Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F.4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

“BALITA GIZI BURUK DENGAN BRONKOPNEUMONIA DAN


RIWAYAT BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)”

Oleh :

Dr. Anindian Setyo Rahmawati


Periode Internship 11 Maret – 11 Juli 2013
Internship Angkatan IX

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DHARMARINI


TEMANGGUNG
2013
A. LATAR BELAKANG

Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara


normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy.
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun termasuk bayi usia di
bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Sesuai dengan pertumbuhan
badan dan perkembangan kecerdasannya, balita mengalami perkembangan
sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya harus disesuaikan dengan
keadaannya.
Kebutuhan zat gizi pada balita disesuaikan dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan disesuaikan dengan kelompok umur dan kemampuan anak menerima
makanan yang diberikan. Anak usia di bawah lima tahun atau balita termasuk
golongan yang mudah kena penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan pada
golongan balita dipengaruhi oleh keturunan dan factor lain yang terkait seperti
faktor lingkungan, penyakit, keadaan gizi dan social ekonomi.
Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak balita banyak
dipengaruhi oleh status gizi. Dengan demikian status gizi balita perlu
dipertahankan dalam status gizi baik, dengan cara memberikan makanan bergizi
seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan. Menurut data tahun 2006 di
Indonesia, jumlah balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4,8 juta anak. Pada
tahun 2007 ada penurunan, yaitu jumlah balita yang mengalami gizi buruk
mencapai 4,1 juta anak. Dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya, yaitu jumlah balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4 juta
anak. Sementara itu, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI Tahun 2006
di provinsi Jawa Tengah tercatat 10.376 anak atau 0,52% mengalami gizi buruk.
Dari 565 kecamatan di 35 kabupaten/kota Jawa tengah pada tahun 2006 terdapat
528 di antaranya sudah rawan pangan dan gizi. Hanya 38 kecamatan yang masih
mengalami kerawanan pangan dan gizi (Depkes, 2006). Pada tahun 2007
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu jumlah gizi buruk mencapai
9.163 anak. Dari jumlah itu, 5.315 balita diantaranya dinyatakan sudah sembuh
dan 41 balita meninggal dunia. Pada tahun 2008 juga mengalami penurunan,yaitu
jumlah gizi buruk mencapai 3.420 anak. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah gizi
buruk mengalami kenaikan lagi, yaitu mencapai 4.676 anak. Dari jumlah itu, 43
anak meninggal dunia.
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Penilaian secara langsung dapat dilakukan melalui
pemeriksaan/pengukuran antropologi, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan
penilaian secara tidak langsung terdiri dari survei konsumsi makanan, statistik
vital, dan faktor etiologi.
Parameter antropologi merupakan dasar bagi penilaian status gizi.
Beberapa indeks antropologi yang sering digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi adan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). BB/U baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis, TB/U
baik untuk menilai status gizi masa lampau, BB/TB dapat membedakan proporsi
badan (gemuk, normal, kurus).
Dari berbagai jenis indeks diatas, untuk interpretasi diperlukan ambang
batas. Untuk menentukan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi.
Ambang batas dapat disajikan ke dalam 3 cara, yaitu persen terhadap median,
persentil dan standar deviasi unit. DepKes RI saat ini menggunakan Z-scores atau
standar deviasi unit untuk menilai status gizi secara antropometri untuk bayi dan
anak berdasarkan dari Ditjen Kesmas sejak tahun 2000. Standar yang digunakan
adalah standar WHO-NCHS.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya
adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik
untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).Sumber lain menyebutkan
asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan pendidikan ibu menjadi penyebab
kasus gizi buruk. Balita gizi buruk yang dirawat di RS biasanya selain menderita
gizi buruk juga menderita penyakit lainnya seperti TBC, ISPA, dan diare. Hal ini
dikarenakan penyakit penyerta yang diderita oleh balita menyebabkan
menurunnya nafsu makan sehingga pemasukan zat gizi ke dalam tubuh balita
menjadi berkurang. Salah satu penyakit yang dapat diderita adalah
bronchopneumonia. World Health Organitation (WHO) tahun 2005 menyatakan
Propotional Mortality Ratio (PMR) balita akibat pneumonia di seluruh dunia
sekitar 19% atau berkisar 1,6 -2,2 juta dan sekitar 70% terjadi di negara- negara
berkembang terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 2006, Indonesia
menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan
jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa.

B. PERMASALAHAN
Di wilayah kerja Puskesmas Dharmarini kasus balita dengan gizi kurang
maupun gizi buruk masih memerlukan perhatian lebih. Setiap desa yang berada di
wilayah kerja Puskesmas ini (Lungge, Purworejo, Kowangan, Madureo,
Jampirejo, Nampirejo, Mudal, Mungseng, dan Guntur) terdapat balita dengan gizi
kurang atau gizi buruk. Beberapa anak yang mengalami gizi buruk juga
mengalami gangguan perkembangan baik fisik maupun mental.
Selain itu juga ada yang memiliki penyakit tertentu, seperti kasus gizi
buruk yang ada di desa Nampirejo, yaitu anak tersebut suspek menderita
bronkopneumonia. Sejak lahir anak tersebut mempunyai berat badan lahir kurang
(BBL= 1800 gram). Sehingga dari keadaan tersebut kasus gizi buruk perlu
perhatian dan penanganan lebih lanjut.

C. PERENCANAAN DAN INTERVENSI


Status gizi biasanya erat kaitannya dengan keluarga miskin, ketidaktahuan
orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit penyakit
penyerta pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan
diare. Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang sering diderita
balita dengan gizi buruk karena imunitas mereka yang rendah. Sehingga
pemilihan intervensi harus dilakukan dengan tepat. Untuk itu dipilih pendekatan
secara personal dan kekeluargaan.
Pendekatan personal ini dilakukan dua kali saat posyandu balita dan
dilakukan wawancara dengan ibu pasien. Hal ini dimaksudkan agar dapat
dilakukan wawancara mendalam dengan orang tua anak sehingga dapat diperoleh
informasi mengenai riwayat tumbuh kembang anak, adanya penyakit penyerta
pada anak, riwayat gizi dan pemberian ASI, imunisasi, keadaan ekonomi, sosial,
kondisi keluarga, dan lingkungan tempat tinggal anak, sehingga pemberian
intervensi dapat disesuaikan dengan kondisi keluarga.
Pada kasus gizi buruk ini, rencana yang dipilih adalah dengan melakukan
penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemudian dicari penyebab
gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang ditemukan. Berdasarkan hasil
penilaian yang ditemukan, kita dapat memberikan edukasi kepada orang tua
mengenai pemberian gizi yang baik bagi anak. Selain itu juga memberikan
edukasi kepada anggota keluarga yang lain agar ikut serta dalam mendukung
program rehabilitasi gizi anak. Selain itu juga direncanakan untuk merujuk anak
tersebut ke Puskesmas Dharmarini di bagian gizi untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut terutama masalah gizinya.

D. PELAKSANAAN

Pada hari Rabu tanggal 5 Juni 2013 An.ZA diperiksakan ke posyandu


balita desa Klumpit, Nampirejo untuk mengetahui kondisi dan perkembangannya.
Balita ini adalah salah satu dari balita yang mempunyai masalah gizi buruk
dengan suspek penyakit bronkopneumonia. Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil
sebagai berikut:

Identitas balita
 Nama : An. ZA.
 Jenis kelamin : laki-laki
 Usia : 5 bulan
 Usia ayah : 48 tahun
 Pendidikan ayah : lulusan SMU
 Pekerjaan : pedagang
 Usia ibu : 42 tahun
 Pendidikan ibu : lulusan SMP
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Pendapatan keluarga per bulan: + Rp.700.000- Rp. 900.000
 Gol. Ekonomi : Menengah ke bawah
Anamnesis
Pasien lahir dengan berat badan lahir rendah yaitu 1800 gram. Setelah
lahir, bayi langung dibawa ke RS untuk mendapat tindakan. Di RS pasien sering
mengalami batuk berdahak, sesak napas terutama ketika minum ASI dan berat
badan yang menurun. Di RS pasien didiagnosis awal kemungkinan mengalami
bronkiektasis dan disarankan untuk di foto rontgen. Tetapi keluarga pasien
menolak karena alasan biaya dan kurang nyaman berada di RS. Sehingga pasien
dibawa pulang dan dirawat seadanya. Di rumah pasien kadang batuk, dan sesak
napas terutama saat dingin dan saat minum ASI sampai-sampai setiap kali pasien
minum ASI pasien tampak sangat sesak dan harus istirahat dulu di tengah-tengah
minum ASI. Pasien hanya diberi kehangatan berupa lampu yang diatruh di atas
boks tidur. Kebiruan di kulit wajah dan seluruh tubuh tiap kali pasien menangis
disangkal.
Oleh bidan setempat, pasien disarankan agar diperiksakan ke rumah sakit,
tetapi pasien menolak dengan alasan yang sama. Namun, penyakit batuk dan
sudah agak berkurang.
Status gizi
 Berat badan (BB) : 3,9 kg → BB//U (gizi buruk)
 Tinggi badan (TB) : 49 cm → TB//U (normal)

Pemeriksaan Fisik

 Respirasi rate : 28x/menit, tipe torakoabdominal


 Nadi : 96x/menit
 Kepala :
- Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Hidung : sekret hidung (-)
- Mulut : atrofi papil lidah (-)
 Leher : pembesaran lnn. Leher (-)
 Thorak :
- Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
(-)
- Palpasi : fremitus kanan =fremitus kiri
- Perkusi : RBH minimal +/+
- Askultasi : wheezing (-/-), S1 S2 regular, tunggal,
bising (-)

E. MONITORING DAN EVALUASI

Terapi yang dapat diberikan masih sebatas terapi medikamentosa untuk


mengobati bronkopneumonia yang diderita dan pemberian suplemen makanan
untuk perbaikan gizi. Orang tua pasien juga diedukasi untuk menambah jumlah
makanan anak daripada biasanya dan menambahkan menu makanan yang bergizi
seperti daging, ikan, dan sayur untuk mengejar pertumbuhannya saat anak sudah
mulai diberikan makanan pendamping ASI.
Pada penanganan gizi buruk ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara
lain:
 Penanganan Tingkat Rumah Tangga
a. Ibu membawa anak untuk ditimbang di Posyandu secara teratur
setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
b. Ibu hanya memberikan ASI kepada bayi 0 -6 bulan
c. Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
d. Ibu memberikan MP ASI (Makanan Pendamping ASI) sesuai
usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran petugas
kesehatan
e. Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota
keluarga lainnya
f. Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila
balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
g. Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan
 Penanganan tingkat Posyandu
a. Penanganan di tingkat Posyandu Kader melakukan
penimbangan balita rutin setiap bulan serta mencatat hasil
penimbangan di KMS
b. Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk
memberikan ASI esklusif selama 6 bulan dan tetap
memberikan ASI sampai usia 2 tahun
c. Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI (Makanan
Pendamping ASI) sesuai uisa anak dan kondisi anak sesuai
kartu nasehat Ibu
d. Bayi /Balita timbangan BB tidak naik dicari permasalahan dan
diberikan penyuluhan tentang Gizi dan PMT
e. Kader memberikan PMT Pemulihan bagi balita dengan BB
tidak naik 3 kali dan BB dibawah garis merah.
f. Kader merujuk balita ke Puskesmas bila ditemukan Gizi Buruk
dan penyakit penyerta ( ISPA batuk pilek dengan sesak, diare,
kecacingan)
g. Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau
perkembangan kesehatan balita
Kasus pada pasien ini memerlukan monitoring yang cukup intens.
Terutama pada keadaan gizinya. Suplemen makanan dapat diberikan untuk
membantu tumbuh kembangnya. Disamping itu, pasien diedukasi untuk
rutin kontrol ke puskesmas maupun posyandu untuk menimbang berat
badan dan panjang badan secara berkala. Perkembangan anak juga tetap
harus dipantau, yang bias dideteksi dengan tes Denver II atau KPSP.
Upaya perbaikan perkembangan anak perlu dilakukan untuk kedepannya
agar anak mampu lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang lain di
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-


ruffaedahg-6294-1-babi.pdf

Anonim. Diakses dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234/20/5/Chapter20I.pdf

Depkes. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Diakses dari


http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Buku-Pedoman-
pelayanan-anakdfr.pdf

Ghozali, A. 2010. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Klasifikasi Pneumonia


pada Balita di Puskesmas Gilingan. Diakses dari
http://eprints.uns.ac.id/112/1/167360309201012321.pdf

Novitasari, D. 2012. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Yang
Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diakses dari
eprints.undip.ac.id/.../DEWI_NOVITASARI_A,_G2A008052,_LAPORA
N.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan. 2010. Petunjuk


Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM. Diakses dari
http://www.pnpm-perdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-
%20Gizi%20Buruk%20-%20draft%20finish.pdf
Komentar/Feedback

Temanggung, Juli 2013

Mengetahui,
Pendamping Dokter Internship Peserta

dr. Novelia Dian T. dr. Anindian Setyo Rahmawati


NIP. 19621104 199010 2001

Anda mungkin juga menyukai