Anda di halaman 1dari 28

BOOK READING

Gangguan pada kelenjar keringat apokrin


Paper ini dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Kulit di Rumah Sakit Umum Haji Medan

Oleh

Dani Cahyadi

PEMBIMBING

dr. Dian Erisyawanty, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan menucap puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang tekah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Book Reading ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di bagian
kulit dan kelamin Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “ Gangguan pada
kelenjar keringat apokrin ”.

Shalawat dan salam tetap terlafalkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan, beliau adalah figure yang senantiasa menjadi contoh suri tauladan
yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada


dosen pembimbing KKS bagian Kulit dan Kelamin yaitu dr. Dian Erisyawanty,
Sp.KK, penulis menyadari bahwa dalam penulisan Book Reading ini masih banyak
terdapat kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh
Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sehingga bermanfaat dalam penulisan Book Reading selanjutnya. Semoga Book
Reading ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Medan, februari 2019

Penulis

1
CHAPTER 83
Gangguan pada kelenjar keringat apokrin
Marni C. Wiseman

RINGKASAN
Bromhidrosis Apokrin

 Bromhidrosis apokrin mengacu pada bau badan yang menyengat


yang berasal dari sekresi kelenjar apokrin
 Kelainan kronis, sering terjadi di aksila, tetapi dapat juga terjadi
pada genitalia atau telapak kaki
 Asam lemak yang sering menyebabkan terjadi bau adalah ε-3-
methy-2-hexonoic acid.
 Harus dibedakan dengan bromhidrosis ekrin
 Pengakatan dengan pembedahan pada kelenjar yang terlibat
terbukti efektif.

kelenjar apokrin adalah kelenjar adneksa yang terdapat pada aksila, regio
anogenital kelenjar moll’s pada kelopak mata, kelenjar ceruminous pada meatus
auditorius ekternus dan kelenjar mammae. Kelenjar apokrin juga dapat ditemukan
pada dalam jumlah terbatas pada wajah dan abdomen. Kelenjar apokrin tidak aktif
sampai sebelum pubertas. Secara embrologik, kelenjar apokrin terbentuk dari
tonjolan atas folikel rambut pada empat bulan masa gestasional, dan terus terbentuk
selama folikel rambut berkembang. Kelenjar apokrimn terdiri dari tiga komponen
yaitu : ductus intraepithelial , ductus intradermal dan bagian sekretorius. Terdapat
4 gaangguan pada kelenjar apokrin yang dibahas pada chapter ini yaitu : apokrin
bromhidrosis, apokrin chromhidrosis, Fox-Fordyce disease dan Hidraadenitis
suppurativa, mesikpun penyakit ini bukan gangguan primer dari kelenjar apokrin,
namun, kelenjar apokrin pada penyakit ini menjadi terpengaruh secara sekunder.

2
Apokrin Bromhindrosis

Bromhidrosis mengacu pada bau badan, yang merupakan fenomena yang


sering terjadi pada populasi postpubertal. Walapun jarang, bau badan dapat
berlebihan dan menganggu. Apokrin bromhidrosis merupakan bau yang menyengat
yang berasal dari kelenjar apokrin. Sering terjadi pada kelenjar apokrin yang
terdapat pada aksila. Kondisi ini menyebabkan gangguan psikososial bagi individu
yang menderita. Kadang-kadang disebut sebagai bromhidrosis atau osmidrosis.
Beberapa terminologi pada literatur dapat membingungkan, karena menggunakan
osmidrosis sebagai bau yang menyengat dan bromhidrosis sebagai osmidrosis yang
terjadi bersamaan dengan hyperhidrosis.

Epidemiologi

Onset penyakit ini sering terjadi setelah masa pubertas dan banyak dialami
pada ras afrika-amerika. tidak terdapat predileksi secara geografis, meskipun
musim panas atau cuaca yang panas dapat memperberat penyakit. Higenitas yang
buruk juga merupakan faktor yang berkontribusi. Riwayat keluarga juga terdapat
pada beberapa pasien, khususnya yang berasal dari bagian timur amerika.

Etiologi dan patogenesis

Kelenjar apokrin banyak terdapat pada aksila dan genitalia, tetapi juga
terdapat pada payudara, telinga (kelenjar ceruminous) dan area periorbital (kelenjar
Moll’s). sekresi apokrin bertanggung jawab pada produksi bau, khususnya melalui
aktivitas bakteri dan komponennya. Askila banyak mengandung bakteri, mayoritas
bakteri gram positif. Sekresi bau dari kelenjar apokrin secara khusus berhubungan
dengan aktivitas aerobic dari Corynebacterium. dan juga dipengaruhi oleh odorous
steroid, 16-androstenes, 5 α-androstenol, dan 5- α-androstenone yang
berkontribusi pada bromhidrosis. Biotransformasi dari kompleks steroid dan
penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menggambarkan jalur penyakit ini.

Aktivitas bacterial pada sekresi apokrin menghasilkan ammonia dan rantai


pendek asam lemak. rantai pendek lemak yang terindefikasi dengan baik adalah ε-

3
3-methy-2-hexonoic acid. Asam ini dilepaskan ke permukaan kulit dalam bentuk 2
protein yang terikat yaitu apocrine-secretion binding protein (ASOB1 dan ASOB
2). ASOB2 diindetifikasi sebagai apolipoprotein D.

5α-reduktase tipe I diekspresikan pada kelenjar apokrin. individu dengan


bromhidrosis memiliki kadar 5α-reduktase yang meningkat pada kelenjar apokrin.
karena enzim ini mengkatalisis konversi testosterone menjadi dihydrotestosterone,
sehingga kadar dihydrotestosterone lebih tinggi dari testosterone di kulit pada
individu yang menderita.

Efek dari hyperhidrosis (sekresi kelenjar ekrin yang berlebihan) pada


bromhidrosis masih belum jelas. Beberapa mengatakan bahwa sekresi kelenjar
ekrin yang berlebihan memperbaiki keadaan bromhidrosis dengan mengaliri hasil
sekresi dari kelenjar apokrin. yang lain berpendapat bahwa sekresi kelenjar ekrin
memperberat bromhidrosis dengan mendorong penyebaran komponen kelenjar
apokrin secara lokal dan meningkatkan kelembaban yang merupakan tempat
bakteri berkembang.

Temuan Klinis

Riwayat

Pasien biasanya mengeluhkan bau badan yang tidak enak. Aksila


merupakan tempat sering terjadi, meskipun daerah genitalia atau telapak kaki juga
dapat terjadi. diagnosis diteggakkan secara klinis. yang menyebabkan bau badan
dapat beragam bergantung pada individu dan kelompok etnis. Pada populasi Asia,
bau badan yang sedikit sering dipertimbangkan sebagai diagnosa.

Lesi pada Kulit

Pemeriksaan fisik pada individu yang terpengaruh biasanya normal.

Pemeriksaan laboratorium

Tidak terdapat abnormalitas dari pemeriksaan laboratorium

4
Patologi

Meskipun pada beberapa laporan tidak menunjukkan abnormalitas pada


kelenjar apokrin pada individu yang terpengaruh, pembesaran dan penambahan
jumlah kelenjar apokrin pernah dilaporkan.

Diagnosa banding

Bromhidrosis pada kelenjar apokrin harus dapat dibedakan dengan


bromhidrosis yang terjadi pada kelenjar ekrin, yang lebih jarang terjadi. sekresi
kelenjar ekrin, biasanya terdistribusi secara umum, tidak berbau dan sebagai fungsi
termoregulasi. Bromhidrosis ekrin terjadi akibat aktivitas bakteri pada keratin yang
telah dilunakkan oleh hasil sekresi kelenjar ekrin. Lokasi pada telapak kaki adalah
karakteristik dari bromhidrosis ekrin. beberapa makanan seperti (bawah, kari,
alkohol), obat-obatan (bromide), rakun, atau penyebab metabolisme (gangguan
metabolisme asam amino) dapat menyebabkan terjadinya bromhidrosis ekrin
(Kotak 83-1).

5
Pengobatan

Langkah-langkah umum

Membasahi aksila secara rutin, penggunaan deodorant atau antipresipitan


(aluminum chloride) , parfum dan mengganti baju kotor dapat membantu.
Mencukut rambut ketiak juga dapat meminimalisir bau dengan mencegah
perkembangan bakteri dan penumpukan keringat pada celah rambut ketiak.
penggunaan sabun antibakteri atau agen antibakteri topikal juga dapat membantu.

Terapi Non-pembedahan

Penyuntikan botulinum toxin A pernah dilaporkan sukses mengobati


bromhidrosis yang terjadi pada daerah genitalia dan aksila. Penggunaan Q-switched
Nd:YAG laser dilaporkan efektif mengobati bromhidrosis aksilaris.

Pembedahan

Beberapa tindakan operasi telah diinvestigasi untuk mengobati


bromhidrosis apokrin. pemilihan pasien penting dilakukan karena tindakan
pembedahan dapat menyebabkan terbentuknya skar paska operasi, masa
penyembuhan yang lebih lama, infeksi dan complikasi lainnya. Upper thoracic
sympathectomy telah sukses mengobati bromhidrosis apokrin baik yang terisolasi
atapun yang berbungan dengan hyperhidrosis palmar. Tindakan pembedahan dapat
dilakukan dengan hanya mengangkat kelenjar apokrin yang terlibat ataupun
sekaligus dengan kulit aksila. Tindakan pembedahan dengan mengangkat jari
subkutan juga pernah dilakukan dengan menggunakan laser CO2. Meskipun
tindakan eksisi pembedahan menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi, tetapi
juga bergantung dengan dalamnya jaringan yang diangkat dan tehnik
pengakatannya, regenerasi dan pengembalian fungsi apokrin dapat terjadi. tindakan
superficial liposuction dan ultrasound-assited liposuction berhasil menangani
bromhidrosis apokrin. pada 375 pasien, lebih dari 90 pasien dilaporkan mengalami
pengurangan bau. Tekhnik lainnya yang dilaporkan berhasil adlaah ultrasonic
surgical aspiration pada kelenjar apokrin pada aksila dengan melalukan tindakan

6
endoskopi konfirmasi. Tekhnik ini menggunakan ultrasound untuk mencairkan
lemak dan kelenjar keringat.

Prognosis dan perjalaan klinis

Bromhidrosis apokrin sebauha kondisi kronis dan non-remisi. pasien


dengan bromhidrosis sering merasa kurang percaya diri dan malu dengan
kondisinya dan sering terjadi gangguan psikososial.

RINGKASAN

Chromhidrosis Apokrin

 Adalah penyakit langka, kondisi kronis yang memiliki karateristik


mengeluarkan keringat yang berwarna
 Keterlibatan aksila dan fasialis yang paling sering terjadi.
keterlibatan areola juga pernah dilaporkan
 Disebabkan oleh meningkatnya jumlah granula lipofuscin pada sel
luminal sekretori pada kelenjar apokrin
 Hasil sekresi dapat berwarna kuning, biru, hijau, coklat atau
hitam
 Pemeriksaan lampu wood’s dapat menunjukkan fluroresensi dari
sekresi.
 Hanya terdapat sedikit terapi yang adekuat. Adanya laporan
keberhasilan dengan melalukan ekresi dengan cara manual,
pemberian capsaicin dan botulinum toxin.

7
Chromhidrosis apokrin

Chromhidrosis apokrin adalah kondisi langka yang memiliki karakteristik


yaitu sekresi keringat yang berwarna. Terdapat dua jenis chromhidrosis apokrin
yaitu : aksila dan fasialis. Keterlibatan areola mammae juga dapat terjadi.

Yonge, pertama kali menemukan chromhidrosis fasialis pada tahun 1709.


Shelley dan Hurley menjelaskan kedaan ini pada 1954 dan berhubungan dengan
meningkatnya jumlah granula lipofuscin pada kelenjar apokrin.

Epidemiologi

Chromhidrosis apokrin adalah penyakit langka. Prevalensinya di seluruh


dunia masih belum diketahui. Onset dari chromhidrosis apokrin biasanya terjadi
setelah masa pubertas, disaat terjadinya peningkatan aktivitas kelenjar apokrin.
penyakit ini dapat terjadi seumur hidup, dan semakin membaik seiiring
bertambahnya umur. Penyakit ini dilaporkan sering terjadi pada ras Afrika-
Amerika.predileksi secara geografis belum perah dilaporkan. Kebanyakan kasus
yang dilaporkan sering terjadi pada wanita, namun, kurangnya bukti ilmiah yang
membuktikannya.

Etiologi dan patogenesis

Pigmen yang bertanggung jawab dalam menyebabkan chromhidrosis


apokrin adalah lipofuscin yang dihasilkan dari sel sekretorin apokrin dan ekresikan
pada permukaan kulit. Lipofuscin adalah pigmen keemasan yang tidak spefisik
pada kelenjar apokrin. pada chromhidrosis apokrin, granula lipofuscin mengandung
kadar oksidasi yang tinggi, dengan demikian dapat memberikan warna pigmen
yang beragam seperti kuning, hijau, biru atau hitam. Kadar oksidasi yang tinggi
menghasilkan warna yang lebih gelap. Masih tidak diketahui mengapa ini terjadi
pada beberapa individu.

Suatu kasus chromhidrosisn fasialis berhasil diobati dengan capsaicin.


Ujung saraf dengan reseptor susbtansi P ditemukan disekitar kelenjar apokrin,
membuktikan substansi P sebuah vasodilator memiliki peran penting dalam

8
produksi keringat dan terjadinya chromhidrosis apokrin. pengobatan chromhidrosis
fasialis yang berhasil dengan menggunakan capsaicin juga membuktikan peran dari
substansi P.

Temuan Klinis

Riwayat

Individu yang mengalami chromhidrosis apokrin sering merasakan sensasi


hangat, menusuk, ataupun perasaan geli sebelum terjadinya sekresi kelenjar
apokrin. pemicu terjadinya keringat yang berwarna biasanya disebabkan secara
emosional atau stimulus fisik.

Lesi pada kulit

Individual yang mengalami chromhidrosis apokrin yang mengekresikan


keringat yang berwarna yang berasal dari aksila maupun wajah (gambar 83-1).
Keterlibatan areola mammae juga dapat terjadi. pigmen menghasilkan rentang
warna dari kuning, hijau, coklar sampai hitam. jumlah produksi keringat yang
mengandung pigmen biasanyab relatif kecil (sekitar 0,001 mL setiap lubang
folikel). Cairan biasanya tidak berbau dan cepat kering. Hasil sekresi yang
mengering muncul sebagai bintik-bintik gelap pada area yang terlibat. Keterlibatan
aksila menyebabkan keringat menempel pada pakaian. Chromhidrosis fasialis
biasanya terjadi pada kelopak mata bagian bawah, termasuk bagian pipi dan
terkadang pada daerah kening. Keringat yang berwarna juga dapat diekresikan
secara manual dengan cara menekan daerah yang terlibat. Tindakan tersebut juga
dapat digunakan sebagai pengobatan.

Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan sekresi yang berwarna kuning, biru atau hijau dapat dilakukan
dengan menggunakan lampu wood (360nm) yang memantulkan gambaran
berwarna kekuningan. Pantulan warna hitam atau coklat jarang terjadi. sekresi
dapat dilakukan secara manual jika tidak terdapat sewaktu dilakukan pemeriksaan.
Noda yang menempel pada pakaian juga dapat diperiksa dengan menggunakan

9
lampu wood. Sekresi keringat yang berwarna dari kelenjar apokrin dapat
distimulasi dengan menyuntikkan epinephrine atau oksitosin.

◄Gambar, 83-1, keringat


berwarna hitam dihasilkan pada
pasien dengan chromhidrosis
apokrin yang terdapat pada wajah
setelah dilakukan penekanan yang
lembut pada daerah pipi

Pemeriksaan laboratorium

Disarankan untuk melalukan pemeriksaan darah lengkap untuk


menyingkirkan diagnosa bleeding diathesis, pemeriksaan tingkat homogen pada
urin untuk menyingkirkan alkaptonuria, dan pemeriksaan kultur bakteri atau jamur
pada area yang terlibat untuk menyingkirkan diagnosa pseudo-eccrine
chromhidrosis.

Patologi

Dalam keadaan normal, kelenjar apokrin terdapat dilapisan lemak subkutan


atau dermis dalam yang dilapisi oleh satu lapis sel luminal dan satu lapis sel
mioepithel. Sel luminal memiliki sitoplasma eosinofilik, nukleus yang besar dan
mengandung lipofuscin, zat besi, lipid atau periodic acid-shicff-positive dan
diastase-resisten granules. Dibawah mikroskop cahaya menggunakan pewarnaan
hematoxylin-eosin, terdapat peningkatan granula lipofuscin (kuning-kecoklatan)
pada bagian apical dari sel luminal pada kelenjar apokrin. jumlah granula dapat
beragam. Sebagai tambahan, autofluoresensi dapat muncul pada perwarnaan

10
paraffin-embedded non-stained menggunakan gelombang 360-nm. Granula dapat
positif pada pewarnaan periodic acid-schiff stains.

Diagnosa banding

Chromhidrosis apokrin harus dapat dibedakan dengann chromhidrosis ekrin (kotak


83-2). Chromhidrosis ekrin jarang muncul dan terjadi ketika pigmen yang larus
didalam air di eksresikan dari kelenjar ekrin setelah mengkonsumsi sejumlah obat,
seperti quinin. Pseudoeccrine chromhidrosis mengacu pada penghasilan keringat
yang bewarna ketika bahan atau molekul pada lapisan kulit bercampur dengan
keringat. Contoh klasik dari jenis ini adalah pembentukan keringat berwarna biru
pada pekerja tembaga. Penyebab ekstrinsik seperti zat perwarna, cat, jamur dan
bakteri kromogenik (contohnya spesies Corynebacterium) adalah penyebab lain
terjadinya pseudochromhidrosis.

Pengobatan

Terapi yang adekuat untuk mengobati chromhidrosis masih jarang.


Pengeluaran keringat yang berwarna dengan cara manual dapat memperbaiki gejala
untuk sementara waktu dari 48 sampai 72 jam. Botulinum toxin tipe A dilaporkan
berhasil mengobati satu pasien dengan chromhidrosis fasialis. Pasien ini mengalami
penurunan keringat berwarna yang signifikan dan berhasil dalam waktu 4 bulan.

11
Capsaicin adalah krim topikal mengeliminasi dan mencegah penumpukan ulang
pada substansi P pada saraf sensoris yang tidak bermyelin. Laporan kasus
menunjukkan keberhasilan pemberian capsaicin pada chromhidrosis fasialis.

Prognosis dan perjalanan klinis

Chromhidrosis apokrin adalah penyakit kronis yang membaik seiiring


bertambahnya usia karena aktivitas kelenjar apokrin yang menurun. Penyakit ini
menyebabkan gangguan psikososial pada individu yang menderita.

RINGKASAN

Fox-fordyce disease

 Sebuah erupsi yang jarang terjadi dengan karakteristik gatal pada


kulit yang mengalami perubahan warna hingga muncul papul
berwarna merah mudah yang banyak terjadi pada area aksila dan
genitofemoral
 Lebih dari 90% pasien adalah perempuan, dan onset terjadi
setelah melalui masa pubertas
 Terjadi akibat penyumbatan intraluminal pada folikular
infundibula, menyebabkan terjadinya obstruksi pada ductus
apokrin, rupture dan inflamasi
 Temuan patologis yang sering muncul adalah hyperkeratosis dan
penyumbatan pada folikular infundibula
 Klindamisin topikal, pembedahan atau terapi lainnya dapat
memberikan keuntungan dalam pengobatan

12
Fox-fordyce disease

Fox-fordyce disease adalah erupsi yang jarang terjadi dengan karakteristik


papul pada folikel yang gatal yang terlokalisasi pada regio yang terdapat kelenjar
apokrin. George Henry Fox dan John Addison Fordyce pertama kali menemukan
pada tahun 1902 pada dua pasien yang terjadi pada daerah aksila. Pada tahun 1925,
Fisher berhipotesa bahwa penyakit yang ditemukan oleh Fox-Fordyce adalah
penyakit kelenjar apokrin. Shelley dan Levy memperkenalkan istilah apocrine
miliaria sebagai sinonim penyakit ini.

Epidemiologi

Diperkirakan 90% pasien dengan Fox-fordyce disease adalah perempuan.


Onset usia terjadi setelah melewati masi pubertas, dengan kebannyakan pasien pada
usia 13 sampai 35 tahun. insidensi penyakit ini masih belum diketahui. Belum ada
laporan predileksi secara etnis atau ras.

Etiologi dan patogenesis

Penyumbatan folikel

Pemicu terjadinya fox-Fordyce disease masih belum diketahui. Shelley dan


Levy berhipotesa bahwa manifestasi klinis dari penyakit akibat penyumbatan
keratin transluminal pada folikel infundibula , penyebabkan penyumbatan pada
ductus apokrin, terjadi rupture dan inflamasi. Meskipun penyumbatan ductus
apokrin terlihat sebagai penyebab terjadinya penyakit, namun penyumbatan tidak
menimbulkan manifestasi dari penyakit. Sebuah kasus fox-Fordyce disease pernah
dilaporkan berhubungan dengan penyumbatan pada kelenjar apokrin.

Genetik

genetik tampaknya berperan dalam perkembangan penyakit. Penyakit ini


pernah terjadi pada pasien yang menderita sindrom turner dan pasien dengan delesi
pada kromosom 21. Penyakit ini pernah dilaporkan pada laki-laki kembar identik.

13
Hormon

Pengaruh hormone pada penyakit ini masih dalam perdebatan. Onset


penyakit setelah masa pubertas dan berkembang pada masa kehamilan akibat kadar
estrogen menjadi penyebab hormonal. Namun, penelitian hormonal pada satu
pasien dengan fox-Fordyce disease tidak menunjukkan suatu abnormalitas.
Ditambah lagi, perkembangan sebelum masa pubertas juga pernah terjadi.

Temuan klinis

Riwayat

Pasien mengeluhkan terdapatnya papul yang gatal pada masa pubertas dan
terus memburuk. Gatal dapat dipicu oleh faktor emosional atau keringat.

Lesi pada kulit

fox-Fordyce disease memiliki manifestasi klinis dengan papul berbentuk


kubah, yang terdapat pada folikel berwarna kuning kemerahan yang teridistribusi
secara simetris yang jarak antara papul sama dengan karakteristik sangat gatal
(gambar 83-2). Papul ini serupa dengan lichen planus, lichen nitidus, folikulitis atau
syringoma (kotak 83-3). Ekskoriasi dapat terjadi. area yang kaya akan apokrin
biasanya terlibat, yang paling sering pada daerah aksila. Area lainnya seperti area
pubis dan perineum, areola mammae, area presternal, area periumbilical dan bagian
paha atas dalam juga dapat terlibat. Hanya pada daerah rambut yang jarang terjadi.
keringat dari kelenjar apokrin tidak terproduksi pada daerah yang terlibat.

◄Gambar, 83-2, berbagai


perubahan warna pada kulit hingga
muncul papul berwarna merah
mudah pada aksila seorang wanita
dengan fox-Fordyce disease.

14
Patologi

Meskipun gejala klinsi pada pasien fox-Fordyce disease seragam, temuan


patologis dapat bermacam-macam. Temuan patologi yang sering muncul adalah
dilatasi dan hyperkeratosis pada folikel infundibula. Temuan lainnya terdapat
spongiosis dan sel diskeratosis soliter di sepanjang epidermis infundibula,
perubuhan vakuola pada dermal-epidermal junction bersamaan beberapa limfosit,
lamella cornoid pada folikel infundibula dengan keratinosit eosinofilik yang
terdapat dibawah kolumna parakeratotik, xanthomatous infiltrates (foamy
macrophages), dan beberapa limfosit pada daerah sekitar infundibula pada
dermis.melihat bagian histologi secara transversal merupakann cara yang paling
efektid dan efisien untuk melihat gambaran karakteristik pathogen dari fox-Fordyce
disease.

Pengobatan

Terapi non-pembedahan

Mengobati fox-Fordyce disease adalah sulit. Menghindari produksi keringat


yang berlebihan atau panas dapat meminimalisir gejala yang dapat timbul.
Klindamisin dengan propylene glycol menunjukkan keberhasilan pada suatu
laporan kasus dalam mengeliminasi gejala dan menghilangkan papul. Tretinoin
topikal 0,1% juga menunjukkan keberhasilan. Pemberian isotretion sistemik
menunjukkan keberhasilan dalam menyebuhkan semua lesi, tetapi lesi dapat
muncul 3 bulan setelah isotretion dihentikan. Terapi lainnhya yang pernah

15
dilaporkan termasuk contrasepsi oral, testosterone, kortikosteroid topikal dan
sistemik, sinar ultraviolet dan x-ray.

Pembedahan

Eletrokoagulasi, eksisi pembedahan dan liposuction-assited curettage


menjukkan keberhasilan.

Prognosis dan perjalan klinis

fox-Fordyce disease adalah penyakit kronis yang memiliki karateristik


kekambuhan yang intermitten. Tetapi jarang terjadi remisi infeksi atau folikulitis
dapat terjadi secara sekunder akibat trauma atau garukan.

RINGKASAN

Hidraadenitis Suppurativa

 Sebuah gangguan yang sering terjadi dengan prevalensi 4,1% dan


didominasi oleh perempuan
 Sebuah gangguan kronis dan rekuren, biasanya terjadi pada masa
pubertas dan sering terjadi pada area genitofemoral atau aksila
 Peristiwa pathogen primer dipercaya akibat oklusi folikular akibat
dengan disertai inflamasi, keterlibatan sekunder dari kelenjar
adneksa, fibrosis dan jaringan parut.
 Gambaran patologi terdapat hyperkeratosis follicular, folliculitis,
pembentukan abses, pembentukan saluran sinus, fibrosis dan
pembentukan granuloma
 Pembedahan terkadang dapat menyembuhan; antibiotik, retinoid,
pemberian hormone, dan pengobatan imunosupresif lainnya dapat
memberikan keuntungan pada beberapa pasien.

16
Hidraadenitis Suppurativa

Epidemiologi

Hidranadenitis (HS) memiliki prevalensi hingga 4,1% berdasarkan temuan


obyektif, dan prevalensi untuk 1 tahun adalah 1%. Prevalensi ini membantah hasil
investigasi oleh kelompok lainnya yang mengatakan prevalensinya hanya 1/3000.
Penyakit ini lebih serinh terjadi pada perempuan, dengan rasio perempuan:laki-laki
adalah 2:1 sampai 5:1. Alasan mengapa perempuan lebih banyak menderita
penyakit ini masih belum diketahui. HS jarang terjadi sebelum masa pubertas atau
setelah masa menopause. Onset rata-rata terjadi pada usia 23 tahun. meskipun
penyakit ini terjadi pada kulit yang mengandung kelenjar apokrin, lesi pada daerah
genitofemoral lebih sering terjadi pada perempuan , yang dimana daerah aksila
tidak menujukkan gejala yang dominan berdasarkan jenis kelamin.

Etiologi dan patogenesis

Hanya sedikit yang diketahui tentang patogenesis HS. Sayangnya,


terbatasnya penelitian yang yang dilakukan untuk mengetahui etiologi dari penyakit
ini.

Struktur adneksa

Secara klasik, HS menggambatkan gangguan primer dari kelenjar apokrin,


dan dikenal sebagai apocrinitis. Lokasi anatomi dari penyakit ini terdapat pada kulit
yang mengandung kelenjar apokrin. shelley dan Cahn mendukung konsep ini
dengan hipotesa bahwa oklusi pada ductus apokrin menyebabka munculnya gejala
klinis dan lesi pathogen berdasarkan model ekperimennya.

pada publikasi baru-baru ini membantah konsep yang menyatakan bahwa


kejadian primer pada HS adalah inflamasi kelenjar apokrin dan menyatakan bahwa
kelenjar apokrin akibat dari efek sekunder. Tetapi HS sekarang lebih dikenal
sebagai gangguan pada epithel folikular, dengan adanya penyumbatan pada folikel
yang menyebabkan munculnya gejala klinis hyperkeratosis folikular adalah tanda
awal, dilanjutkan dengan terjadinya oklusi, dan terkadang keterlibatan apokrin, dan

17
ruptur folikel yang menyebabkan inflamasi dan kemungkinan terjadinya infeksi
sekunder. Penelitian patologis mendukung konsep dengan menunjukkan adanya
obstruksi folikular, tidak terdapatnya sumbatan pada kelenjar apokrin, adan
inflamasi yang minimal ataupun tidak pada kelenjar apokrin pada specimen HS.

Faktor genetik

Riwayat keluarga yang menderita HS dapat terjadi pada 26% pasien.


Beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan dengan HLA. Penelitian
lainnya mengatakan autosomal dominant mewarisi trasnmisi gen tunggal.

Penyakit yang berhubungan

Kejadian HS dan Crohn disease yang terjadi bersamaan, khususnya yang


terjadi pada daerah perianal, berhubungan dengan perjalanan penyakit yang
semakin memburuk. Perianal Crohn disease mungkin dapat dibedakan secara
klinis dari HS perianal. hubungan dengan penyakit lainnya yang pernah dilaporkan
adalah dengan pyoderma gangrenosum, amyloidosis, Dowling-Degos disease dana
arthropathy.

Hormon dan androgen

Kecenderungan terjadinya HS pada masa pubertas atau post pubertas


memberi kesan adanya pengaruh hormone androgen. Ditambah lagi, kekambuhan
penyakit pernah dilaporkan pada masa postpartum, yang berhubungan dengan
konsumsi kontrasepsi oral, dan pada masa premenstruasi (sekitar 50% pasien).
Terapi anti androgen menunjukkan keberhasilan pada beberapa penelitian. Namun,
tidak ada bukti biokimia tentang hyperandrogenism yang terjadi pada 66
perempuan dengan HS. Selain itu, berbeda dengan kelenjar sebasea, kelenjar
apokrin tidak dipengaruhi oleh androgen, sehingga pengaruh androgen pada HS
masih belum jelas.

18
Obesitas

Obesitas sepertinya bukan menjadi faktor penyebab terjadinya HS namun


sering dianggap sebagai faktor yang memperberat dengan meningkatnya gesekan,
oklusi, hidrasi keratosit dan maserasi. Obesitas dapat juga memperberat penyakit
dengan menghasilkan kadar androgen yang berlebihan. Pengurangan berat badan
disaran untuk pasien yang memiliki berat badan yang berlebih dan dapat membantu
mengendalikan penyakit.

Infeksi bakteri

Peran infeksi bakteri pada HS masih belum jelas. Diketahui bahwa peran
patogenik mirip dengan peran bakteri yang terjadi pada akne. Obat antibacterial
biasa digunakan untuk terapi pada penyakit ini. Keterlibata bakteri dipercaya oleh
beberapa ahli terjadi secara sekunder. Hasil kultur sering menunjukkan hasil yang
negatif, tetapi bakteri banyak dijumpai pada lesi. Staphylococcus aureus dan
golongan stapilokokal lainnya adalah penyebab tersering. Namun, bakteri lainnya,
seperti sterptokokkus, bakteri batang gram negatif, dan anerob juga dapat
menyebabkan infeksi. Tetapi lebih sebagai bakteri yang mengkolonisasi daripada
bakteri penyebab terjadinya penyakit.

Merokok

Penggunaan produk temabakau lebih sering pada individu dengan HS


daripada individu yang sehat. Suatu penelitian mendapatkan 70% dari 43 pasien
dengan HS perianal adalah perokok. Ini membuktikan rokok dapat menyebabkan
terjadinya kemotaksis sel polimorfonuklear. Berhenti merokok dapat meperbaiki
perjalanan klinis dari penyakit ini.

Temuan klinis

HS adalah penyakit kronis yang memiliki perjalanan klinis yang beragam.


Penegakkan diagnosa HS berdasarkan gejala klinis, dan biopsi jarang dilakukan
(kotak 83-4). Kriteria diagnosa klinis sangat luas dan termasuk penyakit berulang,
meninggalkan jaringan parut dan lokal yang multiple.

19
HS terjadi pada kulit yang mengandung kelenjar apokrin dengan predilkesi
pada daerah intertriginosa. Tempat yang terjadi adalah : aksila, inguinal, perineal
dan perianal, mammae dan inframmae, bokong, pubis, dada, kulit kepala,
retroarikular, dan kelopak mata.

Terdapat tiga tahapan yang terjadi panyakit ini, tahapan pertama,


terbentuknya abses pada lokasi yang terisolasi. Tahapan kedua, tebentuknya saluran
sinus dengan jaringan yang menyembatani setiap lesi. Pada tahapan ketiga,
terdapatnya lesi yang bergabung dengan jaringn parut dan saluran sinus, inflamasi
dan keluarnya cairan.

awitan penyakit ini berbahaya dan menjukkan tingkat keparahan yang


beragam. Sebaliknya, pada individu yang sehat pada masa pubertas biasanya
mengalami sedikit ketidaknyamanan atau adanya rasa gatal. Setalah itu, muncul
papul yang lunak atau nodul yang dalam (0,5 sampai 2 cm) (gambar 83-3). Pustule
mungkin dapat terlihat (gambar 83-4). Nodul akan sembuh secara perlahan atau
dapat meluas menjadi abses besar yang nyeri. Abses berbentuk bulat tanpa adanya
nekrosis dibagian sentral dan dapat sembuh ataupun ruptur secara spontan, yang
mengeluarkan carian berisi nanah (gambar 83-5). Penyembuhan akhirnya
menimbulkan jaringan parut dengan fibrosis (gambar 83-6), kontraktur kulit, dan

20
peningginan kulit seperti tali (gambar 83-7) dan munculnya komedo (gambar 83-
8). Saluran sinus juga dapat terbentuk (gambar 83-9). Sinus juga pernah terdapat
pada jaringan yang lebih dalam, seperti otot dan fascia, urethra dan usus. Proses ini
berulang pada area yang berdekatan atau pada tempat berbeda yang terdapat
kelenjar apokrin.

▲Gambar, 83-3, bisul besar ▲Gambar, 83-4, pustule dan


yang lunak terdapat di daerah papul inflamasi yang terlokalisasi
genitalia perempuan dengan pada bokong dari seorang laki-laki
hidradenitis supprativa yang menderita hidradenitis
suppurativa

▲Gambar, 83-6, banyak jaringan


▲Gambar, 83-5, abses yang parru yang berhubungan dengan
rupture yang mengeluarkan nanah depigmentasi dan nodul inflamasi,
yang terdapat di bokong pada terjadi pada daerah genitalia
penderita hidradenitis suppurativa perempuan yang menderita
hidradenitis suppurativa

21
▲Gambar, 83-7, komedo yang ▲Gambar, 83-8, komedo yang
terdapat pada aksila terdapat pada aksila pada individu
dengan hidradenitis suppurativa

◄Gambar, 83-9, terbentuk


saluran sinus pada vulva pada
wanita yang menderita
hidradenitis suppurativa

Pemeriksaan laboratorium

pasien HS dengan lesi akut menunjukkan peningkatan laju endap eritrosit


atau C-reactive protein. Jika dicurigai terjadinya infeksi, kultur pada jaringan yang
lebih dalam (bukan pada permukaan kulit) dari lesi harus dilakukan dan diperiksa
untuk mengetahui apakah terdapat bakteri,tuberculosis dan jamur.

22
Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan ultrasonografi pada folikel dan dermis dapat menunjukkan


formasi abses dan abnormalitas pada bagian dalam dari folikel, tetapi jarang
dilakukan. Akhir-akhir ini, gambaran MRI pada kulit dan jaringan subkutan juga
telah dijelaskan. Gambaran seperti penebalan pada kulit, indurasi pada jaringan
subkuran dan abses subkutan multiple.

Patologi

Lesi awal dari HS menujukkan gambaran hyperkeratosis folikular.


Gambaran kulit lainnya seperti folikulitis atau abses, pembentukan saluran sinus,
fibrosis dan pembentukan granuloma. Terdapat bukti tentang hubungan yang
berlainan antara fibrosis dan inflamasi, yang mendukung konsep tentang fibrosis
berhubungan dengan area kronis. Pada pemeriksaan histologi hanya dijumpai
sepetiga kasus dengan gambaran inflmasi pada kelenjar apokrin. yang menarik,
keterlibatan kelenjar ekrin (25%) lebih sering terjadi daripada kelenjar apokrin
(12%). Oklusi pada pori-pori atau pembentukan kista juga dapat terjadi. pada
jaringan subkutan dapat menunjukkan gambaran fibrosis, nekrosis lemak atau
inflamasi.

Komplikasi

Kualitas hidup

Pasien dengan HS akan mengalami tingkat morbiditas yang signifikan yang


dimana kualitas hidup diukur menggunakan Dermatology Life Quality Index. Nilai
tertinggi terjadi pada penyakit yang berhubungan dengan nyeri. Menghitung
kualitas hidup pada penyakit selain penyakit kulit dapat menggunakan cara ini.
Tidak masuk kerja merupakan konsekuensi dari sosialekonomi. Perempuan
cenderung tidak masuk kerja (rata-rata, 2,9 hari) daripada pria (rata-rata 1,7 hari).

23
Komplikasi sistemik

Infeksi lokal dapat terjadi dan dapat menyebabkan septicemia. Sebuah kasus
abses epidural di lumbosacral pernah dilaporkan. Anemia atau leukositosis dapat
terjadi, tetapi tidak signifikan secara klinis.

Komplikasi Lokal

Jaringan parut dapat membatasi morbiditas. Striktur pada anal, uretral atau
rektal dapat terjadi akibat inflamasi kronis pada genitofemoral. Fistula ppada
urethra juga pernah dilaporkan terjadi. selain itu, kecacatan pada penis, skrotum,
atau limfaedema pada vulva dapat terjadi, dan terjadi gangguan fungsional secara
signifikan. Lymphedema terjadi akibat fibrosis yang menyebabkan terjadinya
sumbatan saluran limfatik. Tindakan rekonstruksi pembedahan harus dilakukan.
Squamous cell carcinoma (SCC) jarang terjadi pada daerah yang mengalami
inflamasi kronis dan daerah jaringan parut pada individu yang lama menderita
penyakit ini. SCC dilaporkan terjadi pada 3,2% pasien dengan HS perianal yang
diderita selama 20 sampai 30 tahun. SCC lebih sering terjadi pada laki-laki pada
daerah anogenital. Karsinoma ini dapat menjadi aggresif secara lokal dan
berhubungan dengan insidensi penyakit metastasis dan mortalitas. Satu kasus dari
paraneoplastic neuropathy behubungan dengan SCC yang merupakan komplikasi
berat dari HS perianal. klinisi harus menetapkan ambang batas yang rendah untuk
membiopsi semua lesi yang tidak sembuh pada derah HS kronis. Sebuah penelitian
case control dari swedia mengatakan baawa insidensi keseluruhan dari malignansi,
termasuk kanker kulit non-melanoma meningkat pada pasien HS.

Pengobatan

Tujuan dalam penanganan pasien adalah mencegah terbentuknya lesi primer


dan juga resolusi, perbaikan, ataupun regresi dari penyakit sekunder yang menyertai
seperti pembentukan jaringan parut, pembentukan saluran sinus.

24
Pengobatan medis

Terapi pada tahap awal HS ialah pemberian antibiotic topikal dan sistemik.
beberapa ahli menganjurkan pemberian terapi antibakteri jangka panjang,
meskipun kurangnya bukti yang mendukung. Klindamisin topikal telah
menunjukan hasil yang baik sebagai placebo pada percobaa klinis acak. Sebuah
penelitian acak terkontrol yang membandingkan klindamisin topikal dengan
tetrasiklin sistemik, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti secara statistik.

Kortikosteroid intralesi mungkin bermanfaat untuk pasien yang memiliki


lesi yang lunak. Sebenarnya, pengobatan seperti ini tidak cocok untuk individu
dengan penyakit yang meluas dan tidak cocok pada area yang mengalami inflamasi
yang kronis.

Isotretinoin dipakai sebagai terapi pada pasien dengan HS yang memiliki


kesemaan yaitu terjadinya oklusi folikular dalam perkembangan penyakitnya.
Sayangnya, isotretionoin hanya memberikan efek pengobatan yang sederhana. Pada
sebuah penelitian dari 68 pasien, 23,5% dibersihkan saat terapi, hanya 16,2% yang
mempertahankan peningkatan selama 6 bulan. Sebuah laporan kasus dengan
individu yang menderita HS di vulva yang berat, setelah mendapatkan terapi
prednisolone dan terapi isotretinoin jangka panjang (lebih dari 1 tahun), baru
terbebas dari penyakit setelah 10 bulan paska pengentian pengobatan. Retinoid
sistemik lainnya seperti asitretin dan etratinat, menunjukkan efek yang terbatas
pada penyakit ini.

Analogi antara akne dan HS juga membuat terapi hormonal pad HS terlihat
menarik. Terapi hormonal dilaporkan memberikan keberhasilan pada beberapa
kasus yang pernah dilaporkna. Pada sebuah study, anti-androgen, cyproterone
acetate (50 mg), yang dicampur dengan ethinyl estradiol (50 µg), menghasilkan
pemberisihan komplit dan parsial pada 18 bulan paska terapi pada 50% pasien.
Sebuah 5α-reduktase inhibitor, finasteride (1 mg), juga memiliki efek yang lemah
pada penanganan penyakit.

25
Infliximab, sebuah chimeric monoclonal anti-tumor necrosis factor
antibody, menunjukkan keberhasilan dalam beberapa kasus. Keberhasilan
dilaporkan terjadi pada 2 pasien dengan Crohn disease dan HS. Infliximab juga baik
dalam mencapai remisi dan mencegah kekambuhan penyakit pada individu HS dan
colitis ulseratif. Sebuah laporan kasus juga menunjukkan keberhasilan pengobatan
dengan terapi sistemik lainnya, seperti kortikosteroid sistemik, azathioprine,
cyclosporine, dapsone, dan methotrexate.

Terapi lokal juga digunakan akhir-akhir ini. Seorang pasien dengan HS


perianal yang aggressive menujukkan respon yang baik setelah dilakuakn eksisi
pembedahan yang luas bersamaan dengan diberikan injeksi pada pinggir lesi
dengan colony-stimulating factor. Sebuah laporan kasus menunjukkan keberhasilan
pada pengobatan nodul persisten yang sangat nyeri dengan menggunakan
cryotherapy. Waktu penyembuhan pada pasien berkisar (18 sampai 42 hari).
Akhirnya, sebuah kasus yang diberikan injeksi botulinum toxin A berhasil
mengobati HS. Pada kasus ini, injeksi dilakukan pada aksila yang menghasilkan
remisi selama 10 bulan.

Terapi fotodinamik juga pernah dilakukan untuk mengobati HS pada sebuah


kasus kecil . pada kasus yang pertama, 4 pasien mengalami perkembangan yang
berkelanjutkan dari 75% sampai 100% selama 3 bulan setelah pengobatan
menggunakan aminolevulinic acid-PDT dan blue light. Pada kasus yang kedua, 3
pasien diberikan aminolevulinic acid-PDT dengan pemberian laser (633 nm) atau
broad band red light source (570 sampain 670 nm) tidak mengalami perubahan
klinis yang berarti.

Pembedahan

Pengangkatan melalui pembedahan pada semua jaringan yang terlibat,


melebih batasan klinis adalah sebuah modalitas pengobatan yang efektif. rekurensi
paska operasi dapat terjadi. beberapa ahli menganjurkan untuk menggunakan laser
CO2 untuk melakukan ablasi pembedahan dari jaringan tersebut. Secara
keseluruhan, penyembuhan dengan tujuan sekunder memberikan hasil yang baik.

26
primary closure, grafting atau flaps adalah tekhnik yang sering dipakai , tetapi
berhubungan dengan hasil yang buruk. Pada suatu seri kasus dari 106 pasien,
terdapat 70% rekurensi akibat efek dari operasi dengan primary closure dan tidak
dijumpai rekurensi pada kelompok yang melakukan pembedahan dengan split-
thickness graft dan flaps.

Radioterapi

Beberapa ahli melaporkan keberhasilan radioterapi dalam mengobati HS.


Mengingat banyaknya pasien usia muda yang menderita HS, efek samping jangka
panjag harus dipertimbangkan.

27

Anda mungkin juga menyukai