PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan
oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat
dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh nabi
Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah
beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-
kitab hadits. Juga dapat diartikan sebagai hukum
yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
Islam. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia
dengan manusia lain dalam masyarakat, manusia
dengan benda dan alam semesta, tetapi juga
hubungan manusia dengan Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Istilah Hukum Islam ?
2. Apa Hubungan Syariah Dan Fiqih ?
3. Bagaimana Perceraian Dalam Pandangan Islam
dan Katolik ?
4. Bagaimana Penyelesaian Perceraian Beda
Agama Di Indonesia ?
5. Bagaimana Kewenangan Pengadilan Terhadap
Perkara Perceraian Beda Agama ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Syariah
2
dan dalam kaitannya dengan kehidupannya
(Syaltut, 1966: 12).
b. Fiqih
3
untuk mengatur tingkah laku manusia baik dalam
berhubungan dengan Tuhannya (ibadah) maupun
dalam rangka berhubungan dengan sesamanya
(muamalah). Sedangkan fiqih merupakan penjelasan
atau uraian yang lebih rinci dari apa yang sudah
ditetapkan oleh syariah.
4
berbagai tingkat pembolehan maupun pelarangan.
Fiqih adalah istilah yang digunakan bagi hukum
sebagai suatu ilmu; sedangkan syariah bagi hukum
sebagai jalan kesalehan yang dikaruniakan dari langit
(Fyzee, 1974: 21).
5
dengan Katholik, Islam melihat perceraian dalam
sebuah perkawinan sebagai hal yang sangat dibenci
oleh Allah, meskipun pada dasarnya perceraian itu
hukumnya halal. Perceraian itu halal dilakukan
apabila konflik dalam rumah tangga tidak dapat
diselesaikan lagi kecuali dengan perceraian. Jika
perceraian itu dihindari, dikhawatirkan dapat
mendatangkan akibat yang lebih buruk bagi
keduanya. Dalam kajian ini, penyusun berupaya
untuk menjelaskan bagaimana pandangan Islam dan
bagaimana pula pandangan Katholik tentang
perceraian. Berangkat melalui pandangan dari dua
agama tersebut. Akan diketahui perbedaan cl~n
persamaan dari keduunya. Jenis penelitian ini adalah
penelitian pustaka (library research), yaitu jenis
penelitian yang penyusnn htknlom nP.ng:m
menggunakan buku-buku eabagai sumber datanya
dan juga sebagai sumber utamanya. Sedangkan
penelitian ini bersifat deskriptit:-analisis-komparatif.
Maksudnya bahwa penyusun berusaha untuk
mendeskripsikan makna perkawinan serta tujuan
perkawinan dan juga pandangan keduanya tentang
perceraian. Kemudian penyusun menganalisa dari
data yang ada yang sel~jutnya akan dikomparasikan
antara pandangan Islam dan pandangan Katholik
tentang perceraian.Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam Islam perceraian itu
dibolehkan atau dihalalkan walaupun perceraian itu
menjadi hal yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
Berbeda dengan Islam, Katholik tidak mengenal
perceraian. Katholik mengharamkan perceraian bagi
suami istri yang keduanya telah dibaptis dan juga
perkawinan yang telah di lanjutkan dengan
persenggamaan.
6
D. Penyelesaian Perceraian Beda Agama
Di Indonesia
Indonesia memiliki badan peradilan yang
mencakup 4 (empat) wilayah hukum, yang secara
resmi diakui dan berlaku di Indonesia yaitu Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Masing-masing
peradilan tersebut memiliki kewenangan absolut dan
kewenangan relatif. Berkaitan dengan kewenangan
absolut suatu peradilan, Peradilan agama dan
Peradilan umum memiliki kewenangan yang sama
yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama salah satunya di bidang Perkawinan. Dalam
hal ini yang membedakannya adalah untuk Peradilan
agama hanya berkaitan dengan perkawinan yang
dilakukan antara orang-orang yang beragama Islam,
sedangkan peradilan umum untuk mereka yang non-
muslim, tetapi jika terjadi perceraian perkawinan
beda agama antara wanita yang beragama Islam
dengan lelaki non-Islam atau sebaliknya, pengadilan
mana yang akan menyelesaikannya. Adapun
permasalahan yang akan dikemukakan pada skripsi
ini, yaitu: 1. Bagaimana penyelesaian perceraian
beda agama di Indonesia. 2. Apa alasan suatu
peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian
beda agama. 3. Bagaimana akibat hukum terhadap
anak dan harta dari perceraian beda agama. Penulis
menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis
dengan mengadakan pendekatan terhadap masalah
dengan melihat kepada praktek hukum yang
dilakukan masyarakat dengan mencoba mengaitkan
7
dengan aturan - aturan yang berlaku. Penulis
melakukan penelitian ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dengan mewawancarai Bapak Drs. Hari
Sasangka, SH., M.Hum selaku Hakim Ketua Majelis
yang memutus perkara perceraian beda agama Yuni
Shara dan Henry Siahaan. Dari hasil penelitian
proses penyelesaian perceraian beda agama terhadap
perkara Yuni Shara dan Henry Siahaan adalah sama
proses penyelesaiannya dengan penyelesaian
perceraian pada umumnya. Di mana dapat diajukan
gugatan cerainya ke Pengadilan Negeri di wilayah
hukum tempat tinggal penggugat yakni Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan menerima
perceraian beda agama karena berdasarkan Pasal 66
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan memberlakukan Peraturan Perkawinan
Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken,
Stb.1898 No.158) yang biasa disingkat dengan GHR,
Hakim Pengadilan menyatakan bahwa perkawinan
beda agama termasuk kedalam perkawinan
campuran dan Yuni Shara dan Henry Siahaan telah
mendaftarkan perkawinan yang dilangsungkannya di
Perth-Australia ke Kantor Catatan Sipil Bekasi serta
dengan alasan pengadilan tidak boleh menolak
perkara yang masuk kepadanya sebagaimana diatur
dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Pokok-pokok kekuasaan
kehakiman maka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menerima perkara perceraian beda agama tersebut.
Akibat hukum terhadap anak dan harta dari
perceraian beda agama adalah sama dengan
perceraian pada umumnya yaitu berkenaan dengan
hadhanah dan harta dalam perkawinan. Dari perkara
perceraian Yuni Shara dengan Henry Siahaan yang
8
berhak atas hadhanah terhadap kedua anaknya Cavin
Obrient Salomo Siahaan dan Cello Obin Siahaan
jatuh kepada Yuni Shara sebagai ibunya, sedangkan
mengenai penyelesaian harta perkawinan dilakukan
secara terpisah dan dapat di selesaikan menurut
hukumnya masing-masing sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
9
menyelesaikan perkara tertentu saja tidak secara
umum. maka dapat disimpulkan bahwa pada
prinsipnya kekuasaan Pengadilan Agama hanya
berkompeten pada hal perdata Islam secara umum
dan terbatas. selain itu pengadilan agama hanya
menangani perkara bagi mereka yang beragama
Islam saja dan tidak di luar Islam
1. Perkawinan
Ayat (2)
Ayat (3)
10
Pada Pengadilan Agma alasan dan
pertimbangann hakim dalam memutusperkara
dengan melihat dan memperhatikan secra kronologis,
rinci atau stau persatu dari kedua belah pihak
penggugat dan tergugat abik itu berupa alat bukti
surat, saksi,pengakuan dan sebagainya. sbeelum
adanya putusan, hakim mempertimbangkan
keterangan yang diajukan kkedua belah pihak,
yaitupenggugat dan tergugat apakah rumah
tangganya goyah karena adanya peselisihan agama
sehingga terjadi pertengkarannterus menerus.
bilamana dalam suatu perkawinan terdapat keadaan
yang demikian maka akan terjadi keretakan
hubungan perkawinan antara suami istri tersebut.
apabila dilihat dari beberapa segi tidak adanya
kebaikan, maka salah satu jalan yang dapat ditempu
adalah perceraian.
11
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau
berumur 12 tahun adalah hak ibunya
12
persolitas keislaman, menetukan bahwa peradilam
agama hanya berlaku bagi penganut agama islam
dengan hubungan hukum yang erlandas pada hukum
islam dan menjadi wewenang dari pengadilan agama.
Berarti unsur memeluk agama Islam merupakan
unsur utama kemudia dilihat hubungan hukum
didasrkan pada hukum Ilam pula. Hingga jika terjadi
perceraian berbeda agama di mana perkawinan
awalnya sama-sama beragama Islam, lalau salah satu
pihak beralih agama nin Islam maka hukum yang
berlaku bukanlah hukum yang melahirkan hubungan
hukum perkawinan tetapi hukum dari si penggugat
yaitu ibu.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa Keabsahanperkawinan ini telah
diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1
Tahun1974 tentang Perkawinan (UU
Perakwinan):“Perkawinan adalah sah apabiladilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu”.Pasaltersebut menjelaskan
bahwa aturan agama yang berkenaandengan
syaratperkawinan harus diikuti dengan tidak
meninggalkan aturan yang dibuat oleh negara. Adapun
Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa, “
14
bahkan dampak pencatatan ini jauh memiliki
kebermanfaatan ataukemaslahatan yang menjamin.
B. Saran
Dalam pandangan islam kehidupan keluarga
yang berbeda agama tidak akan terwujud secara
sempurna kecuali jika suami dan sitri berpegang pada
agama yag sama, keduanya beragama dan teguh
melaksanakan ajaran islam. Jika agama kedunya
berbeda akan timbul kesulitan di lingkungan
keluarga, dalam pelaksaan agama, pendidikan anak,
pengaturan makanan, pembinanaan teradisi
keagamaan dan lain sebagainya.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://radarcendekiawan.blogspot.com/2013/11/kewenangan-pengadilan-agama-
terhadap.html
http://repo.unand.ac.id/2544/
http://digilib.uin-suka.ac.id/23171/
https://www.hukumonline.com/klinikdetail/cl4909/perceraian-untuk-nikah-beda-agama
16
17