Anda di halaman 1dari 21

Sabun mandi padat

1 Ruang lingkup

Sediaan pembersih kulit yang dibuat dari proses saponifikasi atau netralisasi dari
lemak, minyak, wax, rosin atau asam dengan basa organik atau anorganik tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit

2 Syarat mutu

Syarat mutu sabun mandi tertera pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 – Syarat mutu sabun mandi

No Kriteria uji Satuan Mutu


1 Kadar air % fraksi maks.
massa 15,0
2 Total lemak % fraksi min. 65,0
3 Cara uji massa
3 Bahan tak larut dalam etanol % fraksi maks. 5,0
Uji pH / Uji
massa
Alkali bebas
4 % fraksi maks. 0,1
(dihitung sebagai NaOH)
massa
Asam lemak bebas
5 (dihitung sebagai Asam % fraksi maks. 2,5
Oleat) massa

6 Kadar klorida % fraksi maks. 1,0


massa
7 Lemak tidak tersabunkan % fraksi maks. 0,5
massa
CATATAN
Alkali bebas atau asam lemak bebas merupakan pilihan
bergantung pada sifatnya asam atau basa.
Pendahuluan
Sabun terhidrolisis dengan adanya H2O sehingga membebaskan NaOH . Digunakan
indikator universal untuk mengetahui sifat asam basanya.

Bahan dan alat :


1. Sampel sabun
2. Indikator universal
3. Pisau/cutter

Cara kerja :
1) Sabun batangan dipotong kecil (seberat 1 gram) dengan menggunakan pisau atau alat tajam
lainnya kemudian dilarutkan dalam aqua
2) Dilarutkan dalam aqudes 10 mL
3) Dicelupkan indikator universal untuk menentukan sifat asam basa
3.1 Persiapan contoh uji

a. Contoh sabun dipotong halus.


b. Campur dengan menggunakan spatula seluruh contoh uji pada wadah yang bersih, kering
dan tidak menyerap;
c. Simpan contoh uji di tempat yang bersih dan kering;
d. Tutup rapat dan beri label identifikasi.

3.2 Kadar air

3.2.1 Prinsip

Pengukuran kekurangan bobot setelah pemanasan pada suhu (105 ± 2)ºC.

3.2.2 Peralatan

a. Oven;
b. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
c. Cawan petri;
d. Desikator.

3.2.3 Cara kerja

a. Timbang cawan petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu (105 ± 2)ºC selama 30
menit (b0);
b. Timbang (5 ± 0,01) g contoh uji ke dalam cawan petri diatas (b1);
c. Panaskan dalam oven pada suhu (105 ± 2) ºC selama 1 jam;
d. Dinginkan dalam desikator sampai suhu ruang lalu ditimbang (b2);
e. Ulangi cara kerja huruf c dan d sampai bobot tetap.

Perhitungan

Keterangan :
Kadar air dalam satuan % fraksi massa b0 adalah bobot cawan kosong, g
b1 adalah bobot contoh uji dan cawan petri sebelum pemanasan, g
b2 adalah bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan, g.
3.3 Alkali bebas atau asam lemak bebas
3.3.1 Prinsip

Filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol dititrasi dengan larutan standar asam
jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat basa atau dititrasi
dengan larutan standar alkali jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan
bersifat asam.
3.3.2 Bahan dan pereaksi

a. Larutan standar KOH 0,1 N alkoholis;


b. Larutan standar HCl 0,1 N alkoholis;
c. Indikator fenolftalein 1%
3.3.3 Peralatan

a. Erlenmeyer 250 mL;


b. Penangas air.

3.3.4 Cara kerja

a. Panaskan filtrat dari penentuan bahan tak larut dalam alkohol


b. Saat hampir mendidih, masukkan 0,5 mL indikator fenolftalein 1%;
c. Jika larutan tersebut bersifat asam (penunjuk fenolftalein tidak berwarna), titrasi dengan
larutan standar KOH sampai timbul warna merah muda yang stabil;
d. Jika larutan tersebut bersifat alkali (penunjuk fenolftalein berwarna merah), titrasi dengan
larutan standar HCl sampai warna merah tepat hilang.
e. Hitung menjadi NaOH jika alkali atau menjadi asam oleat jika asam.

3.3.5 Perhitungan

40 x Vx N
Alkali bebas = x100
b

Keterangan :
Alkali bebas dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume HCl yang digunakan, mL
N adalah normalitas HCl yang digunakan
b adalah bobot contoh uji, mg
40 adalah berat ekuivalen NaOH
282 x Vx N
Asam lemak bebas = x 100
b

Keterangan :
Asam lemak bebas dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume KOH yang digunakan, mL
N adalah normalitas KOH yang digunakan
B adalah bobot contoh uji, mg
282 adalah berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)
Sabun cair pembersih tangan

1 Ruang lingkup

sabun cair pembersih tangan adalah pembersih yang dibuat dari bahan aktif detergen
sintetik dibuat dari proses saponifikasi dengan atau tanpa penambahan zat lain serta tidak
menimbulkan iritasi pada kulit tangan.

2 Syarat mutu

Syarat mutu sabun cair pembersih tangan tertera pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 – Syarat mutu sabun cair pembersih tangan

No Kriteria Satuan Syarat


uji
1 pH - 4 – 10

2 Total bahan aktif % fraksi min. 10


massa
3 Bahan yang tidak larut dalam % fraksi maks. 0,5
etanol massa
Alkali bebas (dihitung
4 sebagai NaOH) % fraksi maks. 0,05
massa
Asam lemak bebas (dihitung
5 sebagai asam oleat) % fraksi maks. 1
massa
Cemaran mikroba
6 Angka lempeng Koloni/g Maks. 1x103
total
CATATAN Alkali bebas atau asam lemak bebas merupakan pilihan
tergantung pada sifatnya asam atau basa
2.1 pH

2.1.1 Prinsip

Pengukuran pH berdasarkan aktivitas ion hidrogen secara potensiometri dengan


menggunakan pH meter.

2.1.2 Pereaksi

a. Air suling
Air suling yang dididihkan untuk menghilangkan CO 2. pH air antara 6,2 – 7,2 pada 25 oC.
Jika dipanaskan pada 105 oC selama 1 jam, sisa penguapan tidak lebih dari 0,5 mg/l.
b. Larutan standar buffer pH 4;
c. Larutan standar buffer pH 7;
d. Larutan standar buffer pH 10.

2.1.3 Peralatan

a. pH meter;
b. Pengaduk magnetik;
c. Labu ukur 1.000 ml;
d. Gelas piala;
e. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
f. Termometer dengan ketelitian 0,1°C.

2.1.4 Persiapan larutan contoh uji

a. Timbang (1 ± 0,001) g contoh dan pindahkan ke dalam labu ukur 1.000 ml;
b. isi sebagian labu dengan air suling bebas CO2 dan aduk hingga contoh uji terlarut;
c. tambahkan air suling bebas CO2 hingga tanda tera, tutup labu ukur dan homogenkan;
d. tuang larutan ke dalam gelas piala;
e. diamkan larutan untuk mencapai kesetimbangan pada suhu ruang (25 ± 2,0) oC.

2.1.5 Cara kerja

a. Kalibrasi pH meter dengan larutan standar buffer;


b. bilas dengan air suling bebas CO2 dan keringkan elektroda dengan tisu;
c. celupkan elektroda ke dalam larutan contoh uji sambil diaduk; catat hasil pembacaan pH
pada tampilan pH meter.

2.2 Alkali bebas atau asam lemak bebas

2.2.1 Prinsip

Filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol ditambahkan indikator fenolftalein kemudian dititrasi
dengan larutan standar asam.jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat basa atau
dititrasi dengan larutan standar alkali jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat
asam.

2.2.2 Pereaksi

a. Larutan standar KOH 0,1 N alkoholis;


b. Larutan standar HCl 0,1 N alkoholis;
c. Indikator fenolftalein 1%

2.2.3 Peralatan

a. Erlenmeyer 250 ml;


b. Penangas air.

2.2.4 Cara kerja

a. Panaskan filtrat dari penentuan bahan tak larut dalam alkohol;


b. Saat hampir mendidih, masukkan 0,5 ml indikator fenolftalein 1%;
c. Jika larutan tersebut bersifat asam (penunjuk fenolftalein tidak berwarna), titrasi
dengan Larutan standar KOH sampai timbul warna merah muda yang stabil;
d. Jika larutan tersebut bersifat alkali (penunjuk fenolftalein berwarna merah), titrasi
dengan Larutan standar HCl sampai warna merah tepat hilang.
e. Hitung menjadi NaOH jika alkali atau menjadi asam oleat jika asam.

Perhitungan
40 x Vx N
Alkali bebas = x100
b
Keterangan
Alkali bebas dinyatakan dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume HCl yang digunakan, ml
N adalah normalitas HCl yang digunakan
b adalah bobot contoh uji, mg
40 adalah berat ekuivalen NaOH

Asam lemak bebas = 282 x Vx N x 100


b

Keterangan
Asam lemak bebas dinyatakan dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume KOH yang digunakan, ml
N adalah normalitas KOH yang digunakan
b adalah bobot contoh uji, mg
282 adalah berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)
Bioetanol

1. Ruang lingkup

etanol (C2H5OH) (nama kimia sinonim : etil-alkohol)


zat kimia organik berwarna jernih berberat molekul 46,07; berbau khas alkohol, berfasa cair pada
temperatur kamar, mudah terbakar dan dapat dibuat dari biomassa maupun fraksi minyak bumi

bioetanol
etanol yang dibuat dari bahan nabati (bahan-bahan bergula, berpati, atau berselulosa) atau
biomassa lain

2. Syarat mutu

Syarat mutu bioetanol terdenaturasi untuk gasohol tertera pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1 Spesifikasi Standar Bioetanol

No Sifat Unit, min/max Spesifikasi1)


1 Kadar etanol %-v, min 99,5 (sebelum
denaturasi)2)
94,0 (setelah denaturasi)
2 Kadar metanol mg/L, max 300
3 Kadar air %-v, max 1
4 Kadar denaturan %-v, min 2
%-v, max 5
5 Kadar tembaga (Cu) mg/kg, max 0,1
6 Keasaman sebagai mg/L, max 30
CH3COOH
7 Tampakan Jernih dan terang, tidak
ada
endapan dan kotoran
8 Kadar ion klorida (Cl-) mg/L, max 40
9 Kandungan belerang (S) mg/L, max 50
10 Kadar getah (gum), dicuci mg/100 ml, 5,0
max
11 pHe 6,5 - 9,0

Metode Penentuan Kadar Etanol Dengan Khromatografi Gas

a) Ringkasan prosedur
Contoh bioetanol ke dalam khromatograf gas yang dilengkapi dengan kolom
gelas kapiler berlapis-dalam metil silikon. Gas pembawa helium kemudian
mengangkut uap bahan tersebut menerobosi kolom sehingga komponen-
komponennya terpisah oleh proses khromatografik. Ketika terseret keluar
dari kolom, komponen-komponen ini terdeteksi oleh detektor nyala pengion
dan sinyal detektor diolah oleh suatu sistem akuisisi data elektronik.
Komponen-komponen etanol dan metanol teridentifikasi melalui waktu
retensinya, sedang konsentrasi tiap komponen ditentukan dalam luas persen
massa melalui normalisasi luas puncak-puncak khromatogram.

b) Peralatan
Sebuah khromatograf gas berdetektor nyala pengion (flame ionization
detector, FID) yang dilengkapi dengan kolom gelas kapiler berlapis-dalam
metil silikon (yang berikatan silang dan terikat secara kimia pada permukaan
gelas kolom) dengan dimensi 150 m x 0,25 mm dan tebal film metil silikon
1,0 m. Kolom lain dapat saja digunakan asal efisiensi dan selektifitas
khromatografiknya setara atau lebih baik dari kolom yang dipertelakan
(specified) di sini. Kromatograf mesti mampu beroperasi pada kondisi tipikal
berikut ini :
- Program temperatur kolom
Panjang kolom : 150 m
Temperatur awal : 60 oC
Waktu penahanan awal : 15
menit Laju program : 30
o
C/menit
Temperatur akhir : 250 oC/menit
Waktu penahanan akhir : 23 menit
- Injektor
Temperatur : 300 oC
Nisbah pembagian (split ratio) : 200 : 1
Ukuran contoh yang diinjeksikan : 0,1 sampai 0,5 L (mikroliter)
- Detektor
Tipe : FID (nyala pengion)
Temperatur : 300 oC
Gas bahan bakar : Hidrogen (sekitar 30 ml/menit)
Gas pembakar : Udara (sekitar 300 ml/menit) Gas penambah (make-
up) : Nitrogen (sekitar 30 ml/menit)
- Gas pembawa
Tipe : Helium
Kecepatan linier rata-rata : 21 – 24 cm/s
Gas pembawa helium harus berkemurnian minimum 99,95 % dan, sebelum memasuki
khromatograf, dilewatkan pada sistem/alat penyingkir oksigen dan pemurni gas. Gas
hidrogen dan nitrogen untuk detektor juga harus berkemurnian 99,95 % sedang udara
pembakar harus bebas hidrokarbon; sebelum memasuki detektor, masing-masing dari
ketiga gas ini pun disarankan untuk dilewatkan pada sistem pemurni gas.

c) Penyiapan, kalibrasi dan standarisasi


- Periksa bahwa khromatograf gas (yang sebelumnya sudah dipasang
selayaknya) bebas dari kebocoran. Jika terdapat kebocoran, eratkan
sambungan-sambungan dan, jika perlu, ganti sambungan-sambungan
dengan yang baru.
- Atur laju alir gas pembawa dan periksa bahwa kecepatan linier rata-
ratanya, pada temperatur awal program, berada di antara 21 dan 24 cm/s.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur waktu retensi metana (CH 4)
pada kolom dan menghitung kecepatan linier rata-rata dengan persamaan

- v = kecepatan linier rata-rata gas pembawa, m/s.


- L = panjang kolom, cm.
tm = waktu retensi metana pada kolom, s.

Pengaturan laju alir dilakukan dengan membesar-kecilkan tekanan gas


pembawa ke injektor.
- Atur kondisi operasi lainnya supaya sesuai (misalnya seperti tertera pada
sub-bagian B di atas) dan biarkan beberapa lama agar sistem mencapai
kesetimbangan.
- Zat-zat standar yang diperlukan untuk kalibrasi, yaitu heptana, metanol,
etanol dan (jika dikehendaki) alkohol-alkohol monohidroksi C 3 – C5, harus
murni atau diketahui tingkat kemurniannya serta bebas dari komponen-
komponen lain yang akan dianalisis. Khusus untuk etanol, kemurniannya
harus minimum 99,5 %.
- Untuk kalibrasi, siapkan/sediakan campuran-campuran yang diketahui
komposisinya dan berkadar etanol 94 – 98 %-berat, metanol 0,1 – 0,5 %-
berat, sisanya heptana (pengganti denaturan); jika dikehendaki, campuran
bisa juga mengandung alkohol- alkohol C 3 – C5 dalam jumlah kecil tetapi
diketahui secara teliti.
- Tentukan waktu retensi etanol, metanol (dan alkohol-alkohol lain) dengan
menginjeksikan contoh zat-zat ini ke khromatograf secara sendiri-sendiri
atau dalam bentuk campuran kalibrasi di atas. Pastikan bahwa tiap
alkohol dapat dideteksi dan diintegrasi dengan benar. Adanya puncak
yang tak simetrik di bagian depan (front- skewed) menunjukkan bahwa
kolom terbanjiri (overload) oleh komponen ini dan bahwa nisbah
pembagian (split ratio) injektor terlalu kecil.
- Plot luas puncak pada khromatogram versus konsentrasi etanol untuk
campuran- campuran kalibrasi yang disebutkan di atas harus linier. Jika
tidak, perbesar nisbah pembagian injektor atau buat rentang detektornya
menjadi agak kurang peka.
- Persen massa tiap komponen yang diperoleh dari luas-luas puncak pada
khromatogram harus di sekitar  3 % (relatif) dari konsentrasinya pada
campuran kalibrasi.
- Tentukan pula faktor-faktor respons relatif berbasis massa untuk metanol,
etanol, dan alkohol-alkohol lain berdasar khromatogram campuran
kalibrasi. Faktor respons relatif berbasis massa dari komponen i (R i)
adalah

Ri  {(luas puncak)/(persen
massa)}i
{(luas puncak)/(persen
massa)}heptana
Nilai-nilai tipikal faktor respons relatif berbasis massa adalah sebagai berikut :

Zat i Ri Berat jenis pada 15,56/15,56


o
C
Metanol 3,20 0,796
Etanol 2,06 0,794

d) Prosedur analisis
1. Pastikan bahwa sistem khromatograf telah berada
pada kondisi operasi yang layak (seperti tertera pada
sub-bagian B di atas).
2. Atur kepekaan sistem khromatograf agar tiap
komponen yang kadarnya  0,002 %- massa dapat
dideteksi dan diintegrasi dengan benar.
3. Injeksikan 0,1 sampai 0,5 L contoh yang dianalisis
ke dalam gerbang injeksi (injektor) dan mulai analisis.
Peroleh khromatogram beserta laporan integrasi
(luas) puncak-puncaknya.
Pengujian Mutu Biodiesel Dengan Parameter
Bilangan Asam, Viskositas, Massa Jenis, Bilangan Iod, dan Kadar Abu.

A. ACARA
Praktikum Pengujian Mutu Pada Biodiesel dengan parameter Bilangan Asam,
Viskositas, Massa Jenis, Bilangan Iod, dan Kadar Abu.

B. PRINSIP
1. Analisis Bilangan Asam
Pelarutan contoh lemak/minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol
netral 96%) dilanjutkan dengan penitaran dengan basa (NaOH atau KOH)

2. Viskositas (Cst) kinematic biodiesel pada suhu 40C (ASTM D 445)


Viskositas kinematik diukur dengan alat viskosimeter yang telah dikalibrasi
sampai volume cairan tertentu mengalir dibawah pengaruh grafitasi pada
suhu yang ditentukan dimana contoh masih dapat mengalir dalam pipa
viskosimeter kering.

3. Massa Jenis (kg/m3) Pada Suhu 40C (ASTM D 1298)


Pada Suhu 40C adalah perbandingan antara massa jenis pada suhu
tersebut dengan massa jenis aquadest pada suhu yang sama yang
dinyatakan dalam gram/liter.

4. Bilangan Iod (SNI 01-3555-1998)


Penambahan larutan iodium monoklorida dalam campuran asam asetat dan
karbontetrakhlorida kedalam contoh. Setelah melewati waktu tertentu
dilakukan penetapan halogen yang dibebaskan dengan penambahan
kalium iodide (KI). Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan
standar natrium tiosulfat dan indikator kanji.

5. Kadar Abu Tersulfatkan (ASTM D 874)


Mengarangakan sampel kemudian mengabukan sampel tersebut pada
sushu 775C dengan penambahan beberapa tetes asam sulfat pekat.
C. TUJUAN
 Menentukan Mutu Biodiesel dengan parameter Bilangan Asam,
Viskositas, Massa Jenis, Bilangan Iod, dan Kadar Abu. dengan SNI 04-
7182-2006

D. TEORI DASAR

1. Mutu Produk dan Jasa


Penilaian terhadap mutu suatu produk dan jasa telah ada sejak dahulu.
Manusia berusaha membedakan masing-masing mutu suatu produk dan
jasa karena terbukti suatu produk dan jasa dapat lebih diterima
dibandingkan dengan mutu produk dan jasa yang lain. Penentuan pilihan
bahwa yang satu lebih dapat diterima dari yang lain berdasarkan
persyaratan sifat tertentu yang dituntut dari produk yang dipilih. Persyaratan
tersebut akan bersifat khas untuk setiap produk dan jasa selain adanya
persyaratan yang berlaku umum. Persyaratan tersebut dinamakan dengan
persyaratan standar mutu suatu produk dan jasa.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka mutu suatu produk dan jasa dapat
didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam
suatu produk dan jasa dan dapat membedakan setiap satuan produk dan
jasa serta mempengaruhi secara nyata penentuan derajat penerimaan
konsumen terhadap produk dan jasa tersebut.

Mutu suatu produk dan jasa tidak tergantung pada salah satu sifat khas
yang ada pada produk dan jasa tersebut tetapi juga tergantung pada
beberapa sifat yang merupakan satu kesatuan yang dituntut
kesempurnaannya dari produk yang bersangkutan. Sebagai contoh mutu
tepung ikan tidak hanya ditentukan oleh kadar proteinnya saja melainkan
juga ditentukan oleh kadar air, abu, lemak, serat kasar, Ca, P dan NaCl.

2. Biodiesel
Indonesia mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak
bumi sebagai bahan bakar. Tahun 2005 Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005 mengenai
penghematan penggunaan energi termasuk dalam hal ini penggunaan
bahan bakar dan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 serta Instruksi
Presiden No. 5 tahun 2006 mengenai energi terbarukan. Berbagai
kebijakan tersebut mendorong pada penggunaan sumber energi alternatif
termasuk dalam hal ini bahan bakar biodiesel. Biodiesel dalam pengertian
ilmiah berarti bahan bakar yang digunakan untuk mesin diesel yang dibuat
dari sumber daya hayati.

Penggunaan biodiesel mempunyai banyak keuntungan diantaranya adalah


 Dapat mengurangi emisi/ pancaran gas yang menyebabkan
pemanasan global
 Dapat mengurangi emisi udara beracun dari knalpot, bersifat
biodegradable, cocok untuk lingkungan sensitif dan mudah digunakan
(Tyson, 2004)
 Karena biodiesel mempunyai efek pelumasan, penggunaaan biodiesel
akan menurunkan biaya pemeliharaan (penggantian filter oli,
penggantian filter bahan bakar, penggantian jumlah filter udara) dan
peningkatan kualitas udara emisi cerobong dilihat dari ammonia, free
chlorine, NO2 dan Hidrolic acid (Tribudiman, 2005)
 Meningkatkan kualitas emisi udara dilihat dari parameter CO, NOx,
SOx, CO2 yang lebih rendah dari minyak petrodiesel. (Nakazono, 2001)

Indonesia mempunyai 30 spesies tanaman yang minyaknya dapat


digunakan untuk biodiesel diantaranya jarak dan kelapa sawit.

Menurut SNI 04-7182-2006 Biodiesel adalah ester alkil (metal, etil, isopropil
dan sejenisnya) dari asam-asam lemak. Standar ini digunakan untuk bahan
baker substitusi motor diesel yaitu sebagai campuran (blening) dengan
bahan baker diesel pada kendaraan bermotor atau motor diesel lainnya.
Bahan bakar diesel yang dicampurkan meliputi antara lain minyak solar,
minyak diesel dan minyak bakar yang memenuhi persyaratan spesifikasi
yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
E. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
 Hot plate
 Erlenmeyer 250mL, 150mL  Statif
 Neraca Analitik  Piknometer
 Pipet tetes  Penangas air
 Pipet volum  Pendinagin
 Pipet ukur  Termometer
 Pipet filler  Oven
 Buret,  Viskosimeter Oswald
 Tanur/muffle
 Erlenmeyer 500mL

2. Bahan
a. Sampel ; Biosolar (B20)
b. Bahan Kimia;
 NaOH  Asam Sulfat Pekat
 Alkohol Netral 95%  Kalium Iodida (KI)
 Aquadest  Karbon Tetra Klorida
 Indikator PP  Indikator Kanji
 Asam oksalat  Larutan Wij
F. PROSEDUR
1. Analisis Bilangan Asam
a. Pereaksi:
1) Larutkan Alkohol 95% netral (alkohol 95% ditambah PP kemudian ditambah NaOH 0,1N
tetes demi tetes (titrasi) sampai terbentuk warna merah muda).
2) Indikator PP 0,5% (larutan 0,5 gram PP dalam 100mL alcohol 95%)
3) Larutan Standar NaOH 0,1 N (membuat larutan NaOH 50% yaitu NaOH 100 gram
dilarutkan dalam 100mL aquadest, Ambil 5,26 mL larutan NaOH 50% (19N) kedalam labu
ukur 1000mL diencerkan sampai tanda. Lakukan standarisasi Larutan NaOH 0,1 N).

b. Cara Kerja;
1) Lakukan standarisasi NaOH 0,1 N. Timbang dengan teliti 1,1 gram asam oksalat
(C2H2O42H2O) BM 126 dimasukkan kedalam erlemneyer 250mL. ditambahkan 25mL
Aquadest. Setelah larut ditambahkan 2-3 tetes indicator PP dan dititrasi dengan NaOH
yang akan distandarisasi sampai warna merah jambu.
G asam oksalat x2
N NaOH =
0.126 x mL NaOH

2) Ditimbang 2-5gram contoh dimasukkan kedalam erlenmeyer 250mL


3) Ditambahkan 50mL etanol netral 95% gojok hingga minyak larut.
4) Ditambahkan 3-5 tetes indikator PP
5) Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap bertahan selama 15 detik.
6) Dilakukan penetapan blanko.

c. Penetapan
V x T x 56,1
Bilangan Asam (mg NaOH/gram minyak) =
M

Keterangan :
V ; volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi contoh (mL)
T ; normalitas
m ; bobot contoh (gram)
M ; bobot molekul asam lemak yang dinyatakan sengai asam oleat 282

2. Viskositas (Cst) kinematic biodiesel pada suhu 40C (ASTM D 445)


a. panaskan aquadest pada suhu 40 C
b. masukkan dalam tabung viskosimeter oswald
c. catat waktu yang diperlukan untuk mencapai tanda tera
d. panaskan biodiesel pada suhu 40C
e. Masukan dalam tabung viskosimeter oswald
f. Catat waktu yang diperlukan untuk mencapai tanda tera.
g. Hitung viskositas biodiesel dengan rumus berikut:
d2 . t2
Viskositas = ŋ
d1 . t1

ŋ = viskositas aquadest suhu (40C)


d2 = densitas aquades suhu 40C (gr/mL)
t1 = waktu yang diperlukan untuk mengalir (detik)
d2 = densitas biodiesel suhu 40C (gr/mL)
t2 = waktu yang diperlukan untuk menalir biodiesel (detik)

3. Massa Jenis (kg/m3) Pada Suhu 40C (ASTM D 1298)


a. cuci dan bersihkan piknometer dengan aquades dilanjutkan dengan etanol kemudian
dikeringkan dalam oven.
b. Timbang bobot piknometer kosong (m0)
c. Isi piknometer dengan aquadest pada suhu 40C sampai penuh (tanda tera). Hindari
terbentuknya gelembung
d. Masukkan piknometer dalam penangas air pada suhu 40C selama 30 menit. Pastikan suhu
penangas air 40C .keringkan air dipermukaan piknometer.
e. Timbang piknometer berisi aquadest (m1)
f. Kosongkan piknometer kemudian cuci dengan Alkohol dan keringkan
g. Isi piknometer dengan biodiesel suhu 40C sampai tanda tera. Hindari terbentuknya
gelembung
h. Masukkan piknometer dalam penangas air suhu 40C selama 30 menit, kemudian diangkat
dan dibersihkan permukaannya dengan kertas tissue.
i. Timbang neraca analitik (m2)
j. Tentukan massa jenis dengan rumus berikut:
m2-m0
=Fx
m1 – m0

F ; massa jenis aquadest pada ruang hampa. Massa jenis aquadest pada suhu 40C =
993 kg/m3

4. Bilangan Iod (SNI 01-3555-1998)


a. ditimbang dengan teliti sejumlah contoh berdasarkan bilangan iod dari contoh tersebut
kedalam erlenmeyer 500mL (tutup).
Nilai bilangan iod Contoh (gram) Nilai Bilangan iod Contoh (gram)
<5 3,00 51-100 0,2
5-20 1,00 101-150 0,13
21-50 0,4 151-200 0,1

b. Ditambahkan 15 mL karbon tetrakhlorida dengan menggunakan gelas ukur untuk melarutkan


lemak.
c. Ditambahkan dengan tepat 25mL larutan wijs dengan menggunakan pipet gondok kemudian
erlenmeyer ditutup.
d. Disimpan selama 1-2 jam dalam tempat ruang gelap. Untuk contoh yang mempunyai bilangan
iod diats 50 disimpan selama 2 jam.
e. Ditambahkan 10mL larutan KI 20% dan 100mL air suling. Erlenmeyer ditutup dengan segera
kemudian dikocok dan dititrasi dengan larutan thiosulfat 0,1 N dan larutan kanji sebagai
indikator. Bilangnan iod contoh ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

12,69 x T x (V1-V2)
Bilangan Iod =
m
T ; normalitas larutan standar natrium thiosulfat 0,1 N
V1 ; volume larutan tio 0,1 N yang diperlukan dalam titrasi blanko (mL)
V2 ; volume larutan tio 0,1 N yang diperlukan dalam titrasi contoh (mL)
m ; bobot contoh

5. Kadar Abu Tersulfatkan (ASTM D 874)


a. krus dipanaskan pada suhu 775C selama 10menit, kemudian didinginkan sampai mendekati
suhu kamar selajutnya ditimbang dengan ketelitian 0,1 mg.
b. Contoh yang ditimbang ditentukan bobotnya mengikuti rumus ;
c. Contoh dibakar dengan api dan dijaga agar contoh terbaka merata.
d. Contoh didinginkan pada suhu rung kemudian ditambahkan asam sulfat dengan hati-hati
beberapa tetes sampaikelihatan basah kemudian dilanjutkan pembakaran kembali.
e. Contoh dipanaskan pada furnance 775±25C dan diteruskan sampai terjadi oksidasi
sempurna.
f. Contoh didinginkan dan ditambahkan 3 tetes air dan 10 tetes asam sulfat. Contoh dipanaskan
pada furnance 775±25C selama 30 menit kemudian didinginkan sampai pada suhu ruang
kemudian ditimbang dengan ketelitian timbangan 0,1mg.
g. Pekerjaan tersebut diulangi sampai perbedaan bobot 1 mg = 0,001 gram.
h. Untuk contoh yang diprediksi mengandung abu sulfat 0,02% b/b atau kurang maka perlu
blanko.
i. Penentuan abu sulfat blanko dilakukan dengan cara penambahan 1mL asam sulfat pada krus
yang sudah diketahui bobotnya kemudian panaskan sampai terbakar dan selanjutnya
diabukan dalam furnance 775±25C selama 30 menit.
j. Kemudian dinginkan sampai dengan suhu ruang. Selanjutnya dilakukan pekerjaan seperti
diatas. Bobot abu sulfat contoh dikoreksi dengan blanko.

Perhitungan kadar abu sulfat = (w/W x 100%)


W ; bobot contoh
w ; bobot abu sulfat
METODE ACCELARATED SHELF LIFE TEST (ASLT) DENGAN PENDEKATAN
ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN UMUR SIMPAN SIRUP BUAH NANAS
Umur simpan produk pangan dapat diduga dengan dua metode, yaitu Extended
Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life Test (ASLT). ESS disebut metode
konvensional penentuan kadaluarsa dengan cara menyimpan suatu seri produk pada
kondisi normal, kemudian diamati perubahan mutu dan umur simpannya. Metode ini
memerlukan waktu yang sangat lama. Metode ASLT adalah penentuan umur simpan produk
dengan cara mempercepat perubahan mutu pada parameter kritis. Metode ini menggunakan
kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Produk
pangan disimpan pada kondisi suhu ekstrim, sehingga parameter kritisnya mengalami
penurunan mutu akibat pengaruh panas. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar
kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat
ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000). Dengan metode ini, penyimpanan produk
menggunakan tiga suhu yang mampu memprediksi umur simpan pada suhu penyimpanan
yang diinginkan (Hough et al., 2006; Dattatreya et al., 2007; Gimenes et al., 2007; Arif et al.,
2013).
Umur simpan produk dapat diduga dengan berbagai cara, diantaranya menggunakan
kinetika seperti model paruh waktu dan model Arrhenius (Dermensonlouglou et al., 2008).
Metode ASLT menerapkan kinetika reaksi dengan bantuan persamaan Arrhenius. Model
Arrhenius mempunyai beberapa asumsi, antara lain: (a) perubahan faktor mutu hanya
ditentukan oleh satu macam pereaksi,
(b) tidak ada faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu,
(c) proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses
sebelumnya,
(d) suhu penyimpanan dianggap tetap.

Penyimpanan dilakukan pada tiga suhu, yakni 15, 30, dan 45oC. Terdapat 60 botol sari buah
untuk masing-masing suhu penyimpanan. Pengamatan selama penyimpanan dilakukan pada
awal penyimpanan atau hari ke-0 dan kemudian dengan selang waktu 2 hari berturut-turut
selama 2 bulan. Setiap pengamatan dilakukan pada dua botol (2 ulangan) per masing-masing
sari buah dan suhu penyimpanan. Pengamatan dilakukan terhadap parameter kritis
kandungan vitamin C dengan metode titrasi.
Pendugaan umur simpan jus/sirup buah didekati dengan tiga faktor, yakni kandungan
mikroba, vitamin C, dan sensori, dimana dapat dipilih salah satu dari ketiga faktor tersebut
(Leizerson and Shimoni, 2005). Vitamin C merupakan salah satu komponen penting dalam
produk minuman. Vitamin C sangat mudah mengalami kerusakan selama prosesing dan
penyimpanan sehingga sesuai dijadikan sebagai parameter yang kritis (Derossi et al., 2010).
PENENTUAN KADAR VITAMIN C DENGAN METODE IODIMETRI

ALAT BAHAN

- Buret - I2 0,1 N
- Gelas beaker - Aquadest
- Gelas ukur - Na2S2O3 0,1 N
- Statif dan klem - Indikator kanji
- Erlemeyer - Vitamin C
- Pipet tetes - H2O (bebas CO2)
- Alumuniun foil - H2SO4 encer

IV. CARA KERJA

Pembakuan iodium 0,1 N Penetapan kadar vitamin C


25 ml I2
0,2 gram vitamin c

o Diencerkan dalam labu ukur o Dilarutkan dalam 50 ml H2O

100 ml Ditambah 12,5 ml H2SO4 encer


o Diambil larutan tersebut 10 ml o Diambil 5ml
o Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N o Ditambah indikator kanji 1 ml
o Ditambah 5 tetes kanji o Dititrasi larutan I2
o Dititrasi dengan Na2S2O3

HASIL
hingga terjadi perubahan warna (biru tua) HASIL

Pendugaan Umur Simpan

Batas mutu minimum adalah nilai mutu dimana produk mulai ditolak oleh konsumen
(Hough et al., 2006). Langkah-langkah pendugaan umur simpan dengan metode
ASLTsebagai berikut:
a. Data hasil analisa produk terhadap waktu diplotkan dan dihitung persamaan regresi
liniernya. Kemudian diperoleh tiga persamaan regresi untuk tiga kondisi suhu
penyimpanan produk dengan menggunakan Y
= a + bx, dimana Y = nilai karakteristik sari buah, X = lama penyimpanan (hari), a = nilai
karakteristik sari buah pada awal penyimpanan, b = laju perubahan nilai karakteristik
(nilai b sama dengan nilai k).
b. Dari masing-masing persamaan tersebut diperoleh nilai slope (b) yang merupakan
konstanta laju reaksi perubahan karakteristik produk atau laju penurunan mutu (k).
Untuk menentukan ordo reaksi yang digunakan dibuat grafik ordonol yaitu hubungan antara
nilai k dengan lama penyimpanan dan ordo satu yaitu hubungan antara ln k dengan lama
penyimpanan.

Dari kedua persamaan tersebut dipilih ordoreaksi yang mempunyai nilai R2 (determinasi)
terbesar (Goncalves et al., 2011).
Penurunan mutu ordo nol adalah merupakan penurunan mutu yang konstan yang
dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut.
At – Ao = -kt …………..................................(1)
dimana :
At = Jumlah A pada waktu t Ao = Jumlah awal A
K = laju perubahan mutu t = waktu simpan
Plot hubungan antara penurunan mutu dengan waktu penyimpanan pada reaksi ordo 0
dapat dilihat pada Gambar 2.
Sedangkan penurunan mutu ordo satu dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut.
ln At – ln Ao = -kt .………....………………..(2) Plot hubungan antara penurunan mutu
dengan waktu penyimpanan pada reaksi ordo satu dapat dilihat pada Gambar 3.
c. Untuk pendekatan Arrhenius, nilai k diplotkan terhadap 1/T (K -1) dan ln k didapatkan nilai
intersep dan slope dari persamaan regresi linier ln k = ln k0
–(E/R) (1/T), dimana ln k0 = intersep, E/R = slope, E = energi aktivasidan R =konstanta
gas ideal = 1, 986 kal/mol oK. Selanjutnya nilai ln k pada masing- masing suhu
penyimpanan tersebut diplot dengan 1/T seperti yang terlihat pada Gambar 4.
d. Dari persamaan pada tahapan sebelumnya diperoleh nilai konstanta k0 yang merupakan
faktor pare eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik sari buah
(Ea = E). Dan kemudian ditentukan model persamaan laju reaksi
(k) perubahan karakteristik sari buah dengan k = k0
.e-E/RT dengan T adalah suhu penyimpanan.
e. Dengan persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai konstanta Arrhenius (k) pada suhu (T)
penyimpanan yang ditentukan.
f. Penentuan parameter kunci dengan melihat parameter yang mempunyai energi
aktivasite rendah.
g. Umur simpan sari buah diduga dengan menghitung selisih skor awal produk dan skor
pada saat produk tidak disukai dibagi dengan laju penurunan mutu
(k) pada suhu penyimpanan dugaan distribusi yang dinyatakan melalui persaman
sebagai berikut:
ts = [ln(No-Nt)]/KT untuk laju reaksi ordo satu ....(4) ts = (No-Nt)/KT. untuk laju reaksi
ordo nol ...........(5) dimana :
ts = Waktu penyimpanan
No = Nilai parameter mutu pada to (awal
penyimpanan)
Gambar 2. Hubungan antara mutu dan waktu penyimpanan pada reaksi ordo nol

Gambar 3. Hubungan antara mutu dan waktu pada reaksi ordo satu

Nt = Nilai parameter mutu setelah waktu


penyimpanan t (batas kritis)
KT = Nilai K pada suhu penyimpanan T

h. Langkah terakhir adalah menetapkan suhu yang ingin diketahui umur simpannya.

Anda mungkin juga menyukai