1 Ruang lingkup
Sediaan pembersih kulit yang dibuat dari proses saponifikasi atau netralisasi dari
lemak, minyak, wax, rosin atau asam dengan basa organik atau anorganik tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit
2 Syarat mutu
Cara kerja :
1) Sabun batangan dipotong kecil (seberat 1 gram) dengan menggunakan pisau atau alat tajam
lainnya kemudian dilarutkan dalam aqua
2) Dilarutkan dalam aqudes 10 mL
3) Dicelupkan indikator universal untuk menentukan sifat asam basa
3.1 Persiapan contoh uji
3.2.1 Prinsip
3.2.2 Peralatan
a. Oven;
b. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
c. Cawan petri;
d. Desikator.
a. Timbang cawan petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu (105 ± 2)ºC selama 30
menit (b0);
b. Timbang (5 ± 0,01) g contoh uji ke dalam cawan petri diatas (b1);
c. Panaskan dalam oven pada suhu (105 ± 2) ºC selama 1 jam;
d. Dinginkan dalam desikator sampai suhu ruang lalu ditimbang (b2);
e. Ulangi cara kerja huruf c dan d sampai bobot tetap.
Perhitungan
Keterangan :
Kadar air dalam satuan % fraksi massa b0 adalah bobot cawan kosong, g
b1 adalah bobot contoh uji dan cawan petri sebelum pemanasan, g
b2 adalah bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan, g.
3.3 Alkali bebas atau asam lemak bebas
3.3.1 Prinsip
Filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol dititrasi dengan larutan standar asam
jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat basa atau dititrasi
dengan larutan standar alkali jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan
bersifat asam.
3.3.2 Bahan dan pereaksi
3.3.5 Perhitungan
40 x Vx N
Alkali bebas = x100
b
Keterangan :
Alkali bebas dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume HCl yang digunakan, mL
N adalah normalitas HCl yang digunakan
b adalah bobot contoh uji, mg
40 adalah berat ekuivalen NaOH
282 x Vx N
Asam lemak bebas = x 100
b
Keterangan :
Asam lemak bebas dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume KOH yang digunakan, mL
N adalah normalitas KOH yang digunakan
B adalah bobot contoh uji, mg
282 adalah berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)
Sabun cair pembersih tangan
1 Ruang lingkup
sabun cair pembersih tangan adalah pembersih yang dibuat dari bahan aktif detergen
sintetik dibuat dari proses saponifikasi dengan atau tanpa penambahan zat lain serta tidak
menimbulkan iritasi pada kulit tangan.
2 Syarat mutu
Syarat mutu sabun cair pembersih tangan tertera pada Tabel 1 di bawah ini :
2.1.1 Prinsip
2.1.2 Pereaksi
a. Air suling
Air suling yang dididihkan untuk menghilangkan CO 2. pH air antara 6,2 – 7,2 pada 25 oC.
Jika dipanaskan pada 105 oC selama 1 jam, sisa penguapan tidak lebih dari 0,5 mg/l.
b. Larutan standar buffer pH 4;
c. Larutan standar buffer pH 7;
d. Larutan standar buffer pH 10.
2.1.3 Peralatan
a. pH meter;
b. Pengaduk magnetik;
c. Labu ukur 1.000 ml;
d. Gelas piala;
e. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
f. Termometer dengan ketelitian 0,1°C.
a. Timbang (1 ± 0,001) g contoh dan pindahkan ke dalam labu ukur 1.000 ml;
b. isi sebagian labu dengan air suling bebas CO2 dan aduk hingga contoh uji terlarut;
c. tambahkan air suling bebas CO2 hingga tanda tera, tutup labu ukur dan homogenkan;
d. tuang larutan ke dalam gelas piala;
e. diamkan larutan untuk mencapai kesetimbangan pada suhu ruang (25 ± 2,0) oC.
2.2.1 Prinsip
Filtrat hasil bahan tak larut dalam alkohol ditambahkan indikator fenolftalein kemudian dititrasi
dengan larutan standar asam.jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat basa atau
dititrasi dengan larutan standar alkali jika dengan indikator fenolftalein ternyata larutan bersifat
asam.
2.2.2 Pereaksi
2.2.3 Peralatan
Perhitungan
40 x Vx N
Alkali bebas = x100
b
Keterangan
Alkali bebas dinyatakan dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume HCl yang digunakan, ml
N adalah normalitas HCl yang digunakan
b adalah bobot contoh uji, mg
40 adalah berat ekuivalen NaOH
Keterangan
Asam lemak bebas dinyatakan dalam satuan % fraksi massa
V adalah volume KOH yang digunakan, ml
N adalah normalitas KOH yang digunakan
b adalah bobot contoh uji, mg
282 adalah berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)
Bioetanol
1. Ruang lingkup
bioetanol
etanol yang dibuat dari bahan nabati (bahan-bahan bergula, berpati, atau berselulosa) atau
biomassa lain
2. Syarat mutu
Syarat mutu bioetanol terdenaturasi untuk gasohol tertera pada Tabel 1 berikut ini :
a) Ringkasan prosedur
Contoh bioetanol ke dalam khromatograf gas yang dilengkapi dengan kolom
gelas kapiler berlapis-dalam metil silikon. Gas pembawa helium kemudian
mengangkut uap bahan tersebut menerobosi kolom sehingga komponen-
komponennya terpisah oleh proses khromatografik. Ketika terseret keluar
dari kolom, komponen-komponen ini terdeteksi oleh detektor nyala pengion
dan sinyal detektor diolah oleh suatu sistem akuisisi data elektronik.
Komponen-komponen etanol dan metanol teridentifikasi melalui waktu
retensinya, sedang konsentrasi tiap komponen ditentukan dalam luas persen
massa melalui normalisasi luas puncak-puncak khromatogram.
b) Peralatan
Sebuah khromatograf gas berdetektor nyala pengion (flame ionization
detector, FID) yang dilengkapi dengan kolom gelas kapiler berlapis-dalam
metil silikon (yang berikatan silang dan terikat secara kimia pada permukaan
gelas kolom) dengan dimensi 150 m x 0,25 mm dan tebal film metil silikon
1,0 m. Kolom lain dapat saja digunakan asal efisiensi dan selektifitas
khromatografiknya setara atau lebih baik dari kolom yang dipertelakan
(specified) di sini. Kromatograf mesti mampu beroperasi pada kondisi tipikal
berikut ini :
- Program temperatur kolom
Panjang kolom : 150 m
Temperatur awal : 60 oC
Waktu penahanan awal : 15
menit Laju program : 30
o
C/menit
Temperatur akhir : 250 oC/menit
Waktu penahanan akhir : 23 menit
- Injektor
Temperatur : 300 oC
Nisbah pembagian (split ratio) : 200 : 1
Ukuran contoh yang diinjeksikan : 0,1 sampai 0,5 L (mikroliter)
- Detektor
Tipe : FID (nyala pengion)
Temperatur : 300 oC
Gas bahan bakar : Hidrogen (sekitar 30 ml/menit)
Gas pembakar : Udara (sekitar 300 ml/menit) Gas penambah (make-
up) : Nitrogen (sekitar 30 ml/menit)
- Gas pembawa
Tipe : Helium
Kecepatan linier rata-rata : 21 – 24 cm/s
Gas pembawa helium harus berkemurnian minimum 99,95 % dan, sebelum memasuki
khromatograf, dilewatkan pada sistem/alat penyingkir oksigen dan pemurni gas. Gas
hidrogen dan nitrogen untuk detektor juga harus berkemurnian 99,95 % sedang udara
pembakar harus bebas hidrokarbon; sebelum memasuki detektor, masing-masing dari
ketiga gas ini pun disarankan untuk dilewatkan pada sistem pemurni gas.
Ri {(luas puncak)/(persen
massa)}i
{(luas puncak)/(persen
massa)}heptana
Nilai-nilai tipikal faktor respons relatif berbasis massa adalah sebagai berikut :
d) Prosedur analisis
1. Pastikan bahwa sistem khromatograf telah berada
pada kondisi operasi yang layak (seperti tertera pada
sub-bagian B di atas).
2. Atur kepekaan sistem khromatograf agar tiap
komponen yang kadarnya 0,002 %- massa dapat
dideteksi dan diintegrasi dengan benar.
3. Injeksikan 0,1 sampai 0,5 L contoh yang dianalisis
ke dalam gerbang injeksi (injektor) dan mulai analisis.
Peroleh khromatogram beserta laporan integrasi
(luas) puncak-puncaknya.
Pengujian Mutu Biodiesel Dengan Parameter
Bilangan Asam, Viskositas, Massa Jenis, Bilangan Iod, dan Kadar Abu.
A. ACARA
Praktikum Pengujian Mutu Pada Biodiesel dengan parameter Bilangan Asam,
Viskositas, Massa Jenis, Bilangan Iod, dan Kadar Abu.
B. PRINSIP
1. Analisis Bilangan Asam
Pelarutan contoh lemak/minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol
netral 96%) dilanjutkan dengan penitaran dengan basa (NaOH atau KOH)
D. TEORI DASAR
Berdasarkan hal tersebut diatas maka mutu suatu produk dan jasa dapat
didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam
suatu produk dan jasa dan dapat membedakan setiap satuan produk dan
jasa serta mempengaruhi secara nyata penentuan derajat penerimaan
konsumen terhadap produk dan jasa tersebut.
Mutu suatu produk dan jasa tidak tergantung pada salah satu sifat khas
yang ada pada produk dan jasa tersebut tetapi juga tergantung pada
beberapa sifat yang merupakan satu kesatuan yang dituntut
kesempurnaannya dari produk yang bersangkutan. Sebagai contoh mutu
tepung ikan tidak hanya ditentukan oleh kadar proteinnya saja melainkan
juga ditentukan oleh kadar air, abu, lemak, serat kasar, Ca, P dan NaCl.
2. Biodiesel
Indonesia mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak
bumi sebagai bahan bakar. Tahun 2005 Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005 mengenai
penghematan penggunaan energi termasuk dalam hal ini penggunaan
bahan bakar dan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 serta Instruksi
Presiden No. 5 tahun 2006 mengenai energi terbarukan. Berbagai
kebijakan tersebut mendorong pada penggunaan sumber energi alternatif
termasuk dalam hal ini bahan bakar biodiesel. Biodiesel dalam pengertian
ilmiah berarti bahan bakar yang digunakan untuk mesin diesel yang dibuat
dari sumber daya hayati.
Menurut SNI 04-7182-2006 Biodiesel adalah ester alkil (metal, etil, isopropil
dan sejenisnya) dari asam-asam lemak. Standar ini digunakan untuk bahan
baker substitusi motor diesel yaitu sebagai campuran (blening) dengan
bahan baker diesel pada kendaraan bermotor atau motor diesel lainnya.
Bahan bakar diesel yang dicampurkan meliputi antara lain minyak solar,
minyak diesel dan minyak bakar yang memenuhi persyaratan spesifikasi
yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
E. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Hot plate
Erlenmeyer 250mL, 150mL Statif
Neraca Analitik Piknometer
Pipet tetes Penangas air
Pipet volum Pendinagin
Pipet ukur Termometer
Pipet filler Oven
Buret, Viskosimeter Oswald
Tanur/muffle
Erlenmeyer 500mL
2. Bahan
a. Sampel ; Biosolar (B20)
b. Bahan Kimia;
NaOH Asam Sulfat Pekat
Alkohol Netral 95% Kalium Iodida (KI)
Aquadest Karbon Tetra Klorida
Indikator PP Indikator Kanji
Asam oksalat Larutan Wij
F. PROSEDUR
1. Analisis Bilangan Asam
a. Pereaksi:
1) Larutkan Alkohol 95% netral (alkohol 95% ditambah PP kemudian ditambah NaOH 0,1N
tetes demi tetes (titrasi) sampai terbentuk warna merah muda).
2) Indikator PP 0,5% (larutan 0,5 gram PP dalam 100mL alcohol 95%)
3) Larutan Standar NaOH 0,1 N (membuat larutan NaOH 50% yaitu NaOH 100 gram
dilarutkan dalam 100mL aquadest, Ambil 5,26 mL larutan NaOH 50% (19N) kedalam labu
ukur 1000mL diencerkan sampai tanda. Lakukan standarisasi Larutan NaOH 0,1 N).
b. Cara Kerja;
1) Lakukan standarisasi NaOH 0,1 N. Timbang dengan teliti 1,1 gram asam oksalat
(C2H2O42H2O) BM 126 dimasukkan kedalam erlemneyer 250mL. ditambahkan 25mL
Aquadest. Setelah larut ditambahkan 2-3 tetes indicator PP dan dititrasi dengan NaOH
yang akan distandarisasi sampai warna merah jambu.
G asam oksalat x2
N NaOH =
0.126 x mL NaOH
c. Penetapan
V x T x 56,1
Bilangan Asam (mg NaOH/gram minyak) =
M
Keterangan :
V ; volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi contoh (mL)
T ; normalitas
m ; bobot contoh (gram)
M ; bobot molekul asam lemak yang dinyatakan sengai asam oleat 282
F ; massa jenis aquadest pada ruang hampa. Massa jenis aquadest pada suhu 40C =
993 kg/m3
12,69 x T x (V1-V2)
Bilangan Iod =
m
T ; normalitas larutan standar natrium thiosulfat 0,1 N
V1 ; volume larutan tio 0,1 N yang diperlukan dalam titrasi blanko (mL)
V2 ; volume larutan tio 0,1 N yang diperlukan dalam titrasi contoh (mL)
m ; bobot contoh
Penyimpanan dilakukan pada tiga suhu, yakni 15, 30, dan 45oC. Terdapat 60 botol sari buah
untuk masing-masing suhu penyimpanan. Pengamatan selama penyimpanan dilakukan pada
awal penyimpanan atau hari ke-0 dan kemudian dengan selang waktu 2 hari berturut-turut
selama 2 bulan. Setiap pengamatan dilakukan pada dua botol (2 ulangan) per masing-masing
sari buah dan suhu penyimpanan. Pengamatan dilakukan terhadap parameter kritis
kandungan vitamin C dengan metode titrasi.
Pendugaan umur simpan jus/sirup buah didekati dengan tiga faktor, yakni kandungan
mikroba, vitamin C, dan sensori, dimana dapat dipilih salah satu dari ketiga faktor tersebut
(Leizerson and Shimoni, 2005). Vitamin C merupakan salah satu komponen penting dalam
produk minuman. Vitamin C sangat mudah mengalami kerusakan selama prosesing dan
penyimpanan sehingga sesuai dijadikan sebagai parameter yang kritis (Derossi et al., 2010).
PENENTUAN KADAR VITAMIN C DENGAN METODE IODIMETRI
ALAT BAHAN
- Buret - I2 0,1 N
- Gelas beaker - Aquadest
- Gelas ukur - Na2S2O3 0,1 N
- Statif dan klem - Indikator kanji
- Erlemeyer - Vitamin C
- Pipet tetes - H2O (bebas CO2)
- Alumuniun foil - H2SO4 encer
HASIL
hingga terjadi perubahan warna (biru tua) HASIL
Batas mutu minimum adalah nilai mutu dimana produk mulai ditolak oleh konsumen
(Hough et al., 2006). Langkah-langkah pendugaan umur simpan dengan metode
ASLTsebagai berikut:
a. Data hasil analisa produk terhadap waktu diplotkan dan dihitung persamaan regresi
liniernya. Kemudian diperoleh tiga persamaan regresi untuk tiga kondisi suhu
penyimpanan produk dengan menggunakan Y
= a + bx, dimana Y = nilai karakteristik sari buah, X = lama penyimpanan (hari), a = nilai
karakteristik sari buah pada awal penyimpanan, b = laju perubahan nilai karakteristik
(nilai b sama dengan nilai k).
b. Dari masing-masing persamaan tersebut diperoleh nilai slope (b) yang merupakan
konstanta laju reaksi perubahan karakteristik produk atau laju penurunan mutu (k).
Untuk menentukan ordo reaksi yang digunakan dibuat grafik ordonol yaitu hubungan antara
nilai k dengan lama penyimpanan dan ordo satu yaitu hubungan antara ln k dengan lama
penyimpanan.
Dari kedua persamaan tersebut dipilih ordoreaksi yang mempunyai nilai R2 (determinasi)
terbesar (Goncalves et al., 2011).
Penurunan mutu ordo nol adalah merupakan penurunan mutu yang konstan yang
dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut.
At – Ao = -kt …………..................................(1)
dimana :
At = Jumlah A pada waktu t Ao = Jumlah awal A
K = laju perubahan mutu t = waktu simpan
Plot hubungan antara penurunan mutu dengan waktu penyimpanan pada reaksi ordo 0
dapat dilihat pada Gambar 2.
Sedangkan penurunan mutu ordo satu dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut.
ln At – ln Ao = -kt .………....………………..(2) Plot hubungan antara penurunan mutu
dengan waktu penyimpanan pada reaksi ordo satu dapat dilihat pada Gambar 3.
c. Untuk pendekatan Arrhenius, nilai k diplotkan terhadap 1/T (K -1) dan ln k didapatkan nilai
intersep dan slope dari persamaan regresi linier ln k = ln k0
–(E/R) (1/T), dimana ln k0 = intersep, E/R = slope, E = energi aktivasidan R =konstanta
gas ideal = 1, 986 kal/mol oK. Selanjutnya nilai ln k pada masing- masing suhu
penyimpanan tersebut diplot dengan 1/T seperti yang terlihat pada Gambar 4.
d. Dari persamaan pada tahapan sebelumnya diperoleh nilai konstanta k0 yang merupakan
faktor pare eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik sari buah
(Ea = E). Dan kemudian ditentukan model persamaan laju reaksi
(k) perubahan karakteristik sari buah dengan k = k0
.e-E/RT dengan T adalah suhu penyimpanan.
e. Dengan persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai konstanta Arrhenius (k) pada suhu (T)
penyimpanan yang ditentukan.
f. Penentuan parameter kunci dengan melihat parameter yang mempunyai energi
aktivasite rendah.
g. Umur simpan sari buah diduga dengan menghitung selisih skor awal produk dan skor
pada saat produk tidak disukai dibagi dengan laju penurunan mutu
(k) pada suhu penyimpanan dugaan distribusi yang dinyatakan melalui persaman
sebagai berikut:
ts = [ln(No-Nt)]/KT untuk laju reaksi ordo satu ....(4) ts = (No-Nt)/KT. untuk laju reaksi
ordo nol ...........(5) dimana :
ts = Waktu penyimpanan
No = Nilai parameter mutu pada to (awal
penyimpanan)
Gambar 2. Hubungan antara mutu dan waktu penyimpanan pada reaksi ordo nol
Gambar 3. Hubungan antara mutu dan waktu pada reaksi ordo satu
h. Langkah terakhir adalah menetapkan suhu yang ingin diketahui umur simpannya.