Anda di halaman 1dari 11

23

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Hiperfosfatemia pada penyakit ginjal kronis

Hiperfosfatemia merupakan konsekuensi klinis yang penting dan tidak


dapat dihindari pada pasien penyakit ginjal kronis stadium lanjut.6 Menurut
konsensus GMT-PGK (2009) Hiperfosfatemia ialah kadar serum fosfat > 4,6
mg/dl. Kadar fosfat darah normal adalah 2,5 – 4,5 mg/dl, pada pasien hemodialisis
atau dialisis peritoneal kadar serum fosfat hendaknya dipertahankan antara 3.5 –
5,5 mg/dl. Selain itu, produk kalsium-fosfat (perkalian antara kadar fosfat darah
dan kalsium total darah) harus dipertahankan <55 mg2/dl2.7

Hampir semua pasien dengan PGK menderita hiperfosfatemia. Di


Amerika Serikat angka hiperfosfatemia pada pasien yang menjalani hemodialisis
adalah sekitar 70%.8

Hiperfosfatemia pada PGK terjadi akibat kegagalan ginjal dalam


mengekskresikan fosfat dan tingginya asupan fosfat (Gambar 2.1). Ginjal
merupakan organ ekskresi utama bagi fosfat, sehingga hampir tidak mungkin
terjadi hiperfosfatemia pada fungsi ginjal yang masih normal. Ginjal masih
mampu mempertahankan keseimbangan fosfat pada klirens kreatinin di atas 30
ml/menit. Hiperfosfatemia mengakibatkan berbagai konsekuensi yang cukup
memberikan kontribusi pada mortalitas dan morbiditas PGK. Konsekuensi
hiperfosfatemia pada PGK adalah hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi
renal, kalsifikasi kardiovaskular dan jaringan lunak.1

Universitas Sumatera Utara


24

Gambar 2.1 Keseimbangan Fosfat pada Pasien Dialisis


(Sumber: Hutchison AJ, Smith CP and Brenchley PE. Pharmacology, efficacy and safety of oral phosphate binders. Dalam:
Ireland R, Editor. Medscape Referance. 2011. Available at www.medscape.org. Cited on Oct,28 2012)

Penatalaksanaan hiperfosfatemia ini meliputi pembatasan asupan fosfat,


meningkatkan efektifitas dialisis, pemberikan obat pengikat fosfat dan pemakaian
bahan kalsimemetik.1 Konsensus GMT-PGK (2009) menganjurkan diet rendah
fosfor 800-1000 mg/hari. Selain itu, tindakan dialisis hanya sedikit membuang
fosfat. Klirens fosfat pada hemodialisis adalah 32,5 mmol dalam 4 jam, sedang
dalam CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) adalah sebesar 12
mmol dalam 24 jam.7 Oleh karena itu, diperlukan obat pengikat fosfat (phosphate-
binding agents) untuk mengikat fosfat di lumen usus dan akhirnya akan
mengurangi absorbsinya.9

2.2 Obat pengikat fosfat yang ada pada saat ini dan keterbatasannya

Obat pengikat fosfat diharapkan dapat mengikat fosfat yang ada pada
makanan penderita PGK, sehingga tidak di absorbsi dan dikeluarkan melalui
feses. Dengan demikian kadar fosfat dalam darah tidak meningkat.1 Berbagai jenis
pengikat fosfat yang sering dipergunakan serta keuntungan dan kerugian obat
pengikat fosfat adalah (Tabel 2.1):

Universitas Sumatera Utara


25

a) Garam aluminum
Garam aluminium merupakan pengikat fosfat yang paling dulu
diketahui, sangat efektif dalam menurunkan fosfat plasma, dan bisa
berperan sebagai antasida yang dapat mengurangi gejala mual/muntah
pada penderita uremia. Tetapi pemakaian jangka panjangnya dapat
mengakibatkan intoksikasi aluminium dengan gejala anemia, gangguan
serebral, gangguan tulang (adynamic bone disease). Indikasi pemakaian
garam aluminium jangka pendek adalah hiperfosfatemia disertai
hiperkalsemia, atau hasil perkalian kalsium (Ca) dengan fosfat (PO4)
adalah 65. Pemberian dilakukan selama 4-8 minggu. Setelah kadar
kalsium normal dipertahankan dengan pengikat fosfat garam kalsium.1

b) Garam kalsium
Garam kalsium yang dipergunakan sebagai pengikat fosfat adalah
kalsium karbonat dan kalsium asetat. Di dalam saluran cerna kalsium
karbonat akan terurai menjadi ion kalsium dan karbonat. Ion kalsium akan
berikatan dengan fosfat yang ada di makanan menjadi kalsium fosfat yang
akan keluar bersama feses. Sedangkan ion karbonat akan diabsorbsi ke
dalam darah untuk kemudian menjadi bikarbonat. Garam kalsium asetat
dilaporkan mempunyai kapasitas mengikat fosfat yang lebih kuat
dibandingkan kalsium karbonat. Rasio kalsium yang diabsorbsi juga lebih
rendah dibandingkan kalsium karbonat, sehingga risiko hiperkalsemia
yang terjadi juga lebih kecil. Namun, efek samping gangguan pencernaan
yang ditimbulkan lebih sering, dan harganya lebih mahal dibandingkan
kalsium karbonat.1

c) Sevelamer hydrochloride
Sevelamer merupakan pengikat fosfat sintetik pertama, non
kalsium dan non aluminium. Merupakan pengikat fosfat yang kuat, tidak
di absorbsi di saluran cerna dan resisten terhadap degradasi. Banyak studi
klinis yang membuktikan bahwa sevelamer mempunyai kemampuan
mengikat fosfat yang sebanding dengan garam kalsium, walau masih lebih

Universitas Sumatera Utara


26

lemah dibandingkan garam aluminium. Sevelamer mencegah terjadinya


kalsifikasi lebih banyak dibandingkan garam kalsium, sehingga
memperkecil resiko kematian akibat gangguan kardiovaskular pada
penderita PGK. Beberapa kekurangan yang dimiliki sevalemer sebagai
pengikat fosfat adalah efektifitasnya yang berkurang pada suasana asam,
dapat menghambat absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (antara lain
vitamin D), dapat mengurangi kadar bikarbonat yang kemungkinan
disebabkan oleh adanya ikatan hydrochlorida. Disamping itu ukuran
tabletnya yang besar mengurangi kenyamanan pasien untuk
mengkonsumsinya.1

d) Lanthanum karbonat
Lanthanum karbonat adalah pengikat fosfat non kalsium dan non
aluminium. Banyak studi membuktikan, bahwa lantanum karbonat
memilki kemampuan pengikat fosfat yang sama dengan garam aluminium,
tanpa efek samping yang berarti. Efektif pada suasana asam pH (3-5) dan
tidak mengahambat absorbsi lemak. Demikian juga dengan efek
gastrointestinalnya yang kecil,1 namun harganya mahal.

e) Pengikat fosfat berbasis besi


Beberapa peneliti melaporkan bahwa komponen feri dapat
mengikat fosfat yang ada dalam makanan bila diberikan secara oral
maupun intravena. Hergessel dan Ritz (1999) melaporkan penurunan
kadar fosfat darah sebesar 20% serta ekskresi fosfat lewat urin sebesar
37% pada 13 penderita PGK dengan hiperfosfatemia yang diberikan 3x2,5
gram polinuclear iron hidrochlorida bersama-sama makanan selama 12
minggu. Tidak ada efek samping jangka pendek selain obstipasi dan tinja
berwarna hitam. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih
lanjut.1

Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 2.1.Jenis Serta Keuntungan & Kerugian Obat Pengikat Fosfat6

Selain obat-obat yang telah disebutkan, saat ini ada obat yang berdasarkan
hasil penelitian juga bermanfaat dalam menurunkan kadar serum fosfat pada
pasien yang menjalani hemodialisis, yaitu nikotinamide. Nikotinamide, yang pada
awalnya diresepkan untuk mengobati dislipidemia dengan menurunkan kadar
serum LDL (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan serum HDL (High
Density Lipoprotein), merupakan inhibitor aktif absorbsi fosfat transelular.2

2.3 Nikotinamide
2.3.1 Rumus Bangun
Nikotinamide merupakan vitamin larut air, amida turunan dari nicotinic
acid (niacin, vitamin B3). Merupakan obat yang sudah lama ada yang mempunyai
banyak indikasi dan pengobatan.10 Nikotinamide juga dikenal sebagai
niacinamide, selain itu 3-pyridinecarboxamide, nicotinic acide amide dan vitamin
PP. Formula molekulnya adalah C6H6N2O (gambar 2.2) dan berat molekulnya
adalah 122.13 daltons serta struktur bangunnya adalah11:

Universitas Sumatera Utara


28

Gambar 2.2 Struktur Bangun Nikotinamide


(Sumber: Royal Society of Chemistry. Nicotinamide. Available at: www.chemspider.com/chemical-structure.911.html.
Cited on Oct,28 2012)

2.3.2 Farmakodinamik
Niacin diabsorbsi dalam bentuk nikotinamide dan nicotinic acid. Makanan
yang mengandung nicotinic acid pertama kali dikonversikan menjadi
nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) di usus dan hati kemudian diubah
menjadi nikotinamide dan dilepaskan ke aliran darah untuk di uptake oleh
jaringan ekstrahepatik. Namun tubuh manusia tidak sepenuhnya bergantung pada
makanan yang mengandung niacin, karena pada kebanyakan pasien, nikotinamide
juga dapat disintesis dari asam amino trypthophan, selain itu juga diproduksi oleh
katabolisme nukleotida pyridine.10
Fosfat di filtrasi di ginjal dan kebanyakan direabsorbsi melalui epitel
tubulus proksimal. Menurut penelitian, kotransport sodium-dependent phosphate
protein 2a (NaPi2a), kotransporter NaPi2c, dan transporter sodium-dependent
phosphat 2 memediasi transport fosfat melalui apical brush border dari sel
tubulus proksimal.10

Studi in vitro menunjukkan bahwa nikotinamide mengurangi uptake fosfat


dengan menghambat kotransporter NaPi2a di tubulus proksimal ginjal dan
kotransporter NaPi2b di usus (Gambar 2.3). Selain itu, nikotinamide mengurangi
absorbsi fosfat di usus dengan menghambat ekspresi NaPi2b pada tikus percobaan
yang gagal ginjal kronik. Studi in vitro lainnya mendapatkan bahwa NaPi2b
bertanggung jawab besar dalam absorpsi fosfat di usus dan berkontribusi untuk
mempertahankan homeostasis fosfat sistemik.10 Schiavi et al. mendapatkan bahwa
penambahan pengikat fosfat secara oral dengan target NaPi2b juga berguna dalam
memodulasi kadar serum fosfat pada gagal ginjal kronik. 12

Universitas Sumatera Utara


29

Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Nikotinamide pada Membran


Brush Border Enterosit Usus
(Sumber: Lenglet A, Liabeuf S, Guffroy P, Fournier A, Brazier M, Massy ZA. Use of nicotinamide to treat
hyperphosphatemia in dialysis patient. Springerlink. 2013;13:165-173)

Nikotinamide mengurangi kadar fosfat dengan cara yang berbeda dengan


obat pengikat fosfat oral lainnya yang mengikat fosfat di saluran pencernaan
kemudian membentuk komplex yang tidak dapat diabsorbsi ataupun dengan
mengikatkan ion ke resin. Oleh sebab itu, hanya sedikit fosfat yang tersedia untuk
di absorbsi oleh saluran pencernaan dan lebih banyak yang diekskresikan di usus.
Modulasi proses transport fosfat pada ginjal dan usus merupakan pendekatan baru
dalam mengontrol kadar fosfat serum.10

2.3.3 Farmakokinetik
Pada studi klinis, pemberian nikotinamide 2 kali sehari secara oral (total
dosis harian 25 mg/kg) berhubungan dengan waktu paruh plasma 3,5 jam dan
konsentrasi puncak plasma 42,1 µg/ml.10
Studi farmakokinetik pada subjek yang sehat memakan nikotinamide 1-6
gram secara oral berhubungan dengan konsentrasi plasma yang tinggi dan
menunjukkan toksisitas yang rendah.10

Universitas Sumatera Utara


30

2.3.4 Metabolisme
Nikotinamide di metabolisme di hati oleh sitokrom P450 menjadi bentuk
nicotinamide-N-oxide (melalui reaksi oksidatif), 6-hydroxy-nicotinamide (melaui
reaksi hidroksilasi), dan N-metyl-nicotinamide (MNA, melalui katalisis oleh
nicotinamide-N-metyltransferase). Pada mamalia, MNA selanjutkan akan
dimetabolisme menjadi N-methyl-2-pyridone-5-carboxamine (2PY) atau N-
methyl-4-pyridone-5-carboxamide (4PY) dengan oksidasi aldehid. Rasio
10
2PY/4PY berbeda-beda tergantung spesies dan jenis kelamin.
Pada konteks uremia, studi pada tikus menunjukkan akumulasi plasma
4PY. Meskipun 4PY dan dideteksi pada plasma manusia, metabolik utama produk
MNA adalah 2 PY. Rutkowski et al. mendapatkan bahwa konsentrasi 2 PY di
darah meningkat sesuai dengan perburukan fungsi ginjal. Selanjutnya dapat
merupakan novel toksin uremik, karena secara signifikan menghambat poli (ADP-
Ribose) polymerase 1 (PRP-1, enzim nuklear yang mungkin terlibat dalam respon
DNA terhadap kerusakan DNA).10 Slominska et al. mendapatkan bahwa
nikotinamide, 2PY, dan 4PY terakumulasi dalam plasma anak-anak dengan gagal
ginjal kronik dan efek dari kombinasi ketiganya menyebabkan penghambatan
aktivitas PARP-1.13 Potensial toksisitas selular metabolit nikotinamide
10
memerlukan penelitian lebih lanjut.

2.3.5 Distribusi
Seperti yang sudah disebutkan, nikotinamide merupakan bentuk sirkulasi
dari nicotinic acid. Nikotinamide menghilang dengan cepat dari sirkulasi dan
terdistribusi ke seluruh jaringan. Rutkowski et al. mendapatkan bahwa pada tikus
nikotinamide ditemukan pada plasma, eritrosit, paru-paru, hati, dan otak tetapi
hanya sedikit pada jaringan lemak. Akumulasi produk akhir dari nikotinamide
ditemukan pada hati, paru-paru, dan otot skeletal tetapi tidak ditemukan pada
jaringan lemak ataupun di otak. Nikotinamide mempunyai ekstraksi ratio hepatik
yang tinggi, dan bersihan plasma sering rendah pada pasien dengan gagal hati.10

Universitas Sumatera Utara


31

2.3.6 Eliminasi
Produk akhir dari nikotinamide di ekskresikan oleh ginjal, dimana
nikotinamide itu sendiri direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Hal inilah yang membuat
hanya sedikit jumlah nikotimanide yang tidak termodifikasi dijumpai di urin,
meskipun setelah pemberikan dosis tinggi.10

2.3.7 Efikasi Terapeutik


Ada beberapa studi yang telah menggali potensial dari niacin dan
analognya dalam mengkontrol fosfat pada pasien dialisis.14 Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa nicotinic acid efektif sebagai pengobatan
hiperfosfatemia.4,15-17 Studi in vivo terhadap konversi nicotinic acid ke
nikotinamide memerlukan penelitian lebih lanjut.10
Studi klinis nikotinamide sebagai pengobatan hiperfosfatemia pada pasien
hemodialisis tercantum pada tabel 2.2. Studi pertama oleh Takashi et al.
menunjukkan bahwa nikotinamide menurunkan kadar fosfat (dari 6,9 menjadi 5,4
mg/dl) dan iPTH (tanpa meningkatkan kadar serum kalsium)18.
Cheng et al. merupakan penelitian pertama yang melakukan double-blind,
placebo-controlled, randomized clinical trial nikotinamide (dosis 300-1.800 mg).
Setelah 8 minggu pengobatan, kadar rerata serum fosfat turun secara signifikan
pada grup nikotinamide (dari 6,26 menjadi 5,47 mg/dl) tetapi tidak dengan grup
placebo (meningkat dari 5,85 menjadi 5,98 mg/dl) (tabel 2.2).5
Studi lainnya yang di lakukan oleh Young et al. merupakan studi yang
prospektif, randomized, double blind, placebo-conrolled trial nikotinamide
mendapatkan bahwa setelah 8 minggu pemberian nikotinamide 750 mg, terjadi
sedikit penurunan kadar fosfat namun signifikan (dari 5,9 menjadi 5,2 mg/dl),
namun tidak pada grup plasebo (tabel 2.2).19
Shahbazian et al. juga mendapatkan hasil yang sama. Dimana dengan
pemberian nikotinamide 500 mg/hari didapatkan penurunan kadar fosfat yang
signifikan (dari 5,9 menjadi 4,77 mg/dl). Selain itu, peneliti juga menjumpai
penurununan kadar trombosit dan menekankan pentingnya monitor
20
trombositopenia ketika digunakan sebagai terapeutik (tabel 2.2).

Universitas Sumatera Utara


32

Vasantha et al. melaporkan studi open-label nikotinamide 750 mg/hari dan


didapatkan penurunan kadar fosfat 2,3 mg/dl setelah 8 minggu pengobatan. Selain
itu juga didapatkan penurunan kadar ALP (Alkaline phosphatase) (Tabel 2.2).3
Meskipun demikian, tidak ada satu pun dari studi-studi ini yang
menggunakan pasien dialisis dalam jumlah yang besar. Nikotinamide dapat
digunakan sebagai tambahan pada pengikat fosfat yang sudah ada seperti pada
studi yang dilakukan oleh Cheng et al. Young et al. dan shahbazian et al. ataupun
digunakan sendiri seperti pada studi Takashi et al. dan Vasantha et al.10

Tabel 2.2 Studi Klinis Nikotinamide Sebagai Pengobatan


Hiperfosfatemia pada Pasien Dialisis10

2.3.8 Efek Samping


Banyak data menunjukkan bahwa nikotinamide pada orang dewasa aman
diberikan pada dosis di bawah 3 mg/hari.10 Keamanan pemberian nikotinamide
pada pasien dengan fungsi ginjal normal diobservasi oleh European Nicotinamide
Diabetes Intervention Trial. Meskipun peneliti tidak mendemostrasikan efek
perlindungan dari nikotinamide pada diabetes tipe 1, peneliti berkesimpulan
toleransinya bagus.21 Efek samping utama dari dosis terapeutik adalah gejala
gastrointestinal (terutama diare) yang secara umum akan sembuh dengan
pengobatan dihentikan.10
Delanaye et al. melaporkan 5 dari 6 pasien yang mengikuti studi open-
label menjadi diare setelah mendapatkan nikotiamide dengan rerata ± SD dosis

Universitas Sumatera Utara


33

1.050 ± 447 mg/hari dan sembuh setelah obat dihentikan. Peneliti menunjukkan
bahwa semua pasien juga mengkonsumsi calcium binders dengan atau tanpa
sevalemer, yang juga memberikan efek samping yang sama.22
Selain itu, ada juga laporan kasus hepatotoksisitas berat pada pasien yang
mendapatkan nikotinamide 9 gram/hari, namun gejala hilang setelah obat
dihentikan.10
Rottembourg et al. melaporkan 6 pasien dialisis yang diobati dengan
nikotinamide 1000 mg/hari menjadi trombositopenia dalam 3 bulan pengobatan.
Hasil ini mengkonfirmasi penelitian Shahbazian et al. Meskipun mekanisme efek
samping ini belum diketahui dengan pasti, trombositopenia kemungkinan akibat
rendahnya kadar thyroxin-binding globulin yang diinduksi oleh nikotinamide dan
turunannya.23

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai