Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

TITRASI REDUKSI-OKSIDASI (REDOKSIMETER)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. JULIANA DEWI S (13)


2. KHUSNUL MURTAZIKY (14)
3. KUSUMA RANI (15)
4. LIA SINTA PURWATI (16)
5. MARLOW A’LA M (17)
6. M. LUKMAN HAKIM A (18)

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

SMK NEGERI 5 JEMBER

JL. BRAWIJAYA NO. 55 JUBUNG-JEMBER


1. KONSEP TITRASI REDUKSI-OKSIDASI (REDOKSIMETER)
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduksi atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi.

Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ ion bersifat reduktor. Ada
beberapa macam titrasi redoks yang kita kenal, yaitu :

- Iodometri, Iodimetri,Permanganometri,Dikromatometri,Serimetri,Nitrimetri

Prisip kerja titrasi redoks adalah reaksi oksidasi reduksi yang melibatkan penangkapan dan
pelepasan elektron. Titrasi redoks biasanya digunakan dalam penetapan klor dalam kaporit.

Teori reduksi oksidasi

Secara umum oksidasi diartikan sebagai reaki pengikatan oksigen dan reduksi sebagai
pelepasan oksigen. Berdasarkan konsep elektron dari suatu zat, istilah redok digunakan untuk
reaksi-reaksi dimana terjadi pelepasan dan pengikatan elektron. Pelepasan elektron disebut
oksidasi sedangkan pengikatan elekton disebut reduksi.

Oksidasi : Fe2+ > Fe3+ +e

Reduksi : Ce4+ + E > Ce3+

Redoks : Fe2+ Ce4+ > Fe3+ + Ce3+

Pada reaksi redoks jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor selalu sama dengan jumlah
elektron yang diikat oleh oksidator. Hal ini analog dengan reaksi asam basa, dimana proton
yang dilepaskan oleh asam dan proton yang diikat oleh basa juga sama. Oleh karena elektron
tidak tampak pada keseluruhan reaksi maka penulisan reaksi lebih mudah bila dipisahkan
menjadi dua bagian yaitu bagian oksidasi dan bagian reduksi, masing-masing dikenal sebagai
setengah reaksi (lihat contoh diatas)

Oleh karena reaksi berlangsung dalam larutan air maka untuk menyempurnakan koeffien
reaksi air (H+ atau OH-) bila perlu dapat diikutsertakan dalam reakksi. Misalnya dalam
oksidasi senyaw besi (II) dengan kalium permanganat, reaksi dapat ditulis sebagai berikut :

Oksidasi : Fe2+ > Fe3+ + e.....................5x

Reduksi : MNo4- + 8H+ + 5e- > Mn2+ + H2O

Redoks : 5 Fe2+ MnO4 > 8H + 5 Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan
umum sebagai berikut :
- Reaksi harus cepat dan sempurna.
- Reaksi berlangsung secara stiokiometri, yaitu terdapat kesetaraa yang pasti antara
osidator dan reduktor.
- Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau
secara petontiometrik.

Bobot ekivalen

Bobot ekivalen suatu zat pada titrasi redoks adalah banyaknya mol zat itu yang ekivalen
dengan ½ mol 0,1 mol Cl/Br atau 1 mol elektron, contoh :

 As2O3 + 2O > As2O5


BE As2O3 = ¼ mol
 Ca(Ocl)2 + 4 HCl > CaCl2 + 2H2O + 2Cl2
BE Ca(Ocl)2 = ¼ mol
 H2O2 + 2HI > 2H2O + I2
BE H2O2 = ½ mol

Untuk melengkapkan koefisien pada reaksi oksidasi atau reduksi dapat dilakukan prosedur
sebagai berikut :

- Tulis rektan dan produk.


- Untuk O dipakai H2O untuk H dipakai H+ (pada media asam) atau OH (pada media
basa)
- Samakan jumlah unsur
- Samakan muatan dengan penambahan elektron pada bagian rektan atau produk.

Indikator redoks

Disamping secara potensiometrik( dengan mengukur loncatan potensial larutan ), titik


akhir dari titrasi redoks dapat juga ditetapkan secara visual apabila sistem redoks itu sendiri
memperlihatkan perubahan warna pada titik akhir titrasi, atau dengan menambahkan
indikator redoks. Indikator adalah senyawa organi yang bila dioksidasi dengan atau direduksi
akan mengalami perubahan warna. Perbedaan warna dari bentuk tereduksi dengan bentuk
teroksidasi harus tajam, sehingga penggunaannya dapat sedikit mungkin untuk mengurangi
kesalahan titrasi. Warna indikator okidasi tidak sama dengan warna indikator reduksi.

Daerah perubahan warna dari suatu indiktor redoks dua warna berbeda pada daerah
potensial tertentu. Hal ini analogdengan indikator asam basa dimana perubahan warna juga
terjadi paa trayek pH tertentu. Untuk indikator satu warna, warna titik akhir (intensitas
warna) ditentukan oleh konsentrasi indikator itu. Tentu saja indikator yang dipilih harus
mempunyai daerah transisi perubahan warna pada titik ekivalen, atau disekitar titik ekivalen.
Indikator harus mempunyai potensial standart (E0) harga E0 dari oksidator dan reduktor.
Misalnya dapa penerapan senyawa besi (ii) secara serimetri, indikator yang baik adalah
ferroin (0- fenanthrolin besi (ii) sulfat.
4. PROSEDUR/TEKNIK KERJA TITRASI REDUKSI-OKSIDASI
(REDOKSIMETRI)

PENENTUN BESI SECARA TITRASI OKSIDASI DENGAN


BIKHROMAT
Prinsip :

Besi di dalam sampel bijih besi dapat dianalisa dengan cara melarutkan sampel bijih besi
kedalam HCl untuk membentuk besi (iii).

F2O3 + 6H+? 2 Fe3+ + 3H2O

Selanjutnya besi (iii) yang terbentuk direduksi dengan SnCl2 untuk membentuk besi (ii).

2Fe3+ + Sn2+ ? Sn4+ + 2Fe2+

SnCl2 yang ditambahkan sebaiknya tidak berlebihan. SnCl yang terlalu banyak akan bereaksi
dengan HgCl2 yang ditambahkan untuk mengetahui adanya kelebihan SnCl2 yang terlalu
banyak, dalam hal ini SnCl2 akan mereduksi Hg(ii) menjadi Hg logam yang berwarna abu-
abu sampai hitam. Bila terjadi seperti itu maka pelarutan sampel bijih diulang dari awal.

Besi (ii) yang terbentuk dititrasi dengan larutan standart kalium dikromat K2Cr2O7 dalam
suasana asam dengan indikator difenil amin. 6Fe2+ + Cr2O72- + 6H > 2Cr3+ + 6Fe3+ +
7H2O

Tujuan :

Untuk menentukan kadar (%) besi (Fe) secara titrasi oksidasi reduksi dengan kalium
dikromat.

Cara kerja

A. MENYIAPKAN LARUTAN STANDART K2Cr2O7 0,1 N


 Timbang dengan teliti sebanyak 0,2-0,3 gr K2Cr2O7 yang telah dikeringkan dalam
oven
 Larutkan dengan aquadest sampai 250 ml didalam labu ukur. Larutan ini akan
menghasilkan larutan K2Cr2O7 0,1000 N. Catatan BE: K2Cr2O7= 1/6 Mr K2Cr2O7
B. MELARUTKAN SAMPEL BIJIH BESI DAN MEREDUKSI BESI (III).
 Menimbang dengan teliti sekitar 0,5 gram sampel bijih besi didalam beaker glass 500
ml
 Tambahkan 10 ml larutan HCl 12 M dan ditutup dengan kaca arloji
 Panaskan diatas hot plate dibawah titik didih sampai sampel larut (sekitar 20-50
menit) yaitu larutan sampai berubah menjadi kuning, ini menujukan terbentuknya besi
(iii)
 Larutan diuapkan sampai sekitar 5 ml dan larutkan dengan aquadest sampai 15 ml.
 Larutan dipanaskan sampai mendidih
 Tambahkan larutan SnCl2 0,5 M tetes demi tetes sampai warna kuning berubah
menjadi warna hijau terang (kadang-kadang) tidak berwarna. Ingat : penambahan
SnCl2 jangan terlalu berlebih.
 Larutan dipanaskan lagi
 Dinginkan sampai suhu kamar
 Tambahkan 10 ml aquadest dan 10 ml larutan HgCl2 0,25 M diserti dengan
pengadukan. Semua sisa SnCl2 akan teroksidasi menjadi Sn(IV).
 Biarkan sekitar 3 menit, endapan putih( Hg2Cl2) akan terbentuk.
 Bla berbentuk endapan berwarna abu-abu atau hitam. Itu berarti terbentuk Hg logam,
larutan dibuang (preparasi diulang)
 Bila larutan tetap berwarna putih maka titrasi dengn larutan standart K2Cr2O7 dengan
cara dibawah.
 Percobaan dilakukan 3 kali
C. TITRASI LARUTAN SAMPEL DENGAN LARUTAN STANDART K2Cr2O7
 Larutan tersebut diatas diencerkan dengan aquaest sampai 50 ml dengan labu ukur
 Ambil 10,00 ml larutan tersebut dengan pipet volum, tuangkan kedalam erlenmeyer
250 ml
 Segera tambahkan 100 ml aquadest, 5 ml H2SO4 )(1:5), 3 ml H3PO4 85% dan 5 tetes
indikator difenil amin
 Larutan dititrasi dengan larutan standart K2Cr2O7 0,1000 N yang telah disiapkan.
 Percobaan dilakukan 3 kali.
 Hitung kadar besi (%) yang ada dalam sampel.

Anda mungkin juga menyukai