Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan sektor industri pelayanan yang semakin

global dan kompetitif, organisasi dituntut untuk terus melakukan inovasi dan

revolusi layanan pada produk yang ditawarkan agar dapat disertai dengan

peningkatan komponen layanan (Soni, 2017: 237). Sumber daya manusia (SDM)

sebagai komponen layanan utama pada industri pelayanan memainkan peranan

penting dalam setiap aktivitas pencapaian tujuan organisasi sehingga sangat perlu

untuk dikelola (Renz, 2016: 140). Selaras dengan hal tersebut Choi (2007: 321)

menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya manusia menjadi hal yang paling

diutamakan sejak industri jasa menjadi salah satu sektor tercepat dalam mengubah

perekonomian global. Karyawan sebagai penyedia layanan dalam sebuah

organisasi dipercaya mampu menjadi bagian penggerak dari inovasi dan

perubahan, karena wawasan dan solusi kreatifnya mampu membawa organisasi

beradaptasi dengan lingkungan bisnis yang berubah cepat (Won & Oh, 2015: 1).

Kreativitas merupakan serangkaian pembaharuan ide atau gagasan yang

sangat berarti dan mendatangkan kebermanfaatan (Amabile et al., 2007: 1155).

Dalam konteks pelayanan, kreativitas karyawan ditunjukan melalui cara karyawan

dalam menciptakan solusi baru terhadap permasalahan pelanggan, menangani

keluhan secara kreatif, serta cara karyawan dalam menyarankan pelanggan

mencoba prosedur baru yang disediakan organisasi (Liu et al., 2013: 1584). Selain

1
2

itu, kreativitas karyawan juga dinilai mampu memberikan peluang bagi organisasi

untuk menciptakan inovasi-inovasi baru bagi peningkatan kualitas organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh (Gutek, 1999) dan (Iacobucci & Ostrom,

2001) mengungkapkan bahwa terdapat dua aspek yang mempengaruhi interaksi

pelayanan organisasi. Pertama adalah aspek hubungan antar sesama manusia,

yang berkonsentrasi pada kemampuan pekerja dalam melakukan interaksi dan

memberikan pelayanan yang ramah serta menyenangkan (Gutek, 1999: 612).

Kedua adalah aspek inti atau teknik yang memfokuskan pada kemampuan pekerja

dalam membantu memecahkan masalah pelanggan (Iacobucci & Ostrom, 2001:

257). Dalam berbagai penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa terdapat beberapa

variabel yang mampu mempengaruhi kreativitas karyawan. Diantaranya adalah

hubungan antara pemberian CSR pada kreativitas karyawan (Hur et al., 2016: 10),

kebermaknaan dalam bekerja pada kreativitas karyawan (Cohen-meitar et al.,

2009: 369), lingkungan kerja pada kreativitas karyawan (Amabile et al., 2007:

1171), karakteristik pekerjaan pada kreativitas karyawan (Coelho & Augusto

2010: 434), dan emotional labour pada kreativitas karyawan (Geng et al., 2014:

1057).

Namun demikian, Doucet et al., (2016: 3) menyebutkan bahwa

kemampuan pekerja dalam menampilkan emosi terhadap pelanggan diakui

mampu mempengaruhi kreativitas karyawan dalam melayani pelanggan terutama

dalam industri jasa. Karyawan yang bekerja pada sektor jasa pelayanan dalam

melakukan pekerjaannya selalu melibatkan perasaan pribadi dan ekspresi

emosinya yang tanpa disadari kedua hal tersebut berpengaruh pada maksud dan

sikap yang ditampilkan oleh para karyawan (Keltner & Haidt, 2010: 516). Oleh
3

karena itu untuk memenuhi aspek tersebut, dalam bekerja karyawan harus mampu

mengatur keadaan emosional yang dimilikinya dengan menggunakan emotional

labor (Grandey, 2000: 95).

Emotional labor merupakan sebuah proses regulasi perasaan dan ekspresi

seseorang untuk dapat mencapai tujuan organisasi (Grandey, 2000: 96). Johnson,

(2004: 1) mengemukakan bahwa emotional labor merupakan proses pengelolaan

kesan yang digunakan seseorang dalam mengarahkan perilakunya dengan maksud

untuk meningkatkan persepsi lingkungan sosial atau menumbuhkan iklim

interpersonal tertentu yang diinginkan. Emotional labor dinilai sebagai bentuk

dari upaya karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, misalnya karyawan

frontliner sebagai “wajah” dari sebuah organisasi harus tetap mampu

menampilkan emosi positif dengan baik saat berinteraksi dengan pelanggan

meskipun pada saat yang bersamaan karyawan juga harus menekan emosi negatif

yang dimilikinnya (Hochschild,1983: 7).

Grandey (2000: 100) menyebutkan terdapat dua dimensi emotional labor

yaitu Surface Acting (SA) dan Deep Acting (DA). Pada dimensi surface acting

karyawan berpura-pura menampilkan emosi yang sebenarnya tidak dirasakan,

terlepas dari perasaan mereka yang sebenarnya (Geng et al., 2014: 1047). Dengan

demikian, surface acting terjadi ketika karyawan memodifikasi emosi yang tidak

sesuai dengan kondisi pribadi karyawan dengan mengubah ekspresi wajah, gerak

tubuh dan nada suara sesuai dengan tuntutan pekerjaan (Diefendorff et al., 2005:

340). Sebagai contoh, seorang customer service bank harus tetap tersenyum saat

melayani nasabah meskipun pada saat yang bersamaan karyawan merasa kesal

terhadap perilaku nasabah tersebut.


4

Sedangkan deep acting terjadi ketika karyawan membentuk perasaan batin

mereka untuk mengalami emosi yang diinginkan organisasi (Geng et al., 2014:

1047). Sehingga deep acting dialami ketika karyawan secara sadar mampu

mengatur emosinya dan dapat mengekspresikannya setelah karyawan benar-benar

merasakan emosi tersebut. Sebagai contoh, karyawan yang bekerja pada sebuah

hotel diharuskan untuk bersikap ramah dan tersenyum saat melayani tamu hotel.

Karyawan juga dituntut untuk menjaga sikap dan emosinya serta dapat

menempatkan dirinya sebagai pelayan tamu hotel yang baik. Pelayanan yang tulus

akan mampu menghasilkan emosi positif yang konsisten dengan emosi yang ingin

ditampilkan. Hal ini akan meningkatkan rasa keterikatan karyawan terhadap

pekerjaan yang dilakukan . Organisasi menganggap pelayanan baik yang

diberikan oleh karyawan merupakan daya jual, dimana emotional labor

memainkan peran penting di dalamnya dan menjadi bagian dari pekerjaan

karyawan (Mastracci et al., 2016: 125).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Liu et al., 2013: 1590)

menyatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara variabel emotional labor

dan kreativitas karyawan, dimana hubungan positif signifikan terjadi pada dimensi

deep acting terhadap kreativitas karyawan, sedangkan hubungan negatif signifikan

terjadi pada dimensi surface acting terhadap kreativitas karyawan. (Won & Oh,

2015: 18) dalam hasil penelitiannya juga menunjukan hasil penelitian serupa,

yakni terdapat hubungan positif deep acting pada kreativitas karyawan dan

hubungan negatif surface acting pada kreativitas karyawan dengan dimediasi

melalui variabel kelelahan emosional. Dengan demikian, terdapat bukti empiris


5

yang menunjukkan bahwa emotional labor mampu mempengaruhi kreativitas

karyawan.

Namun demikian, masih terdapat perbedaan hasil penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai pengaruh surface acting dan deep

acting pada kreativitas karyawan. Sehingga diperlukan validasi lebih lanjut.

Beberapa penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 Research Gap Surface Acting pada Kreativitas Karyawan

Penulis
No Judul Sampel Hasil
(Tahun)
Emotion Surface Acting
Penampil pertunjukan
Reyers Regulation at Walt mempunyai
(on stage) di Walt
1 (2011) Disney World Deep hubungan positif
Disney World
Acting vs Surface pada Kreativitas
Orlando, Florida
Acting Karyawan
Surface Acting
The Effects of
416 supervisor dan mempunyai
Emotional Labor
Geng et al., karyawan restaurant di hubungan
2 on Frontline
(2014) Xi’an, Provinsi negatif pada
Employee
Shaanxi, China Kreativitas
Creativity
Karyawan
Essential
Precursors and
Surface Acting
Effects of Employee
119 pramugari pada mempunyai
Creativity in a
Won dan Oh maskapai penerbangan hubungan
3 Service Context:
(2015) domestic di Korea negatif pada
Emotional Labor
Selatan Kreativitas
Strategies and
Karyawan
Official Job
Performance

Tabel 1.2 Research Gap Deep Acting pada Kreativitas Karyawan

Penulis
No Judul Sampel Hasil
(Tahun)
Emotional Labor
Strategies and Deep Acting
Liu et al. Service 424 supervisor dan mempunyai
1 (2013) Performance: The karyawan restauran di hubungan positif
Mediating Role of China pada Kreativitas
Employee Karyawan
Creativity
Matteson dan In Their Own Pustakawan di Deep Acting
2 Chittock Words: Stories of perpustakaan mempunyai
(2015) Emotional Labor akademik, hubungan
6

from The Library perpustakaan umum, negatif pada


Workforce dan perpustakaan Kreativitas
khusus Karyawan
The Effects of 1.620 tenaga Deep Acting
Yoo dan Emotional Lobr on penjualan pada mempunyai
3 Jeong Work Engagement perusahaan hubungan positif
(2017) and Boundary multinasional di pada Kreativitas
Spanner Creativity Korea Karyawan

Dalam penelitian terdahulu diketahui bahwa variabel keterikatan kerja

dapat berperan sebagai variabel mediasi pengaruh surface acting dan deep acting

pada kreativitas karyawan. Seperti penelitian Yoo dan Jeong (2017: 228) yang

telah mengkonfirmasi bahwa variabel keterikatan kerja mampu memediasi

hubungan antara surface acting dan deep acting pada kreativitas karyawan. Hal

ini mengindikasikan bahwa, kemampuan karyawan dalam mengolah dan

mengekspresikan perasaannya akan mampu mempengaruhi emosi dalam bekerja,

semangat, dedikasi serta kesediaan terlibat secara utuh dalam pekerjaan yang

mereka lakukan. Hal tersebut juga menentukan energi yang dimiliki karyawan

dalam mengerjakan pola pekerjaan kreatif, dimana apabila dapat berjalan dengan

baik akan mampu meningkatkan kreativitas karyawan

Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut hubungan antara

emotional labor (surface acting dan deep acting), keterikatan kerja, dan

kreativitas karyawan. Selain adanya research gap seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, adanya phenomena gap yang ditemukan peneliti pada objek yang

akan diteliti juga menjadi alasan peneliti melakukan penelitian ini.

Penelitian ini mengambil objek pada karyawan Patra Semarang Hotel &

Convention yang merupakan salah satu industri jasa perhotelan tertua di Jawa

Tengah karena diduga masih menerapkan pola pekerjaan konvensional sehingga

kreativitas karyawan belum berkembang secara maksimal. Patra Semarang Hotel


7

& Convention merupakan salah satu hotel bintang empat yang berdiri sejak tahun

1975 dan terletak di JL. Sisingamangaraja, Wonotingal Kota Semarang. Hotel ini

berada dalam pengelolaan PT. Patra Jasa dan termasuk kedalam hotel Indonesia

yang menerima penghargaan internasional The Leading of MICE (Meeting

Incentive Converence Exhibition). Penghargaan tersebut untuk memberikan

apresiasi kepada sosok/tokoh pelaku bisnis ataupun terhadap perusahaan atas

dedikasi ataupun pencapaiannya selama ini. Menurut hasil wawancara dengan

Bapak Yono selaku staff HRD dan beberapa karyawan Patra Semarang Hotel &

Convention, peneliti mendapatkan informasi bahwa manajemen hotel telah

memberikan pelatihan dan juga kesempatan bagi karyawan untuk menyalurkan

kreativitasnya di bidang pekerjaannya.

Upaya konkrit yang dilakukan pihak manajemen hotel antara lain

mengadakan pelatihan soft skill setiap bulan, memberikan kesempatan untuk

karyawan dalam mengusulkan pembaharuan program dan produk hotel, menyusun

rencana kerja harian karyawan, monitoring pencapaian dan perkembangan skill

karyawan. Namun demikian, selama ini masih terdapat karyawan di beberapa

unit-unit kerja tertentu yang tidak menunjukan kontribusi pada pengembangan

ide-ide dan pendekatan baru terhadap pekerjaan di bidang kerja tersebut. Hal

tersebut diperkuat dengan hasil pre-study yang dilakukan pada karyawan Patra

Semarang Hotel & Convention, dengan sampel yang diambil 30 karyawan dari

jumlah populasi yaitu 103 karyawan.


8

Tabel 1.3
Hasil Pre-study Kreativitas Karyawan Patra Semarang Hotel & Convention

No Praktik YA TIDAK
Kefasihan (Fluency)
Saya menyarankan cara baru untuk mencapai
1 30% 70%
tujuan atau sasaran
Saya mempromosikan dan memperjuangkan
2 20% 80%
gagasan kepada orang lain
Saya menunjukkan kreativitas dalam melakukan
3 40% 60%
pekerjaan
Saya menyarankan cara-cara baru untuk
4 17% 83%
meningkatkan kualitas layanan
Rata Rata Indikator Kefasihan 26,75 % 73,25%
Keaslian (Originality)
Saya memberikan ide-ide baru yang mudah
5 13% 87%
diterapkan untuk meningkatkan kinerja
Saya mencari teknologi, proses, atau teknik dalam
6 27% 73%
menghasilkan ide-ide baru.
Saya menyarankan cara baru dalam melakukan
7 83% 17%
tugas kerja
Saya memberikan ide-ide baru dan inovatif sesuai
8 23% 77%
dengan jenis pekerjaan saya
Rata Rata Indikator Keaslian 36,5% 63,5%
Fleksibilitas (Flexibility)
Saya memberikan solusi kreatif untuk
9 70% 30%
memecahkan masalah
Saya memberikan metode pendekatan baru untuk
10 37% 63%
memecahkan masalah
Rata Rata Indikator Fleksibilitas 53,5% 46,5%
Terperinci (Elaboration)
Saya berani mengambil risiko untuk menghasilkan
11 27% 73%
ide baru pada pekerjaan saya
Saya membuat rencana dan jadwal dalam
12 87% 13%
mewujudkan ide-ide baru yang saya miliki
Rata Rata Indikator Terperinci 57% 43%
Sumber : Hasil pre-study yang diolah 2019

Berdasarkan hasil pre-study yang ditampilkan pada tabel diatas, dan

dengan menggunakan kriteria penilaian three-box method. Dimana rentang 10%

hingga 40% mengindikasikan nilai yang rendah, rentang 40.01% hingga 70%

mengindikasikan nilai sedang, dan rentang 70.01% hingga 100% mengindikasikan


9

nilai yang tinggi. Dapat diketahui bahwa dua indikator kreativitas karyawan

memiliki persentase kurang maksimal. Hal tersebut ditunjukan oleh masih

tingginya jawaban “tidak” oleh responden yang merujuk pada belum

dilaksanakannya tindakan-tindakan dalam mengembangkan kreativitasnya.

Indikator kefasihan memiliki persentase pilihan jawaban “tidak” sebesar 73,25%

yang mengindikasikan masih tingginya jumlah karyawan yang belum fasih baik

dalam menghasilkan, menunjukan, bahkan menyarankan ide. Hal tersebut juga

terjadi pada indikator keaslian atau originalitas, dimana persentase karyawan yang

tidak memiliki keaslian ide untuk diwujudkan dalam pekerjaannya mencapai

63,5%. Selebihnya untuk indikator fleksibilitas dan terperinci dinilai sudah tidak

bermasalah karena memiliki persentase jawaban “tidak” yang relatif sedang yaitu

sebesar 46,5% untuk indikator fleksibilitas dan 43% untuk indikator terperinci.

Meskipun demikian, kedua indikator tersebut juga perlu untuk ditingkatkan.

Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kreativitas karyawan Patra

Semarang Hotel & Convention dinilai masih belum maksimal, khususnya pada

indikator kefasihan dan originalitas yang ditunjukan melalui tingginya presentase

karyawan yang tidak melakukan kedua indikator tersebut. Sehingga berdasarkan

phenomena gap yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Pengaruh Surface Acting dan Deep Acting pada Kreatifitas

Karyawan dengan Keterikatan Kerja sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada

Patra Semarang Hotel & Convention)”.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini yaitu :


10

1. Adanya emotional labor diduga membawa konsekuensi positif dan negatif

terutama pada kreativitas karyawan hotel. Dimensi deep acting mengarah pada

persepsi positif karyawan terhadap peningkatan perasaan terikat dalam

pekerjaan yang mampu memunculkan kreativitas. Akan tetapi berbeda dengan

dimensi surface acting yang memiliki persepsi negatif terhadap hasil kinerja

karyawan terlebih bagi kreativitas karyawan.

2. Tampilan emosi yang dimanipulasi memberikan perubahan sikap negatif

karyawan hotel dalam melakukan pekerjaannya, salah satunya yaitu perasaan

tidak tulus pada saat melayani tamu hotel. Akan tetapi, karyawan yang

memiliki keterikatan kerja yang tinggi akan mampu mengantisipasi

munculnya tampilan emosi negatif dan berusaha untuk selalu berempati dan

bekerja sesuai dengan hati nurani.

3. Penelitian mengenai emotional labor pada kreativitas karyawan sudah banyak

diteliti, namun masih terdapat perbedaan hasil penelitiannya. Matteson &

Chittock (2015: 103) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa seluruh

dimensi emotional labor memiliki hubungan negatif terhadap kreativitas

karyawan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yoo dan Jeong (2017:

228) menjelaskan bahwa hanya dimensi deep acting yang memiliki hubungan

positif terhadap kreativitas karyawan. Disisi lain, Reyers (2011: 63)

menyebutkan bahwa seluruh dimensi emotional labor memiliki hubungan

positif terhadap kreativitas karyawan

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka perumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya organisasi
11

untuk meningkatkan kreativitas karyawan hotel. Maka dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah surface acting dapat menurunkan kreativitas karyawan Patra

Semarang Hotel & Convention?

2. Apakah deep acting dapat meningkatkan kreativitas karyawan Patra Semarang

Hotel & Convention?

3. Apakah keterikatan kerja dapat meningkatkan kreativitas karyawan Patra

Semarang Hotel & Convention?

4. Apakah keterikatan kerja dapat memediasi pengaruh surface acting pada

kreativitas karyawan Patra Semarang Hotel & Convention?

5. Apakah keterikatan kerja dapat memediasi pengaruh deep acting pada

kreativitas karyawan Patra Semarang Hotel & Convention?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Menemukan bukti empiris tentang pengaruh surface acting pada kreativitas

karyawan Patra Semarang Hotel & Convention

2. Menemukan bukti empiris tentang pengaruh deep acting pada kreativitas

karyawan Patra Semarang Hotel & Convention

3. Menemukan bukti empiris tentang pengaruh keterikatan kerja pada kreativitas

karyawan Patra Semarang Hotel & Convention

4. Menemukan bukti empiris tentang pengaruh tidak langsung surface acting

pada kreativitas karyawan melalui mediasi keterikatan kerja pada karyawan

Patra Semarang Hotel & Convention


12

5. Menemukan bukti empiris tentang pengaruh tidak langsung deep acting pada

kreativitas karyawan melalui mediasi keterikatan kerja pada karyawan Patra

Semarang Hotel & Convention

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat dari

penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan konsep mengenai

pengaruh dimensi emotional labor (surface acting dan deep acting) pada

kreativitas karyawan melalui keterikatan kerja

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan masukan

untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

c. Hasil penelitian ini dapat mengisi gap antara perbedaan hasil penelitian-

penelitian sebelumnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Karyawan

1) Apabila penelitian ini terbukti mampu menjadi referensi bagi

karyawan dalam memberikan pelayanan terhadap tamu hotel, maka

diperlukan tampilan emosi yang positif bagi karyawan dalam melayani

tamu hotel. Hal tersebut mampu menciptakan hubungan yang baik

antara karyawan dan tamu hotel sehingga mampu meningkatkan

keterikatan kerja karyawan yang akan memicu munculnya kreativitas

dalam setiap melakukan pekerjannya


13

2) Apabila penelitian ini terbukti, karyawan mampu mengelola emosinya

dengan baik sehingga mampu berkomunikasi dengan baik kepada tamu

hotel, meskipun dalam keadaan emosional yang tidak baik.

3) Apabila penelitian ini terbukti, karyawan mampu meningkatkan

kreativitas dalam melalukan pekerjaannya

b. Bagi Manajemen Organisasi

1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran sebagai

deteksi dini mengenai kurangnya kreativitas pada karyawan sehingga

dapat menjadi bahan masukan serta pertimbangan dalam pengambilan

kebijakan selanjutnya yang berhubungan dengan peningkatan

kreativitas karyawab di tempat kerja.

2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu organisasi dalam memahami

dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga mampu mendorong

karyawan untuk menampilkan emosi positif saat bekerja dan

meningkatkan rasa keterikatan pada pekerjaan yang dilakukan.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian

sebelumnya. Adapun orisinalitas dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian sebelumnya Geng et al. (2014: 1053) menggunakan objek

penelitian pada 82 restauran di China. Namun, penelitian ini dilakukan pada

sektor industri jasa perhotelan di Indonesia agar mampu mengeneralisasi

penelitian pada bidang pekerjaan lain. Sehingga, penelitian ini dilakukan pada

objek karyawan hotel.


14

2. Pembaruan dari penelitian ini adalah penggunaan variabel kreativitas

karyawan sebagai outcome positif, dimana penelitian terdahulu biasanya

mengkaji hubungan emotional labor yang dihubungkan pada outcome negatif

seperti kinerja, stress, kelelahan emosional, ketidaksesuaian emosi, kepuasan

kerja, dan burnout.

3. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembaruan dari penelitian

sebelumnya. Kebaruan penelitian ini terletak pada model penelitian yang

digunakan. Pada penelitian ini, selain peneliti menggunakan emotional labor

sebagai variabel bebas dan kreativitas kerja sebagai variabel terikat seperti

pada penelitian sebelumnya, peneliti mencoba untuk menggunakan keterikatan

kerja sebagai variabel mediasi, dimana masih terdapat sedikit penelitian yang

menggunakan ketiga variabel tersebut.

Anda mungkin juga menyukai