PENGANTAR HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN Tujuan Hukum
Apeldoorn adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat
PENGANTAR ILMU HUKUM secara damai dan adil. Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia Prof. Soebekti, tujuan hukum adalah mengabdi tujuan studi hukum dinamakan “Encyclopaedia Hukum”, yaitu mata negara yang intinya mendatangkan kemakmuran dan kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau kebahagiaan rakyatnya. inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar Pengertian Hukum untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang Hukum adalah seperangkat norma atau kaidah yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan tentang sendi-sendi utama ilmu hukum. untuk ketentraman dan kedamaian di dalam masyarakat
Metode Pendekatan Mempelajari Hukum
1. Metode Idealis ; bertitik tolak dari pandangan bahwa O Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU masyarakat 12/2011”) 2. Metode Normatif Analitis ; metode yg melihat hukum “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis sebagai aturan yg abstrak. Metode ini melihat hukum yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan sebagai lembaga otonom dan dapat dibicarakan sebagai dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat subjek tersendiri terlepas dari hal2 lain yang berkaitan yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam dengan peraturan2. Bersifat abstrak artinya kata-kata yang Peraturan Perundang-undangan.” digunakan di dalam setiap kalimat tidak mudah dipahami dan untuk dapat mengetahuinya perlu peraturan-peraturan Undang-undang hukum itu diwujudkan. Perwujudan ini dapat berupa O adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh perbuatan-perbuatan atau tulisan. Apabila ditulis, maka Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan sangat penting adalah pilihan dan susunan kata-kata. bersama Presiden (Pasal 1 angka 3 UU 12/2011). 3. Metode Sosiologis; metode yang bertitik tolak dari pandangan bahwa hukum sebagai alat untuk mengatur Ketentuan Pembentukan Perundang-undangan masyarakat. 1. Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah 4. Metode Historis ; metode yang mempelajari hukum dengan pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang melihat sejarah hukumnya. mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, 5. Metode sistematis; metode yang melihat hukum sebagai pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. suatu sistem 2. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis 6. Metode Komparatif; metode yang mempelajari hukum yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dengan membandingkan tata hukum dalam berbagai sistem dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau hukum dan perbandingan hukum di berbagai negara. pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pengertian Hukum 3. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan Sunaryati Hartono yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Hukum itu tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang, Presiden. akan tetapi jika menyangkut dan mengatur berbagai 4. Perpu adalah peraturan perundang-undangan yang aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang lainnya, atau dengan kata lain hukum mengatur berbagai memaksa. aktivitas manusia di dalam hidup bermasyarakat. 5. PP adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana Simorangkir, dan Sastropranoto mestinya. Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat 6. Perpres adalah peraturan perundang-undangan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau resmi yang berwajib, pelanggaran-pelanggaran yang dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu. 7. Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dengan E. Utrecht persetujuan bersama Gubernur/Bupati/Walikota. Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya di taati Jenis dan hierarki Peraturan perundang-undangan (Pasal 7 UU oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh 12/2011) karenanya pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu. 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Sebab hukum ditaati orang (E. Utrecht): 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- 1. Karena ornag merasakan bahwa peraturan dirasakan Undang; sebagai hukum. 4. Peraturan Pemerintah; 2. Karena orang harus menerimanya supaya ada rasa 5. Peraturan Presiden; ketentraman. 6. Peraturan Daerah Provinsi 3. Karena masyarakat menghendakinya. 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota 4. Karena adanya paksaan (sanksi) sosial. Sejarah Pertambangan di Indonesia Soenoe Soemosoesastro (1913-1956) mempelopori: 1. pengalihan istilah geologi dan pertambangan dari Bahasa Pertambangan pada masa Pemerintah Hindia Belanda Belanda ke Bahasa Indonesia 1. Pada tahun 1602 Pemerintah Belanda membentuk VOC, 2. Soenoe juga membuat istilah untuk pembagian zaman mereka selain menjual rempah-rempah juga mulai dalam skala waktu geologi menjadi masa, zaman, kala, melakukan perdagangan hasil pertambangan dan waktu. 2. pada tahun 1652 mulailah dilakukan penyelidikan berbagai 3. orang pertama yang mengajak mahasiswa ke lapangan aspek ilmu kealaman oleh para ilmuwan dari Eropa. 3. Pada tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Pertambangan pada masa pemerintah Indonesia Dienst van het Mijnwezen (Mijnwezenn-Dinas Tiga bulan kemudian, pada tanggal 12 Desember 1945. Pertambangan) yang berkedudukan di Batavia untuk lebih sebagian kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi, mengoptimalkan penyelidikan geologi dan pertambangan dipindahkan ke gedung Onderling Belang, di J1. Braga No.3 menjadi lebih terarah. dan No. 8. Bandung. karena terdesak oleh datangnya pasukan Belanda bersama pasukan Sekutu. Kantor Poesat Djiawatan Pertambangan pada Hindia Belanda Tambang dan Geologi pun diduduki oleh pasukan Belanda. 1. Menjelang tahun 1920, sesuai dengan rencana Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Bandung sebagai ibukota 1. Selama perang kemerdekaan. Desember 1945 - Desember Hindia Belanda, maka dilakukan persiapan untuk 1949, kantor Poesat Djawatan Tambang dan Geologi dalam memindahkan kantor Mijnwezen ke Bandung. Departement pengungsian dan berpindah-pindah. Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan 2. Untuk mengembangkan Poesat Djawatan Tambang dan Umum) yang membawahi Mijnwezen dan menempati Geologi, A.F. Lasut bersama dengan R. Soenoe Gedung Sate. Soemosoesastro membuka Sekolah Pertambangan-Geologi 2. Pada tahun 1922, lembaga Mijnwezen ini berganti nama Tinggi (SPGT), Sekolah Pertambangan-Geologi Menengah menjadi Dienst van den Mijnbouw. (SPGM), dan Sekolah Pertambangan-Geologi Pertama (SPGP). Pertambangan pada Hindia Belanda 1. Pada Tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda mulai Sejarah Hari Jadi Pertambangan dan Energi membangun gedung Geologisch Laboratorium yang 1. 7 Maret 1949 diculik oleh pasukan Belanda dari Tijger terletak di jalan Wilhelmina Boulevard untuk kantor Dienst Brigade dari kediamannya di Pugeran van den Mijnbouw (pertambangan) dan diresmikan pada 2. atas jasa-jasanya, A.F. Lasut kemudian dianugerahi gelar tanggal 16 Mei 1929. Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Keputusan 2. Selanjutnya gedung ini dipergunakan untuk Presiden Republik Indonesia No_ 012/TK/Tahun 1969 penyelenggaraan sebagian dari acara Pacific Science tanggal 20 Mei 1969. Congress ke IV. Gedung ini sekarang bernama Museum 3. Dengan ditetapkannya A.F. Lasut sebagai Pahlawan Geologi, yang berlamat di jalan Diponegoro No. 57 Kemerdekaan Nasional, maka memperkuat landasan Bandung. bahwa pengambilalihan kantor Chisitsu Chosasho pada tanggal 28 September 1945 merupakan peristiwa heroik Pertambangan pada Hindia Belanda yang penting bagi sektor pertambangan dan energi. Selama Perang Dunia ke II, kerap dipergunakan 4. Pada tanggal 28 September 1945. juga terjadi sebagai tempat pendidikan Assistent Geologen Cursus (Kursus pengambilalihan kantor Jawa Denki Koza (Perusahaan Asisten Geologi), dengan peserta hanya beberapa orang saja Listrik Jawa) secara paksa oleh para pemuda. diantaranya, Raden Soenoe Soemosoesastro dan Arie Frederik 5. Berdasarkan hasil penetapan tersebut. Menteri Energi Lasut. Dua orang peserta pribumi itulah yang kemudian dan Sumber Daya Mineral menyampaikan surat kepada menjadi pegawai menengah pertama di kantor Mijnbouw sejak Presiden No. 1349/04/ME~LS/2008 tanggal 26 Pebruari tahun 1941 yang dikemudian hari menjadi tokoh perjuangan 2008 mengusulkan Hari Jadi Pertambangan dan Energi dalam membangun kelembagaaan tambang dan geologi untuk ditetapkan dalam Keputusan Presiden. nasional. 6. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Repub1ik Indonesia Nomor 22 tahun 2008 tanggal 27 September Pertambangan pada Jaman Jepang 2008 ditetapkan Hari Jadi Pertambangan dan Energi Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Mijnbouw adalah tanggal 28 September. dengan segala sarana dan dokunennya diambilalih oleh Jepang dan namanya diganti menjadi Chisitsu Chosasho (Jawatan Perubahan Tatanan Kelembagaan Pertambangan di Indonesia Geologi). Kantor Chisitsu Chosasho tidak dapat berbuat 1. Tahun 1945 : Lembaga pertama yang menangani banyak karena ketiadaan tenaga ahli dan anggaran. Tenaga ahli Pertambangan di Indonesia adalah Jawatan Tambang dan Belanda pada awalnya masih dipertahankan tetapi kemudian Geologi yang dibentuk pada tanggal 11 September 1945. diinternir (diasingkan), kecuali mereka yang diperlukan oleh Jawatan ini, semula bernama Chisitsu Chosajo, bernaung Jepang. di Kementerian Kemakmuran. 2. Tahun 1952 :Jawatan dan Geologi yang pada saat itu Pertambangan pada masa pemerintah Indonesia berada di Kementerian Perindustrian, berdasarkan SK 1. Proklamasi Kernerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Menteri Perekonomian no. 2360a/M Tahun 1952, di ubah Agurus 1945 mengantarkan perubahan yang sangat besar di menjadi Direktorat Pertambangan yang terdiri atas Pusat segala bidang, termasuk bidang pertambangan. Jawatan Pertambangan dan Pusat Jawatan Geologi. 2. 20 Oktober 1945 A.F. Lasut mengeluarkan pengumuman 3. Tahun 1957 : Berdasarkan Keppres no.131 Tahun 1957 yang pertama bahwa semua perusahaan pertambangan Kementerian Perekonomian dipecah menjadi ditempatkan di bawah pengawasan Poesat Djawatan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Tambang dan Geologi. Perindustrian. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian no. 4247 a/M tahun 1957, Pusat-pusat dibawah Direktorat Pertambangan berubah menjadi Jawatan Pertambangan dan Jawatan Geologi. 4. Tahun 1959 : Kementerian Perindustrian dipecah menjadi 7. Berakhirnya KP Departemen Perindustrian Dasar/Pertambangan dan 8. Hubungan KP dengan hak-hak tanah Departemen Perindustrian Rakyat dimana bidang 9. Pungutan-pungutan negara pertambangan minyak dan gas bumi berada dibawah 10. Pengawasan pertambangan Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan. 11. Ketentuan-ketentuan pidana 5. Tahun 1961 : Pemerintah membentuk Biro Minyak dan Gas 12. Ketentuan peralihan dan penutup. Bumi yang berada dibawah Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan. Landasan pembangunan pertambangan 6. Tahun 1962 ; Jawatan Geologi dan Jawatan Pertambangan Undang-Undang no. 11 Tahun 1967, penggolongan bahan diubah menjadi Direktorat Geologi dan Direktorat galian didasarkan pada peranannya yang berbeda terhadap Pertambangan. bangsa dan negara. 7. Tahun 1963 : Biro Minyak dan Gas Bumi diubah menjadi 1. Golongan A adalah mineral yang sangat penting bagi Direktorat Minyak dan Gas Bumi yang berada dibawah perekonomian negara karena mendatangkan devisa yang kewenangan Pembantu Menteri Urusan Pertambangan dan relatif besar; Perusahaan-perusahaan Tambang Negara. 2. Golongan B adalah mineral yang menyangkut hajat hidup 8. Tahun 1965 : Departemen Perindustrian orang banyak; dan Dasar/Pertambangan dipecah menjadi tiga departemen 3. golongan C adalah mineral yang diperlukan untuk bahan yaitu : Departemen Perindustrian Dasar, Departemen industri atau bangunan. Pertambangan dan Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Pemerintahan No 27 tahun 1980 9. Pada tanggal 11 Juni 1965 Menteri Urusan Minyak dan Gas bahan galian menjadi 3 golongan yaitu : Bumi menetapkan berdirinya Lembaga Minyak dan Gas 1. Bahan galian strategis disebut bahan galian golongan A Bumi (Lemigas). terdiri dari : minyak bumi, bitumen cair, lilin beku, gas 10. Tahun 1966 : Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara muda, dilebur menjadi Kementerian Pertambangan dan Migas uranium radium, thorium bahan galian radioaktif lainnya, yang membawahi Departemen Minyak dan Gas Bumi. nikel, kobalt, timah. 11. Tahun 1966 : dalam Kabinet Ampera, Departemen Minyak 2. Bahan galian vital disebut pula sebagai bahan galian dan Gas Bumi dan Departemen Pertambangan dilebur golongan B terdiri dari besi, molibden, khrom, wolfram, menjadi Departemen Pertambangan. vanidium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, 12. Tahun 1978 : Departemen Pertambangan berubah menjadi platina, perak, air raksa, arsen, antimon, bismut, ytrium, Departemen Pertambangan dan Energi. rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya, 13. Tahun 2000 : Departemen Pertambangan dan Energi berilium, korundum, zirkon, kristal kuasa, kriolit, berubah menjadi Departemen Energi dan Sumber Daya fluorspar, barit, yodium, brom, klhor, belerang. Mineral. 3. Bahan galian non strategis dan non vital, disebut pula sebagai bahan galian golongan C. Terdiri dari : nitral, nitrit, Perkembangan Kebijakan Pertambangan di Indonesia fosfat, garam batu (halit), asbes, talk, mika, grafit, magnesit, Landasan pembangunan pertambangan yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan setengah permata, pasir kuarsa, kaolin, feldspar, gipsum, bahwa bumi, air dan bentonit, tanah diatomea, tanah serap (fuller earth), kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh batuapung, trass, obsidian, marmer, batu tulis, batu kapur, negara dan dipergunakan dolomit, kalsit, granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat, sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. pasir, sepanjang tidak mengandung unsur -unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam skala yang berarti Landasan pembangunan pertambangan dari segi ekonomi pertambangan. 1. Peraturan pemerintah pengganti UU No. 37 Tahun 1960 tentang Pertambangan UU No. 4 Tahun 2009 2. Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 1964 tentang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, memuat: Penggolongan Bahan-bahan Galian 1. Ketentuan Umum 3. UU no. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan 2. Asas dan Tujuan: Pokok Pertambangan 3. Penguasaan mineral dan batubara 4. Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1980 tentang 4. Kewenangan pengelolaan mineral dan batubara Penggolongan Bahan-bahan Galian 5. Wilayah pertambangan 5. UU no. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan 6. Usaha Pertambangan (UP) Batubara. 7. Izin usaha pertambangan 6. Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang 8. Persyaratan perizinan usaha pertambangan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan 9. IPR, IUPK, Persyaratan IUPK Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri 10. Data Pertambangan 11. Hak dan Kewajiban UU NO. 11 TAHUN 1967 12. Penghentian sementara dan berakhirnya kegiatan UP dan tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, memuat: IUPK. 1. Ketentuan Umum 13. Izin usaha jasa pertambangan 2. Penggolongan dan pelaksanaan penguasaan bahan galian: 14. Pendapatan negara dan daerah a).Golongan bahan galian strategis, b). Golongan bahan 15. Penggunaan hak atas tanah galian vital, c). Golongan bahan yang tidak termasuk dalam 16. Penggunaan tanah untuk usaha pertambangan Golongan a dan b 17. Pembinaan, pengawasan dan perlindungan masyarakat 3. Bentuk dan organisasi perusahaan pertambangan 18. Litbang serta diklat 4. Usaha pertambangan 19. Penyidikan 5. Kuasa Pertambangan (KP) 20. Sanksi administratif 6. Cara dan syarat memperoleh KP 21. Ketentuan Pidana 22. Ketentuan Lain-lain UU No. 4 Tahun 2009 23. Ketentuan Peralihan Saat ini kegiatan pertambangan yang lebih dikenal adalah 24. Ketentuan Penutup pertambangan untuk komoditas mineral logam antara lain: 25. Penjelasan emas, tembaga, nikel, bauksit, dan batubara.
komoditas batuan memiliki peran yang sama pentingnya
terutama dalam memberikan dukungan material untuk pembangunan infrastruktur antara lain: pendirian sarana infrastruktur jalan, pembangunan perumahan, dan gedung perkantoran.
Terminologi bahan galian golongan C yang sebelumnya diatur
dalam UU No 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No 4 Tahun 2009, menjadi batuan
Permen ESDM No. 1 Tahun 2014
Kriteria komoditas tambang mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan 1. Kelompok mineral logam merupakan jenis komoditas tambang mineral logam antara lain berupa bijih: tembaga, emas, perak, timah, timbal dan seng, kromium, molibdenum, platinum group metal, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel , kobalt, mangan dan antimon. 2. Kelompok mineral bukan logam terdiri dari berbagai jenis komoditi tambang mineral bukan logam yang meliputi: kalsit (batu kapur/gamping), feldspar, kaolin, bentonit, zeolit, silica, zircon dan Intan. 3. Komoditas tambang batuan, antara lain: Toseki, Marmer, Onik, Perlit, Slate (batu sabak), Granit, Granodiorit, Gabro, Peridotit, Basalt, Opal, Kalsedon, Chert (rijang), Jasper, Krisoprase, Garnet, Giok, Agat dan Topas.
Menteri Pertambangan dan Energi No. 134.K/201/M.PE/1996.
Persyaratan wilayah yang diperbolehkan bagi pengusahaan pertambangan : 1. Kontrak Karya(KK), luas wilayah tidak boleh melebihi 250.000 Ha. 2. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), luas wilayah tidak boleh melebihi 100.000 Ha. 3. Kuasa Pertambangan (KP) Penyelidikan Umum, luas wilayah tidak boleh melebihi 25.000 Ha. 4. Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi, luas wilayah tidak boleh melebihi 10.000 Ha. 5. Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi, luas wilayah tidak boleh melebihi 5.000 Ha.
UU no 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang baru
Pasal 22 yang memberikan kemudahan bagi investor asing yang bertentangan UU No 5 tahun 1960 (UUPA) a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun; b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun. PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN 8. Penguasaan dan pengaturan pengusahaan bahan galian BATUBARA dikaitkan dengan Hak Penguasaan Negara (HPN), maka Masa Pemerintahan Hindia-Belanda (1800-1942) polanya ditentukan sbb; 1852 : Mendirikan Dienst van het Mijnwezen (Jawatan • Bahan galian penting bagi pertahanan/ keamanan, Pertambangan) tugasnya yaitu Eksplorasi geologi- perekonomian, dan mengusai hidup hajat org banyak harus pertambangan (Menemukan batubara Ombilin Sumatera diusahakan oleh negara Barat (1866)), baru ditambang 1891. • Bahan galian tidak penting bagi pertahanan/ keamanan, 1899: Mengundangkan Indische Mijnwet (Staatblad 1899- perekonomian, dan tidak mengusai hidup hajat org banyak 214) yaitu Mengatur penggolongan bahan galian dan perlu diusahakan oleh negara pengusahaan pertambangan • Bahan galian tidak penting bagi pertahanan/ keamanan, 1 Mei 1907 : Peraturan pelaksanaan berupa perekonomian, tetapi mengusai hidup hajat org banyak Mijnordonnantie (Pengawasan Keselamatan Kerja (Pasal dapat diusahakan oleh negara 356-612). 1910 dan 1918: Indische Mijnwet mengalami 2 kali Periode 2009-Sekarang perubahan karena dianggap masih menghambat kegiatan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan swasta, swasta benar2 berkembang pada akhir 1930 Batubara menjelang pecahnya PD II 1. Mineral dan batubara sebagai SDA yg tak terbaharukan 1930: Mijnordonnantie dicabut dan diperbaharui dengan dikuasai oleh negara Mijnordonnantie 1930 (tidak mengatur keselamtan kerja 2. Pemerintah memberikan izin kepada badan usaha berbadan pertambangan). Mijn Politie Reglement (Staatblad 1930 hukum, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat No.341) setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan 1930: boleh memperoleh konsesi (hak pertambangan dan batubara berdasarkan izin sejalan dgn otonomi daerah lisensi (izin pertambangan) hanyalah yg mereka tunduk 3. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan pada Hukum Barat dan perusahaan yang telah di daftar di sosial bagi kesejahteraan rakyat Indonesia negeri Belanda dan Hindia Belanda 4. Harus mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil Periode 1942-1949 dan menengah serta menunjang tumbuhnya industri 8 Maret 1942: Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, penunjang pertambangan Indische Minjwet 1899 tidak jalan. Semua kebijakan 5. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, mengenai pertambangan ditangan Komando Militer harus memperhatikan prinsip lingkungan hidup, Jepang. transparansi, dan partisispasi masyarakat Selama 3 tahun: Jepang mengembangkan potensi pertambangan, batubara kokas di daerah Kalimantan, Jawa Kewenangan Pemerintah Pusat Barat untuk memasok batubara bagi kereta api di Jawa UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Juli 1951: DPRS (Teuku, Mr. Moh Hassan dkk) mendesak Batubara pemerintah untuk membenahi pengaturan dan pengawasan 1. Menetapkan kebijakan nasional usaha pertambangan di Indonesia 2. Pembuatan Peraturan perundang-undangan 1960 : Pemerintah mengeluarkan Perpu menjadi UU yaitu 3. Penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria No.37 Prp. Tahun 1960. Dalam UU ini Pemerintah menarik 4. Penetapan sistem perijinan pertambangan mineral dan modal asing untuk mengembangkan eksplorasi dan batubara nasional eksploitasi berdasarkan production sharing contract 5. Penetapan wilayah pertambangan setelah berkoordinasi dgn Pemda dan berkonsultasi dgn DPR RI Periode 1967-2008 6. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik 1967: UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan –Ketentuan masyarakat, dan pengawasan Usaha Operasi produksi lintas Pokok Pertambangan. provinsi atau wilayah laut lebih dr 12 mil dr garis pantai 1. Penguasaan SDA oleh negara sesuai Pasal 33 UUD 1945 7. Pengevaluasian IUP Operasi Produksi oleh Pemda yg telah 2. Pengelolaan bahan-bahan galian dibagi dlm 3 golongan: menimbulkan kerusakan lingkungan strategis, vital, dan non strategis. 8. Penetapan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, 3. Sifat perusahaan pertambangan, harus dilakukan oleh dan konservasi Negara atau perusahaan Negara/daerah, sedangkan 9. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber swasta nasional/asing bertindak sebagai kontraktor dari daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan Negara/perusahaan Negara dan BUMN pada tingkat nasional 4. Wewenang melakukan usaha berdasarkan Kuasa 10. Pembinaan dan pengawasan reklamasi lahan pasca Pertambangan bukan berdasarkan konsesi (seperti yg tambang diatur dlm Indische Wijnwet) karena konsesi 11. Perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak memberikan hak yg terlalu luas dan terlalu kuat bagi dari hasil utama pertambangan mineral dan batubara pemegang konsesi. 5. Bahan galian strategis (gol.A) dan vital (gol.B), Kewenangan Pemerintah Provinsi pelaksanaan usaha pertambangannya dilakukan oleh UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Menteri Batubara 6. Bahan galian gol. C (tidak strategi dan tidak vital), 1. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan usaha 2. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik pertambangannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah masyarakat, dan pengawasan pada lintas wilayah Provinsi. kabupaten/kota atau wilayah laut 4-12 mil 7. Khusus Bahan Galian B, pengaturan usaha 3. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber pertambangannya dpt diserahkan kepada Pemerintah daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan Daerah Provinsi. pada daerah provinsi 4. Pengoordinasian perizinan dan pengawasan penggunaan Audit Lingkungan (UU No. 32 Tahun 2009): bahan peledak di wilayah tambang “Adalah suatu proses evaluasi yg dilakukan oleh 5. Penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai negeri, serta ekspor kepada Menteri dan bupati/walikota tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku 6. Pembinaan dan pengawasan reklamasi lahan pasca dan/atau kebijaksanaan dan standar yg ditetapkan oleh tambang penaggungjawab usaha dan/atau kegiatan yg bersangkutan” 7. Peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemkab/pemkot dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan 8. Menetapkan WIUP untuk mineral bukan logam dan batuan dalam satu Kab/Kota atau lintas Kab/Kota 9. Pembinaan dan pembinaan terhadap pengelolaan pertambangan yg dilakasanakan oleh Pemkab/Pemkot
Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota
UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 1. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah 2. Pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan pada lintas wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai 4 mil 3. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada wilayah kabupaten/kota 4. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dlm usaha pertambangan dan memperhatikan kelestarian lingkungan 5. Penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan gubernur 6. Pembinaan dan pengawasan reklamasi lahan pasca tambang 7. Peningkatan kemampuan aparatur pemkab/pemkot dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan 8. Menetapkan WPR
Hubungan antara lingkungan hidup dengan Usaha
Pertambangan UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1. Amdal sebagai syarat utama penerbitan izin 2. Audit lingkungan 3. Pengawasan dan penyerahan wewenang 4. Amdal menurut UU No. 32 tahun 2009: kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan 5. PP No. 27 Tahun 1999: telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana dan/atau kegiatan 6. Otto Sumarwoto, (1988): suatu studi yang mendalam tentang dampak negatif dari suatu kegiatan.
Dokumen yang harus dipenuhi dalam AMDAL:
1. Pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan 2. Evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan 3. Saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usha dan/atau kegiatan 4. Prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tsb dilaksanakan 5. Evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup 6. Rencana penegelolaan dan pemantauan lingkungan hisup (RPL dan RKL)