Anda di halaman 1dari 14

STRABISMUS

A. Anatomi dan fisiologi otot penggerak bola mata

 Otot luar bola mata


Otot Aksi primer Aksi sekunder
inervasi
Rektus medius adduksi arah nasal -
N. III Okulomotor
Rektus lateral abduksi arah temporal -
N. VI Abdusen
Rektus superior elevasi dalam abduksi intorsi dalam adduksi
N. III Okulomotor
adduksi dalam elevasi
Rektus inferior depresi pada abduksi akstorsi pada abduksi
N. III Okulomotor
adduksi dalam depresi
Oblik superior intorsi pada abduksi depresi dalam adduksi
N. IV Troklear
abduksi dalam depresi
Oblik inferior ekstorsi dalam abduksi elevasi dalam adduksi
N. III Okulomotor
abduksi dalam elevasi
 Kedua sumbu pengelihatan dipertahankan lurus sejajar oleh suatu refleks  bila
refleks ini tidak bisa dipertahankan
mata akan juling
Juling : suatu keadaan dimana kedudukan bola mata yg tidak normal
 Strabismus: suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah 
sumbu bola mata tidak
berpotongan pada satu titik benda yg terlihat
Gejala: astenopia, visus ↓, diplopia, dan sering menutup sebelah mata
B. Fusi
 Adalah pertumbuhan bayangan menjadi satu atau persatuan, peleburan, dan
penggabungan di otak yg berasal dari
2 bayangan mata sehingga secara mental berdasarkan kemampuan otak didapatkan
pengelihatan tunggal yg
berasal dari sensasi masing-masing mata.
 Faal: mata akan melakukan gerakan konvergensi dan divergensi untuk dapat melihat
bersama-sama serentak pada
kedua mata
 Fusi:
1. Kemampuan otak untuk membuat suatu bayangan gambar yang berasal dari kedua
mata
2. Fusi akan hilang bila pengelihatan satu mata tidak ada (buta)
 Syarat fusi binokular:
1. Bayangan benda yg jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi
2. Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
3. Bayangan yg diteruskan kedalam SSP dapat menilai kedua bayangan menjadi
tunggal
 Pengelihatan tunggal dengan kedua mata ini dapat terjadi pada semua bayangan di
kedua macula dan luar macula
sehingga terjadi pengelihatan sentral dan perifer bersama-sama
 Refleks fusi
usaha mata untuk mempertahankan letak mata searah atau sejajar. Refleks ini
dirangsang oleh bayangan yg
terpisah pada kedua mata atau terdapatnya bayangan satu pada 2 titik retina yg
tidak berkoresponden
Supresi: dimana otak mengabaikan bayangan benda mata yg lainnya untuk mencegah
diplopia, supresi terjadi
akibat:
1. Juling kongenital
2. Satu mata sering berdeviasi
3. Mata berdeviasi bergantian dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan
terjadi suresi pada salah satu mata
 Refleks fiksasi
suatu refleks untuk melakukan fiksasi agar pengelihatan menjadi baik, terbagi
kedalam:
1. Refleks fiksasi akomodasi: refleks adaptasi dekat yaitu untuk melihat benda
lebih baik dalam keadaan dekat
(konvergensi) terjadi kontraksi otot siliar, mencembungnya lensa, pupil
konstriksi
2. Refleks fiksasi kompensasi: mata berkaitan dengan bidang horizontal 
didapatkan keterangan kedudukan
tubuh sampai pada titik berat tubuh
3. Refleks fiksasi orientasi: berkaitan dengan objek sekitar lainnya
4. Refleks fiksasi vergens: hubungan antara refleks kompensasi dan orientasi
5. Refleks amblyopia: akibat rangsangan daerah tepi retina
6. Refleks fusi: usaha mata untuk meletakkan mata searah atau sejajar
C. Konvergensi
 Suatu keadaan mengarahkan sumbu pengelihatan kedua mata pada satu titik dekat, yg
mengakibatkan pupil kedua
mata akan saling mendekat
 Kekuatan dinyatakan dalam satuan meter sudut (meter angle)
 Tes: pasien disuruh melihat pensil yg terletak di bidang medial kedua mata yg
kemudian didekatkan, pada satu titik
tertentu pensil terlihat ganda dan ini merupakan batas konergensi mata tersebut
 mata normal tunggal sampai
jarak 8 cm depan mata
 Insufisiensi konvergensi: kesulitan melihat dekat
gejala: astenopia, sakit kepala, pengelihatan kabur terutama saat melihat dekat
Tx: mengatasi kelainan refraksi, Lathan melihat dekat, anjuran pemakaian
penyinaran yg baik saat membaca
D. Divergensi
 Kedua mata berputar keuar untuk melihat benda jauh, mata akan searah bila dapat
mempertahankan fusi kedua
mata. Kedua mata normal (ortoforia)
E. Foria
1. Ortoforia
 Merupakan kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot luar bola mata seimbang
sehingga memungkinkan
terjadinya fusi tanpa usaha apapun
 Pergeseran sebesar 3-5 derajad pada bidang horizontal atau 2 derajad pada
bidang vertikal masih dianggap
dalam batas normal
 Dengan pengelihatan binokular didapatkan persepsi serentak kedua mata, fusi,
dan pengelihatan ruang
(stereopsis)
2. Heteroforia
 Adalah keadaan kedudukan bola mata yg normal namun akan timbul penyimpangan
(deviasi) apabila refleks
fusi diganggu. Deviasi hilang bila faktor desosiasi ditiadakan akibat
terjadinya pengaruh refleks fusi.
 Fusi pasien dapat terganggu bila pasien letih atau satu mata tertutup misalnya
pada uji tutup mata dan uji
tutup mata bergantian
 Macam-macam heteroforia:
Bidang Jenis
Keterangan
Horizontal Esoforia mata berbakat juling kedalam  adalah
penyimpangan sumbu pengelihatan
kearah nasal yg tersembunyi karena
masih adanya refleks fusi
deviasi lebih besar saat melihat jauh 
(+) insufisiensi divergen
deviasi lebih kecil saat melihat dekat
 (+) insufisiensi konvergen
Eksoforia mata berbakat juling keluar (strabismus
divergen laten)  suatu tendensi
penyimpangan sumbu pengelihatan kearah
temporal; deviasi keluar pada
mata yg ditutupi atau dicegah dengan
terbentuknya refleks fusi
deviasi lebih besar saat melihat jauh 
(+) ekses divergen
deviasi lebih besar saat melihat dekat
 (+) kelemahan akomodasi
Vertikal Hipoforia mata berbakat juling kebawah 
strabismus deorsumvergen laten adalah
suatu tendensi penyimpangan sumbu
pengelihatan kearah bawah. Mata
akan berdeviasi kebawah bila ditutup
Hiperforia mata bakat juling keatas  strabismus
sursumvergen laten adalah suatu
tendensi penyimpangan sumbu
pengelihatan kearah atas
akan terjadi deviasi keatas pada mata
yg ditutup  disebabkan kerja yg
berlebihan (overaction) atau kelemahan
(underaction) otot rectus inferior
dan obliqus superior
Frontal Insikloforia strabismus torsional laten  bila
kornea jam 12 berputar kearah nasal
Ensikloforia strabismus torsional laten  bila
kornea jam 12 berputar kearah temporal
 Gejala: sakit pada mata, sakit kepala, kelopak mata berat, mual vertigo,
kadang-kadang diplopia
3. Heterotropia
 Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yg nyata dimana kedua sumbu
pengelihatan tidak
berpotongan pada titik fiksasi  kedudukan bola mata yg tidak normal dan
tetap
 Deviasi pada se,ua kedudukan dapat sama besar (konkomitan) atau tidak sama
besar (inkomitan)
 Etiologi: 1) herediter; 2) anatomic, kelainan otot luar, kelainan rongga
orbita; 3) kelainan refraksi; 4) kelainan
persarafan
 Macam heteropropia
Bidang Jenis Keterangan
Horizontal Esoforia mata juling kedalam / strabismus konvergen
manifest  sumbu
pengelihatan mengarah kea rah nasal
Eksoforia mata juling keluar / strabismus divergens
manifest  sumbu pengelihatan
mengarah ke temporal
Vertikal Hipoforia mata duduk rendah / strabismus dorsumvergen
manifest  penyimpangan
sumbupengelihatan kearah bawah
Hiperforia mata duduk tinggi / strabismus sursumvergen
manifest  sumbu
pengelihatan mengarah keatas
Frontal Insikloforia mata sumbu putar / strabismus torsial manifest 
bila korena arah jam 12
berputar ke nasal
Ensikloforia mata sumbu putar / strabismus torsial manifest 
bila korena arah jam 12
berputar ke arah temporal
a. Esotropia
Definisi juling kedalam (strabismus
konvergen manifes)  sumbu
pengelihatan mengarah kea rah nasal
esotropia adalah penyimpangan sumbu
pengelihatan yg nyata
dimana suatu pengelihatan menuju
titik fiksasi sedangkan
sumbu pengelihatan lainnya
menimpang pada bidang horizontal
ke medial
Klasifikasi 1. Esotropia konkomitan: bila sudut
penyimpangan sama
besarnya pada semua arah
pandangan
2. Esotropia nonkomitan: bila
besarnya sudut penyimpangan
berbeda-beda pada arah
pandangan yg berbeda pula

Berdasarkan onset kejadian:


1. Esotropia kongenital: mulai
terlihat pada usia 6 bulan
2. Esotropia akomodatif: mulai usia
6 bulan hingga 7 tahun 
hilang dengan koreksi
hipermetropia
a. Esotropia akomodatif
refraktif: suatu esodeviasi yg
timbul sebagai akibat
suatu usaha akomodasi pada
hipertropia yg tidak
terkoreksi  tx: kacamata / bedah
b. Esotropia akomodatif
nonretraktif: esotropia sedang
untuk jarak jauh dengan
suatu esotropia yg lebih besar
pada jarak dekat  tx:
refraksi jarak jauh (kacamata
minus) dengan tambahan
bifocal untuk jarak dekat
3. Esotropia nonakomodatif: tidak
hilang dengan koreksi
hipermetropia
Etiologi  Faktor refleks dekat, akomodatif
esotropia
 Hipertoni rektus medius
kongenital
 Hipotoni rektus lateral akuisita
 Penurunan fungsi pengelihatan
satu mata
Terapi a. Mengetahui dan mengobati
kelainan ini sedini mungkin
b. Memberikan lensa koreksi untuk
mengatasi keadaan
miopinya
c. Tindakan operatif pada kasus-
kasus dengan penyebab
nonakomodatif
b. Eksotropia
Definisi mata juling keluar / strabismus
divergens manifest  sumbu
pengelihatan mengarah ke temporal
eksotropia adalah suatu
penyimpangan sumbu pengelihatan yg
nyata dimana salag satu sumbu
pengelihatan menuju titik fiksasi
dengakan sumbu pengelihatan yg
lainnya menyimpang pada
bidang horizontal kearah lateral
Klasifikasi 1. Eksotropia konkomitan: bila
sudut penyimpangan sama
besarnya pada semua arah
pandangan
2. Eksotropia nonkomitan: bila
besarnya sudut penyimpangan
berbeda-beda pada arah
pandangan yg berbeda
Etiologi  Herediter  trait autosomal
dominant
 Inervasi
 Anatomi, kelainan untuk
rongga orbita
Terapi 1. Koreksi refraksi: bila
pasien eksotropia dengan
hipermetropia maka haris
diberi kacamata dengan ukuran
yg kurang dari seharusnya
untuk merangsang akomodasi
divergensi
2. Operasi : resesi otot
rektus lateral dan reseksi otot rektus
medial
c. Heterotropia komitan atau nonkomitan
 Strabismus konkomitan (strabismus nonparalitik): juling akibat gangguan
fusi  besar sudut deviasi sama
pada semua arah pengelihatan
 Strabismus nonkomitan (strabismus paralitik): juling akibat paralise saraf
ketiga (NIII. Okulomotor) 
gangguan pergerakan otot penggerak bola mata
 Etio: kekeruhan kornea atau katarak
1. Gerakan berlebihan salah satu otot mata
2. Gerakan salah satu otot yg berkurang
 Gejala: mata konvergen atau divergen, gerakan mata masih berfungsi dengan baik
F. Uji Juling
1. Uji Hirschberg, refleks kornea
 Adanya juling ditentukan dengan menggunakan sentolop dan melihat refleks sinar
pada kornea
 Prinsip: mata disinari dengan sentolop dan akan melihat refleks sinar pada
permukaan kornea yg terletak
ditengah pupil, bila rekleks sinar ditengah pupil sedang mata sebaliknya
refleks sinar sentolop pada nasal
bererti pasien juling keluar atau eksotropia dan bila refleks sentolop
berada di bagian temporal kornea berarti
mata juling kedalam atau esotropia
 Pergeseran letak refleks sinar dari sentral kornea 1 mm = deviasi bola mata 7
derajat.
2. Uji Krimsky
 Untuk melihat sudut deviasi mata  dengan meletakkan di tengah cahaya refleks
korenea dengan prisma
 Dengan uji krimsky dengan kekuatan yg sesuai dengan beratnya juling di pegang
di depan mata berfiksasi :
dasar  keluar untuk esotropia; dasar kedalam untuk eksotropia; dasar
kebawah untuk hipotropia; dasar
keatas untuk hipertroppia) dan refleks cahaya diobservasi agar dipusatkan
pada pupil mata yg nirfiksasi.
 Lampu diletakkan 33 cm didepan mata  diletakkan prisma pada mata yg
berfiksasi yg kekuatan prismanya
ditambah perlahan-lahan sehingga reflek sinar pada mata yg juling terletak
ditengah kornea
3. Uji tutup mata
 Digunakan untuk mengetahui adanya trofia atau foria  untuk memeriksa jauh dan
dekat, dan dilakukan
dengan menyryh mata berfiksasi pada satu objek. Bila telah terjadi fiksasi
kedua mata maka mata yg lain
ditutup dengan lempeng penutup. Dalam keadaan ini mungkin terjadi:
a. Mata yg tidak ditutup bergerak yg berarti terjadi kejulingan yg
manifest. Bila mata bergerak ke nasal
berarti mata juling keluar atau eksotropia. Bila mata bergerak ke
temporal bererti mata juling ke dalam
atau esotropia
b. Mata kanan bergoyang yg berarti mata tersebut mungkin amblyopia atau
tidak terfiksasi
c. Mata kanan tidak bergerak sama sekali yg berarti mata tersebut
berkedudukan normal, lurus, atau telah
berfiksasi
4. Uji tutup mata berganti
 Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yg lain maka bila kedua mata
berfiksasi normal maka mata yg
dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan pada mata yg baru dibuka
berarti terdapat foria atau tropia.
5. Uji tutup buka mata
 Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yg dilihat adalah mata yg ditutup.
Mata yg ditutup dan diganggu
fusinya sehingga mata yg berbakat menjadi juling akan bergulir. Bila tutup
mata tersebut ditutup dan dibuka
akan terlihat pergerakan mata tersebut. Pada keadaan ini berarti mata
mengalami foria atau juling atau
berubah kedudukan bila ditutup
6. Sudut Kappa
 Sudut kappa: sudut yg dibentuk untuk sumbu pengelihatan dan sumbu bola mata.
 Sudut kappa positif (+) terdapat pada refleks cahaya pupil bergeser kearah
nasal  gambaran suatu
eksodeviasi dan merupakan suatu varian mata yg terdapat pada banyak orang.
Sudut kappa positif akan
menutupi sudut-sudut esotropia yg kecil
 Bila sudut mata bergeser kea rah temporal didalam pupil, maka terdapat sudut
kappa negative (-) dab mata
tampak esodeviasi.
Pengobatan dan penanganan juling: tujuan  untuk mendapatkan pengelihatan binokular
tunggal.
G. Diplopia
 Terapi:
a. Sementara :
1) Menutup mata yg juling untuk mencegah diplopia
2) Menutup mata yg tidak juling untuk melatih mata yg juling
3) Menutup mata bergantian
4) Penalisasi : pengobatan amblyopia tanpa penutupan mata akan tetapi
dengan memaksa mata melihat
jauh, sedang mata yg lain melihat dekat.
b. Non operatif:
1) Obat
2) Ortoptik : hal-hal yg mengenai untuk mendapatkan pengelihatan binokular
tunggal  cara untuk melatih
mata yg mengalami gangguan akomodasi
 Ortopik saja : 1) konvergen insufisien; 2) heteroforia horizontal
 Ortoptik dengan bedah: 1) heteroforia; 2) intermitten eksotropia, 3)
esotropia akmodatif parsial
c. Operatif:
1) reseksi otot penggerak mata: pemotongan menyebabkan bertambah kuatnya
erakan otot yg dipotong
2) resesi otot penggerak mata: insersi otot penggerak mata digeser ke
belakang untuk mengurangi fusinya
d. Campuran
H. Pseudostrabismus
- Kadang-kadang pasien terlihat seperti juling akan tetapi pemeriksaan tidak
terdapat tanda-tanda juling
- Etiologi:
a. Epikantus: terdapat lipatan-lipatan vertikal kulit pangkal hidung yg
mengakibatkan bagian nasal sklera tidak
terlihat jelas
b. Hipertelorisme: bola mata terdorong keluar rongga orbita shingga terjadi
gambaran bola mata yg menyebar
keluar dan strabismus divergen.
c. Ptosis monocular: memberikan gambaran mata terletak tinggi pada satu sisi
I. Ambliopia
- Suatu keadaan mata dimana tajam pengelihatan tidak mencapai otional sesuai
dengan usia dan intelegensinya
walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya
- Penurunan visus disebabkan oleh kehilangan pengenalan bentuk, interaksi
binokular abnormal, atau keduanya,
diana tidak ditemukan kausa organic pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus
yg keadaan baik dapat
dikembalikan fungsinya dengan pengobatan
- Juling akan sukar diatasi bila mata sudah menjadi amblyopia atau sudah menjadi
amblyopia atau korespondensi
retina yg normal
- Etiologi: kurangnya rangsangan untuk meningkatkan perkembangan pengelihatan 
berhubungan dengan lamanya
mengalami kurang rangsangan untuk pengelihatan macula. Penyebab: anisometropia,
juling, oklusi, katarak, atau
ekeruhan media pengelihatan
- Faktor penyebab:
a. Ambliopia nirpakai: terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino
kortikal pada saat terjadi krisis
perkembangannya
b. Ambliopia supresi: proses kortikal yg akan mengakibatkan terdapatnya scotoma
absolut pada pengelihatan
binokular
- Pemeriksaan:
a. Uji crowding phenomena: penderita diminta membaca huruf kartu Snellen sampai
huruf terkecil yg dibuka satu
persatu atau yg diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh
melihat sebaris huruf yg sama. Bila
terjadi penurunan tajam pengelihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam
baris maka disebut (+) fenomena
crowding pada mata
b. Uji density filter netral: mata amblyopia dalam keadaan fisiologis
beradaptasi gelap, sehigga pada mata
amblyopia dilakukan uji pengelihatan dengan intensitas sinar yg
dierendahkan tidak akan terjadi penurunan
tajam pengelihatan
c. Uji Worth’s four Dot: penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada
mata kanan dan filter biru pada
mata kiri dan melihat objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau, 1
putih. Lampu/titik putih akan terlihat
merah oleh mata kanan dan biru oleh mata kiribila fusi baik maka akan
terlihat 4 titik dan sedang lampu putih
terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah
d. Visuskop: alat untuk menentukan letak fiksasi
- Terapi: merupakan penyakit reversible
1. Untuk memulihakan kembali amblyopia pada pasien muda harus dilakukan suatu
pengobatan antisupresi aktif
untuk menyingkirkan faktor ambliopiagenik
2. Oklusi mata yg sehat
3. Penalisasi dekat, mata amblyopia dibiasakan melihat dekat dengan memberi
lensa +2,5D sedang mata yg lain
diberi atropine
4. Penalisasi jauh, mata amblyopia dipaksa melihat jauh dengan memberi atropine
pada mata yg baik serta diberi
lensa +2,50D
5. Latihan ortoptik bila terjadi juling
6. Pemeriksaan tajam pengelihatan sejak dini
- Macam amblyopia:
a. Ambliopia fungsional
Definisi amblyopia kongenital atau didapat  terjadi pada satu mata, dengan
tajam pengelihatan yg kurang
tanpa kelainan organic, yg tidak dapat diperbaiki dengan kacamata
Epidemio anak-anak usia < 6 tahun
Etiologi strabismus, katarak
Terapi a. Balut-tutup mata
b. Oklusi mata
c. Penalisasi
d. Pleoptik
b. Ambliopia strabismik
Definisi amblyopia yg terjadi akibat juling lama  terjadi supresi pada mata
untuk mencegah pengelihatan
diplopia; kedudukan kedua bola mata tidak sejajar sehingga hanya satu
mata yg diarahkan pada benda
yg dilihat.
Etiologi ↑ pasien esotropia
Diagnosis 1. Fiksasi silang
Terapi Menutup mata yg sehat + kacamata pada mata yg amblyopia
Komplikasi diplopia, korespondensi retina abnormal, amblyopia supresi
c. Ambliopia refraktif
Definisi amblyopia pada mata ametropia atau anisometropia yg tidak dikoreksi
(amblyopia anisometria) dan
mata dengan isoametropia seperti pada hipermetropia dalam, atau
myopia berat, atau pada
astigmatisme (amblyopia astigmatic)
Etiologi a. Ambliopia ametropic: amblyopia dengan kelainan mata yg tidak
dikoreksi
b. Ambliopia anisometric: amblyopia dengan kelainan refraksi antara
kedua mata
Klasifikasi a. Ambliopia anisometric:
- Definisi: akibat terdapat kelainan refraksi kedua mata yg
jauh berbeda
- Etiologi: ketidakmampuan mata untuk berdifusi, akibat
terjadinya perbedaan refraksi antara
kedua mata (>2.50D), astigmat unilateral
- Patofisiologi: akibat adanya anisometric mata bayangan benda
pada kedua mata tidak sama
besar, yg menimbulkan bayangan pd retina secara relative
dilar fokus disbanding dengan mata
yg lainnya, sehingga mata akan memfokuskan melihat dengan
satu mata
- Gejala: bayangan kabur pada satu mata
b. Ambliopia ametropic:
- Definisi: amblyopia dengan hipermetropia dan astigmat
- Etiologi: menurunnya tajam pengelihatan mata dengan kelainan
refraksi berat yg tidak
dikoreksi (hipermetropia +7.0 D dan astigmat +3.0D)
- Gejala: bayangan tidak jelas
Terapi Menutup mata yg sehat + kacamata koreksi pada mata yg amblyopia 
visus membaik
Komplikasi Strabismus manifest
d. Ambliopia eksanopsia
Definisi amblyopia akibat pengelihatan terganggu pada saat perkembangan
pengelihatan bayi
Etiologi supresi atau suatu proses aktif dari otak untuk menekan kesadaran
melihat ex: katarak kongenital,
ptosis, kekeruhan kornea
Patofisio akibat mata tidak dipergunakan dengan baik
Gejala unilateral, juling kedalam, pengelihatan buruk,
Terapi menutup mata yg sehat dilakukan setelah mata g sakit dibersihkan
kekeruhan media pengelihatannya
Komplikasi Nistagmus dan strabismus
e. Amblyopia intoksikasi
Definisi disebabkan pemakainan tembakau, alcohol, timah, atau bahan toksis
lainnya
Gejala neuritis optic toksis + lapang pandang yg berubah ubah, hilangnya
tajam pengelihatan sentral bilateral
f. Ambliopia histera
Definisi akibat adanya hysteria yg mengenai mata
Gejala lapang pandang yg menciut konsentris, gambaran seperti spiral pada
LP, blefarospasme, memejamkan
mata, lakrimasi
g. Amblyopia organic
Definisi amblyopia dengan kelainan organic yg dapat menerangkan sebab tajam
pengelihatan kurang (tidak
memenuhi kriteria amblyopia secara murni)
Gejala akibat kerusakan fovea kongenital, tidak reversible
J. Diplopia
- Adalah keadaan melihat sebuah benda ganda bila dilihat dengan satu atau dua
mata  akibat pengelihatan kedua
mata serentak pada daerah retina yg tidak sekoreponden
- Macam diplopia:
a. Diplopia binokular: akibat gangguan kedudukan kedua sumbu bola mata yg tidak
sejajar, kedua mata melihat
bersama akan tetapi tidak terfokus baik
b. Diplopia homonim (tidak bersilang): mata dengan juling kedalam/esodeviasi
dimana bayangan terlihat oleh
mata yg juling kedalam terletak di bagian luar sisi yg sama benda aslinya
c. Diplopia heteronym (bersilang): terjadi pada mata dengan juling
keluar/eksodeviasi, dimana benda yg dilihat
oleh mata kanan terletak disebelah kiri, sedang benda yg dilihat oleh mata
kiri seakan-akan terletak disebelah
kanan
d. Diplopia monocular: diplopia bila melihat dengan satu mata yg dapat
dikeluhkan seseorang dengan hysteria,
astigmat, pupil gandam lensa subluksasi, dan permulaan katarak
- Uji diplopia: pasien memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan dank
aca filter hijau pada mata kiri.
Pasien diminta melihat satu sumber cahaya dan akan menyatakan letak lampu merah
dan hijau yg terlihat. Secara
normal atau apabila mata berkedudukan ortoforia dan bayangan difokuskan pada
macula maka lampu terlihat satu,
K. Gangguan Lapang Pandang
- lapang pandang
normal: 90 derajat temporal, 60 derajat
medial, 60 derajat
atas, 75 derajad bawah
- ↓LP: glaucoma,
papilitis, keracunan obat, hysteria,
kerusakan fungsi
ciasma optikum
- Uji LP:
a. Uji
konfrontasi
b. Uji
Perimeter atau kampimeter
1) Perimetri
kinetic: dari daerah yg terlihat menjadi
tidak
terlihat
2) Perimetri
static/profil: tidak menggerakkan objek
tetapi
dengan menaikkan intensitas objek

Anda mungkin juga menyukai