7173 28643 2 PB PDF
7173 28643 2 PB PDF
7173 28643 2 PB PDF
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21831/pep.v20i2.7173
bandingkan dengan sistem penilaian pada pendidikan suatu negara. Taba (1962) mem-
kurikulum sebelumnya. Walaupun peme- berikan pengertian kurikulum adalah sebagai
rintah telah mempersiapkan guru melalui rencana untuk belajar. Wheeler (1967) me-
berbagai pelatihan, namun masih banyak ngatakan bahwa kurikulum adalah pengala-
keluhan yang muncul di lapangan berkaitan man-pengalaman yang terencana yang dibe-
dengan penilaian. Allen & Friedman (2010) rikan kepada para pembelajar dibawah bim-
menyatakan bahwa yang paling kompleks bingan sekolah. Foshay (1969) mengatakan
dalam pembelajaran adalah integrasi pebel- bahwa kurikulum adalah seluruh pengalam-
ajaran berbagai domain yaitu kognitif, peri- an belajar di bawah bimbingan sekolah.
laku, dan perasaan. Menurut Retnawati (Tanner & Tanner, 1975) mendefinisikan
92015, pp. 398–400) salah satu aspek yang bahwa kurikulum sebagai bimbingan peng-
menjadi hambatan implementasi kurikulum alaman pembelajaran yang terencana dan
2013 adalah sistem penilaian yang rumit dan hasil belajar yang diinginkan diformulasikan
perlu waktu yang lama untuk menyusun melalui penyatuan kembali pengetahuan dan
laporanya. pengalaman yang sistematis dibawah bantu-
Teknik penialain capaian pengetahuan an sekolah untuk para siswanya secara terus-
dan keterampilan relatif tidak menjadi ken- menerus tumbuh dalam kemampuan perso-
dala. Hal yang benar-benar baru adalah pe- nal akademik dan sosial. Dengan demikian
nilaian sikap, dimana penilaian tersebutlah maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum
yang mayoritas dikeluhkan oleh guru karena merupakan acuan instansi pendidikan dalam
dianggap menyulitkan. Retnawati (2015, p. melaksanakan proses pendidikan untuk
400) menyatakan bahwa salah satu hambat- mencapai tujuan tertentu.
an terbesar dalam penilaian adalah penilaian Perubahan kurikulum membuahkan su-
sikap. Wawasan guru dalam memilih meto- atu tantangan pada pemerintah (Retnawati,
de yang tepat dan mengembangkan instru- Hadi, & Nugraha, 2016). Masa peralihan sa-
men penilaian tersebut masih kurang. ngat mungkin diawali dengan ketidaklancar-
Mengingat pentingnya keterlaksanaan an implementasi dari berbagai lini. Eraslan
penilaian yang baik dalam mendukung ke- (2013) mengungkapkan bahwa salah satu
terlaksanaan kurikulum maka perlu ada kaji- tantangan yang dihadapi dalam masa per-
an mengenai bagaimana implementasi peni- alihan adalah keterbatasan kemampuan dan
laian pada Kurikulum 2013 di lapangan. wawasan guru mengenai sistem penilaian.
Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah Untuk mengatasi masalah tersebut, peme-
untuk: (1) mendapatkan fakta dan gambaran rintah mengadakan berbagai program pela-
di lapangan implementasi penilaian pada tihan dan workshop. Agenda tersebut bertu-
Kurikulum 2013; (2) mengidentifikasi ken- juan untuk memastikan pemahaman dan ke-
dala (hambatan) dan faktor keberhasilan pe- yakinan guru terhadap ide pokok kuriku-
laksanaan penilaian pada Kurikulum 2013; lum. Keyakinan dan pemahaman pada ide
(3) memberikan rekomendasi kepada Peme- pokok kurikulum memiliki peran besar da-
rintah dalam mengambil kebijakan pelaksa- lam menunjang kemampuan guru untuk me-
naan penilaian pada Kurikulum 2013 di ngembangkan pembelajaran sesuai amanat
satuan pendidikan. kurikulum yang berlaku.
Untuk mendukung kerangka berpikir Penilaian merupakan salah satu aspek
dan memperluas wawasan guna memperta- penting pada proses pendidikan. Penilaian
jam pembahasan diperlukan berbagai kajian merupakan langkah untuk menghimpun
literatur yang relevan. Terdapat beberapa berbagai informasi yang digunakan untuk
subbahasan dalam kajian literatur yang re- penentuan kebijakan proses pembelajaran
levan khususnya mengenai penilaian pada (Uno & Koni, 2012, p. 2); (Custer & et al,
Kurikulum 2013. 2000, p. 3) pada skala kelas ataupun skala
Kurikulum merupakan salah satu as- nasional. Mardapi (2008, p. 5) mengemuka-
pek krusial dalam menentukan keberhasilan kan bahwa penilaian merupakan suatu aspek
penentu kualitas pendidikan. Mardapi (2008, Pertama, sikap terhadap mata pel-
p. 6) mengemukakan penilaian sebaiknya ajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif
mencakup proses penelusuran, pengecekan, terhadap mata pelajaran. Dengan sikap po-
pencarian, dan penyimpulan. Menurut Per- sitif dalam diri siswa akan tumbuh dan ber-
mendiknas No. 20 Tahun 2007, agar proses kembang minat belajar, akan lebih mudah
penilaian berjalan dengan baik maka penilai- diberi motivasi, dan akan lebih mudah
an harus sahih, objektif, adil, terpadu, ter- menyerap materi pelajaran yang diajarkan.
buka, menyeluruh dan berkesinambungan, Oleh karena itu, guru perlu menilai tentang
sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel. sikap siswa terhadap mata pelajaran yang
Domain penilaian dalam Kurikulum diajarkannya.
2013 meliputi domain spiritual, sikap sosial, Kedua, sikap terhadap guru mata pel-
pengetahuan, dan keterampilan. Secara lebih ajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif
umum dapat dikategorikan menjadi tiga terhadap guru, yang mengajar suatu mata
domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif pelajaran. Siswa yang tidak memiliki sikap
(sikap sosial dan spiritual), dan psikomotor positif terhadap guru, akan cenderung meng-
(keterampilan). Doman kognitif mencakup abaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan de-
hasil yang berhubungan dengan aspek pe- mikian, siswa yang memiliki sikap negatif
ngetahuan, pengertian, dan keterampilan terhadap guru pengajar akan sukar menye-
berpikir (Bloom, 1956, p. 12). Sikap menurut rap materi pelajaran yang diajarkan oleh
(Fernandes, 1984, p. 57) merupakan kecen- guru tersebut.
derungan seseorang terhadap objek yang Ketiga, sikap terhadap proses pem-
berupa orang, konsep, ide, dan kelompok. belajaran. Siswa juga perlu memiliki sikap
Dengan demikian maka domain afektif me- positif terhadap proses pembelajaran yang
liputi perasaan, dan minat seseorang. berlangsung. Proses pembelajaran di sini
Kemampuan kognitif adalah penam- mencakup: suasana pembelajaran, strategi,
pilan-penampilan yang dapat diamati sebagai metodologi, dan teknik pembelajaran yang
hasil-hasil kegiatan atau proses memperoleh digunakan. Tidak sedikit siswa yang merasa
pengetahuan melalui pengalaman sendiri. kecewa atau tidak puas dengan proses pem-
Ranah kognitif merupakan domain yang belajaran yang berlangsung, namun mereka
mencakup kegiatan mental. Dalam taksono- tidak mempunyai keberanian untuk menya-
mi Bloom ranah kognitif merupakan salah takan. Akibatnya, mereka terpaksa meng-
satu kerangka dasar untuk pengkategorian ikuti proses pembelajaran yang berlangsung
tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal
dan kurikulum di seluruh dunia (Chung, ini dapat mempengaruhi terhadap penyerap-
1994; Postlethwaite, 1994). Enam kategori an materi pelajarannya.
pokok ranah kognitif dengan urutan mulai Keempat, sikap terhadap materi dari
dari jenjang yang rendah sampai dengan pokok-pokok bahasan yang ada. Siswa juga
jenjang yang paling tinggi yakni: pengetahu- perlu memiliki sikap positif terhadap materi
an (knowledge); pemahaman (comprehension); pelajaran yang diajarkan, yang menjadi kun-
penerapan (application); analisis (analysis); sin- ci keberhasilan proses pembelajaran.
tesis (synthesis); dan evaluasi (evaluation). Kelima, sikap berhubungan dengan
(Anderson & Krathwohl, 2001) nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan
Domain sikap merupakan domain dalam diri siswa melalui materi suatu pokok
yang banyak dikeluhkan dalam proses peni- bahasan. Misalnya, pengajaran pokok bahas-
laian Kurikulum 2013. Penilaian sikap (afek- an koperasi dalam mata pelajaran Ilmu
tif) dalam berbagai mata pelajaran secara Pengetahuan Sosial. Berhubungan dengan
umum dapat dilakukan dalam kaitannya de- pokok bahasan ini, ada nilai luhur tertentu
ngan berbagai objek sikap yang menurut yang relevan diajarkan dan diinternalisasikan
Zakaria (2011) sebagai berikut. dalam diri siswa. Misalnya: kerja sama, keke-
luargaan, hemat, dan sebagainya. Dengan
ta reduksi yang telah digolongkan diverifika- analisis terhadap butir soal yang disusun.
si dengan berbagai fakta lapangan, termasuk Sedikit yang melakukan analisis instrumen
hasil validasi dan hasil tes prestasi belajar penilaian (berdasarkan data empirik) pada
siswa. Setelah data display telah terverifikasi ujian sekolah yaitu 34%, selain itu guru yang
maka diambil kesimpulan. menganalisis instrumen penilaian hasil bel-
ajar yang memenuhi persyaratan substansi,
Hasil dan Pembahasan konstruksi, dan bahasa juga relatif sedikit
yaitu 31%. Tidak adanya proses analisis in-
Hasil strumen menunjukkan pula bahwa tidak ada
Tahap Perencncaanaan proses revisi ataupun pemilahan soal yang
layak, revisi, ataupun ditolak.
Tahap perencanaan adalah kegiatan-
Gambar 1 menunjukkan bahwa untuk
kegiatan yang dilakukan oleh guru sebelum
jenjang SMA/MA diperoleh data bahwa
pelaksanaan penilaian dilakukan. Perencana-
baru sebagian guru yang merevisi instrumen
an merupakan fondasi awal yang sangat
penilaian yang belum baik (53%) dan me-
penting dan mendukung kelancaran proses
milih butir instrumen penilaian pada ujian
penilaian. Penilaian pada Kurikulum 2013
sekolah sesuai dengan hasil analisis instru-
relatif kompleks dan rumit sehingga tanpa
men berdasarkan data empirik (29%). De-
persiapan yang baik, keterlaksanaan proses
mikian pula untuk jenjang SMP/MTs sedi-
penilaian akan terganggu. Guru harus me-
kit sekali guru yang merevisi instrumen pe-
rancang dan mengembangkan instrumen
nilaian yang belum baik (41%) dan sedikit
penilaian berdasarkan pada kompetensi yang
juga guru yang memilih butir instrumen
akan dicapai. Guru dituntut untuk dapat
penilaian pada ujian sekolah sesuai dengan
mengembangkan instrumen penilaian yang
hasil analisis instrumen berdasarkan data
dapat mengukur kemampuan siswa sesuai
empirik (42%). Pola jawaban yang hampir
dengan tujuan pembelajaran.
sama juga pada jenjang SD/MI yaitu baru
Pada proses penelitian diidentifikasi
sebagian guru yang merevisi instrumen pe-
upaya-upaya guru dalam mengupayakan pe-
nilaian yang belum baik (53%) dan memilih
ngembangan instrumen agar dapat meng-
butir instrumen penilaian pada ujian sekolah
ukur pencapaian siswa dengan baik. Aspek
berdasarkan data empirik (29%).
pertama aktivitas guru dalam melakukan
53% 53%
41% 42%
29% 29%
SD SMP SMA
Hal kedua yang dicermati adalah ak- Namun, fakta lapangan menunjukkan bahwa
tivitas guru dalam menyusun pedoman pen- sebagian besar guru tidak membuat kisi-kisi
skoran. Dari hasil angket diketahui bahwa terlebih dahulu. Guru langsung menyusun
guru SMA/Aliyah, SMP/MTs, dan SD/MI instrumen penilaian tanpa diawali dengan
terlihat bahwa banyak guru membuat pedo- penyusunan kisi-kisi. Kondisi tidak ideal lain
man penskoran saat menggunakan tes urai- yang berkaitan dengan penyusunan kisi-kisi
an untuk mengukur kompetensi pengetahu- soal adalah guru menyusunnya setelah soal
an siswa (81%). Tetapi setelah ditanya de- selesai. Kisi-kisi disusun hanya untuk me-
ngan istilah rubrik, hanya sedikit guru yang menuhi tuntutan administrasi atau acuan
membuat rubrik saat mereka membuat soal siswa, bukan sebagai landasan penulisan
uraian. Fenomena tersebut menunjukkan soal. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
bahwa masih banyak guru yang tidak me- guru belum sepenuhnya paham peran, ke-
ngerti dengan istilah rubrik. gunaan, dan manfaat kisi-kisi soal.
Hasil FGD juga menunjukkan bahwa
hampir semua guru menghadapi masalah Tahap Pelaksanaan
dalam membuat rubrik pada saat mereka Tahap pelaksanaan merupakan tahap
membuat soal uraian. Mayoritas responden implementasi penilaian berdasarkan peren-
menyatakan tidak menyusun rubrik penilai- canaan yang telah disusun oleh guru. Hasil
an bersamaan dengan menyusun soal. Guru angket menunjukkan bahwa penilaian sikap
hanya membuat proporsi penskoran tiap yang dilakukan oleh guru-guru di kelas rela-
butir dan rumus penilaian. Data tersebut se- tif masih sedikit, terutama oleh guru-guru
laras dengan data angket yang menunjukkan jenjang SD, seperti yang terlihat pada
bahwa banyak guru yang tidak mengetahui Gambar 2.
bahwa istilah rubrik itu sama dengan pe- Pada jenjang SMA/MA, guru yang
doman penskoran. Guru belum membuat melakukan penilaian kompetensi sikap de-
pedoman penskoran sebagai acuan dalam ngan lembar observasi 48%, yang melakukan
penilaian soal uraiannya. penilaian kompetensi sikap dengan lembar
Dari hasil FGD didapatkan data bah- penilaian diri 42%, yang melakukan penilai-
wa pada tahap perencanaan, banyak guru an kompetensi sikap dengan penilaian antar-
yang mengabaikan fungsi kisi-kisi. Seharus- teman 42%, dan yang melakukan penilaian
nya kisi-kisi merupakan fondasi awal kon- kompetensi sikap dengan membuat jurnal
struksi suatu instrumen penilaian sehingga 41%.
sesuai dengan kompetensi yang akan diukur.
Lembar observasi Lembar penilaian diri penilaian antar teman dengan membuat Jurnal
52%
46% 44% 48%
43% 42% 42% 41%
36% 36%
27%
24%
Pola jawaban yang hampir sama di- Dari hasil temuan yang didapatkan ternyata
peroleh dari guru SMP/MTs yaitu baru se- pada tahap perencanaan masih banyak guru
paruhnya guru SMP/MTs yang melakukan yang belum melaksanakan proses peren-
penilaian kompetensi sikap dengan lembar canaan sesuai dengan kaidah-kaidah yang
observasi 52%, yang melakukan penilaian seharusnya dilakukan. Proses penilaian di-
kompetensi sikap dengan lembar penilaian awali dengan membuat kisi-kisi instrumen.
diri 46%, yang melakukan penilaian kompe- Secara lugas Puspendik (2011) menyampai-
tensi sikap dengan penilaian antarteman kan bahwa kisi-kisi harus dibuat sebelum
44%, dan yang melakukan penilaian kompe- proses penyusunan instumen penilaian. Ki-
tensi sikap dengan membuat jurnal 43%. si-kisi sangat penting bagi pendidik sebelum
Pada jenjang SD/MI guru-guru menyusun suatu penilaian. Kisi-kisi penilai-
umumnya lebih sedikit lagi yang melakukan an adalah deskripsi mengenai ruang lingkup
penilaian kompetensi sikap, yaitu dengan dan isi dari apa yang akan diujikan, serta
lembar observasi 36%, yang melakukan pe- memberikan perincian mengenai teknik dan
nilaian kompetensi sikap dengan Lembar bentuk instrumen yang diperlukan dalam
penilaian diri juga 36%, yang melakukan pe- penilaian tersebut.
nilaian kompetensi sikap dengan penilaian Fakta lapangan menunjukkan bahwa
antarteman 24%, dan yang melakukan peni- dalam masa implementasi Kurikulum 2013,
laian kompetensi sikap dengan membuat masih banyak guru yang mengabaikan peran
jurnal 27%. dan fungsi kisi-kisi. Dengan demikian, maka
dipastikan masih banyak instrumen yang ti-
Tahap Pelaporan dak terkontrol untuk menuju tujuan terten-
Hasil FGD menunjukkan bahwa ba- tu. Soal tanpa mengacu pada kisi-kisi memi-
nyak guru yang menghadapi permasalahan liki potensi besar untuk tidak sesuai dengan
dalam pembuatan laporan. Hambatannya indikator pencapaian kompetensi. Imbas
terutama pada penggunaan rentang nilai 1-4. lain ketiadaan kisi-kisi adalah potensi instru-
Belum ada tabel konversi yang dibuat pada men penilaian tersusun tidak proporsional.
Peraturan Pemerintahnya untuk mengkon- Sangat mungkin dalam satu instrumen peni-
versi rentang nilai 0-100 menjadi rentang ni- laian, guru dituntut untuk mengukur bebe-
lai 1-4 pada penilaian pengetahuan dan ke- rapa kompetensi dasar. Dengan demikian,
terampilan. Tanggapan lain dari perubahan instrumen penilaian harus memuat butir
skala penilaian datang dari orang tua siswa. yang merepresentasikan semua kemampuan
Banyak orang tua yang kesulitan dalam dalam setiap kompetensi dasar.
membaca dan menerjemahkan nilai karena Dengan kisi-kisi soal, pembuat soal
sudah terbiasa dengan skala sebelumnya. secara professional judgement dapat menentu-
Terdapat beberapa masalah yang ter- kan apakah soal-soal yang dibuatnya sudah
jadi terkait dengan penulisan rapor. Saat mengukur apa yang hendak diukur atau apa-
mengisi rapor juga beberapa guru menga- kah soal-soalnya itu secara profesional judge-
lami hambatan mengenai pembuatan des- ment sudah valid. Akan tetapi, banyak juga
kripsi penilaian dan penyatuan nilai tiap ma- guru di lapangan membuat soal terlebih dulu
ta pelajaran. Kedua hambatan tersebut dira- baru mereka membuat kisi-kisinya. Dengan
sa sangat memberatkan guru karena mem- demikian, guru dalam membuat soal tidak
butuhkan waktu yang relatif lama dan rumit. memiliki pedoman seperti apa seharusnya
soal itu dibuat, atau tidak ada indikator soal
Pembahasan yang mengarahkan seperti apa soal itu di-
buat. Artinya, kalau guru membuat soalnya
Tahap Perencanaan dulu, baru kemudian mereka membuat kisi-
Untuk membuat suatu penilaian yang kisi, maka akan sangat sukar membuat soal
berkualitas baik, artinya yang valid dan relia- yang valid.
bel harus dimulai dari tahap perencanaan.
Hal yang baru dalam proses penilaian stansi, konstruksi, dan bahasa tidak terjamin
pada Kurikulum 2013 adalah penilaian sikap. dengan baik. Instrumen yang demikian me-
Berbagai teknik ditawarkan sebagai upaya miliki potensi bias dalam mengukur kompe-
melakukan penilaian kedua unsur tersebut. tensi yang diinginkan.
Adapun berbagai teknik penilaian adalah Pada dasarnya guru tidak perlu me-
observasi, penilaian diri, dan penilaian antar- luangkan waktunya khusus untuk uji coba
teman. Guru setidaknya diarahkan untuk soal. Soal hasil dari ujian formative atau sum-
memilih salah satu teknik dalam melakukan mative di kelas sebenarnya selain nilainya
penilaian. Pengembangan butir amatan me- dapat digunakan untuk mengisi rapor, soal-
rupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah. soal yang sudah dipakai tersebut seharusnya
Seorang guru harus menjabarkan berbagai juga sekaligus dapat dianalisis secara kuanti-
teori sehingga menghasilkan definisi kon- tatif, kemudian diseleksi berdasarkan anali-
septual yang dilanjutkan menjadi definisi sis data kuantitatif, setelah itu soal-soal yang
operasional dan dijabarkan menjadi indika- mempunyai karakteristik baik dapat disim-
tor. Proses pengembangan tersebut mem- pan menjadi Bank Soal. Menurut (Lissitz &
butuhkan keterampilan yang akan menentu- Samuelsen, 2007, p. 484) analisis terhadap
kan kualitas instrumen yang dibuat. butir soal yang digunakan dapat menjadi sa-
Semua instrumen penilaian (afektif, lah satu upaya validasi berbasis analisis data
kognitif ataupun psikomotor) seharusnya empiris. Dengan demikian, maka guru tidak
dijamin valid sehingga dapat berfungsi de- perlu ada waktu khusus untuk uji coba soal.
ngan baik dalam mengukur kompetensi Setiap mata pelajaran dapat menghimpun
yang diinginkan (Allen & Yen, 1979, p. 97). soal dengan kualitas baik (valid dan reliabel)
Menurut kriteria keberhasilan penulisan soal dalam Bank Soal sehingga siap digunakan
yang baik, seharusnya guru melakukan ana- sewaktu-waktu diperlukan.
lisis instrumen secara kualitatif berdasarkan Fakta lain mengenai persiapan guru
pertimbangan substansi, konstruksi, dan ba- dalam menyusun soal uraian adalah keter-
hasa, juga analisis berdasarkan data empirik sediaan rubrik penilaian yang masih jarang
atau berdasarkan hasil uji coba soal, kemu- ditemui. Masih banyak guru yang belum
dian dari hasil analisis instrumen secara mengerti tentang cara membuat pedoman
kualitatif dan kuantitatif, guru harus me- penskoran soal uraian (rubrik) sehingga soal
milih butir-butir soal yang baik sehingga uraian tidak dilengkapi dengan pedoman
instrumen memenuhi kriteria valid dan penskorannya. Menurut kaidah atau kriteria
reliabel (Puspendik, 2011). Pada umumnya penilaian yang baik, pada saat guru mem-
kualitas butir soal ditentukan melalui proses buat soal uraian, sangat penting bagi guru
uji coba lapangan sehingga karakter tiap secara simultan membuat pedoman penskor-
butir dapat dievaluasi (Gierl & Lai, 2013, p. annya atau rubrik (Puspendik, 2011). Ada
37). tiga komponen yang penting dalam membu-
Fakta di lapangan menunjukan bahwa at rubrik yaitu kata kunci, skor pada setiap
masih banyak guru juga tidak melakukan kata kunci, dan skor maksimum. Rubrik
analisis instrumen sebelum proses penilaian. memiliki fungsi krusial yaitu agar proses
Analisis instrumen pada tahap perencanaan penskorannya terlaksana secara objektif dan
memiliki peran yang sangat penting untuk reliabel. Dengan demikian maka soal uraian
mendapatkan instrumen yang valid dan re- tanpa dilengkapi dengan rubrik yang baik
liabel (Puspendik, 2011). Dengan demikian, dapat menimbulkan unsur subjektif dan
kualitas instrumen penilaian guru masih be- tidak reliabel. Tanpa adanya acuan penilaian
lum terkontrol melalui proses analisis se- yang jelas, proses penilaian tidak dapat ter-
hingga alat ukur pencapaian belajar yang kontrol dengan baik sehingga kesetaraan
digunakan belum dipastikan dapat mengin- nilai tiap siswa diragukan.
terpretasikan pencapaian belajar siswa. Ke-
tiadaan analisis instrumen membuat sub-
utama pada penggunaan rentang nilai 1-4. menulis sehingga proses penulisan deskripsi
Guru menghadapi masalah karena belum serasa rumit dan memerlukan waktu yang
ada tabel konversi yang dibuat pada Per- relatif lama.
aturan Pemerintah untuk mengkonversi Penulisan rapor sendiri melibatkan
rentang nilai 0-100 menjadi rentang nilai 1-4 guru mapel dan wali kelas. Kolaborasi ter-
pada penilaian pengetahuan dan keterampil- sebut sering terkendala karena saling tung-
an. Untuk guru mata pelajaran IPA khu- gu. Pola kerja penulisan rapor secara umum
susnya matematika, proses konversi nilai adalah guru mata pelajaran merekap nilai
bukan merupakan masalah yang rumit. dan menyerahkan hasil penilaiannya pada
Namun, untuk guru mata pelajaran IPS, wali kelas. Sistem konvensional demikian
proses konversi nilai merupakan hambatan tidak efektif secara waktu dan tenaga. Ba-
besar. Dengan demikian maka ketersediaan nyak pula guru yang mengeluhkan sistem
tabel pakem untuk konversi atau siswa tersebut karena sangat menguras tenaga.
berbasis IT yang dapat membantu konversi Terdapat satu sekolah yang telah mengo-
nilai dirasa sangat perlu. ordinir sistem penilaian dan penyatuan ra-
Skala nilai tidak hanya memberikan por berbasis Ms. Excel. Namun, hanya se-
dampak pada guru namun juga pada siswa batas form yang diisi. Koneksi antarguru
dan orang tua. Penerapan rentang 0-100 masih dilaksanakan dengan cara konvensio-
yang sudah berjalan sangat lama membuat nal. Di lapangan sistem tersebut sering me-
orang tua terbiasa atau bahkan nilai sudah nemukan masalah. Efisiensi waktu sering ti-
identik dengan skala tersebut. Keterbacaan dak terjangkau karena beberapa guru mapel
nilai dengan rentang baru menjadi permasa- belum siap dengan nilai-nilainya. Dibutuh-
lahan karena orang tua kesulitan dalam me- kan suatu sistem yang dapat memfasilitasi
representasikan arti dari simbol nilai dalam guru dalam menulis rapor. Efisiensi waktu
rapor. Sedikit berbeda dengan universitas dan energi adalah fokus kebutuhan. Guru
yang tidak masalah dengan rentang nilai 1-4 membutuhkan suatu sistem yang dapat
karena identitas nilai dengan rentang terse- menghubungkan antarpenilai dan merang-
but telah berjalan lama dan level mahasiswa kumnya dalam satu bendel rapor dengan
sudah mampu memberikan interpretasi pa- mudah.
da orang tua mengenai capaian belajar. Na-
mun, untuk level siswa masih belum dapat Simpulan
memberikan pemahaman pada orang tua
mengenai arti dan interpretasi dari simbol Berdasarkan hasil analisis data dan
nilai di rapor. Banyak orang tua mengusul- pembahasan dapat diambil kesimpulan seba-
kan pelaporannya untuk kembali ke rentang gai berikut. Pertama, pada tahap perencana-
nilai 0-100. Dengan demikian, maka sekolah an, ditemukan banyak guru-guru di lapang-
memiliki peran sentral dalam memberikan an yang belum mengerti tentang: kisi-kisi
edukasi pada orang tua mengenai sistem soal dan kegunaannya, juga menganalisis in-
penilaian baru sehingga orang tua dapat strumen peniliaian dan membuat pedoman
mengakses dengan baik informasi di rapor. penskoran atau rubrik soal uraian. Kedua,
Rapor merupakan produk akhir dari pada tahap pelaksanaan, ditemukan banyak
suatu penilaian. Rapor memuat kompilasi guru-guru yang kesulitan dalam melaksana-
kemampuan seorang siswa. Format rapor kan penilaian di Kurikulum 2013, terutama
kurikulum 2013 pun memiliki perbedaan kesulitan dalam penilaian sikap, dan peni-
dengan kurikulum sebelumnya. Sepuluh in- laian pembelajran tematik, juga kesulitan da-
forman sepakat bahwa rapor Kurikulum lam menganalisis instrument penilaian dan
2013 rumit. Rapor dipenuhi dengan des- revisi butir soal. Ketiga, pada tahap pela-
kripsi hasil belajar siswa. Pembuatan des- poran, ditemukan di lapangan guru banyak
kripsi tersebutlah yang menjadi masalah. yang mengalami kesulitan dalam pembuatan
Masih banyak guru yang belum terbiasa laporan yang menggunakan rentang nilai 1-4
pada penilaian pengetahuan dan keterampil-
an, nilai dengan skala 1-4 sulit dibaca oleh taxonomy of educatioanl objectives. New
orang tua siswa, dan kesulitan penulisan York: Addison Wesley Longman, Inc.
rapor. Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of educational
Adapun saran sebagai alternatif cara objective cognitive domain. New York:
untuk mengatasi berbagai masalah dalam Longmans, Green and Co.
implementasi Kurikulum 2013 sebagai
berikut ini. Untuk mengatasi masalah dalam BSNP. (2015). Laporan pemantauan standar
tahap perencanaan disarankan kepada Ke- penilaian pendidikan. Jakarta: Sekretariat
pala Sekolah, guru dan Dinas Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan.
untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan Chung, B. M. (1994). The Taxonomy in the
membuat kisi-kisi dahulu baru membuat Republic of Korea. In L. W.
soal-soalnya bukan yang dilakukan sebalik- Anderson & L. A. Sosiak (Eds.),
nya, juga pelatihan analisis instrumen peni- Bloom’s taxonomy: A forty-year
laian dan juga membuat rubrik atau pedo- retrospective, ninety-third yearbook of the
man penskoran untuk soal uraian simultan national society for the study of education.
pada saat mereka membuat soalnya. Chicago: University of Chicago Press.
Untuk mengatasi berbagai masalah
dalam tahap pelaksanaan disarankan kepada Custer, R. L., & et al. (2000). Using authentic
guru, Kepala Sekolah, dan Dinas Pendidik- assessment in vocational education.
an untuk membuat dan menyederhanakan clearinghouse on adults, career, and
pedoman penilaian pada Kurikulum 2013, vocational education. The Ohaio State
melakukan sosialisasi dan pelatihan peni- University.
laian kompetensi sikap, untuk jenjang SD Eraslan, A. (2013). Teacher’s reflection on
perlu diberikan pelatihan teknik penilaian the implementation of the new
yang sesuai pada pembelajaran tematik, dan elementary school mathematics
membimbing guru melakukan kegiatan curriculum in Turkey. HU Journal of
analisis instrumendan revisi butir soal. Education, 28(2), 152–162.
Untuk mengatasi berbagai masalah
dalam tahap pelaporan disarankan kepada Fernandes, H. J. X. (1984). Testing and
Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, Direk- Measurement. Jakarta: National
torat/BSNP untuk mengkaji kembali kebi- Educational Planning, Evaluation and
jakan penggunaan rentang nilai 1-4 dengan Curriculum Development.
usulan melengkapi tabel konversi rentang Foshay, A. W. (1969). Curriculum. In R. I.
nilai 0-100 menjadi 1-4 atau penggunaan Ebel (Ed.), Encyclopedia of educational
kembali konversi rentang nilai 0-100 pada research: A project of the American
penilaian pengetahuan dan keterampilan. Educational Research Association (4th ed.,
pp. 5–119). New York: Macmillan.
Daftar Pustaka Gierl, M. J., & Lai, H. (2013). Instructional
Allen, K. N., & Friedman, B. D. (2010). Topics in Educational Measurement
Affective learning: A taxonomy for (ITEMS) Module: Using Automated
teaching social work values. Journal of Processes to Generate Test Items.
Social Work Values and Ethics, 7(2). Educational Measurement: Issues and
Practice, 32(3), 36–50.
Allen, M. J., & Yen, W. M. (1979). https://doi.org/10.1111/emip.12018
Introduction to measurement theory.
Monterey, CA: Brooks/Cole Lissitz, R. W., & Samuelsen, K. (2007).
Publishing Company. Further Clarification Regarding
Validity and Education. Educational
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. Researcher, 36(8), 482–484.
(2001). A taxonomy for learning, teaching,
andassesing: A revision of bloom’s
Pelaksanaan Penilaian pada Kurikulum 2013 ... − 177
Hari Setiadi
Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan