didiamkan
1x24 jam lalu diambil bagian atasnya. Pembuatan VCO dengan metode mekanik
dengan cara diukur 250 ml krim lalu mixing selama 5-10 menit dan kemudian
bahwa kualitas fisik minyak VCO hasil pendiaman dan pemancingan lebih baik
pasaran. Hasil pengukuran berat jenis (bj) menunjukkan bahwa bj VCO hasil
Kadar air dalam VCO hasil pemanasan, pendiaman, dan pemancingan lebih kecil
pasaran mengandung air jauh lebih besar dibandingkan lainnya. Analisis kadar
terutama yang dengan penggunaan enzim. Kadar peroksida lebih sedikit terdapat
pada VCO yang didapat dari teknik pemancingan dan pendiaman, dimana yang
Virgin coconut oil (VCO) memiliki standar fisik dan kimia yang dikeluarkan
oleh Asian and Pacific Coconut Community (APCC). Asian and Pacific Coconut
dari 16 negara anggota, yang berada di bawah United Nations Economic and
Social Commission for Asia and the Pacific (UN-ESCAP). Tujuan organisasi ini
dalam produksi, proses dan pemasaran produk kelapa (Bawalan dan Chapman,
VCO yang disebut dengan APCC standards for virgin coconut oil. Standar ini
Virgin coconut oil (VCO) yang baik adalah jernih, tidak ada endapan, dan
tidak bewarna. Virgin coconut oil (VCO) yang bewarna kuning menandakan
kualitasnya kurang baik. Virgin coconut oil (VCO) yang baik tidak berbau tengik
serta memiliki bau dan rasa khas minyak kelapa. Virgin coconut oil (VCO) yang
berbau tengik telah rusak, kemungkinan karena proses produksinya yang tidak
Minyak kelapa biasa berbeda dengan VCO. Minyak kelapa biasa dibuat
antioksidan. Virgin coconut oil (VCO) kaya akan vitamin E dan mineral yang
tidak ada pada minyak kelapa biasa, beraroma kelapa segar dan tahan lama tidak
seperti minyak kelapa biasa yang lebih cepat tengik (kurang dari dua bulan).
Warna VCO jernih dan minyak kelapa biasa bewarna kuning kecoklatan.
yang minimal, tidak menggunakan bahan bakar (Klinik Gizi Online, 2015).
komunitas pada anak, VCO efektif sebagai terapi tambahan dalam mempercepat
normalisasi laju napas dan resolusi ronkhi paru (Erguiza dkk., 2009).
Virgin coconut oil merupakan sumber alami medium chain fatty acid dan
asam laurat yang paling tinggi konsentrasinya serta memiliki aktivitas antibakteri.
Penelitian uji klinis dengan pembutaan tripel pada neonatus dengan berat lahir <
1500 g yang dilakukan di NICU dari sebuah rumah sakit tersier mengenai
besar pada kelompok VCO dibanding kontrol. Efek samping dan sepsis juga
kolesterol HDL di serum dan di jaringan. Fraksi polifenol dari VCO juga dapat
mencegah oksidasi LDL invitro dengan cara mengurangi formasi karbonil (Nevin
dan Rajamohan, 2004). Fraksi polifenol ini juga lebih memiliki efek inhibisi pada
peroksidasi lipid mikrosomal jika dibandingkan dengan minyak kopra dan minyak
kacang tanah.
Virgin coconut oil memiliki vitamin E dan polifenol yang lebih tidak
pencegahan peroksidasi lipid secara in vivo dan in vitro (Nevin dan Rajamohan,
2006). Perbedaan antara VCO dengan minyak kelapa biasa (refined, bleached and
lebih baik. Virgin coconut oil yang diproduksi melalui metode fermentasi
bleaching.
reducing power yang tertinggi. Asam fenolik utama yang ditemukan yaitu asam
ferulik dan asam p-coumaric. Korelasi yang sangat kuat didapatkan antara
kandungan fenolik total dengan reducing power (r=0,96). Korelasi yang kuat juga
dibandingkan dengan kontrol tokoferol dan BHA. Aktivitas antioksidan dari VCO
antioksidan ini berkorelasi dengan total kandungan fenolik (Marina dkk., 2009a).
antioksidan VCO. Pada penelitian ini didapatkan aktivitas antioksidan VCO yang
diperiksa dengan metode DPPH (Diphenyl Picryl Hydrazyl) sangat rendah yaitu
fluktuatif setiap harinya dalam 30 hari pengamatan. Hal ini kemungkinan karena
dalam VCO juga mengandung asam lemak tidak jenuh yang peka terhadap
peroksi bereaksi dengan asam lemak jenuh rantai panjang. Fluktuasi aktivitas
pada sampel akan mendonorkan atom hydrogen (H) untuk menangkal radikal
karena radikal bebas berupa peroksida telah terdekomposisi menjadi aldehid dan
keton, sehingga atom hydrogen pada senyawa antioksidan lebih banyak digunakan
gen inflamasi (COX-2, iNOS, TNF-α dan IL-6) menurun dan enzim antioksidan
meningkat pada penggunaan fraksi polifenolik VCO. Total hitung leukosit dan
CRP pada tikus yang artritis tersebut mengalami penurunan. Pemeriksaan sitologi
terhadap produksi sitokin dan antioksidan oleh sel A549, didapatkan bukti bahwa
VCO terhadap kadar MDA jaringan jantung dari tikus yang diberi makan minyak
kelapa yang telah dipanaskan. Tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
kelompok kontrol dengan diet tikus normal, kelompok VCO dengan diet tikus
normal yang ditambahkan VCO 1,43 ml/kgBB, kelompok minyak kelapa yang
telah dipanaskan sebanyak 5 kali (5HPO) dengan diet 5HPO 15% berat/berat, dan
kelompok 5HPO yang ditambahkan VCO 1,43 ml/kgBB. Terapi ini diberikan
selama 4 bulan. Setelah itu tikus tersebut dieutanasia dan diambil jaringan
jantungnya. Pada pemeriksaan didapatkan penurunan nilai peroksida dan MDA
oksidatif yang ditandai dengan penurunan nilai peroksida dan kadar MDA
dibandingkan diet tinggi lemak tanpa VCO menunjukkan kadar IL-6 serum yang
lebih rendah, IL-10 yang lebih tinggi dan ekspresi kadar inducible nitric oxide
Pemberian MCT ini juga mengurangi aktivasi NF-KB dan p38 MAPK yang
teraktivasi oleh diet tinggi lemak tersebut (Geng, dkk., 2015). Medium chain
dan disfungsi integritas tight junction usus, meningkatkan permeabilitas dan kadar
Penelitian lain dilakukan pada tikus untuk melihat efek antistres VCO dengan
terhadap dingin yang kronik. Pada penelitian ini didapatkan VCO dapat
utama teh hijau, terhadap sel epitel kornea mata manusia yang telah dirangsang
N-terminal kinase (JNK), dan aktivitas faktor transkripsi NFKB dan AP-1. Inhibisi
terhadap aktivitas AP-1 ini kemungkinan karena efek EGCG terhadap MAPK
signaling dan EGCG juga memengaruhi DNA binding activity of AP-1. Efek
EGCG terhadap NFKB beberapa sel adalah melalui beberapa mekanisme, yaitu
inhibisi IKB kinase, IKB fosforilasi, p65NFKB asetilasi, NFKB DNA binding
Pada penelitian lain didapatkan hasil yang berbeda. Antioksidan fenol secara
poten menginhibisi signal yang menginduksi TNF-α dan gen targetnya yaitu IL-1
dan protein TNF-α dimana antioksidan fenol memblok peningkatan TNF-α pada
ke dua level tersebut. Antioksidan fenol tidak mengubah half life mRNA TNF-α
pada saat ada ataupun tanpa ada aktinomisin D. Inhibisi TNF-α (terinduksi
(COX-2) menunjukkan bahwa saturated fatty acid, tetapi bukan unsaturated fatty
acid yang paling poten menginduksi ekspresi COX-2 adalah lauric acid (C12:0)
dan palmitic acid (C16:0). Lauric acid juga menginduksi ekspresi gen petanda
inflamasi lainnya seperti iNOS dan IL-1α dengan pola dose-dependent. Semua
unsaturated fatty acid dan conjugated linoleic acid tidak dapat menginduksi
ekspresi COX-2 pada sel RAW 264.7 (a murine macrophage-like cell line) (Lee,
dkk., 2001).
pengaruh asam lemak pada jaringan lemak manusia dan inflamasi adipose apakah
acid (palmitic acid dan lauric acid) tidak menimbulkan aktivasi sAP, yag artinya
mengaktivasi TLR4 dan TLR2. Kadar IL-6, TNF-alpha and MCP-1 pada media
yang diinkubasi dengan polyunsaturated fatty acid dan saturated fatty acid sama
dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa PUFA dan SFA tidak dapat
menginduksi inflamasi pada jaringan lemak atau sel lemak (Murumalla, dkk.,
2012).
Aktivitas yang berguna dari fitokimia pada buah dan sayuran dipercaya
sayuran tersebut, dibandingkan efek satu senyawa atau segolongan kecil senyawa
saja. Hal ini terlihat pada penelitian uji klinis fitokimia tunggal yang diisolasi
kemotaksis dan aktifator neutrofil yang poten dan merupakan kemokin yang
meningkat pada mukosa intestinal pasien ulcerative colitis (UC) dan Crohn's
disease aktif. Penelitian untuk mengetahui apakah caprylic acid (C8) dan MCT
mensupresi sekresi interleukin-8 (IL-8) sel Caco (suatu turunan sel kanker kolon
terjadi supresi sekresi IL-8 sel Caco pada tingkat transkripsi. Caprylic acid tidak
kerusakan hati dini karena alkohol dengan jalan menginhibisi formasi radikal
bebas hati dan produksi TNF-α yang disebabkan karena endotoksin yang
etanol enteral dapat dihilangkan oleh MCT. Target utama endotoksin adalah sel
permukaan membran plasma sel Kupffer). Aktivasi dari sel Kupffer akan
menginduksi kerusakan hati. CD14 ini diupregulasi pada tikus yang diberikan
dengan jalan menginhibisi ekspresi reseptor endotoksin CD14 (Kono, dkk., 2000).
Pada tikus yang diberikan nutrisi parenteral dengan emulsi MCT jika
dibandingkan dengan emulsi LCT didapatkan akumulasi lemak hati yang lebih
sedikit. Hal ini kemungkinan karena derajat oksidasi yang lebih tinggi dan
reesterifikasi yang minimal pada emulsi MCT jika dibandingkan dengan LCT
dengan minyak kopra, minyak zaitun, dan minyak bunga matahari pada tikus
bermakna pada hati (532,97 mM per 100 g hati), jantung (15,77 mM per 100 g
hati) dan ginjal (1,58 mM per 100 g ginjal) jika dibandingkan dengan ke tiga
pada tikus yang diberikan VCO jika dibandingkan dengan ke tiga minyak lainnya.
VCO juga mencegah stres oksidatif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
pada serum dan jaringan jika dibandingkan dengan ke tiga minyak lainnya. Virgin
biologis seperti polifenol (84 mg per 100 g minyak) dan tokoferol (33,12 µg per
Penelitian lainnya dilakukan untuk melihat pengaruh VCO dan atau kapsul
konversi sputum BTA (VCO p < 0,00; albumin yang diekstrak dari ikan lele p
<0,04; VCO + albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,00), peningkatan status
nutrisi (VCO p < 0,03; albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,003; VCO +
albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,01), dan perbaikan hasil pemeriksaan
rontgen dada (VCO p < 0,04; albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,003;
oksidatif asam amino sehingga menghasilkan lebih banyak energi dan protein
untuk otot tubuh (Arifin, dkk., 2014). Protein ini kemudian memfasilitasi sekresi
secara normal akan diaktivasi untuk mengatur sekresi kelenjar target, aktivitas
enzim dan hormon (Guyton dan Hall, 2008). VCO menstimulasi absorpsi
meningkatkan absorpsi vitamin yang larut dalam air, mineral dan protein yang
energy turn over, dan kandungan octanoid acid VCO kemungkinan menginduksi
acid (PUFA) 59%, monounsaturated fatty acid 24% dan saturated fatty acid
acid (16:0), 2% stearic acid (18:0), 35% oleic acid (18:1), 48% linoleic acid
(18:2), dan 0,8% linolenic acid (18:3) (Souza, dkk., 2009). Lemak jenuh
lemak rantai panjang (St-Onge, dkk., 2008). Minyak jagung tidak mengandung
(PGE2), dan leukotriene B4 (LTB4) yang terbentuk dari n-6 PUFA arachidonic
acid (AA; 20:4n-6). Lemak n-6 PUFA banyak terdapat pada diet dengan linoleic
acid (LA; 18:2n-6) yaitu pada minyak kedele, jagung, safflower dan bunga
matahari. n-3 homolog linoleic acid adalah -linolenic acid (ALA; 18:3n-3). -
linolenic acid banyak terdapat dalam sayuran hijau berdaun, minyak flaxseed dan
canola. 18-carbon fatty acid saat dicerna akan mengalami desaturasi dan
perpanjangan menjadi 20-carbon n-6 fatty acids. Linoleic acid akan menjadi AA,
dan ALA akan menjadi eicosapentaenoic acid (EPA; 20:5n-3). n-6 PUFA
arachidonic acid merupakan progenitor dari PGE2 dan LTB4 lewat jalur enzim
jelas. Semakin tinggi kandungan bahan makanan akan EPA maka kandungan AA
akan semakin berkurang (James, dkk., 2000). Minyak jagung dengan kadar AA
tinggi maka akan menurunkan kadar EPA menyebabkan efek proinflamasi yang
akan meningkat.
diberikan tambahan zat besi (generasi radikal bebas) pada makanan (William dan
Deckelbaum, 2003). Polyunsaturated fat memiliki ikatan tidak jenuh yang banyak
kemampuan sintesis PUFA yang cukup, terutama n-3 PUFA (Lebold, dkk., 2011).
tinggi lemak yang mengandung moderately oxidized n-3 PUFA dan unoxidized n-
akumulasi 4-HHE dalam darah setelah diabsorbsi dari intestinal dan memicu stres
oksidatif dan inflamasi pada usus halus bagian atas (Awada, dkk., 2012).
Suatu penelitian pada babi dilakukan untuk melihat efek pemberian minyak
jagung terokisdasi yang disertai dengan atau tanpa tambahan antioksidan (vitamin
E) terhadap tampilan, status oksidasi jaringan dan kualitas daging yang dihasilkan.
Pada penelitian ini didapatkan hasil aktivitas glutathione peroxidase di hati lebih
tinggi pada kelompok minyak jagung segar, meski perbedaan tersebut tidak
dengan atau tanpa tambahan antioksidan serta Kelompok Babi yang menggunakan
dari minyak yang terokisdasi tersebut dengan mengurangi okidasi protein (Boler,
dkk., 2012)
Penelitian pada tikus mengenai modulasi sitokin oleh diet lemak setelah tikus
selama 8 minggu minyak jagung menimbulkan peningkatan produksi IL-1 dan IL-
6. Pada pemberian selama 8 minggu dari minyak kelapa menekan produksi dari
IL-1 (Tappia dan Grimble, 1994). Penelitian mengenai efek diet lemak dan
minyak terhadap lipid peroxidation pada hati dan darah tikus didapatkan bahwa
diet yang kaya akan PUFA (minyak jagung) meningkatkan lipid peroxidation dan
2014).
Komposisi asam lemak pada minyak kelapa biasa adalah 80% MCFA, 10%
SCFA, 5% asam lemak jenuh rantai panjang palmitat (Silalahi dan Nurbaya,
2011). Perbandingan komposisi asam lemak pada VCO, minyak kelapa biasa, dan
minyak jagung dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Tabel 2.6
Komposisi Asam Lemak VCO, Minyak Kelapa Biasa, dan Minyak Jagung
Asam lemak % VCO (APCC Minyak kelapa Minyak jagung
Standard for Virgin biasa (Souza, dkk.,
Coconut Oil) (Chowdhury, dkk., 2009)
2007)
Caproic (C6:0) 0,4-0,6
Caprylic (C8:0) 5-10 6,21
Capric (C10:0) 4,5-8 6,15
Lauric (C12:0) 43-53 51,02
Myristic (C14:0) 16-21 18,94
Palmitic (C16:0) 7,5-10 8,62 12
Stearic (C18:0) 2-4 1,94 2
Oleic (C18:1) 5-10 5,84 35
Linoleic (C18:2) 1-2,5 1,28 48
Linolenic (C18:3) <0,5 - 0,8
Tabel 2.7
Persentase Asam Lemak Saturated (SFA), Monounsaturated (MUFA),
Polyunsaturated (PUFA) dan Total Unsaturated (MUFA+PUFA) Minyak Kelapa
dan Minyak Jagung
Asam lemak % Minyak kelapa Minyak jagung (Dupont, dkk.,
(Chowdhury, dkk., 2007) 1990)
SFA 92,92 13
MUFA 5,84 24
PUFA 1,28 59
MUFA+PUFA 7,12 83
LCT. Virgin coconut oil dapat dibuat sendiri dari kelapa yang banyak terdapat di
minyak jagung, tetapi jika dibuat sendiri dengan teknik yang amat sederhana
dengan kelapa yang banyak tersedia dengan harga yang cukup murah serta tidak
Minyak sayur ada berbagai macam. Komposisi asam lemak dari beberapa
Tabel 2.8
Komposisi Asam Lemak Minyak Kedelai, Minyak Canola, Minyak Cottonseed,
Minyak Bunga Matahari, Minyak Kacang Tanah, Minyak Zaitun, Minyak Wijen,
Minyak Safflower, dan Minyak Flaxseed (Wang, dkk., 2002)
Asam lemak % MKD MC MCS MBM MKT MS MKL MZ MW MS MF
F S
Caproic (C6:0) 0,4
Caprylic (C8:0) 7,3
Capric (C10:0) 6,6
Lauric (C12:0) 0,5 0,2 47,8
Myristic (C14:0) 0,1 0,9 0,2 0,1 1,1 18,1 0-0,1 0,1
Palmitic (C16:0) 11 3,9 24,7 6,8 11,6 44,1 8,9 7,5-20 9,2 7 7
Palmitoleic 0,1 0,2 0,7 0,1 0,2 0,2 - 0,3-3,5 0,1
(C16:1)
Heptadecanoic 0-0,5
(C17:0)
Heptadecenoic 0-0,6
(C17:1)
Stearic (C18:0) 4 1,9 2,3 4,7 3,1 4,4 2,7 0,5-5 5,8 2 4
Oleic (C18:1) 23,4 64,1 17,6 18,6 46,5 39 6,4 55-83 40,6 12 20
Linoleic (C18:2) 53,2 18,7 53,3 68,2 31,4 10,6 1,6 3,5-21 42,6 79 17
Linolenic (C18:3) 7,8 9,2 0,3 0,5 - 0,3 0-1,5 0,3 - 52
Arachidic 0,3 0,6 0,1 0,4 1,5 0,2 0,1 0-0,8 0,7
(C20:0)
Gadoleic (C20:1) - 1 1,4 0,2
Eicosadienoic - - 0,1
(C20:2)
Behenic (C22:0) 0,1 0,2 3 0-0,2 0,2
Lignoceric - 0,2 1 0-1
(C24:0)
Keterangan: MKD = Minyak Kedelai; MC = Minyak Canola; MCS = Minyak
Cottonseed; MBM = Minyak Bunga Matahari; MKT = Minyak Kacang Tanah;
MS = Minyak Sawit; MKL = Minyak Kelapa; MZ = Minyak Zaitun, MSF =
Minyak Saffflower; MFS = Minyak Flaxseed