Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi yang semakin maju dan berkembang saat ini,


gaya hidup manusia semakin tidak baik. Banyak orang yang tidak
mementingkan kesehatan karena lebih mementingkan pekerjaan, karir dan
kesibukan masing-masing untuk mencapai apa yang mereka inginkan.
Ditambah dengan pola hidup yang tidak sehat seperti merokok, jarang
berolahraga, makan makanan instan yang akan tambah memperburuk
kondisi kesehatan. Seiring bertambahnya waktu jika hal tersebut terus
dilakukan akan menimbulkan berbagai macam penyakit salah satu yang
paling berbahaya adalah penyakit jantung, dan penyakit jantung yang
sering terjadi adalah IMA (Infark Miokard Akut).
IMA (Infark Miokard Akut) merupakan nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut
pada arteri koroner, sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur
plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya
trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal,
kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri
koroner, emboli atau vaskultasi (Perki, 2004 dalam Muttaqin, 2009).
Penyebab plak tersebut disebabkan oleh faktor gaya hidup seperti
merokok, jarang berolahraga, makan makanan yang dapat meningkatkan
kolesterol dalam darah, obesitas, dan lain- lain.
IMA dibedakan menjadi dua yaitu ST elevasi myocardial
infarction (STEMI) dan NON ST elevasi myocardial infarction
(NSTEMI). ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) didefinisikan sebagai
nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan
darah akibat sumbatan akut arteri koroner yang ditandai dengan adanya
segmen ST Elevasi pada EKG. Sumbatan ini disebabkan oleh rupture plak,
1
ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya
trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamsi, dan mikroembolisasi distal
(Oktavianus, 2014).
Infark Miokard Akut (IMA) tipe STEMI sering menyebabkan
kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang
membutuhkan tindakan medis secepatnya. Maka kelompok tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien STEMI di Ruang IGD RSU
Haji Surabaya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi STEMI ?
2. Bagaimana etiologi dari STEMI ?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari STEMI ?
4. Apa maninfestasi klinis STEMI ?
5. Bagaimana patofisiologi dari STEMI ?
6. Bagaimana pathway dari STEMI ?
7. Apa saja komplikasi dari STEMI ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari STEMI?
9. Apa saja penatalaksanaan pada STEMI ?
10. Bagaimana prognosis STEMI ?
11. Apa saja komplikasi dari STEMI ?
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien STEMI ?

C. Tujuan
Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis dan
komplikasi STEMI
2. Menjelaskan tentang patofisiologi STEMI
3. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan
STEMI
4. Memberikan gambaran pembahasan kasus tentang pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi pada pasien STEMI.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori STEMI


1. Pengertian STEMI
ST Elevation Miocard Infark (STEMI) adalah kerusakan jaringan
miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini
erat hubungannya dengan adanya penyempitan arteri koronaria oleh
plak ateroma dan thrombus yang terbentuk akibat rupturnya plak
ateroma. Secara anatomi, arteri koronaria dibagi menjadi cabang
epikardial yang memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard
dan cabang profunda yang memperdarahi endokard dan miokard bagian
dalam (Oktavianus & Febriana Sartika Sari, 2014).
Sedangkan menurut Sudoyo Aru (2009) IMA dengan ST elevasi
(STEMI) merupakan rusaknya otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner sehingga miokard tidak mendapat
nutrisi dan oksigen, aliran darah menurun secara cepat dan mendadak
bahkan berhenti setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis di
lokasi injuri vaskuler, ditandai nyeri dada spontan >30 menit,

3
peningkatan enzim jantung dan terdapat ST elevasi pada pemeriksaan
EKG.
Menurut pengertian diatas, penulis memberikan kesimpulan ST
Elevation Miocard Infark (STEMI) kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba akibat tidak mendapat nutrisi
dan oksigen, biasanya ditandai dengan nyeri dada >30 menit, dan
peningkatan enzim jantung sehingga terdapat ST elevasi pada
pemeriksaan EKG.

2. Etiologi STEMI
Menurut Udjianti (2013), STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Sedangkan Menurut World Health Federation (2011) keadaan yang
dapat menyebabkan terjadinya akut miokard infark antara lain:
a. Faktor Penyebab
1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu
a) Faktor Pembuluh darah seperti aterosklerosis, spasme,
arteritis
b) Faktor sirkulasi seperti hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi
c) Faktor Darah seperti anemia, hipoksia.
2) Peningkatan curah jantung dapat dipengaruhi oleh aktifitas yang
berlebih, emosi dan hipertiroid.
3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada kasus kerusakan
miokard, hipertropi miokard dan hipertensi.
b. Faktor Predisposisi
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Usia lebih dari 40 tahun
b) Jenis kelamin, pria lebih tinggi, sedangkan pada wanita
biasanya meningkat setelah menopause. Hal ini berkaitan
dengan hormon estrogen dan endogen pada wanita yang
bersifat protektif
c) Faktor keturunan

4
d) Ras, lebih tinggi diderita pada kulit hitam
2) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah iskemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga
beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi
hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi. Akan
tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dengan kompensasi hipertropi akhirnya terlampaui
meskipun terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila
aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokard
berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada
miokardium terjadi akibat hipertropi ventrikel dan
peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya
menyebabkan Infark Miokard. Tekanan darah yang tinggi
dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap
dinding pembuluh darah arteri koroner, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis. Hal ini
menyebabkan terjadinya Angina Pektoris yang kemudian
dapat berkembang menjadi IMA. Insufisiensi koroner dan
Infark Miokard lebih sering didapatkan pada penderita
hipertensi dibanding orang normal.
b) Hiperlipidemia
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner
disebabkan oleh penumpukan zat lemak (kolesterol,
trigliserida) yang semakin lama semakin banyak dan
menumpuk di bawah lapisan terdalam (endothelium) dari
dinding pembuluh nadi. Hal ini menghentikan aliran darah
ke otot jantung sehigga menggangu kerja jantung sebagai
pemompa darah.
i. Kolesterol Total

5
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah <200
mg/dl, bila >200 mg/dl berarti untuk terjadinya PJK
meningkat.
Kadar kolesterol total : Normal <200 mg/dl, Agak tinggi
(pertengahan) 200-239 mg/dl, Tinggi >240 mg/dl.
ii. Low Density Lipoprotein
Low Density Lipoprotein control merupakan jenis
kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad
cholesterol), karena kadar LDL yang meninggi akan
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar
LDL kolesterol: Normal <130 mg/dl, Agak tinggi
(pertengahan) 130-159 mg/dl, Tinggi >160 mg/dl, HDL
Kolesterol.
iii. High Density Lipoprotein
HDL (High density Lipoprotein) kolesterol merupakan
jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan
(good cholesterol), karena mengangkut kolesterol dari
pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga
mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Kadar HDL
kolesterol: Normal >45 mg/dl, Agak tinggi (pertengahan)
35-45 mg/dl, Tinggi <35 mg/dl.
iv. Kadar Trigleserida
Trigliserida terdiri dari 3 jenis lemak yaitu lemak jenuh,
lemak tidak tunggal, dan lemak jenuh ganda. Kadar
Trigliserida yang tinggi merupakan faktor resiko untuk
terjadinya PJK.
Kadar Trigliserida : Normal <150 mg/dl, Agak tinggi
(pertengahan) 150-250 mg/dl, Sedang 250-500 mg/dl,
Tinggi >500mg/dl.

6
c) Merokok
Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan kadar CO,
Hemoglobin lebih mudah berikatan dengan CO daripada
oksigen. Jadi, oksigen yang disuplai ke jantung berkurang
sehingga meningkatkan kerja jantung. Selain itu, asam
nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin
yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah.
d) Diabetes Melitus
Penderita Diabetes Melitus memiliki prevalensi dan
keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. Selain
itu Diabetes Melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel
otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner. Penderita
Diabetes Melitus pada kasus Hiperglikemi juga
menyebabkan peningkatan agregasi thrombus.
e) Obesitas
Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan
oksigen. Lemak dalam tubuh yang berlebih dan
ketidakefektifan fisik berperan dalam terbentunya resistensi
insulin.
f) Diit tinggi lemak jenuh
Lemak jenuh dapat menyebabkan terbentuknya
aterosklerosis sehingga menggangu aliran darah ke miokard.
g) Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik sangat mempengaruhi
perkembangan penyakit jantung. Olahraga yang kurang
teratur disertai mengkonsumsi makanan yang berlebih dan
obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
h) Stres
Seseorang yang memiliki sifat emosional dan banyak
berpikir sehingga menyebabkan stress sangat rentan terkena
penyakit jantung koroner.

3. Anatomi Fisiologi

7
Menurut Sudoyo (2009), peredaran darah jantung terbagi
menjadi dua yaitu, peredaran darah sistematik dan peredaran
darah pulmonal. Peredaran darah sistematik merupakan peredaran
darah dari jantung kiri masuk melalui aorta melalui valvula semi
lunaris aorta beredar keseluruh tubuh dan kembali ke jantung
kanan melalui vena kava superior dan inferior. Aorta bercabang
menjadi arteri-arteriola-kapiler arteri-kapiler veno-venolus-vena
kava. Peredaran darah pulmonal adalah peredaran darah dari
ventrikel dekstra ke arteri pulmonalis melalui vulva semi lunaris
masuk paru kiri dan kanan dan kembali ke atrium kiri melalui
vena pulmonalis. Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot,
dimana kerjanya seperti otot polos dan bentuknya seperti otot
serat lintang. Letaknya didalam rongga dada sebelah depan
(kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada di atas diagfragma dan pangkalnya
terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan V1 dua jari bawah
papila mamae. Ukuran jantung kurang lebih sebesar gengaman
tangan. Jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu :
a. Endocardium
Merupakan jaringan yang paling dalam, terdiri dari jaringan
endotel.
b. Miocardium
Merupakan lapisan inti / otot.
c. Perikardium
Merupakan bagian terluar, terdiri dari dua lapisan yaitu viseral
dan parietal yang bertemu dipangkal jantung membentuk
kantung jantung, diantara keduanya terdapat lendir sebagai
pelicin. Jantung dapat bergerak mengembang dan menguncup
disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari

8
susunan syaraf otonom. Dalam kerjanya jantung mempunyai
tiga periode yaitu :
1) Periode kontriksi / sistol, adalah keadaan dimana ventrikel
menguncup, katup bikus pidalis dan trikus pidalis dalam
keadaan tertutup. Valvula semi lunaris aorta dan valvula
semilunaris arteri pulmonalis terbuka sehingga darah dari
ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke
paru-paru, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir
ke aorta dan diedarkan keseluruh tubuh. Lama kontraksi
+30 detik.
2) Periode Dilatasi/Diastol, adalah keadaan dimana jantung
mengembang katup bikuspidalis dan katup trikuspidalis
terbuka sehingga darah dari atrium dekstra masuk ke
ventrikel dekstra, darah dari atrium sinistra masuk ke
ventrikel sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui
vena kava masuk melalui vena, melalui vena kava masuk
ke atrium dekstra.
3) Periode Istirahat, yaitu periode antara kontriksi dan
dilatasi, dimana jantung berhenti kira-kira 1/10 detik .Pada
waktuistirahat jantung akan menguncup 70 – 80 x/menit.
Pada tiap-tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah
ke aorta sebanyak60 – 70 cc. Pada waktu aktifitas
kecepatan jantung bisa mencapai 150 x/menit dengan daya
pompa 20 – 25 liter/menit. Setiap menit jumlah volume
darah yang tepat sama sekali dialirkan dari vena ke
jantung. Apabila pengambilan dari vena tidak seimbang
dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa
jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak
berisi darah sehingga tekanan darah vena naik dan dalam
jangka waktu lama bisa menjadi Oedem.

9
d. Pembuluh darah Koroner

Gambar 2.1 Pembuluh Darah Koroner


Sumber: www.google.com

Gambar 2.2 Pembuluh Darah Koroner


Sumber: www.google.com

Meliputi seluruh permukaan jantung yang membawa nutrisi dan


oksigen ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang
kecil-kecil.
Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik.
Muara arteri koronaria ini terdapat dalam sinus valsalva dalam aorta,
tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari arteri koronaria kiri
dan arteri koronaria kanan.
a) Arteri koronaria kiri
Dibagi menjadi 2 cabang besar yaitu : ramus desenden anteriol
(LAD) dan ramus cirkumplex (LCx). Arteri ini melingkari jantung
10
dalam dua lekuk anatomis eksterna yaitu : sulkus arterio ventrikuler
yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, dan sulkus
intraventrikuler anteriol yang memisahkan kedua ventrikel.
Pertemuan dua lekuk ini di bagian posterior jantung yang dikenal
dengan kruk jantung.
Arteri koronaria kiri tidak bercabang lagi sesudah
meninggalkan pangkalnya di aorta. Aretri sirkumpleksa kiri berjalan
ke lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus atrioventrikularis kiri
arteri desendens arterior kiri menyatakan perjalanan anatomis dari
cabang arteri tersebut. Arteri tersebut berjalan ke bawah pada
permukaan jantung dalam sulkus interventrikularis anterior.
Kemudian arteri ini melintasi apeks jantung dan berbalik arah dan
berjalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus
interventrikularis untuk bersatu dengan cabang distal arteri koronaria
kanan. Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial
dan intramiokardia yang khas. Arteri desendens arterior kiri
membentuk percabangan septum yang memasok 2/3 bagian arterior
septum dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan
anterolateral dari ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari
ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteri
sirkumpeksa.
b)Arteri koronaria kanan :
Arteri koronaria kanan berjalan ke lateral mengitari sisi kanan
jantung di dalam sulkus interventrikularis kanan. Pada 90 % jantung,
arteri koronaria kanan pada waktu mencapai posterior jantung akan
menuju kruks lalu turun menuju menuju afeks jantung dalam sulkus
interventrikularis posterior

4. Manifestasi Klinis

11
Gambaran klinis infark miokard biasanya dikenal dengan TRIAS
INFARK (Kumar, 2007; Sudoyo, 2010).
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis
Gejala Gejala khas
Riwayat nyeri dada a. Nyeri dada bagian dada depan ( bawah
yang khas sternum) dengan/ tanpa penjalaran,
terkadang berupa nyeri dagu, leher/seperti
sakit gigi, penderita tidak bisa menunjukan
rasa nyeri dengan satu jari tetapi dengan
tangan.
b. Kualitas nyeri seperti ditekan, rasa
berat/panas terbakar.
c. Durasi . 15 “ smp 30 ‘
d. Terkadang disertai mual, keringat
dingin, berdebar/sesak
e. Nyeri tak hilang dengan istirahat/
nitrogliserin sublingual
Adanya perubahan a. Gelombang Q (signifikan infark) / Q
EKG patologis
b. Segmen ST elevasi
c. Gel T meninggi/menurun
Kenaikan enzim a. CKMB merupakan enzim yang
otot jantung spesifik sebagai penanda terjadinya
kerusakan otot jantung , enzim ini
meningkat 6 – 10 jam setelah nyeri dada &
kembali normal dalam 48 – 72 jam
b. Pemeriksaan fisik Aspartate Amino
Transferase (AST) Pasien datang setelah
hari ke 3 nyeri dada/ LDH (laktat
dehydrogenase) meningkat sesudah hari
ke 4 & normal pada hari ke 10

5. Patofisiologi
Muttaqin (2009) menjelaskan bahwa patofisiologi infark
miokard akut diawali pada aterosklerosis, lapisan dalam arteri

12
mengalami perubahan. Terbentuknya ateroma dan perubahan
dinding pembuluh darah pada aterosklerosis merupakan proses
yang panjang, sehingga akan mengganggu absorbsi nutrient oleh
sel-sel endotel yang menyusun dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol di dalam
lumen pembuluh darah. Disfungsi endothelial akan membentuk
jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan
aliran darah terhambat.
Peningkatan ukuran plak berlanjut pada titik melambatnya
aliran darah arteri dari keadaan terdesak sampai sedikit mengalir
sesuai penurunan diameter arteri. Diyakini bahwa banyak bagian
dinding infark yang tebal terjadi akibat spasme koroner. Arteri
koroner yang mengalami aterosklerosis berespon terhadap
rangsangan vasodilator secara paradoksikal, sehingga
menyebabkan vasokonstriksi.
Spasme arteriol dan penyempitan menyebabkan aliran
darah arteri menurun serta kebutuhan oksigen dan nutrient jaringan
miokardium berlanjut. Kerja serupa dari pemompa darah harus
diselesaikan dengan ketersediaan energy dan oksigen yang sedikit.
Metabolism anarob dapat memberikan hanya 6% dari energi total
yang diperlukan. Pengambilan glukosa oleh sel akan sangat
meningkat saat cadangan glikogen dan adenosin trifosfat
berkurang. Kalium dengan cepat bergerak keluar dari sel
myocardium selama iskemia. Asidosis seluler terjadi yang
selanjutnya dapat menggangu metabolisme seluler.
Selanjutnya sebagai respon trombolitik dan akibat adanya
statis pada arteri koroner yang terserang, terbentuklah suatu
thrombus. Thrombus yang terbentuk kemudian mengikuti aliran
darah dan terhenti pada lumen pembuluh darah yang lebih kecil,
sehingga menyebabkan oklusi total pembuluh darah. Penyumbatan
ini bermanifestasi dengan tidak adanya aliran darah dan

13
menyebabkan suplai darah kearea lokal menjadi terhenti dan terjadi
iskemia lokal.
Perubahan yang terjadi pada beberapa menit pertama masih
reversible, misalnya pembersihan penyumbatan dan reperfusi
aliran darah akan mengembalikan fungsi sel menjadi normal
kembali. Namun, bila penyumbatan terjadi dalam jangka waktu
yang lebih lama, mengakibatkan terjadinya kerusakan yang
irreversible, hal ini ditandai dengan pelepasan makro molekul
seperti enzim dan protein. Terjadi juga aktivasi lipoprotein lipase
dan kehilangan kontrol mitokondria.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversible dan kematian
otot jantung atau nekrosis. Bagian myocardium yang mengalami
infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah
iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada
dinding ventrikel. Misalnya, infark myocardium anterior mengenai
dinding anterior ventrikel kiri. Daerah yang lain biasanya terserang
infark adalah bagian inferior, lateral, posterior dan septum. Infark
yang luas melibatkan sebagian besar ventrikel dinyatakan sesuai
dengan lokasi infark yaitu: anteroseptal, anterolateral, dan
inferolateral. Infark dinding posterior ventrikel kanan juga
ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding inferior
ventrikel kiri.
Infark transmural mengakibatkan nekrosis pada semua
lapisan myocardium. Oleh karena fungsi jantung sebagai pompa
pemeras, upaya sistolik untuk mengosongkan ventrikel dapat
diturunkan oleh satu segmen dinding miokardium yang mati dan
tidak berfungsi. Bila area infark transmural kecil, jaringan nekrotik
mungkin diskinetik. Waktu dinding otot ini memeras saat systole

14
atau rileks pada pengisian diastolic, jaringan diskinetik tidak tetap
dalam keadaan sinkron pada dinding miokardium sehat.
Saat jantung mengalami gangguan, jantung akan
melakukan kompensasi dengan tujuan untuk mempertahankan
curah jantung dengan perfusi perifer yaitu dengan cara:
meningkatkan frekuensi jantung dan daya konstriksi,
vasokonstriksi umum, retensi natrium dan air, dilatasi ventrikel,
dan hipertrofi ventrikel. Semua respon kompensasi ini akhirnya
dapat memperburuk keadaan miokardium dengan meningkatkan
kebutuhan miokaridum akan oksigen.
Kondisi hemodinamik sesudah infark miokaridum
bervariasi, curah jantung dapat berkurang sedikit atau
dipertahankan dalam batas-batas normal. Meningkatnya frekuensi
jantung biasanya tidak berlangsung terus menerus, kecuali jika
terjadi depresi miokardium yang hebat. Tekanan darah merupakan
fungsi interaksi antardepresi miokardium dan reflek otonom.
Respon otonom terhadap infark miokardium tidak selalu
merupakan proses bantuan simpatis terhadap sirkulasi yang
terancam bahaya.
Nyeri atau perangsang ganglion parasimpatis miokardium,
terutama pada dinding inferior dapat mengganggu respon
hemodinamika. Terjadinya infark miokardium klasik disertai oleh
triase diagnostik yang khas.

15
6. Web of Cause STEMI

16
7. Pemeriksaan Penunjang STEMI
a. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat
aktivitas elektrik jantung. Melalui aktivitas elektrik
jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung,
dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang
memiliki kaitanya dengan mendeteksi pola iskemia,
cedera, dan infark.
Ketika otot jantung menjadi iskemik,cedera atau
infark, depolarisasi dan repolarisasi sel jantung berubah,

17
yang menyebaban perubahan pada kompleks QRS,
segmen ST, dan gelombang T pada EKG sadapan yang
terletak diatas area jantung yang terganggu.
(Morton,2011)
1) Fase Hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
a) Elevasi yang curam dari segmen ST
b) Gelombang T yang tinggi dan lebar
c) VAT memanjang
d) Gelombang Q tampak
2) Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
a) Gelombang Q patologis
b) Elevasi segemen ST yang cembung ke atas
c) Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
3) Fase resolusi (beberapa minggu/bulan kemudian)
a) Gelombang Q patologis tetap ada
b) Segmen ST mungkin sudah kembali isoelektris
c) Gelombang T mungkin sudah menjadi normal

Gambar 2.3 Interpretasi EKG STEMI


Sumber: www.google.com
18
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian
dalam tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat
implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah:
1) Creatinin kinase (CK) MB
CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2) Cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I
cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI
yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini
juga akan diikuti peningkatan CKMB
Ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-
14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
c. Pemeriksaan enzim jantung yang lain
1) Mioglobin : Dapat di deteksi satu jam setelah infark dan
mencapai puncak dala 4-8 jam.
2) Creatinine kinase (CK) : Meningkat setelah 3-8 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dala 10-36 jam dan
kembali normal dalam 3-4 hari.
3) Lactic dehydrogenase (LDH)
Meningkat setelah 24-48 jam bila da infark
miokard,mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal 8-
14 hari.
d. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih
jantung dengan beban)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena
menderita penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat

19
ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat
dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan
lain-lain (Morton 2011).
e. Echocardiography (Ekokardiografi)
Pemeriksaan Ekokardiografi adalah prosedur yang
menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamati struktur
jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung
(Morton, 2011).
f. Angiografi korener
Angiografi Koroner merupakan cara dengan menggunakan
sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam arteri koroner
melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri
koroner (Morton,2011).
g. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari
sinar X yang menembus organ. Sinar X yang menembus
diterima oleh detektor yang mengubahnya menjadi data
elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk diolah
menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh (Morton,2011).
h. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Cardiac MRI merupakan salah satu teknik pemeriksaan
diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang menggunakan
interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-
frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk
menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh
(Morton,2011).
i. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalam tubuh
pasien, kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera
gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan yang

20
terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar
gamma (Morton,2011).
8. Penatalaksanaan STEMI
Menurut Brashers (2007) menjelaskan terapi spesifik akut
miokard infark, yaitu:
a. Aspirin (tidak bersalut enterik) hendaknya diberikan segera
180-sampai 325mg PO, untuk mencegah reoklusi dan mungkin
bertindak secara sinergistik dengan agen-agen trombolitik
untuk memecah bekuan.
b. Terapi trombolitik
1) Kecuali bila ada kontraindikasi, alteplase (t-PA) atau
streptokinase (SK) harus diberikan dalam 30 sampai 60
menit kepada semua pasien yang jelas mengalami AMI.
Sebagai alternatif, beberapa pasien dapat menjalani
angioplasti segera jika tindakan ini dapat dilakukan dengan
cepat.
2) Perhatian dan kontraindikasi
a) Obat-obatan ini harus dihindari pada pasien yang
menderita perdarahan internal aktif; riwayat stroke;
bedah atau trauma intrakranial atau intraspinal baru
(dalam dua bulan); neoplasma intrakranial; malformasi
arteri-vena, atau aneurisma; diatesis perdarahan yang
jelas; atau hipertensi berat tak terkontrol (TD persisten
>180 sistolik atau 110 diastolik meskipun sudah diberi
nitrogliserin, nitroprusid).
b) Resiko dapat meningkat, tetapi keuntungan-keuntungan
potensial yang signifikan dalam terapi trombolitik harus
dipikirkan pada pasien dengan kondisi tertentu seperti
pasien yang baru menjalani bedah mayor (dalam 10

21
hari), truma, atau perdarahan gastrointestinal atau
genitourinaria.
c) Meskipun setiap riwayat stroke secara teknis masih
merupakan kontraindikasi, t-PA sekarang sudah disetujui
untuk digunakan pada pasien-pasien tertentu dengan
stroke iskemik akut,dan banyak pusat terapi yang
memberikan t-PA untuk paien AMI dengan riwayat
stroke iskemik (nonhemoragik) lama >6 bulan.
c. Regimen berikut dapat digunakan :
1) T-PA (Activase) 15 mg bolus IV, diikuti dengan 0,75 mg/kg
(sampai %0 mg) yang diinfuskan dalam 30 menit, diikuti
dengan 0,5 mg/kg (sampai 35 mg) diinfuskan dalam 60
menit berikutnya.
2) Streptokinase (Streptase, Kabikinase) 1,5 juta U/jam IV,
seringkali didahului oleh difenhidramin 50 mg IV untuk
mencegah reaksi alergi.
3) Waktu amat sangat penting karena jaringan miokardium
terus mengalami nekrosis sampai aliran darah pulih
kembali. Pada pasien AMI yang jelas, agen trombolitik
harus diberikan dalam 30 sampai 60 menit setelah datang di
IGD.
4) Terdapat dua agen trombolitik lain. Keduanya menawarkan
pemberian dosis bolus yang lebih mudah, tetapi biayanya
setara dengan biaya t-PA.
5) Anistreplase (Eminase) 30 U IV dalam 2-5 menit yang
efektivitasnya setara dengan streptokinase.
6) Reteplase (Retevase) 10 U IV, diulang dalam 30 menit,
sekurang-kurangnya sama efektifnya dengan stertokinase
dan mungkin efektifitasnya sama dengan alteplase (t-PA).
d. Antikoagulasi

22
Heparin digunakan untuk mencegah reoklusi dan dimulai
selama atau segera setelah infus t-PA. Regimen standar adalah
bolus IV 5000 U, diikuti dengan infus dengan kecepatan
1000U/jam, disesuaikan untuk mempertahankan waktu
tromboplastin (PTT) dengan 1,5-2 kali dari dosis dasar.
Regimen berdasarkan berat badan mungkin akan lebih baik
untuk mencapai tingkat PTT yang diinginkan dengan
ketentuan 80 U/kg bolus diikuti dengan 18 U/kg/jam,
disesuaikan jika perlu. Heparin sering, tetapi tidak selalu
diberikan jika streptokinase digunakan.

e. Blokade beta sudah terbukti mengurangi angka kematian pada


pasien AMI. Regimen berikut dpat digunakan:
1) Metoprolol, 5 mg/kg bolus IV setiap 5 menit sampai total
15 mg,
2) Esmolol, 0,5 mg/kg bolus IV diikuti dengan infus dengan
kecepatan 0,05 mg/kg/menit. Esmolol bekerja singkat
sehingga lebih disukai untuk pasien-pasien yang blokade
beta-nya harus diberikan dengan hati-hati, misalnya, yang
menderita CHF, blok jantung, atau bronkospasme.
f. Angioplasti dan bedah
Terapi trombolitik farmakologik berhasil memecah trombosisi
arteri koroner akut pada kebanyakan kasus. Meskipun
mungkin banyak pasien yang akhirnya memerlukan
angioplasti koroner transluminal perkutan (PTCA) atau
grafting bypass arteri koroner (CABG) untuk menghilangkan
lesi arterosklerosis penyebabnya, tindakan ini menjadi lebih
aman dan lebih berhasil jika ditunda sampai arteri yang telah
direkanalisasi secara farmakologis sudah sembuh.

23
Sedangkan Terapi Farmakologi menggunakan MONA
(Morton,2011), yaitu :

1) Morfin
Jika rasa sakit pasien belum membaik setelah pemberian
nitrogliserin, morfin sulfat mungkin diberikan pada dosis
awal push 2-ke-4-mg IV yang dapat diulang setiap lima
sampai 15 menit sampai nyeri terkontrol.
Morfin menyebabkan vena dan arteriol vasodilatasi,
mengurangi preload dan afterload, dan sifat analgesik obat
mengurangi rasa sakit dan kecemasan yang terkait dengan
ACS. Namun, morfin dapat menyebabkan hipotensi dan
pernapasan depresi, sehingga perawat harus memantau
tingkat tekanan darah pasien, pernafasan, dan perubahan
saturasi oksigen.
2) Oksigen
Oksigen harus diberikan pada 2 sampai 4 L / min oleh nasal
kanul untuk mempertahankan lebih besar tingkat Saturasi
Oksigen dari 90%. Perawat harus waspada untuk tanda-
tanda hipoksemia, seperti kebingungan, agitasi, gelisah,
pucat, dan perubahan suhu kulit. Untuk meningkatkan
jumlah oksigen yang dikirim ke miokardium, maka oksigen
tambahan tersebut akan menurunkan rasa sakit yang terkait
dengan iskemik.
3) Nitrogliserin
Nitrogliserin menyebabkan vena dan arteri mengalami
pelebaran, yang mengurangi preload dan afterload dan
akhirnya menurunkan kebutuhan oksigen miokard.
Nitrogliserin tersedia dalam tablet sublingual atau spray
atau dapat diberikan secara intravena. Karena nitrogliserin

24
bisa menyebabkan hipotensi, pasien harus dibantu untuk
tidur atau ke posisi duduk sebelum menguyah obat tersebut.
Perawat harus mengkaji penurunan tekanan darah atau
perubahan tingkat nyeri setiap lima sampai 10 menit
setelah pemberian nitrogliserin.
4) Aspirin
Pasien harus diberikan 162-325 mg aspirin melalui mulut
(hancur atau dikunyah) sesegera mungkin setelah onset
gejala, kecuali kontraindikasi. Aspirin menghambat
agregasi platelet dan vasokonstriksi dengan menghambat
produksi tromboksan. Aspirin merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan penyakit ulkus peptikum aktif,
perdarahan gangguan, dan alergi terhadap aspirin.
9. Prognosis STEMI
Seseorang yang telah mengalami infark miokard kemungkinan
akan mengalami kejadian kardiovaskular lainnya. Seperti syok
kardiogenik, gagal jantung, komplikasi jantung bahkan kematian.
Tujuan dari intervensi reperfusi adalah untuk membatasi jumlah
kerusakan miokard yang permanen, nekrosis, dan pembentukan
jaringan parut. Dalam kasus STEMI komplikasi umum miokard
infark adalah regurgitasi mitral iskemik, yang disebabkan oleh
infark dengan dilatasi annulus atau perpindahan otot papiler
sekunder akibat perubahan anatomi ventrikel kiri.
10. Komplikasi STEMI
Menurut Alwi (2009) komplikasi pada STEMI sebagai berikut:
a. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial
dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal

25
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca
infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage
serat otot, disrupsi sel miokard normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi
zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang
terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering
terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas
dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapai inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan
fraksi ejeksi <40% tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,
inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama


kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis
iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki
basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik, akibat disfungsi ventrikel kiri setelah infark
masif dan kurangnya curah jantung dalam waktu lama, kematian
terjadi akibat gagal paru atau ginjal
d. Infark Ventrikel Kanan
26
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior
menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan
derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada
ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis
menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda kussmaul’s, hepatomegali) dengan atau
tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sandapan EKG sisi
kanan, terutama sandapan V4R, sering dijumpai dalam 24 jam
pertama pasien infark ventrikel kanan.
e. Aritmia pasca STEMI
Insiden aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera
setelah onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan sistem saraf autonomy, gangguan elektrolit,
iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.
f. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi premature ventrikel sporadik yang tidak sering,
dapat terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak
memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan
fibrilasi ventrikel, dan harus diberikan rutin kecuali terdapat
kontraindikasi.
g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi
ventricular dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.
h. Ruptur jantung
Ruptur jantung, pecahnya dinding pembuluh darah, perdarahan
masif dan pengisian perdarahan ke perikardium sehingga
menekan jantung dan menimbulkan tamponade jantung yang
akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
i. Perikarditis

27
Reaksi hipersensitivitas imun terhadap nekrosis jaringan setelah
kematian sel, muncul beberapa minggu setelah infark.
j. Disritmia
Disritmia akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan
penurunan pH serta daerah jantung mulai melepaskan potensi
aksi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas meliputi identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, tangal masuk IGD, diagnose, dan
tangga pengkajian) dan identitas penanggung jawab pasien (nama,
umur, alamat, hubungan dengan pasien).
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dominan yang dirasakan pasien saat
dilakukan anamnesa. Biasanya penderita STEMI mengeluhkan
nyeri dada dan sesak napas. Penderita STEMI biasanya merasakan
nyeri dada dirasakan menjalar ke tangan, leher dan bahu. Nyeri
dada dirasakan semakin lama semakin berat dan tidak berkurang
dengan istirahat. Keluhan nyeri dada disertai nyeri kepala dan
keringat dingin. Nyeri disertai sesak napas, mual maupun muntah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji adanya riwayat penyakit (Hipertensi, Diabetes Mellitus,
jantung), riwayat pemakaian obat, riwayat alergi terhadap jenis
obat.
d. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a) Airway
Kaji adanya sumbatan pada jalan nafas, penumpukan
secret, crackel dan wheezing.
b) Breathing
28
Kaji adanya sesak nafas yang disebabkan karena aktivitas
atau penyebab yang lain, respiratory rate, suara nafas
tambahan.
c) Circulation
Kaji tekanan darah, nadi, akral, dan perubahan warna
kulit.
d) Disability
Kaji kesadaran pasien dan nilai GCS
e) Exposure
Kaji adanya jejas, suhu dan lesi pada kulit

2) Pengkajian sekunder
a) Kepala
Kaji bentuk kepala, adakah expresi wajah saat menahan
nyeri
b) Mata, hidung, dan mulut
Kaji adanya konjuctiva yang anemis, kaji pupil, secret di
hidung, stomatitis di mulut, dan mekosa bibir lembab atau
kering.
c) Leher
Kaji adanya pembesaran JVP, dan kelenjar getah bening.
d) Jantung
Inspeksi (kaji ictus cordic nampak atau tidak)
Palpasi (kaji adanya nyeri tekan)
Perkusi (kaji bunyi jantung redup atau tidak)
Auskultasi (kaji bunyi jantung)
e) Paru-paru
Inspeksi (kaji adanya retraksi dada, frekuensi nafas)
Palpasi (kaji fremitus kanan dan kiri)
Perkusi (kaji suara sonor atau tidak)
Auskultasi (kaji suara nafas vesikuler atau tidak)
f) Abdomen
Inspeksi (kaji bentuk abdomen simetris atau tidak)
Auskultasi (kaji suara bising usus)
Perkusi (kaji suara abdomen)
Palpasi (kaji adanya nyeri tekan)
g) Genetalia
Kaji kebersihan genetalia, dan adakah lesi.
h) Anus dan rectum
Kaji adakah hemoroid, lesi dan kemerahan
i) Ekstremitas

29
Kaji kekuatan otot pasien, ROM pada pasien, adanya
fraktur dan kontraktur tulang, aktivitas, dan AdL pasien.

d. Data penunjang
a) Laboratorium (hasil Hb, Trombosit, Leukosit, GDA,
Creatinin, Kalium, Natrium, dan Enzim CKMB)
b) EKG (hasil elevasi segmen ST dan gelombang Q yang
patologis)
c) Foto rogten

e. Terapi obat
Terapi obat yang diberikan baik cairan danobat anti
trombolitik).

2. Diagnosa Keperawatan (NANDA NIC NOC, 2015)


a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan infark miokard
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan miokard infark
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
0ksigen dengan kebutuhan

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Tabel 2.2
Rencana Tindakan Keperawatan
D Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
x

1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara 1. Menentukan


keperawatan selama 2 x 24 komprehensif tindakan yang
jam, diharapkan nyeri pada ( Lokasi,Karakteristik,Kua tepat
pasien dapat berkurang litas,dan Derajat nyeri)
2. Menjadi data
2. Observasi reaksi non
dengan Kriteria Hasil :
pendukung
verbal dari
30
ketidaknyamanan penentuan Dx
3. Mengurangi
1. Mampu Mengontrol 3. Ajarkan teknik nafas
rasa nyeri
nyeri dalam
dengan cara
2. Melaporkan nyeri
meningkatkan
berkurang
3. Mampu mengenali rasa nyaman
4. Anjurkan pasien bedrest
4. Mempercepat
nyeri total
kesembuhan
(skala,intensitas,frekue 5. Meningkatkan
5. Anjurkan pasien posisi
nsi,dan tanda nyeri) ekspansi
4. Menyatakansecara fowler atau semi fowler
paru,memaksim
nyaman bahwa nyeri
alkan ventilasi
berkurang 6. Cek Riwayat alergi
6. Menurunkan
7. Monitor TTV resiko alergi
obat
8. Kolaborasikan dengan
7. Mengetahui
dokteruntuk pemberian
keadaan umum
analgetikbila diperlukan 8. Mengurangi
9. Evaluasi efektifitas
nyeri
analgesic,tanda – tanda
gejala
9. Menentukan
tindakan
selanjutnya
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui
keperawatan selama 2 x 24 keadaan umum
jam, diharapkan penurunan 2. Catat adanya tanda dan pasien
2. Menilai cardiac
curah jantung dapat teratasi gejala penurunan cardiac
output
dengan Kriteria Hasil : output
3. Mengetahui
3. Monitor balance cairan
1. TTV dalam rentang haluaran urine
4. Kaji ulang EKG 4. Menunjukkan
normal
TD : 110 – 130 /70 – perbaikan/

90 kemnajuan
mmHg infark fungsi
N : 80 – 100 X/menit
ventrikel
RR : 20 – 24 X/menit 5. Auskultasi bunyi nafas
terutama pada

31
2. Tidak ada disaritmia gambar ST
3. Penurunan dispnea
menunjukkan
4. Tidak ada penurunan
kestabilan.
kesadaran
5. Mengetahui
5. Haluaran urine
adanya kongesti
adekuat
6. Tidak ada edema paru karena
paru,perifer,dan ascites penurunan
7. AGD dalam batas
fungsi miokard
normal
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pola nafas klien 1. Mengidentifika
keperawatan selama 1 x 24 si kepatenan
jam, diharapkan pola nafas jalan nafas dan
kembali efektif,dengan keperluan
2. Auskultasi suara nafas
Kriteria Hasil : tambahan
tambahan(Ronchi
oksigen
1. Sesak nafas berkurang ,wheezing)
2. Mengidentifika
2. Penggunaan ventilator
3. Atur posisi untuk si adanya
O2 berkurang
3. Frekuensi RR = 20 – memaksimalkan ventilasi kelainan di paru
3. Meningkatkan
24 X/menit (fowler atau semi fowler)
4. Menunjukakan jalan ekspansi paru
4. Ajarkan teknik nafas
nafas yang paten dan
dalam
memaksimalka
5. Ukur RR dan SpO2 n ventilasi
4. Meningkatkan
rasa nyaman
6. Kolaborasi pemberian O2
5. Mengidentifika
7. Kolaborasi pemberian si keperluan
bronkodilator tambahan O2
6. Pemberian 02
adekuat
7. Menjaga
kepatenan jalan
nafas.
4 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya 1. Mengurangi
keperawatan selama 3 x 24 pembatasan klien dalam pasien
jam, diharapkan ada melakukan aktivitas kelelahan
2. Kaji adanya factor yang
32
peningkatan aktivitas pada menyebabkan kelelahan 2. Menurunkan
3. Monitor nutrisi dan
pasien,dengan Kriteria Hasil resiko
sumber energy yang
: kelelahan
adekuat 3. Nutrisi yang
8. Keseimbangan antara adekuat
aktivitas dan istirahat mengurangi
9. TTV dalam rentang 4. Bantu klien
kelehan saat
normal mengidentifikasi aktivitas
TD : 110 – 130 /70 – aktivitas
yang mampu dilakukan 4. Aktivitas yang
90
mmHg tidak sesuai
N : 80 – 100 X/menit kemmpuan
RR : 20 – 24 X/menit
akan
menyebabkan
resiko
komplikasi
5. Implementasi
Melakukan tindakan sesuai dengan rencana yang ada.

6. Evaluasi
Observasi keadaan pasien setelah dilakukan tindakan sesuai dengan
criteria hasil

33

Anda mungkin juga menyukai