Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan

Milenium (TPM) merupakan komitmen nasional dan global dalam upaya

kesejahteraan rakyat ( people welfare) pada tahun 2015. Salah satu targetnya

adalah memastikan keberlanjutan lingkungan hidup. Salah satu upaya

dilakukan yaitu setiap negara harus dapat mengurangi setengah dari proporsi

penduduk yang tidak memiliki akses pada air minum yang aman dan sanitasi

dasar di tahun 2015 (Syafrawati disitasi oleh Sukri, 2013).

Begitu pula halnya dengan Indonesia yang merupakan 1 dari 189 negara

yang hadir pada konferensi tingkat tinggi (KTT) PBB mengenai kesepakatan

MDGs. Untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015 nanti, Indonesia

masih harus bekerja lebih keras lagi. Berdasarkan data, posisi Indonesia dari

target MDGs masih belum tercapai sesuai target yang di tentukan. Target

MDGs masalah sanitasi, Indonesia berada pada posisi pencapaian 59.8%

dari target62.4%. sedangkan untuk target MDGs masalah air minum,

Indonesia baru mencapai 66.8% dari target MDGs68.9% (Riskesdas, 2013).

Salah satu tolok ukur tingkat kesehatan lingkungan antara lain

penyediaan dan pemanfaatan jamban keluarga. Penanganan pembuangan

kotoran manusia yang tidak semestinya akan mencemari persediaan air,

tanah, dan perumahan oleh kuman penyakit yang terdapat pada tinja.

Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang

1
pokok karena kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran penyakit

multikompleks. Daryanto (2004), dalam Marliana (2011) mengemukakan

bahwa tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat

berkembang dan berinduknya bibit penyakit menular (misalnya;

kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang

disembarangan tempat, misalnya kebun, sungai, dan lain-lain maka bibit

penyakit tersebut akan menyebar luas ke lingkungan dan akhirnya akan masuk

dalam tubuh manusia serta beresiko menimbulkan penyakit pada seseorang

bahkan menjadi wabah penyakit pada masyarakat yang lebih luas. Sehingga,

jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap

masyarakat.

Pada tahun 2012, terjadi peningkatan 64 % dari populasi dunia memiliki

akses ke fasilitas sanitasi termasuk toilet dan kakus tertutup , dibandingkan

dengan 49% pada tahun 1990 . sisanya yaitu 2,5 miliar orang masih belum

memiliki fasilitas sanitasi dasar seperti toilet atau kakus . Dari jumlah tersebut,

1 miliar buang air besar di tempat terbuka, misalnya di selokan jalan, balik

semak-semak atau ke badan air yang terbuka (WHO 2014)

Secara nasional, proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas

buang air besar milik sendiri sebesar 76,2%, milik bersama 6,7%, umum

sebesar 4,2% dan buang air besar secara sembarangan sebesar 12,9%. Provinsi

yang mempunyai persentase terbesar rumah tangga yang menggunakan fasilitas

buang air besar milik sendiri terdapat di provinsi Riau sebesar 88,4%,

menyusul Lampung dan Kepulauan Riau(keduanya sebesar 88.,1%) dan

2
terendah terdapat di provinsi Gorontalo sebesar 50,2% menyusul Sulawesi

Barat sebesar 52,8% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 57,8%. Selain itu,

proporsi rumah tangga yang buang air besar di sembarang tempat dengan

persentase tertinggi terdapat di provinsi sulawesi barat sebesar 34,4%,

menyusul nusa tenggara timur sebesar 29,3% dan provinsisulawesi tengah

sebesar 28,2% (Riskesdas, 2013).

Salah satu contoh perilaku sehat dalam PHBS, adalah menggunakan

jamban keluarga untuk membuang kotoran atau tinja manusia. Dengan

menggunakan jamban keluarga dalam pembuangan kotoran atau tinja

manusia, maka akan melindungi keluarga dan juga masyarakat dari ancaman

penyakit menular yang diakibatkan oleh pencemaran tinja seperti diare,

penyakit kulit dan kecacingan, dimana penyakit berbasis lingkungan tersebut

merupakan salah satu penyebab cukup tingginya angka kesakitan dan

kematian di Indonesia. Hal ini terkait erat dengan kondisi lingkungan yang

belum memadai.

Hasil studi Indonesian Sanitation Sector Development Program

(ISSDP) tahun 2006 menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku

buang air besar sembarangan (BABS), sementara itu berdasarkan studi

Basic Human Service (BHS) ditahun yang sama menghasilkan data bahwa

perilaku masyarakat terhadap Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah

setelah buang air besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%,

sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7% dan sebelum

menyiapkan makanan 6%, merebus air untuk mendapatkan air minum tapi

3
47.50% air tersebut mengandung Eschericia Coli (E.Coli), belum lagi

kesadaran masyarakat untuk membuang sampah untuk membuang sampah

dan limbah rumah tangga dengan aman masih rendah (Depkes RI, 2008).

Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar di

sembarang tempat antara lain anggapan bahwa membangun jamban itu

mahal, lebih enak buang air besar di kebun, di pantai dan sungai serta karena

alasan sudah menjadi kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek

moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan. Alasan

dan kebiasaan tersebut harus diluruskan dan dirubah agar tidak memperbesar

masalah sanitasi yang ada di masyarakat.

Pemanfaatan jamban sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan

tingkat pendidikan. Tujuan program Jamban Keluarga (JAGA) yang tidak

membuang tinja di tempat terbuka melainkan membangun jamban untuk

diri sendiri dan keluarga. Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan

salah satu indikator rumah sehat selain ventilasi, air bersih, saluran air limbah,

dan lainnya.

Proses pendidikan menentukan pembentukan pengetahuan dan

kemampuan bersikap, mulai dari keluarga hingga lingkungan yang lebih luas.

Selain itu proses belajar menentukan bentuk perilaku. Mereka yang

berpendidikan tinggi, akan berperilaku jauh berbeda dengan pendidikan

rendah. Tingkat kecerdasan sangat menentukan dalam menghadapi

tantangan atau pemecahan masalah. Masyarakat yang cerdas lebih mudah

memecah masalah karena memilik pengetahuan yang luas dan daya nalar

4
yang tinggi.

Pemerintah sebenarnya telah berusaha melaksanakan program-program

yang menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat. Namun kenyataannya,

sampai saat ini belum memperlihatkan hasil yang optimal, terutama dalam

hal pemeliharaan dan pengawasan sarana dan prasarana yang sudah

terbangun. Kapasitas masyarakat dan sumber daya alam dalam pengelolaan

prasarana masih cukup rendah untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan

prasarana yang dibangun”. Masyarakat masih beranggapan bahwa yang

bertugas melakukan pengawasan dan pemeliharaan adalah pihak pemerintah

atau lembaga yang dibentuk, sehingga ada kecenderungan masyarakat untuk

tidak melakukan pengawasan dan pemeliharaan. Akibatnya program yang

dibangun pemerintah seperti prasarana sanitasi menjadi terbelengkalai,

karena tidak dikelola dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.

Masyarakat tidak merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab atas

pemeliharaan prasarana yang telah dibangun, karena merasa tidak punya

andil didalamnya. Akhirnya masyarakat menjadi acuh dan kembali kepada

kebiasaan lama dalam mereka, seperti buang air besar di sungai dan pantai.

Hal ini akan berdampak pada menurunnya kondisi kesehatan lingkungan

masyarakat setempat. Apalagi kondisi ini didukung pula oleh prasarana sanitasi

keluarga yang buruk.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2011 yang dirilis pada

tahun 2012 dalam profil kesehatan sulbar tahun 2011, dari 270.852 KK

sebanyak 164.667 KK diperiksa hanya sebanyak 106.979 KK di sulawesi barat

5
yang memiliki jamban. Sedangkan untuk Kabupaten Majene, dari 35.375 KK

sebanyak 31.606 KK yang diperiksa hanya sebanyak 11.712 KK yang

memiliki jamban (Riskesda, 2011)

Di wilayah kerja Puskesmas Tinambung Kecamatan Tinambung

Kabupaten Polewali Mandar dari 4.293 KK yang tercatat, 3064 KK memiliki

akses tehadap jamban. Artinya masih ada 1229 KK yang masih belum

menggunakan jamban sebagai sarana buang air besar. Kecamatan Tinambung

termasuk dalam wilayah ibu kota Kabupaten Polewali Mandar, maka ini

merupakan masalah yang nantinya akan bisa menjadi batu sandungan

Pemerintah Kabupaten Majene untuk mencapai penghargaan Piala Adipura .

Berdasarkan fenomena inilah yang menyebabkan penulis tertarik

mengadakan penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan dan Tingkat

Pendapatan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di wilayah kerja

Puskesmas Tinambung Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali

Mandar”.

Di wilayah kerja Puskesmas Tinambung Kecamatan Tinambung

Kabupaten Polewali Mandar tahun 2014 jumlah kepemilikan jamban keluarga

sebanyak 2294 dari 4408 rumah. Data tersebut menunjukkan masih banyaknya

jumlah rumah penduduk yang belum memiliki jamban.

Berdasarkan uraian dan gambaran kenyataan-kenyataan diatas, maka

peniliti tertarik untuk meneliti suatu permasalahan yaitu faktor-faktor yang

berhubungan dengan sanitasi kesehatan di wilayah kerja Puskesmas

Tinambungi Kabupaten Polewali Mandar.

6
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka

dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan kepemilikan jamban

keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tinambung ?

2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan kepemilikan

jamban keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tinambung ?

C. TUJUAN MAGANG

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan tingkat pendapatan dengan

kepemilikan jamban keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tinambung ?

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepemilikan jamban

keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tinambung ?

2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan dengan kepemilikan

jamban keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tinambung ?

D. MANFAAT MAGANG

1. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan yang berhubungan dengan

Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat utama sesuai bidang peminatan yaitu

kesehatan Lingkungan.

7
2. Terpapar dengan kondisi dan pengalaman kerja di lapangan.

3. Mendapatkan pengalaman menggunakan metode analisis masalah yang

tepat terhadap permasalahan yang di temukan di tempat magang.

4. Memperkaya kajian dalam Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama

sesuai bidang minat yang di geluti.

5. Penemuan baru mengenai analisis permasalahan dan kiat-kiat pemecahan

masalah kesehatan.

6. Memperoleh gambaran peluang kerja bagi Sarjana Kesehatan Masyarakat.

7. Mandapatkan bahan untuk penilisan skripsi/ilmiah.

E. TUGAS POKOK

A. Tugas Pokok

1. Mengambil data tentang kepemilikan jamban keluarga

2. Setelah mendapatkan data, melihat di lingkungan mana yang paling

sedikit memilki kepemilikan jamban keluarga

3. Membuat kuesioner yang berkaitan dengan kepemilikan jamban

keluarga.

4. Melakukan kunjungan rumah terhadap limgkungan yang paling minim

memiliki jamban keluarga dan mewawancarai menggunakan kuesioner.

B. Tugas Tambahan

1. Mengikuti semua kegiatan rutin dari puskesmas (secara umum)

2. Mengikuti kegiatan rutin puskesmas khusus yang berhubungan dengan

kajiannya.

Anda mungkin juga menyukai