Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMENTAL


“KROMATOGRAFI GAS (GC-FID) ”

TANGGAL : 24 APRIL 2019

Oleh :

KELOMPOK 2 dan 4 (1A/D4)

AMILDHA AMALIA FURQON ISLAMY (04)

ASTRIA NUR AFIFAH (05)

CHANDRA MAULANA (06)

JAMILATUS SA’DIYAH (13)

MASITA RACHMAWATI (14)

M. ICHSAN ARDIANSYAH (15)

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang :

Analisis adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk


memeriksa,mengidentifikasi, menentukan suatu zat dalam suatu cuplikan.
Dalam menganalisa terdapat 3 aspek komprehensif yaitu pengumpulan data, proses
pengolahan data (interpretasi), dan pengambilan keputusan atau kesimpulan.Dalam
melakukan analisis, terbagi menjadi 2 metode, yaitu metode klasik dan metode
instrumental. Dan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah metode instrumental.

Analsis Instrumen adalah ilmu yang mempelajari tentang komponen-komponen


instrumen dan identifikasi suatu sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(Jamaluddin, 2012). Dalam hal ini instrument yang akan dibahas adalah kromatografi
gas yang mana merupakan salah satu teknik kromatoografi yang bisa digunakan
untuk memisahkan senyawa organik. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah
menguap dan stabilpada temperatur pengujian. senyawa yang sukar menguap atau
tidak stabil juga dapat diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu
juga dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi, ko-kromatografi atau
spiking, danspektrometri. (Wiji, dkk. 2016)

1.2 Tujuan Percobaan :

- Dapat memisahkan metanol, etanol dan butanol dalam cuplikan (alkohol) dengan
menggunakan kromatografi gas dengan detektor FID
BAB II

Tujuan Pustaka
Dasar pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan antara
dua fase. Salah satu fase adalah fase diam yang dipermukaannya relatif luas dan fase
gas yang menelusi fase diam. Komponen yang dipisahkan dibawa oleh gas pembawa
melalui kolom. Campuran cuplikan terbagi diantara gas pembawa dan pelarut (fase
diam) yang terdapat pada zat padat dengan ukuran partikel tertentu. Pelarut akan
menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya, sehingga
terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen
meninggalkan kolom bersama dengan gas pembawa yang dicatat sebagai fungsi
waktu oleh detektor. Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-
komponen dalam suatucampuran berdasarkan perbedaan distribusi komponen-
komponen ke dalam dua fasa, yaituf a s a g e r a k b e r u p a g a s d a n f a s a diam
berupa cairan atau padatan. Selain pemisahan,kromatografi gas juga dapat melakukan
pengukuran kadar komponen dalam suatu sampel. Kromatografi gas merupakan salah
satu teknik kromatoografi yang bisa digunakan untuk memisahkan senyawa
organik. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada
temperatur pengujian. senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil juga dapat
diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu.Komponen-
komponen utama dalam instrumentasi kromatografi gas terdiri dari gas
pembawa, injektor, kolom dan detektor serta rekorder. Kromatografi gas dapat
digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis dilakukan
dengan cara membandingkan waktu retensi, ko-kromatografi atau spiking,
danspektrometri. (Wiji, dkk. 2016) Kromatografi gas adalah proses pemisahan
campuran menjadi komponen-komponenyadengann menggunakan gas sebagai
fasa gerak yang melalui suatu lapisan serapan (sorben)yang diam.Fasa gerak dan
fasa diam kromatografi gas diantaranya :

1.Fasa gerak adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan
tercapaidengan partisi sampel antara fasa gas bergerak.

2.Fasa diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap)
yangterikat pada zat padat penunjangnya.

Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan


kromatografi lainnya, tapimemiliki beberapa perbedaan misalnya proses
pemisahan campuran dilakukan antarastationary fasa cair dan gas fasa gerak dan pada
oven teemperatur gas dapat dikontrolsedangkan pada kromatografi kolom hanya pada
tahap fasa cair dan temperatur tidakdimiliki. Secara rinci prinsip kromatografi gas
adalah udara dilewatkan melalui nyala hidrogen(hydrogen flame).
Selanjutnya uap organik tersebut akan terionisasi dan
menginduksiterjadinya aliran listrik pada detektor, kualitas aliran sebanding dengan
ion.
BAB III

Metode Percobaan

3.1 Alat dan Bahan :

a. Alat
1. GC-FID
2. Pipet mikroliter
3. Suntik mikroliter

b. Bahan
1. Toluene
2. PMA
3. BA

3.2 Skema Kerja :

1. Buat larutan canpuran toluena, PMA, dan BA


2. Untuk perbandingan volumenya adalah
PMA = 100-500 μ
Toluena = 300 μ
BA = 300 μ
3. Lakukan penimbangan tiap pencampuran bahan
4. Buat 5 sampel dengan perbandingan volume yang berbeda-beda
a. TOL:PMA:BA
300:100:300
b. TOL:PMA:BA
300:200:300
c. TOL:PMA:BA
300:300:300
d. TOL:PMA:BA
300:400:300
e. TOL:PMA:BA
300:500:00
5. Setting GC-FID dengan suhu oven sebesar 85oC
6. Setting GC-FID dengan suhu injector 155 oC pada panel B
7. Setting GC-FID dengan suhu detector 199 oC pada panel B
8. Tekan READY, tunggu hingga muncul lapu hjau pada layar LED
9. Suntikan sampel sebanyak 0.04 μ secara begantian
10. Amati grafik yang terbaca
BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Pengamatan :

Tabel 1. Volume dan massa bahan

NO TOLUENA PMA BA Total (gr)


1 300 μL 100μL 300 μL
0.2635 0.2548 0.0973 0.6156
2 300μL 200μL 300μL
0.26303 0.1972 0.25527 0.7155
3 300μL 300μL 300μL
0.2666 0.2913 0.2551 0.813
4 300μL 400μL 300μL
0.2673 0.4025 0.2723 0.9421
5 300μL 500μL 300μL
0.4399 0.4827 0.4384 1.361

Gambar 1. Grafik larutan campuran dengan PM 100 μL


Gambar 2. Grafik larutan campuran dengan PM 200 μL

Gambar 3. Grafik larutan campuran dengan PM 300 μL


Gambar 4. Grafik larutan campuran dengan PM 400 μL

Gambar 5. Grafik larutan campuran dengan PM 500 μL


4.2 Pembahasan :

Pembahasan Oleh : ASTRIA NUR AFIFAH (05)

1. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui jumlah puncak dalam


kromatogram yang menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam
suatu campuran. Campuran Toluen, PMA dan BA dianalisis terlebih dahulu sampai
keluar 3 puncak kromatogram. Analisis kualitatif dilakukan melalui dua metode,
yakni metode isotermik dan metode suhu terprogram. Pada metode isotermik, suhu
oven dengan suhu injector adalah sama. Puncak yang dihasilkan kurang ramping,
karena suhu yang digunakan tidak spesifik. Sedangkan pada metode suhu
terprogram, suhu suhu oven dengan suhu injector diatur berbeda, yaitu 85°C dan
155°C. Puncak yang dihasilkan dari metode ini lebih baik daripada metode isotermik.
Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan lebih spesifik, Sehingga penguapan lebih
optimum. Maka dari itu, metode suhu terprogram dipilih untuk analisis kuantitatif
dengan kondisi proses yang sama persis. Analisa kualitatif dengan waktu retensi
pada percobaan kali ini tidak bisa dijadikan analisa kualitatif yang baik, karena
pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu komponen di dalam satu sampel
saja, sangat sulit untuk mendapatkan waktu retensi yang sama persis pada
pengulangan berikutnya. Hal inilah yang menjadikan waktu retensi tidak bisa
dijadikan sebagai dasar yang baik dari analisa kualitatif pada kromatografi gas.

2. Analisis kuantitatif

Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk keperluan analisis


kuantitatif, yang didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan tinggi puncak
pada kromatogram. Secara manual, luas area peak dihitung dengan menggambarkan
segitiga pada puncak kromatogram kemudian luas segitiga dihitung. Dalam percobaan
ini, larutan toluene dan BA pada analisis kuantitatif dicampur dengan 100 mikroliter
PMA. Sampel yang lainnya pun diberi perlakuan yang sama tetapi menggunakan
variabel jumlah penambahan larutan PMA dalam campuran. Tentunya dengan
membandingkan waktu retensinya dengan etanol dan propanol murni. Output pada
kromatogram terdapat 3 puncak, yaitu puncak Toluen, PMA, dan BA. Analisis
kuantitatif dengan metode luas area ini masih sangat kasar, sehingga
diperlukan koreksi terhadap hubungan antara luas/tinggi area puncak dengan jumlah
analit yang menghasilkan puncak tersebut, yang biasanya dinyatakan sebagai
faktor respon detektor.

Terjadi banyak penyimpangan pada praktikum kali ini. Salah satu contohnya ketika
menginjeksikan larutan yang terdapat senyawa PMA sebanyak 300 mikroliter. Hal ini
menunjukkan terdapat impurities yang terdeteksi oleh integrator, karena peak
tersebut berhimpitan dan menumpuk sehingga dianggap salah karena kurang tepat.
Penyimpangan ini terjadi karena ada kesalahan pada saat pembuatan larutan
standar yang kurang kuantitatif atau pada saat mendorong sampel ke dalam
kolom (pemasukan cuplikan) yang tidak sempurna.Pengolahan data kurang teliti
dan kurang tepat.
Pembahasan Oleh : CHANDRA MAULANA (06)

Pada praktikum kali ini komponen atau sampel yang digunakan adalah
campuran, Pma,Ba. Dan toluene Adapun suhu oven 75C,85c,95c,, suhu injector B
150C, dan suhu detektor B 150C. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah
menjadi gas dan keluar meninggalkan kolom. Sebelum dilakukan pengukuran,
instrumen GC harus dibiarkan selama ± 1 jam agar aliran gas pembawa tetap sehingga
kolom tidak akan cepat rusak. Selain berfungsi dalam pemisahan, kromatografi gas
juga dapat digunakan dalam analisa, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif.

Pertama-tama menyalakan operator atau pc lalu mengatur suhu oven, suhu


injector, dan suhu detector pada injector. Kemudian menyuntik sampel atau
mengambil sampel yang ada dibotol kecil. Sebelum mengambil dibilas terlebih dahulu.
Setelah sampel terambil, sampel diinjeksikan ke injector bersamaan dengan menekan
run pada pc. Komponen-komponen sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor
dan hasilnya direkam oleh recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi
nyala.

Kemudian mengatur integrasi, mengedit analisis dan mengatur kromatogram.


Kemudian mengatur grafik luaran dengan klik tombol kemudian atur mengatur
informasiyang akan keluar pada grafik pada menu display option, lalu mengatur lebar
grafik pada menu, kemudian klik save setiap melakukan perubahan,kemudian
mengatur output lalu klik tombol reproses lalu menyimpan hasil integrasi.

Pada percobaan kali ini terdapat 3 puncak. Komponen yang memiliki titik
didih lebih rendah akan lebih mudah menguap menjadi gas dan pergerakannya lebih
cepat di dalam kolom dibandingkan dengan komponen lain dengan titik didih yang
lebih tinggi untuk mencapai detektor.
Pembahasan Oleh : AMILDHA AMALIA F.I (04)

Pada praktikum kromatigrafi gas atau GC FID ini dilakukan pemisahan


komponen dalam bentuk larutan campuran dari beberapa bahan. Komponen-
komponen sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor dan hasilnya direkam oleh
recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala (Flame Ionization
detector). Detektor ini bekerja berdasarkan pembakaran solut sehingga terjadi
ionisasi.Pada GC ini terjadi pembakaran H2O dengan O2 Pada praktikum ini
dilakukan pemisahan dari suatu sampel yang merupakan campuran dari 3 larutan.
Dari sampel tersebut dilakukan pemisahan saat temperature oven 85°C. Digunakan
temperatur yang tinggi agar cairan yang diinjeksikan berubah menjadi uap. Selain
menyetting suhu oven, suhu pada injector plat B juga diukur dengan suhu 155 °C
begitu juga dengan suhu detetor plat B sebesar 199 °C.

Larutan campuran dibuat dari berbagai macam komponen yaitu toluena, PMA,
dan BA. Dalam pengujian kali ini digunakan 5 sample dengan perbanidngan volume
yang berbeda-beda.

Pada tahap pertama digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA


100 µm ; dan BA 300 µm dengan massa total sebesar 0,6156 gram. Campuran
tersebut kemudian diinjeksikan ke kolom GC dengan set waktu 15 menit. Dari hasil
grafik yang diperoleh RT area PMA pada konsentrasi 100 µm sebesar 12.85, pada
grafik juga terdapat peak-peak kecil yang menandakan adanya pengotor.

Pada tahap kedua digunakan campuran dengan komposisi: Toluene 300 µm ;


PMA 200 µm ; dan BA 300 µm dengan massa total sebesar 0,7155 gram. Dari hasil
grafik yang diperoleh RT area PMA pada konsentrasi 200 µm sebesar 12,61.

Pada tahap ketiga digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA


300 µm ; dan BA 300 µm dengan massa total sebesar 0,8130 gram. Namun pada
tahap ini larutan yang terdapat senyawa PMA sebanyak 300 mikroliter, menunjukkan
terdapat impurities yang terdeteksi oleh integrator, karena peak tersebut
berhimpitan dan menumpuk sehingga dianggap salah karena kurang tepat

Pada tahap keempat digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA


400 µm ; dan BA 300 µm dengan massa total sebesar 0,9421 gram. Dari hasil grafik
yang diperoleh RT area PMA pada konsentrasi 400 µm sebesar 12,21. Kromatogram
menunjukkan hasil yang baik dengan ketiga peak yang saling pisah dan tidak adanya
zat pengotor.

Pada tahap kelima digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA


500 µm ; dan BA 300 µm dengan massa total sebesar 1,361 gram. Dari hasil grafik
yang diperoleh RT area PMA pada konsentrasi 500 µm sebesar 12,05. Kromatogram
menunjukkan hasil yang baik dengan ketiga peak yang saling pisah dan tidak adanya
zat pengotor.
Pada persen area toluena dan BA memiliki nilai yang hampir serupa, meningat
bahwa konsentrasi dari kedua senyawa tersebut dalam larutan campuran sama yaitu
sebesar 300 µm
Pembahasan Oleh : JAMILATUS SA’DIYAH (13)

Praktikum kromatigrafi gas atau GC FID ini dilakukan untuk memisahkan


komponen dalam sampel berupa campuran dari beberapa bahan. Komponen-
komponen sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor dan hasilnya direkam oleh
recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala (Flame Ionization
detector). Detektor ini bekerja berdasarkan pembakaran solut sehingga terjadi
ionisasi.Pada GC ini terjadi pembakaran H2O dengan O2 Pada praktikum ini
dilakukan pemisahan dari suatu sampel yang merupakan campuran dari 3 larutan.
Dari sampel tersebut dilakukan pemisahan saat temperature oven 85°C. Digunakan
temperatur yang tinggi agar cairan yang diinjeksikan berubah menjadi uap.

Suhu injektor pada kromatografi adalah 155 ̊C. Sedangkan untuk suhu detector
adalah 199 oC. Jumlah senyawa atau campuran yang diinjeksikkan senilai 0,04 µL.
Pada percobaan ini menggunakan campuran sampel yang terdiri dari 3 kompenen
yaitu toluena, PMA, dan BA. Dan pada praktikum kali ini mengubah variabel volume
dari salah satu kompenen campuran sampel yaitu PMA yang pertama campuran
sampel terdiri dari toluena 300 mm, PMA 100 mm, dan BA 300 mm dengan jumlah
massa sampel 0,6156 gr. Sampel kedua yang terdiri dari kompenen toluena 300 mm,
BA 300 mm, dan PMA 200 mm dengan jumlah massa sampel 0,7155 gr. Sampel yang
ketiga yaitu kompenen toluena 300 mm, BA 300 mm, dan PMA 300 mm dengan
jumlah massa sampel 0,8130 gr. Sampel yang ke empat terdiri dari kompenen toluena
300 mm, BA 300 mm, dan PMA 400 mm dengan jumlah massa sampel 0,9421 gr.
Dan sampel yang terakhir yaitu kompenen toluena 300 mm, BA 300 mm, dan PMA
500 mm dengan jumlah massa sampel 1,3610 gr.Pada percobaan pertama sampai
terakhir dilakukan operasi alat dengan suhu oven, detektor, dan injektor sama yaitu
suhu oven 85oC, suhu detektor 199 oC dan suhu injektor 155 ̊C.

Pada kromatogram yang didapatkan rata-rata bagus karena peak sudah


memisah dengan sempurna dan kita juga dapat mengetahui retention time dan luas
area peak yang menunjukan banyak kompenen yang terdapat dalam sampel. Tetapi
terdapat juga peak yang tidak memisah peak masih betumpukan itu dikeranakan saat
menginjeksikan tidak langsung mencabut jarumnnya pada kromatografi.
Pembahasan Oleh : M. ICHSAN ARDIANSYAH (15)

Gas Chromatography Periode II akan menganalisis secara kuantitatif kadar


senyawa toluene, Butil Asetat (BA), dan PMA dalam suatu campuran. Dalam
praktikum ini, suhu injeksi, praktikan set sebesar 155°C, suhu detect sebesar 199°C,
dan suhu oven sebesar 85°C. Hal tersebut dilakukan mengingat kondisi tersebut
merupakan kondisi dimana kromatogram memberikan hasil yang baik (pada
percobaan GC periode I).

Campuran tersebut praktikan ijeksi ke kolom GC dengan variable volume


yang berbeda-beda. Pada sesi pertama digunakan campuran komposisi: Toluene 300
µm ; PMA 100 µm ; dan BA 300 µm. Campuran tersebut kemudian diinjeksikan ke
kolom GC dengan set waktu 15 menit. Seperti paparan gambar, peak yang terjadi
masih rapat dan terlihat menempel, juga terdapat peak-peak kecil yang menandakan
adanya pengotor.

Pada sesi kedua digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA 200
µm ; dan BA 300 µm. Kromatogram menunjukkan antara peak pertama dan kedua
rapat dan menempel, sedangkan peak ketiga sudah memisah dan runcing rapi.

Pada sesi ketiga digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA 300
µm ; dan BA 300 µm. Kromatogram menunjukkan hasil yang baik yaitu ketiga peak
saling terpisah dan tidak menempel satu sama lain. Akan tetapi, pada retention time
13.69 menit terdapat peak kecil yang terindikasi merupakan zat pengotor

Pada sesi keempat digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA


400 µm ; dan BA 300 µm. Kromatogram menunjukkan hasil yang baik dengan ketiga
peak yang saling pisah dan tidak adanya zat pengotor.

Pada sesi kelima digunakan campuran komposisi: Toluene 300 µm ; PMA 500
µm ; dan BA 300 µm. Kromatogram menunjukkan hasil yang buruk dimana timbul
>3 peak dengan keadaan saling bergabung dan dengan retention time yang saling
berdekatan, hingga seolah-olah kromatogram hanya terdapat 1 peak saja.
3.3 Kesimpulan :

Kesimpulan oleh : ASTRIA NUR AFIFAH (05)


1. suhu suhu oven dengan suhu injector diatur berbeda, yaitu 85°C dan 155°C Hal
ini dikarenakan suhu yang digunakan lebih spesifik, Sehingga penguapan lebih
optimum
2. waktu retensi tidak bisa dijadikan sebagai dasar yang baik dari analisa
kualitatif karena pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu komponen di
dalam satu sampel saja, sangat sulit untuk mendapatkan waktu retensi yang sama
persis pada pengulangan
3. Telah terjadi penyimpangan ketika menginjeksikan larutan yang terdapat senyawa
PMA sebanyak 300 mikroliter. Hal ini menunjukkan terdapat impurities yang
terdeteksi oleh integrator, karena peak tersebut berhimpitan dan menumpuk
sehingga dianggap salah karena kurang tepat.

Kesimpulan oleh : CHANDRA MAULANA (06)

Kromatogram terbaik dicapai pada kondisi operasi : suhu injeksi 155°C, suhu
detect 199°C, suhu oven sebesar 85°C dengan komposisi Toluene 300 µm ; PMA 400
µm ; dan BA 300 µm. Hasil yang diperoleh adalah peak saling bebas dengan retention
time yang tidak saling berdekatan

Kesimpulan Oleh : AMILDHA AMALIA F.I (04)

1. Kromatografi gas merupakan proses pemisahan suatu senyawa berdasarkan


kecepatan migrasi komponen- komponen suatu cuplikan melalui fase diam berupa
liquid dan fase gerak berupa gas.
2. Waktu retensi menunjukkan waktu yang digunakan senyawa tertentu untuk
bergerak melalui kolom menuju ke detector.
3. Suhu kolom harus lebih rendah dari suhu injektor supaya senyawa yang dianalisa
dapat terkondesasi dan tertahan sebentar di dalam kolom sehingga dapat terbaca
waktu retensinya

- Waktu retensi PMA dalam tabung 1 adalah 12,85


- Waktu retensi PMA dalam tabung 2 adalah 12,61
- Waktu retensi PMA dalam tabung 3 adalah 12,25
- Waktu retensi PMA dalam tabung 4 adalah 12,21
- Waktu retensi PMA dalam tabung 5 adalah 12,05
Kesimpulan Oleh : JAMILATUS SA’DIYAH (13)
1. Suhu oven yang digunakan agar peak jaraknya tidak berdempetan adalah 85oC

2. Sampel terdiri dari 3 kompenen yaitu PMA, toluena dan BA

Kesimpulan Oleh : M. ICHSAN ARDIANSYAH (15)

Kromatogram terbaik dicapai pada kondisi operasi : suhu injeksi 155°C, suhu
detect 199°C, suhu oven sebesar 85°C dengan komposisi Toluene 300 µm ; PMA 400
µm ; dan BA 300 µm. Hasil yang diperoleh adalah peak saling bebas dengan retention
time yang tidak saling berdekatan
Daftar Pustaka :
Jobsheet. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Politeknik Negeri
Malang

Yuneka. 2000. Teknik Kromatografi. Jakarta : PT Kalman Pustaka

Sumar Hendyana. 1994. Kimia Analisis Instrumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama

Anda mungkin juga menyukai