Konservasi berasal dari kata “conservation” yang terdiri dari “con” (together)
dan “servare” yang memiliki arti keep / save.
Konsep konservasi pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt dari
Amerika Serikat. Pada awalnya konsep konservasi hanya terbatas pada pelestarian
benda-benda atau monument bersejarah. Namun kemudian berkembang dan
sasarannya mencakup pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta
kelangkaan yang menjadi dasar suatu tindakan konservasi.
Di dalam Burra Charter konsep konservasi diartikan sebagai konsep proses
pengelolaan suatu tempat, ruang, atau obyek agar makna kultural yang terkandung
di dalamnya terpelihara dengan baik.
Menurut UU no 11 Th 2010, Pemugaran bangunan cagar budaya dan struktur
cagar budaya yang rusak dilakukan dengan mengembalikan kondisi fisik dengan
cara memperbaiki, memperkuat, dan atau mengawetkannya melalui pekerjaan
rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi.
Pola penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk
merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan, atau melestarikan
bangunan dan lingkungan atau Kawasan tertentu sesuai dengan prinsip
pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan Gedung dan lingkungan secara
optimal.
Pola penataan bangunan dan lingkungan terdiri atas proses perencanaan
teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran bangunan Gedung dan lingkungan.
Konsep dasar penataan adalah mengarahkan penyusunan visi dan karakter
perancangan; mengendalikan suatu intervensi desain lingkungan sehingga
berdampak baik, terarah, dan terukur terhadap suatu Kawasan yang direncanakan;
mengintegrasikan deasain elemen-elemen kota yang berpengaruh pada suatu
perencanaan Kawasan; dan mengarahkan indikasi program dan desain penataan
yang tepat pada tiap subbagian Kawasan yang direncanakan.
Komponen penataan bangunan dan lingkungan terdiri atas koefisien dasar
bangunan; koefisien lantai bangunan; koefisien dasar hijau; koefisien tapak
besmen; system insentif-disinsentif pengembangan; dan system peralihan nilai
koefisien lantai.
Pola penataan bangunan dan lingkungan biasanya diatur di dalam dokumen
Rencana Tata Bangunan dan lingkungan atau biasa disebut Dokumen RTBL. Salah
satu Kawasan cagar budaya di Gorontalo yang sudah diatur RTBLnya adalah
Kawasan Taruna Remaja, yang diatur di dalam Peraturan Walikota No 31 Tahun
2014 Tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Taruna Remaja
dan sekitarnya di Kota Gorontalo.
Tujuan dari RTBL Kawasan Taruna Remaja adalah untuk membuat suatu
konsep penataan Kawasan dan penguatan karakter Kawasan sebagai wisata
bersejarah di Kota Gorontalo; sebagai bagian dari upaya penataan fungsi dan fisik
Kawasan; serta memberikan arahan perancangan bangunan dan lingkungan yang
memperkuat identitas Kawasan cagar budaya/bersejarah dan mencerminkan adat-
istiadat dan budaya masyarakat.