Anda di halaman 1dari 42

A.

Manajemen Asuhan

1. M5 ( METHODE )

a. Penentuan metode keperawatan sesuai kebutuhan

Ada beberapa pendekatan tentang metode pembagian

tugas menurut Nursalam (2015), salah satu diantaranya adalah

metode TIM.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota

yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan

terhadap sekelompok klien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 –

3 tim yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu

dalam satu tim kecil yang saling membantu. Pembagian tugas di

dalam kelompok atau grup dilakukan oleh ketua kelompok.

Selain itu, ketua tim bertanggung jawab dalam mengarahkan

anggota tim sebelum tugas dan menerima laporan kemajuan

pelayanan perawatan klien, serta membantu anggota tim dalam

menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan, selanjutnya

ketua tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang

kemajuan pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien.

a. Keuntungan

1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang

menyeluruh.

2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.


3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik

mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

b. Kelemahan

Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama

dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan

waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu

sibuk.

c. Konsep metode tim

1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu

menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan.

2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas

rencana terjamin.

3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim.

d. Tugas dan Fungsi pihak – pihak dalam metode TIM

1) Tugas dan Fungsi kepala ruangan

a) Fungsi kepala ruangan

 Menentukan standar pelaksanaan kerja.

 Memberi pengarahan kepada ketua dan anggota tim.

 Supervisi dan evaluasi tugas staf.

b) Tugas kepala ruangan

 Perencanaan:
 Menunjuk ketua tim yang bertugas di kamar masing-

masing.

 Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya.

 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien.

 Mengidentifikasi jumlah perawat yang

dibutuhkanberdasarkan aktifitas dan kebutuhan

pasien.

 Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan

staf.

 Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan

keperawatan.

 Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas

ruangan kelolaan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

 Pengorganisasian dan ketenagaan :

 Merumuskan metode penugasan keperawatan.

 Merumuskan tujuan dari metode penugasan

keperawatan.

 Merumuskan rincian tugas ketua tim dan anggota tim

secara jelas.

 Membuat rentang kendali diruang rawat.

 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,

misal: membuat roster dinas, mengatur tenaga yang


ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi

pasien.

 Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan

asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi,

bimbingan dan penyampaian informasi.

 Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas

ruangan

 Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek.

 Mendelegasikan tugas kepada ketua tim.

 Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengarahan:

 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada

ketua tim.

 Memberikan pengarahan kepada ketua tim tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi

manajemen.

 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting

dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.

 Memberikan motivasi dalam meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap.

 Melalui supervisi:
 Supervisi langsung terhadap pelaksanaan asuhan

keperawatan melalui pengamatan sendiri atau

laporan langsung secara lisan dari ketua tim.

 Supervisi tidak langsung dengan cara mengecek,

membaca dan memeriksa rencana keperawatan

serta catatan yang dibuat selama dan sesudah

proses keperawatan dilaksanakan.

 Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau

kendala yang terjadi pada saat itu juga.

 Membimbing bawahan yang kesulitan dalam

melaksanakan tugasnya.

 Memberi pujian kepada bawahan yang

melaksanakan tugas dengan baik.

 Memberi teguran kepada bawahan yang membuat

kesalahan.

 Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir

kegiatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengawasan:

 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi

langsung dengan ketua tim maupun anggota tim/

pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang

diberikan secara langsung kepada pasien.


 Melalui evaluasi: mengevaluasi upaya/ kerja ketua

tim dan anggota tim/ pelaksana dan membandingkan

dengan peran masing-masing serta dengan rencana

keperawatan yang telah disusun.

 Memberi umpan balik kepada ketua tim.

 Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak

lanjut.

 Pengendalian logistik dan fasilitas ruangan.

 Memperhatikan aspek etik dan legal dalam

pelayanan keperawatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

2) Tugas dan Fungsi Ketua Tim

a) Fungsi Ketua Tim

 Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan

kewenangannya yang didelegasikan oleh kepala ruangan.

 Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi kinerja

anggota tim/pelaksana.

 Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan

pasien.

 Mengembangkan kemampuan anggota tim/pelaksana

 Menyelenggarakan konferensi

b) Tugas Ketua Tim

 Perencanaan:
 Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya

bersama kepala ruangan.

 Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas

untuk anggota tim/pelaksana.

 Menyusun rencana asuhan keperawatan.

 Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan

keperawatan.

 Memberi pertolongan segera pada pasien dengan

masalah kedaruratan.

 Melakukan ronde keperawatan bersama kepala

ruangan.

 Mengorientasikan pasien baru.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

 Pengorganisasian dan ketenagaan:

 Merumuskan tujuan dari metode penugasan

keperawatan tim.

 Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas

untuk anggota tim/pelaksana sesuai dengan

perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung

jawabnya dalam pemberian asuhan keperawatan.

 Melakukan pembagian kerja anggota tim/ pelaksana

sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien.


 Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim

kesehatan lain.

 Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/

/pelaksana.

 Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses

keperawatan kepada anggota tim/pelaksana.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengarahan:

 Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota

tim/ pelaksana.

 Memberikan informasi kepada anggota tim/

pelaksana yang berhubungan dengan asuhan

keperawatan.

 Melakukan bimbingan kepada anggota tim/

pelaksana yang berhubungan dengan asuhan

keperawatan.

 Memberi pujian kepada anggota tim/ pelaksana yang

melaksanakan tugasnya dengan baik, tepat waktu,

berdasarkan prinsip, rasional dan kebutuhan pasien.

 Memberi teguran kepada anggota tim/pelaksana yang

melalaikan tugas atau membuat kesalahan.

 Memberi motivasi kepada anggota tim/pelaksana.


 Melibatkan anggota tim/ pelaksana dari awal sampai

dengan akhir kegiatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengawasan:

 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi

langsung dengan anggota tim/ pelaksana asuhan

keperawatan kepada pasien.

 Melalui supervisi: melihat/ mengawasi pelaksanaan

asuhan keperawatan dan catatan keperawatan yang

dibuat oleh anggota tim/ pelaksana serta menerima/

mendengar laporan secara lisan dari anggota

tim/pelaksana tentang tugas yang dilakukan.

 Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala

yang terjadi pada saat itu juga.

 Melalui evaluasi:

 Mengevaluasi kinerja dan laporan anggota tim/

pelaksana dan membandingkan dengan peran

masing-masing serta dengan rencana

keperawatan yang telah disusun.

 Penampilan kerja anggota tim/ pelaksana dalam

melaksanakan tugas.

 Upaya peningkatan kemampuan, keterampilan

dan sikap.
 Memberi umpan balik kepada anggota tim/

pelaksana.

 Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak

lanjut.

 Memperhatikan aspek etik dan legal dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

3) Tugas dan Fungsi Perawat Pelaksana

 Perencanaan:

 Bersama kepala ruang dan ketua tim mengadakan serah

terima tugas.

 Menerima pembagian tugas dari ketua tim.

 Bersama ketua tim menyiapkan keperluan untuk

pelaksanaan asuhan keperawatan.

 Mengikuti ronde keperawatan bersama kepala ruangan.

 Menerima pasien baru.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

 Pengorganisasian dan ketenagaan:

 Menerima penjelasan tujuan dari metode penugasan

keperawatan tim.

 Menerima rincian tugas dari ketua tim sesuai dengan

perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung

jawabnya dalam pemberian asuhan keperawatan.


 Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua tim.

 Melaksanakan koordinasi pekerjaan dengan tim

kesehatan lain.

 Menyesuaikan waktu istirahat dengan anggota tim/

pelaksana lainnya.

 Melaksanakan asuhan keperawatan.

 Menunjang pelaporan dan pendokumentasian tindakan

keperawatan yang dilakukan.

 Pengarahan:

 Menerima pengarahan dan bimbingan dari ketua tim

tentang tugas setiap anggota tim/ pelaksana.

 Menerima informasi dari ketua tim berhubungan dengan

asuhan keperawatan.

 Menerima pujian dari ketua tim.

 Dapat menerima teguran dari ketua tim apabila

melalaikan tugas atau membuat kesalahan.

 Mempunyai motivasi terhadap upaya perbaikan.

 Terlibat aktif dari awal sampai dengan akhir kegiatan.

 Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengawasan:

 Menyiapkan dan menunjukkan bahan yang diperlukan

untuk proses evaluasi serta terlibat aktif dalam

mengevaluasi kondisi pasien.


 Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada tanggal 16 Febuari

2018 metode yang ditetapkan di ruang Cikuray berdasarkan struktur

organisasi metode MAKP adalah metode tim, dimana kepala ruangan

membagi ketua tim 1 (wing kanan) dan ketua tim 2(wing kiri) dengan 1

kepala sift, dan setiap tim 1 memiliki 4 perawat dan tim 2 memiliki 5

perawat, selain itu 1 administrasi, 1 prakarya dan 2 cleaning service.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan salah satu

perawat,masih sering didapatkan tugas fungsional yang dikerjakan oleh

perawat, dimana ada perawat yang memberikan obat, mengerjakan asuhaan

keperawatan atau mengobservasi TTV pasien. Sementara itu katim hanya

ada pada saat shift pagi, sedangkan shift siang dan shift malam ada kashift

sebagai penanggung jawab shift. Pada hari libur hanya terdapat 2 orang

perawat jaga pada setiap sift, tanpa ada ketua tim.

Dari hasil pengamatan tanggal 19 Februari 2018, didapatkan bahwa

metode tim yang diterapkan di ruang cikuray tidak sesuai dengan apa yang

seharusnya. Untuk seluruh pihak yang terdapat dalam tim seperti kepala

ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana belum sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing.
b. Efektifitas dokumentasi keperawatan yang digunakan

1) Dokumentasi Standar Keperawatan

Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam penerapan

manajamen asuhan keperawatan profesional. Ners profesional

diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung

gugat terhadap segala tindakan yang dilaksanakan. Kesadaran

masyarakat terhadap hukum semakin meningkat sehingga dokumentasi

yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan (Ali, 2010). Di ruangan

Melati pendokumentasian status pasien didokumentasikan oleh perawat

penanggung jawab kamar dari tiap shift. Berdasarkan hasil studi

dokumentasi pada tanggal 05 - 11 mei 2017 didapatkan hasil sebagai

berikut :

a. Pengkajian Keperawatan

Format pengkajian sudah tersedia dari pihak rumah sakit

sehingga mempermudah perawat dalam melakukan pengkajian

pada pasien. Pengkajian format dokumentasi dilakukan secara

observasi, studi dokumentasi dan wawancara kepada perawat.

Pengkajian pasien dilakukan sesuai format yang telah disediakan

rumah sakit dan pengkajian fisik dilakukan oleh perawat.

b. Diagnosa Keperawatan
Hasil observasi dan studi dokumentasi di ruangan Melati

dalam status pasien terdapat diagnosa dan rencana asuhan

keperawatan yang ditentukan langsung setelah dilakukan

pengkajian pasien.

c. Rencana Keperawatan

Hasil dari observasi dan studi dokumentasi dalam status

pasien rencana asuhan keperawatan langsung dicantumkan setelah

penentuan diagnosa keperawatan hasil dari pengkajian. Lembar

rencana asuhan keperawatan sudah tersedia di ruangan Melati

berupa lembar check list yang didalamnya terdapat beberapa kolom

: tanggal, no. dx, pengkajian, diagnosa, tujuan dan intervensi, tanda

tangan dan nama perawat. Namun tidak disertai oleh daftar check

list tindakan yang sudah dilakukan sesuai dengan masalah

keperawatan.

d. Implementasi

Hasil observasi dan studi dokumentasi implementasi sudah

tersedia di format ruangan dengan format lembaran :

tanggal/waktu, pengkajian (assessment), instruksi dan pelaksanaan

(order and implementation) dan nama jelas dan tanda tangan

petugas.

e. Evaluasi dan Catatan Perkembangan


Hasil observasi dan studi dokumentasi dalam status pasien

implementasi yang dilakukan di Ruang melati menggunakan

format SOAP dan dituliskan dalam status pasien setelah rencana

keperawatan di implementasikan kepada pasien. Format catatan

perkembangan berisi : tanggal, jam, perkembangan pasien, nama

jelas dan tanda tangan perawat.

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil analisa data format Standar Asuhan Keperawatan

(Dokumentasi Keperawatan) dari 10 buku status pasien setiap lembar

dokumentasi terisi lengkap. Kelengkapan format dokumentasi asuhan

keperawatan ruangan disesuaikan dengan standar Instrumen A DepKes (1995)

dengan hasil :
Nomor Rekam Medik
No Aspek yang dinilai 44 46 64 61 63 62 48 54 57 62 61 66 66 53 41 49 71 05 54 28 Ket.
79 08 34 46 71 24 53 41 00 48 24 11 10 48 41 97 22 36 64 24
1. Pengkajian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Mencatat data yang dikaji
sesuai dengan pedoman √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pengkajian
Data dikelompokkan (bio,
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
psiko, sosial, spiritual)
Data dikaji sejak pasien
√ √ × √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
masuk sampai pulang
Masalah dirumuskan
berdasarkan kesenjangan
antara status kesehatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dengan norma dan pola
fungsi kehidupan
2. Diagnosa Keperawatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Diagnosa keperawatan
berdasarkan masalah yang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
telah dirumuskan.
Diagnosa keperawatan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mencerminkan PE / PES.
Merumuskan diagnosa
keperawatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
aktual/potensial.
3 Perencanaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Berdasarkan diagnosa
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
keperawatan.
Disusun menurut urutan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
prioritas
Rumusan tujuan
mengandung komponen
pasien/subyek, perubahan, √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Rperilaku, kondisi pasien
dan atau kriteria.
Rencana tindakan
mengacu pada tujuan
dengan kalimat perintah,
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
terinci dan jelas atau
melibatkan
pasien/keluarga.
Rencana tindakan
menggambarkan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
keterlibatan
pasien/keluarga
Rencana tindakan
menggambarkan kerja
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
sama dengan tim
kesehatan lain
4. Implementasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tindakan dilaksanakan
mengacu pada rencana √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
perawatan
Perawat mengobservasi
respon pasien terhadap √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
tindakan keperawatan
Revisi tindakan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
berdasarkan hasil evaluasi.
Semua tindakan yang telah
dilaksanakan dicatat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
ringkas dan jelas.
5. Evaluasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Evaluasi mengacu pada
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
tujuan
Hasil evaluasi dicatat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6. Catatan Asuhan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keperawatan.
Menulis pada format yang
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
baku.
Pencatatan dilakukan
sesuai dengan tindakan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
yang dilaksanakan
Pencatatan ditulis dengan
jelas, ringkas, istilah yang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
baku dan benar.
Setiap melakukan
tindakan/kegiatan perawat
mencantumkan paraf/nama √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
jelas, dan tanggal jam
dilakukannya tindakan.
Berkas catatan
keperawatan disimpan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
Persentasi 100% 100% 98% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Kategori Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Rumus :

Presentasi = Total X 100% = Hasil

Jumlah berkas x Jumlah aspek yang dinilai

Hasil :

Presentasi = 240 X 100% = 100%

10 24

2) Discharge Planning

Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan

dan aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang

berkelanjutan dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan

kesehatan (Potter & Perry, 2005). Menurut Kozier (2004), discharge planning

didefinisikan sebagai proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit

pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan

kesehatan umum.

The Royal Marsden Hospital (2014) dalam Siahaan (2009) menyatakan

bahwa discharge planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien

dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi kelanjutan suatu pelayanan

kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.

1) Tujuan Discharge Planning

Menurut The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009)

menyatakan bahwa tujuan dilaksanakannya discharge planning adalah :


a) Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di

transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui.

b) Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan

kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses

pemulangan.

c) Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua

fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk

menerima pasien.

d) Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan keluarga

dengan menyediakan serta memandirikan aktifitas perawatan diri

2) Manfaat Discharge Planning

Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008), perencanaan

pulang mempunyai manfaat sebagai berikut :

a) Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien

yang dimulai dari Rumah Sakit

b) Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk

mrenjamin kontinuitas perawatan pasien

c) Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan

pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawat baru

d) Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di

rumah.
Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan dan wawancara pada perawat pelaksana tanggal 16 Februari

2018 didapatkan hasil bahwa untuk discharge planning selalu di buat dar awal pasien

masuk ke ruangan atau memulai perawatan. Konfirmasi kepala ruangan pada tanggal 22

Februari 2018 diketahui bahwa memang discharge planning dibuat dari awal pasien

melakukan pengobatan, terutama pada aspek pengetahuan mengenai prosedur kemoterapi,

efek samping dari kemoterapi dan apa saja penatalaksanaan untuk mengurangi efek dari

kemoterapi.

c. Efektifitas komunikasi trapeutik

1) Timbang Terima (Operan)

Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu acara dalam

menyampaikan suatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Handover adalah

waktu di mana terjadi perpindahan atau transfer tanggung jawab tentang pasien dari

perawat yang satu ke perawat yang lain.

Tujuan dari handover adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat

tentang rencana perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan

terjadi dan antisipasinya. Tujuan dari timbang terima

1) Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).

2) Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan

keperawatan kepada klien.


3) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas

berikutnya.

4) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi

komunikasi tentang perpindahan informasi yang relefan yang digunakan untuk

kesinambungan dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja.

Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama, yaitu :

1) Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan menginspirasikan perasaan

perawat.

2) Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan

tindakan keperawatan.

Langkah-Langkah dalam timbang terima

1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.

2) Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan disampaikan.

3) Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift

selanjutnya meliputi :

a) Kondisi atau keadaan pasien secara umum

b) Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan

c) Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan

4) Penyampaian timbang terima di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-

buru

5) Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat

keadaan pasien.
(Nursalam, 2002).

Pada saat operan antara perawat, diperlukan suatu komunikasi yang jelas

tentang kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan yang belum dilaksanakan, serta

respon yang terjadi pada pasien (Nursalam, 2011).

Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan

pengetahuan, keterampilan dan empati. Untuk itu diperlukan pendekatan sistematik

untuk memperbaiki komunikasi tersebut salah satunya dengan cara komunikasi teknik

SBAR. Komunikasi SBAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis

untuk mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat

dan efisien (Nursalam, 2008).

Menurut Nursalam (2008), konsep SBAR yaitu :

1) S (Situation). Merupakan kondisi terkini yang sedang terjadi pada pasien.

a) Mengidentifikasi diri, unit, pasien, dan nomor kamar.

b) Nyatakan masalah secara singkat : apa, kapan dimulai, dan tingkat keparahan.

2) B (Background).

Sediakan informasi latar belakang yang sesuai dengan situasi, meliputi:

a) Daftar pasien

b) Nomor medical record

c) Membuat diagnosa dan tanggal pendiagnosaan

d) Daftar obat terkini, alergi, dan hasil laboratorium

e) Hasil terbaru TTV pasien

f) Hasil laboratorium dengan tanggal dan waktu pengambilan serta hasil dari tes

laboratorium sebagai pembanding


g) Informasi klinik lainnya

Background merupakan informasi penting tentang apa yang berhubungan dengan

kondisi pasien terkini.

3) A (Assessment/pengkajian)

Assesment merupakan hasil pengkajian dari kondisi pasien yang terkini.

4) R (Recommendation)

Recommendation merupakan apa saja hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi

masalah pasien pada saat ini.

Hasil Kajian

dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di ruang cikuray pada tanggal 19

februari, tibang terima (operan ) sudah dilakukan pada setiap pergantian shift dari malam ke

pagi, lalu pagi ke siang dan malam, timbang terima(operan ) dilakuan hanya dengan menemui

pasien di mulai dari kamar 1a-9a sampai dengan 1b-4b , berdasarkan hasil observasi hanya

beberapa perawat di ruangan yang melakukan timbang terima antara shift malam dengan shift

pagi. . Pada saat operan penggunaan komunikasi dengan cara SBAR belum optimal hal ini

atas hasil observasi oleh perawat pelaksana dimana komunikasi SBAR dilakukan hanya pada

saat tidak ada dokter saja.

. Pada saat operan penggunaan komunikasi dengan cara SBAR belum optimal hal ini

diungkapkan oleh perawat pelaksana dimana komunikasi SBAR dilakukan hanya pada saat

tidak ada dokter saja.


Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di Ruang Dahlia pada tanggal 16

Febuari 2018, timbang terima (operan) sudah dilakukan pada setiap pergantian shif dari

malam ke pagi, lalu pagi ke siang dan malam, timbang terima (operan) dilakukan dengan

menemui pasien di mulai dari kamar kelas 1 sampai kamar kelas 7,berdasarkan observasi

komunikasi timbang terima (operan) belum optimal dimana hanya beberapa perawat yang

menyapa klien, meminta izin untuk dilakukannya timbang terima (operan) menjelaskan

kedaan pasien, tindakan yang sudah dilakukan, dan rencana tindakan yang belum dilakukan

oleh perawat. Operan hanya dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu antar pergantian shif malam

ke pagi (08.00), pagi ke siang dan malam (14.00). Berdasarkan data tersebut kami

memutuskan untuk mempraktekan operan. Pada pergantian sift malam ke pagi tanggal 17

Februari 2018 operan hanya dilakukan perawat di nurse station tanpa adanya operan ke setiap

pasien. Per tanggal 19 Februari 2018, pada hari kerja didapatkan hasil bahwa kegiatan timbang

terima dilakukan di nurse station dan juga di ruangan pasien dengan melibatkan semua

perawat jaga

2) Pre Conference dan Post Conference

Pre Conference

Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai

operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau

penanggung jawab tim. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian),

dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim.

1) Tujuan :

a) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan

asuhan dan merencanakan evaluasi hasil


b) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan

c) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien

2) Kegiatan :

a) Ketua tim atau PJ tim membuka acara

b) Ketua tim atau PJ tim menanyakan rencana harian masing-masing perawat

pelaksana

c) Ketua tim atau PJ tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan

asuhan yang diberikan saat itu

d) Ketua tim atau PJ tim memberikan reinforcement

e) Ketua tim atau PJ tim menutup acara

(Modul MPKP, 2006).

Post Conference
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil

kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikutnya. Isi post

conference adalah hasil asuhan keperawatan dan hal penting untuk operan (tindak

lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau PJ tim.

1) Tujuan

Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan

membandingkan masalah yang dijumpai.

2) Kegiatan :

a) Ketua tim atau PJ tim membuka acara

b) Ketua tim atau PJ tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan

c) Ketua tim atau PJ tim yang menanyakan tindak lanjut asuhan keperawatan

keperawatan yang harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya.


d) Ketua tim atau PJ tim menutup acara

(Modul MPKP, 2006)

Hasil Kajian

Hasil observasi pada tanggal 19 febuari 2019 pada hari libur di ruangan cikuray

belum dilakukan pre dan post conference dimana perawat tidak merencanakan tindakan

yang akan dilakukan pada pasien dan tidak merencanakan intervensi untuk yang dinas

selanjutnya. Pada pergantian sift malam ke pagi tidak dilakukan post conferen maupun pre

conferens pada dinas selanjutnya. Hasil konfirmasi kepala ruangan pada tanggal 22 febuari

2018 untuk tindakan pre dan post conference dilakukan dengan cara yang tidak begitu

formal, dimana pre dan post conference dilakukan selama dinas dan melakukan tindakan.

3) Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah

keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien

untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus

dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate, yang

perlu juga melibatkan seluruh anggota TIM (Nursalam, 2007). Dalam ronde

keperawatan metode yang digunakan adalah dengan cara diskusi, adapun alat bantu

yang digunakan yaitu sarana diskusi : buku, pulpen, status/dokumentasi keperawatan

pasien, materi yang disampaikan secara lisan.

a. Karakteristik pasien yang dapat dilakukan ronde keperawatan :

1) Pasien dilibatkan secara langsung

2) Pasien merupakan focus kegiatan


3) PA, PP, dan konselor melakukan diskusi pertama

4) Konselor memfasilitasi kreatifitas

5) Konselor membantu mengembangakan kemampuan PA dan PP dalam

meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

b. Tujuan Ronde Keperawatan

1) Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis

2) Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis

3) Menignkatkan kemampuan validasi data pasien

4) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnose keperawatan

5) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorinetasi

pada masalah pasien

6) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan

7) Meningkatkan kemampuan justifikasi

8) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

c. Manfaat Ronde Keperawatan

1) Masalah pasien dapat teratasi

2) Kebutuhan pasien dapat teratasi

3) Terciptanya komunikasi keprawatan yang professional

4) Terjalinnya kerjasam antar tim kesehatan

5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan denagan tepat dan

benar.

d. Pasien yang dipilih untuk melakukan ronde keperawatan adalah pasien yang

memiliki kriteria sebagai berikut :


1) Mempunyai masalah keperawatn yang belum teratasi meskipun sudah

dilakukan tindakan keperawatan

2) Pasien dengan kasus baru atau langka.

e. Kegiatan Ronde

1) Pra Ronde

a) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tiak teratasi dan masalah

yang langka)

b) Menentukan tim ronde

c) Mencari sumber atau literature

d) Membuat proposal

e) Mempersiapkan pasien : informed concent dan pengkajian

f) Diskusi : apa diagnosis keperawatan, apa data yang mendukung,

bagaimana intervensi yang sudah dilakukan, dan apa hambatan yang

ditemukan selama perawatan

2) Pelaksanaan Ronde

a) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan kepada

masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan

atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.

b) Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut

c) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala

ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan

dilakukan.

3) Pasca Ronde
a) Evaluasi, revisi, dan perbaikan

b) Kesimpulan dan rekomendasi penengakan diagnosis, itervensi

keperawatan selanjutnya.

Hasil Kajian

Hasil dari wawancara pada perawat yang berdinas pada tanggal 19 Februari 2019,

diketahui bahwa ruangan jarang sekali melakukan ronde keperawatan. Hasil konfirmasi

dengan kepala ruangan pada tanggal 19 Februari 2018, didapatkan hasil bahwa ronde

keperawatan jarang dilakukan hanya saja rumah Sakit memiliki jadwal rutin setiap 1 bulan

sekali untuk melakukan Diskusi Refleksi Kasus, untuk ronde keperawatan ruangan sendiri

dilakukan secara situasional dimana tidak terjadwal secara pasti. Pada tanggal 19 Februari

2018 dilakukan ronde keperawatan pada pasien Tn. A, diagnosa medis Ca . Paru dengan

keluhan mual muntah terus menerus sejak beberapa hari lalu. Ronde keperawatan

dilakukan setelah operan dinas dan hanya melibatkan dokter penanggung jawab ruangan.

Jika dilihat dari kesesuain pelaksanaan ronde keperawatan memang belum terlaksana

secara maksimal akan tetapi sudah cukup mewakili kegiatan ronde keperawatan pada

ruangan.

d. Efektifitas universal perchation

Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu

pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and Prevention CDC

Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah

transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas

pelayanan kesehatan. Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007),


kewaspadaan Universal (KU) atau Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk

mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan

sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya.

Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu

diterapkan dengan tujuan :

a. Mengendalikan infeksi secara konsisten

Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus

diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk

mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.

b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat

seperti berisiko

Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan

maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain

baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui.

c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien

Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari

risiko terpajan oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien yang mempunyai

kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain

yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan

tubuh.

Adapun macam – macam atau jenis dari universal perchation diantaranya :


1) Hand Hygiene ( Cuci Tangan )

Perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai

pengaruh besar terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial (INOS) di rumh

sakit. Tenaga kesehatan yang paling rentan dalam penularan infeksi adalah perawat,

karena selama 24 jam mendampingi pesien maka diasumsikan ikut mengambil peran

yang cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap pencegahan infeksi

nosokomial.

Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting

dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (Potter & Perry, 2003) dalam

(Zulpahiyana, 2013). Menurut Van dan Enk (2006) dalam Zulpahiyana (2013), hand

hygiene adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Tujuan

hand hygiene untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel ditangan dan

untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu.

Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global Patient Safety a World Alliance

for Safer Health Caredengan Save Lives Clean You Hands, yaitu merumuskan inovasi

strategi penerapan Hand Hygiene untuk petugas kesehatan dengan My Five Moment

for Hand Hygiene adalah melakukan cuci tangan:sebelum bersentuhan dengan pasien,

sebelum melakukan prosedur bersih/steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh

pasien resiko tinggi, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah bersentuhan dengan

lingkungan sekitar pasien (WHO, 2009).

Hasil Kajian
Pertanggal 16 Februari 2018 didapatkan hasil dari pengamatan bahwa kepatuhan

perawat dalam melakukan handhygiene 5 moment belum sepenuhnya terlaksana. Dari

jumlah 9 orang perawat pelaksana 7 orang perawat hanya melakukan cuci tangan pada saat

setelah melakukan tindakan terutama tindakan invasif. Selama beberapa hari pengawasan

pun didapatkan hasil bahwa kepatuhan cuci tangan perawat belum maksimal 6 langkah dan

5 moment.

2) Alat Pelindung Diri ( APD )

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan

oleh personil apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Menurut

Suma’mur (2009) alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi

diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri

adalah merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan dan secara teknis APD

tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat

keparahan kecelakaan kerja yang terjadi.

Perawat yang akan ditugaskan di ruang kemoterapi harus mendapatkan

pelatihan khusus tentang kemoterapi agar memiliki bekal ilmu yang mencukupi dan

memiliki pengetahuan tentang resiko bahaya yang mungkin timbul di lingkungan

kerjanya (Burns et al., 2010). Standar alat pelindung diri (APD) seperti gaun atau baju

pelindung (gown), sarung tangan (gloves), pelindung wajah (mask), pelindung mata

(goggle), penutup rambut (hair covers) harus diterapkan untuk semua pekerjaan yang

berhubungan dengan obat kemoterapi berbahaya, seperti proses peresepan, peracikan,

transportasi ke bangsal, pemberian dan pembuangan harus diperhatikan bahaya tingkat


pemaparan dan kehati-hatian terhadap paparan obat, sebaiknya harus dibuat kebijakan

untuk mengurangi paparan tersebut (Boiano et al., 2014). Canadian Association of

Nurses in Oncology dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa kedisiplinan petugas

dalam pemakaian APD menurun karena beban kerja, ingin cepat selesai atau merasa

tidak nyaman (Burns et al., 2010).

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan selama beberapa hari dari tanggal 16 sampai 21 Februari

2018 didapatkan hasil bahwa dari 12 orang jumlah perawat hanya 2 orang diantaranya yang

menggunakan APD sesuai prosedur dalam melakukan tindakan kemoterapi. Pertanggal 20

Februari 2018 didapatkan perawat melakukan tindakan invasif (pemasangan infus) tanpa

menggunakan alat pelindung diri (handscoon). Dari hasil konfirmasi kepala ruangan pada

tanggal 22 Februari 2018 diketahui bahwa APD diruangan sudah lengkap hanya saja pada

kenyataannya belum semua perawat sadar dan patuh dalam penggunaannya.

e. Efektifitas patient dan staff safety

Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan

pasien menurut Sunaryo (2009) adalah ada tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera

karena kecelakaan. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah

sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien pelaporan dan analisis insiden.

Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan pencegahan terjadiya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (Depkes RI, 2011).

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit yaitu (Depkes RI, 2011) :

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

d. Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

kejadian tidak diharapkan (KTD)

Selain dari standar keselamatan, ada lagi yang menjadi poin penting dalam

pelaksanaan keselamatan pasien yaitu sasaran keselamat pasien atau Patient Safety Goals.

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang

diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada

Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan

juga oleh komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRSI), dan Joint

Commission International (JCI).

Menurut Joint Commission International (2013) terdapat enam sasaran

keselamatan pasien yaitu:

a. Identifikasi pasien dengan benar

b. Meningkatkan komunikasi yang efektif

c. Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai

d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

f. Pengurangan risiko pasien jatuh.


Sentralisasi Obat

Sentralisasi obat adalah pengelolaan seluruh obat yang seluruhnya dilakukan

oleh perawat untuk administrasi ke pasien. Proses sentralisasi obat meliputi pembuatan

strategi persiapan sentralisasi obat, persiapan sarana yang dibutuhkan, membuat

petunjuk teknis penyelenggaraan sentralisasi obat, dan pendokumentasian hasil

pelaksanaan (Nursalam, 2015).

Pelaksanaan sentralisasi obat secara optimal, dengan kepemimpinan kepala

ruangan, serta pengetahuan perawat dapat mempengaruhi proses ketepatan pemberian

obat oleh perawat dengan prinsip 6 T (tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute,

tepat waktu dan tepat dokumentasi) dan 1 W (waspada efek samping), sehingga

diharapkan tidak terjadi kesalahan pemberian obat selama proses perawatan pasien

(Kee & Hayes, 1996; Elliott & Liu, 2010).

Kontroling terhadap penggunanan dan konsumsi obat sebagai salah satu peran

perawat perlu dilakukan dalam asuhan pola dan alur yang sistematis sehingga

penggunaan obat benar-benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian

baik secara material maupun secara non material dapat diminimalisir. Format

sentralisasi obat berisi nama, nomor register, umur, ruangan (Nursalam, 2014).

Hasil Kajian

Dari hasil wawancara dan pengamatan tanggal 16 febuari 2018, dapat disimpulkan

bahwa persiapan obat injeksi sudah dilakukan ditempat sentralisasi obat, dengan klasifikasi

pasien masuk lalu dilakukan visit dokter, dokter menulis di kartu obat pasien, lalu diterima
oleh farmasi, selanjutnya diterima oleh perawat ruangan, selanjutnya perawat memberikan

obat kepada pasien sesuai dengan anjuran dan waktu yang ditentukan.

Penyiapan obat yang akan diberikan melalui IV, dilakukan meskipun beberapa

jadwal pemberiannya masih belum sesuai. Konsep pemberian obat 6 benar (benar pasien,

benar obat, benar dosis, benar cara/rute, benar waktu, dan benar dokumentasi), belum

dilakukan secara optimal dimana, pada waktu pemberian obat, perawat membawa obat

yang berada dalam spuit di atas baki atau troli yang berisi spuit dan kapas alkohol namun

dari 3 perawat terdapat 1 perawat yang tidak melakukan desinfektan pada tempat injeksi

dan jarang melakukan identifikasi ulang pasien saat pemberian obat. Saat memberikan obat

perawat hanya menanyakan nama pasien saja tidak menggunakan tanggal lahir dan

langsung mengecek gelang pada tanggan pasien. Dan saat pemberian obat oral pelastik obat

hanya diberikan nama saja tidak ada tanggal lahir dan no rekam medis. Sedangkan pada

tanggal 17 Februari 2018, perawat malam yang bertugas memberikan obat tidak melakukan

identifikasi pasien pada saat akan memberikan obat, perawat tidak menanyakan nama

pasien terlebih dahulu siapa nama pasien dan hanya melihat gelang nama lalu mulai

memberikan obat tanpa bertanya tanggal lahir dan nomor rekam medis.

Dari data diatas kami menyimpulkan bahwa pemberian obat lewat IV belum

maksimal dan masih rentan terhadap infeksi, maka kami akan memerankan penyuntikan

dengan melakukan desinfektan pada area yang akan dilakukan penyutikan dan konfirmasi

identitas saat pemberian obat.

f. Standar Operasional Prosedur (SOP)


Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah sistem yang disusun untuk

memudahkan, merapihkan dan menertibkan pekerjaan. Sistem ini berisi urutan proses

melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Sailendra, (2015:11) menyatakan “Standard

Operating Procedure (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan

kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar”. Menurut Hartatik

(2014:35) Standard Operating Procedure (SOP) adalah satu set instruksi tertulis yang

digunakan untuk kegiatan rutin atau aktivitas yang berulang kali dilakukan oleh sebuah

organisasi. Sedangkan Budihardjo (2014:7) menyatakan “Standard Operating Procedure

(SOP) adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja

atau prosedur kerja tertentu.”

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan dan observasi per tanggal 16 Februari 2018, didapatkan hasil

bahwa ruangan memiliki beberapa SOP mengenai tindakan keperawatan, akan tetapi

setelah dikonfirmasi pada kepala ruangan dikatakan bahwa ruangan lebih menitik beratkan

pada SOP kemoterapi. Untuk pembaharuan SOP dilakukan setiap 1 tahun sekali. Pada SOP

penggunaan APD kemoterapi, dari hasil pengamatan selama hari libur dan kerja didapatkan

hasil bahwa dari 12 orang perawat yang berada diruangan hanya 2 orang yang

menggunakan APD sesuai dengan prosedur yang ada, 10 diantaranya hanya menggunakan

APD sesuai dengan kebutuhan dimana hanya sebagian dari mereka yang menggunakan

apron pada saat akan melakukan tindakan prosedur kemoterapi. Kebanyakan dari mereka

hanya menggunakan sarung tangan dan masker saja. Pada saat pemasangan obat

kemoterapi pun belum seluruhnya perawat terlihat melakukan double cek identitas pasien.
g. Satuan Acara Keperawatan (SAK)

Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang

diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan

keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat dinilai pemberian

asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi

dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti

pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).

Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur

kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Dalam

pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga

dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses

pengembangan tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik

berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan.

Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga

dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan (Kawonal, 2000).

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang

kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi

pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat professional sebagai

persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan

professional (Suparti, 2005).


Hasil Kajian

Hasil analisa pada tanggal 19 Febuari 2018 SAK yang ada di ruangan sudah lengkap

tetapi yang sering digunakan adalah kersihkan jalan nafas dan nyeri. Saat melakukan

tindakan keperawatan sesuai SAK perawat sudah melaksanakan sesuai dengan ketentuan

yang dibuat oleh SAK. Untuk SAK yang terdapat di ruangan diantaranya gangguan

eliminasi, gangguan pertukaran gas, gangguan rasa aman nyaman nyeri, ketidakefektifan

bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan nutrisi, resiko jatuh, gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit.

h. Visi dan misi ruangan

Berdasarkan pendapat dari Wibisono (2006, p. 43), Visi merupakan rangkaian

kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang

ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want

to be dari organisasi atau perusahaan.

Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat

eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan

masa depan yang diinginkan oleh organisasi.

Menurut Wibisono (2006,p.46) Misi merupakan rangkaian kalimat yang

menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi, yang memuat apa yang disediakan

oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa. Pengertian misi

adalah tujuan dan alasan yang memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian

tujuan. Misi pada dasarnya hanya bukan usaha formal untuk memperjelas apa yang
dikehendaki, namun misi merupakan tahapan aksi yang akan dilaksanakan dari visi yang

telah ada, guna mencapai suatu tujuan.

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan pada tanggal 19 Februari 2019 dan dan konfirmasi kepada

kepala ruangan, didapatkan hasil bahwa ruangan belum memiliki visi dan misi ruangan

tersendiri. Ruangan hanya memiliki visi dan misi dari rumah sakit yang tertera di lorong

ruangan dekat nurse station

Anda mungkin juga menyukai