Anda di halaman 1dari 15

Kelumpuhan Mendadak pada Anak 9 Tahun

Anastasia Veronika Ringgi Wangge


102013114
anastasiaw95@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Kampus II Ukrida Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Kelumpuhan mendadak pada anak bias terjadi karena adanya kelainan
pada neuropati saraf perifer. Kelainannya bias karena factor genetik seperti;
Poliomielitis, Miastenia Gravis dan Sindrom Guallin Barr1

Anamnesis
Pada anamnesis anak umur 9 tahun, anamnesis tanya-jawab dilakukan
secara alloanamnesis, yaitu anamnesis dilakukan terhadap orang tua wali, orang
yang dekat dengan pasien, atau sumber lain dan autoanamnesis. Namun bila anak
tidak kooperatif dan dalam keadaan tidak dapat menjawab pertanyaan, maka
dilakukan alloanamnesis. Langkah awal anamnesis adalah menanyakan data-data
pribadi seperti nama, jenis kelamin, umur, dan keluhan utama, termasuk riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dulu dan sekarang serta riwayat penyakit
keluarga. Hambatan utama yang dijumpai pada anamnesis bayi atau anak-anak
ialah pada umumnya anamnesis terhadap anak secara alloanamnesis sehingga
perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan
pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi orang tua atau
pengantar.2

Perlu diketahui pula riwayat kehamilan dan persalinan berkisar penyakit


ibu selama hamil, apakah ibu mengalami infeksi ketika akan melakukan

1
persalinan, dan pemberian ASI. Ditanyakan juga bagaimana nutrisi anak. Selain
itu perlu ditanyakan riwayat imunisasi anak secara lengkap dan jelas.2,3

Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan pengukuran tanda-tanda
vital (TTV) meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh.
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus pada penyakit terkait. Pada
kasus yang terkait dengan neurologis dapat dilakukan pemeriksaan fisik seperti
kesadaran, tanda rangsang meningeal, saraf cranial, motorik, sensorik, koordinasi,
status mental/kognitif. Tetapi, semua itu tidak dilakukan karena memakan banyak
waktu. Kita nilai keadaan umum terlebih dahulu, disini dikatakan pasien tampak
sakit sedang dan dinding faring hiperemis. Kesadaran pasien compos mentis. Lalu
diperiksa tanda rangsang meningeal didapatkan kaku kuduk (+), dan brudzinski
(+). Lalu didapatkan pasien sulit angkat kepala dan kaki saat supine, refleks
tendon (-), kekuatan motorik (-), sensorik (+).3
Kaku kuduk dilakukan dengan tangan pemeriksa diletakkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudian kepala pasien ditekukkan (fleksi)
dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Jika terdapat suatu tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada berarti kaku kuduk (+). Tanda brudzinski 1 dilakukan
sama dengan ingin melakukan kaku kuduk tetapi tangan pemeriksa yang satu
ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda
brudzinski (+), maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Refleks
tendon menurun atau tidak ada sama sekali. Atrofi otot bagian yang lumpuh
biasanya terlihat 3-5 minggu dan menetap dalam 12-15 minggu. Gangguan saraf
cranial (poliomyelitis bulbar) dapat mengenai saraf cranial IX dan X atau III. Bila
mengenai formasio retikularis di batang otak maka terdapat gangguan bernapas,
menelan, dan system kardiovaskular. Kemudian didapatkan tanda tripod, yaitu
bila dari sikap berbaring ia hendak duduk maka kedua lutut akan fleksi sedang
kedua lengan dalam sikap ekstensi pada sendi siku untuk dipakai menunjang ke
belakang pada tempat tidur. Tanda ini timbul karena adanya spasme pada otot-otot

2
paravertebral, erector trunsi sehingga anak tidak dapat melakukan gerak antefleksi
kolumna vertebralis waktu hendak melakukan gerak dari berbaring ke sikap
duduk. Di samping tanda tripod dapat pula dijumpai tanda kepala terkulai (head
drop) yaitu bila penderita yang dalam sikap berbaring hendak kita tegakkan
dengan cara menarik kedua ketiak/lengannya maka kepala penderita akan terkulai
ke belakang (retrofleksi).4
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, compos
mentis, dinding faring hiperemis. Pemeriksaan neurologis : kaku kuduk +, lumpuh
flaccid +, sulit mengangkat kepala dan kaki pada posisi supine, refleks tendon -,
kekuatan motorik -, sensorik +.3

Pemeriksaan Penunjang

 Darah tepi perifer : tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk diagnosis
poliomyelitis pada gejala awal, sama seperti virus lainnya. Pemeriksaan
darah perifer mungkin dalam batas normal atau terjadi leukositosis pada
fase akut yaitu 10.000-30.000/ml dengan predominan PMN.5
 Cairan LCS : adanya pleositosis yaitu peningkatan jumlah sel 20-300
sel/ml, terjadi dominasi PMN, selanjutnya dominasi limfosit. Kadar
protein sedikit meninggi dan kadar glukosa menurun serta elektrolit
normal, sedang tekanan tidak meninggi. Kadar protein berkisar antara 30-
120 mg/100 ml pada minggu pertama tapi jarang > 150 mg /100 ml, kadar
protein yang meninggi ini akan bertahan selama 3-4 minggu.5
 Isolasi virus : penderita mulai mengeluarkan virus ke dalam tinja saat
sebelum fase paralitik terjadi. Pada isolasi feses yang diambil 10 hari dari
awitan gejala neurologic, 80-90% psitif untuk virus polio, oleh karena
ekskresi terjadi intermiten maka yang sebaiknya diambil 2 atau lebih
specimen dalam beberapa hari. Ekskresi dari faring dan LCS jarang
menghasilkan virus. Hasil biakan juga penting untuk menentukan jenis
serotype virus dan mempengaruhi cara vaksinasi.5
 Serologi : diagnosis poliomyelitis ditegakkan berdasarkan peninggian titer
antibody 4x atau lebih antara fase akut dan konvalesens, yaitu dengan cara
pemeriksaan uji netralisasi dan uji fiksasi komplemen. Karena

3
complement fixing antibody mempunyai waktu lebih pendek
dibandingkan dengan titer netralisasi, dan lebih kuat maka dapat
ditentukan adanya infeksi polio baru bila terdapat peninggian tes fiksasi
komplemen. Sangat membantu bila wabah disebabkan oleh tipe tertentu
atau oleh NPE yang lain.4,5

Kemungkinan Diagnosis
1. Poliomielitis adalah infeksi virus yang sangat menular dan kadang
berakibat fatal. Infeksi virus ini mempengaruhi saraf dan bisa
menyebabkan kelemahan otot yang menetap, kelumpuhan dan gejala-
gejala lainnya. Penyebabnya adalah virus polio. Virus polio termasuk virus
RNA , enterovirus ( sehingga bisa berpengaruh terhadap saluran nafas ),
famili picorna virus. Virus tersebut meyerang sel kornu anterior medulla
spinalis yang berfungsi dalam system motorik sehingga penderita
mengalami kelumpuhan, kelumpuhan yang terjadi bersifat asimetris Virus
ini menular akibat menelan bahan terkontaminasi virus. Penularan virus
terjadi melalui beberapa cara : percikan ludah penderita saat batuk atau
bersin, kontak dengan tinja penderita atau barang-barang yang terkena
tiinja penderita. Virus ini masuk melalui mulut hidung, dan
berkembangbiak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, lalu
diserap dan disebabkan melaui sistem pembuluh darah dan pembuluh
getah bening.
Beberapa faktor berikut bisa meningkatkan resiko terkena polio antara lain
adalah belum mendapatkan imunisasi polio, berpergian ke daerah yang
masih sering ditemukan polio, usia sangat lanjut atau sangat muda, luka di
mulut/hidung/tenggorokan ( misalnya baru menjalani pengangkatan
amandel atau pencabutan gigi ), stress atau kelelahan fisik yang luar biasa
( karena stres emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh ),
gangguan sistem kekebalan tubuh misalnya penderita HIV.6

4
2. Sindrom Guillain-Barre ialah polineuropati yang menyeluruh, dapat
berlangsung akut atau subakut, mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu
infeksi. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada
penderita penyakit ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan
tanda radang. Terbanyak ditemukan antara umur 4-10 tahun. Biasanya
didahului oleh demam atau penyakit traktus respiratorius bagian atas,
kemudian terdapat periode laten selama 1-3 minggu. Berlangsung akut dan
subakut. Pada penyakit ini otot proksimal penderita sama beratnya dengan
otot distal. Kadang-kadang kelumpuhan seolah-olah menjalar ke atas dari
otot kaki, tungkai, abdomen, toraks, lengan, dan muka. Keadaan ini
disebut paralisis asending Landry, otot-otot yang terkena bersifat simetris.
Kelumpuhan jenis flasid dengan refleks tendon menurun akan tetapi tidak
terlihat atrofi. Gangguan sensibilitas dapat berat, ringan atau tidak terdapat
sama sekali. Kelumpuhan dapat didahului oleh hipestesia, anestesi dengan
rasa nyeri atau parestesia.6

3. Miastenia gravis adalah suatu gangguan transmisi neuromuskular yang


terjadi akibat serangan autoimun pada reseptor asetilkolin pascasinaps
nikotinik. Gejala dan tanda awal timbul sebelum usia 20 tahun dan jarang
terjadi pada usia dibawah 1 tahun. Gambaran paling mencolok pada MG
pada semua usia adalah kelemahan otot yang diperparah oleh pemakaian
berulang otot yang bersangkutan sewaktu aktivitas normal atau
berolahraga. Otot mata hampir selalu terkena, sehingga keluhan utama
biasanya mencakup ptosis dan diplopia. Pada sebagian besar pasien terjadi
berbagai kombinasi kelemahan otot wajah, bulbar, leher, ekstremitas, dan
pernapasan dengan dejarat bervariasi dalam beberapa hari sampai satu atau
dua tahun. Pasien mungkin mengalami kesulitan mengunyah. Kelemahan
anggota badan biasanya terletak proksimal dan simptomatik, demikian
juga kelemahan otot wajah. Diagnosis dapat dicurigai apabila terdapat
tanda okular yang asimetrik.7

5
Etiologi
Virus polio adalah RNA virus ultra microscopic, termasuk Enterovirus,
dalam family Picornaviridae, terbagi dalam 5 genera, diantaranya yang patogenik
pada manusia dalah Enterovirus, Hepatovirus, dan Rhinovirus. Enterovirus terbagi
lagi dalam 71 species, yaitu berbagai virus Polio, virus Coxsackie, virus ECHO
dan Enterovirus 68-71. Virus terdiri dari 3 strain yaitu strain 1 (Brunhilde), strain
2 (Lansig), dan strain 3 (Leon). Perbedaan tiga jenis strain terletak pada sekuen
nukleotidanya. Strain 1 adalah yang paling paralitogenik dan sering menimbulkan
wabah, sedang strain 3 paling tidak imunogenik.5
Reservoir alamiah satu-satunya adalah manusia, walaupun virus juga
terdapat pada sampah atau lalat. Masa inkubasi biasanya antara 3-6 hari, dan
kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari. Penyakit dapat ditularkan oleh karier
yang sehat atau oleh kasus yang abortif. Bila virus prevalen pada suatu daerah,
maka penyakit ini dapat dipercepat penyebarannya dengan tindakan operasi
seperti tonsilektomi, ekstrasi gigi yang merupakan port d’entree atau penyuntikan.
Virus dapat ditularkan secara langsung dari orang ke orang, melalui tinja
penderita, melalui percikan ludah penderita.5

Epidemiologi
Kasus polio telah menurun lebih dari 99% sejak tahun 1988. Sebanyak
350.000 kasus diperkirakan terjadi di lebih dari 125 negara endemik. Secara
keseluruhan, sejak Global Polio Eradication Initiative diluncurkan, jumlah kasus
telah menurun lebih dari 99%. Pada tahun 2011, hanya empat negara di dunia
tetap endemik polio.5
Kejadian luar biasa kasus polio di Indonesia sampai dengan tanggal 21 Maret
2006 ditemukan pada 305 anak yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia, yaitu
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Lampung, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Riau,
Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Nangroe Aceh Darussalam-NAD. Sejak saat
itu sampai sekarang tidak terdapat laporan KLB Polio di Indonesia.5
 Epidemiologi dari Miatenia Gravis
• Prevalensi 5-10 per 100.000 penduduk.

6
• Lebih sering pada wanita pd dekade kedua dan ketiga kehidupan
• Bisa menyerang semua usia

 Epidemiologi dari Sindrom Gualline Barr


• Angka kejadian bervariasi
• Annual incidens di USA 1,65-1,79/100.000 penduduk
• Di Eropa 1,2-1,9 / 100.000 penduduk
• Meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
• Ratio laki : perempuan = 3:2

Patofisiologi
Pada umumnya virus yang tertelan akan menginfeksi epitel orofaring,
tonsil, kelenjar limfe leher, dan usus kecil. Faring akan segera terkena setelah
virus masuk, dan karena virus tahan terhadap asam lambung maka virus bisa
mencapai saluran cerna bagian bawah. Dari faring setelah bermultiplikasi,
menyebar ke jaringan limfe dan tonsil berlanjut ke aliran limfe dan pembuluh
darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam sampai 3-4 minggu.
Infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat viremia yang menyusul replikasi cepat
virus ini. Virus polio menempel dan berbiak pada sel usus yang mengandung PVR
(poliovirus receptor) dan dalam waktu sekitar 3 jam setelah terinfeksi telah terjadi
kolonisasi. Sel yang mengandung PVR bukan hanya sel di tenggorok dan usus
saja, namun juga sel monosit dan sel motor neuron di SSP. Kejadian neuropati
pada poliomielitis merupakan akibat langsung dari multiplikasi virus di jaringan
saraf, merupakan gejala yang patognomonik, namun tidak semua saraf yang
terkena akan mati. Keadaan reversibilitas fungsi sebagian disebabkan sprouting
dan seolah kembali seperti sediakala dalam waktu 3-4 minggu setelah onset.4
Lesi saraf pada poliomielitis dapat ditemukan pada1 :
1. Medula spinalis (terutama di daerah kornu anterior, sedikit di daerah kornu
intermediet dan dorsal serta di ganglia radiks dorsalis).
2. Medula oblongata (nuklei vestibularis, nuklei saraf kranial dan formation
retikularis yang terdiri dari pusat-pusat vital).
3. Serebelum (hanya mengenai nuklei bagian atas dan vermis).

7
4. Otak tengah / mid brain (terutama masa kelabu, substansia nigra, kadang-
kadang di nukleus rubra).
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri (bagian motorik).

Manifestasi Klinis
Replikasi di motor neuron terutama terjadi sumsum tulang belakang yang
menimbulkan kerusakansel dan kelumpuhan serta atrofi otot, sedang virus yang
berbiak di batang otak akan menyebabkan kelumpuhan bulbar dan kelumpuhan
pernapasan. Selain gejala klinik yang akut, juga dikenal adanya post-polio
syndrome (PPS) yang gejala kelumpuhannya terjadi bertahun-tahun setelah
infeksi akut.7
Pada setiap anak yang datang dengan panas disertai dengan sakit kepala,
sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan punggung, kekakuan otot yang
diperjelas dengan tanda head drop, tanda tripod saat duduk, tanda-tanda spinal,
tanda Brudzinsky atau Kernig, harus dicurigai kemungkinan adanya
poliomielitis.7
Minor illness. Gejala klinis ini terjadi serbagai akibat proses inflamasi
akibat berbiaknya virus polio. Gejalanya sangat ringan atau bahkan tanpa gejala.
Keluhan biasanya nyeri tenggorok dan perasaan tak enak di perut, gangguan
gastrointerstinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala ringan. Gejala
terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang. Gejala ini merupakan fase enteric
dari infeksi virus polio. Masa inkubasi 1-3 hari dan jarang lebih dari 6 hari.
Selama waktu itu virus ber-replikasi pada nasofaring dan saluran cerna bagian
bawah. Gajala klinis yang tak khas ini terdapat pada 90-95% kasus polio.6

Mayor illness. Merupakan gejala klinik akibat penyerbaran dan replikasi


virus di tempat lain serta kerusakan yang ditimbulkannya. Masa ini berlangsung
3-35 hari termasuk gejala minor illness dengan rata-rata 17 hari. Gejala klinis
dimulai dengan demam, kelemahan cepat dalam beberapa jam, nyari kepala dan

8
muntah. Dalam waktu 24 jam terlihat kekakuan pada leher dan punggung.
Penderita terlihat mengantuk, iritabel, dan cemas. Pada kasus tanpa paralisis maka
keadaan ini sukar dibedakan dengan meningitis aseptic yang disebabkan oleh
virus lain. Bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5
hari sesudah keluhan nyeri kepala. Pada anak, stadium pre-paralisis lebih singkat
dan kelemahan otot terjadi pada waktu penurunan suhu, pada saat penderita
merasa lebih baik.6
Poliomielitis merusak sel motorik, yaitu neuron yang besar pada
substansia grisea anterior pada medula spinalis dan batang otak. Lebih sering
kerusakan pada segmen lumbal dan servikal disbanding torakal. Medula spinalis
lebih sering terkena dibanding batang otak. Kerusakan motor neuron pada anak
sering menimbulkan kelainan yang asimetris. Proses peradangan juga
berpengaruh terhadap saraf autonomi dan sensoris tapi biasanya tak menimbulkan
kelainan yang permanen.1
Secara umum proporsi bentuk klinik poliomielitis :
1. Inapparent infection
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak
terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu endemik diperkirakan
terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap
virus tersebut.6
2. Abortive poliomyelitis
Jarang terjadi, didahului dengan panas, malaise, pusing, muntah dan sakit
perut. Sehari-dua hari pertama akan timbul iritasi meningen, termasuk
kaku kuduk, muntah, nyeri kepala. Kemudian setelah 2-10 hari akan
membaik tanpa gejala sisa, kecuali pada beberapa kasus terjadi kelemahan
otot yang transient.6
3. Non paralytic poliomyelitis
Anak demam, lemas, sakit otot, hiperestesia atau parestesia, muntah, diare,
pada pemeriksaan fisik didapatkan kaku kuduk, tanda spinal, tanda head
drop (bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak
akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang), tanda Brudzinsky dan

9
Kernig positif, perubahan refleks permukaan dan dalam. Selain itu
terdapat tanda Tripod dimana saat anak berusaha duduk dari sikap tidur
maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan
menunjang ke belakang tempat tidur.6
4. Paralytic poliomyelitis
Dimulai dari gejala seperti pada infeksi klinik yang ringan (minor),
diseling dengan periode 1-3 hari tanpa gejala, kemudian disusul dengan
nyeri otot, kaku otot, dan demam. Dengan cepat (beberapa jam) keadaan
klinik cepat memburuk (mayor) dan menimbulkan kelumpuhan yang
maksimal dalam 48 jam saja.6
 Tipe spinal (79% dari kasus paralitik) : biasanya kelumpuhan yang terjadi
tidak lengkap, kaki lebih sering terkena dibanding dengan tangan,
terutama terjadi pada bagian proksimal, tidak simetrik dan menyebar dari
bagian proksimal kearah distal (descending paralysis). Kelumpuhan lebih
sering pada otot yang besar di bagian proksimal (terutama paha),
dibanding dengan otot distal yang kecil. Deep tendon refleks akan hilang
tanpa gangguan sensori. Jenis dan beratnya kelumpuhan sangat tergantung
pada lokasi kerusakan, namun selalu bersifat layuh (flaccid), otot lembek
(floppy) tanpa tonus otot. Jenis spinal sering mengenai otot tangan, kaki,
dan torso. 6
 Tipe bulbar (2% dari kasus paralitik) : kasus bulbar jarang terjadi. Tipe
bulbar terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak sehingga
terjadi insufisiensi pernapasan, kesulitan menelan, tersedak, kesulitan
makan, kelumpuhan pita suara, dan kesulitan bicara. Saraf otak yang
terkena adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian VII. Kerusakan pada saraf
pusat ini tidak dapat diganti atau diperbaiki sehingga akan terjadi
kelumpuhan yang permanen.6
 Tipe bulbospinal (19% dari kasus paralitik) : kombinasi antara paralisis
bulbar dan spinal.6

10
5. Post polio syndrome (PPS)
Bentuk manifestasi lambat (15-40 tahun) setelah infeksi polio, dengan
gejala klinik polio paralitik yang akut. Gejala yang timbul adalah nyeri
otot yang luar biasa, paralisis yang rekuren atau timbul paralisis baru.
Patogenesisnya masih belum jelas, namun bukan akibat infeksi yang
persisten.6
Miastenia Gravis
Gambaran klinis ditandai dgn kelemahan /kelelahan yg fluktuatif
• Keluhan yg sering ditemukan
– Ptosis
– Diplopia
– Dysartria
– Dysphagia
– Kelemahan anggota gerak dan otot pernafasan
• Kelemahan yg bertambah berat dari ringan, dlm bbrp minggu –
bulan dgn eksaserbasi dan remisi.
• Kelemahan yg cenderung meluas dari mata – wajah- otot yg
dipersarafi batang otak dan ke badan dan otot tungkai.
• Kurang lebih 87% berkembang menjadi kelemahan umum dalam 13
bln setelah onset.
Sindrom Gualine Barr
• Mengenai motorik
– Kelemahan dari distal – proksimal, progressif
– Otot pernafasan  gagal nafas
– Saraf kranial
• Facial drop => menyerupai Bells palsy
• Diplopia, disartria, dysphagia, ophtalmoplegia, ggn pupil.
• Saraf otonom
– Takikardi/ bradikardi
– Paroksismal hipertensi/hipotensi orthostatik
– Facial flushing
– Retensi urin
– Anhidrosis/ diaphoresisi
• Sensorik : Ggn sensorik pd ujung ekstremitas

Penatalaksanaan – Medikamentosa
Terapi poliomielitis tidak ada yang spesifik, tetapi tergantung penyulit
yang terjadi. Pemberian immunoglobulin mungkin dapat mencegah penyebaran

11
hematogen ke susunan saraf. Tetapi jika fase paralitik telah terjadi, sudah
terlambat. Berikan manajemen pengobatan suportif yang baik.5
Penderita dengan bentuk poliomielitis non paralitik dan paralitik ringan
dapat diobati di rumah. Untuk bentuk abortif cukup analgesik, sedatif, diet yang
menarik, dan tirah baring secukupnya sampai suhu anak normal selama beberapa
hari.6
Pengobatan bentuk non paralitik serupa dengan pengobatan untuk bentuk
abortif, pengurangan rasa sakit terindikasi terutama untuk kekencangan otot yang
tidak enak dan spasme leher, batang tubuh, serta tungkai.6
Pengobatan bentuk paralitik selama fase akut dapat diberi analgesik non
narkotik. Rasa nyeri pada otot dapat dikurangi dengan mengurangi manipulasi.
Dianjurkan fisioterapi dimulai pada masa konvalesens untuk mencegah
kontraktur. Pemberian cairan suplemen bila per-oral kurang dan pemberian enema
bila obstipasi. Setelah fase akut lewat, mulai dilakukan fisioterapi aktif.
Konsultasi ortopedi dapat dilakukan segera tetapi operasi biasanya dilakukan 1-2
tahun setelah awitan.5

Penatalaksanaan – Non Medikamentosa


Pada penderita dengan bentuk paralitik, dapat diberikan papan, atau
kadang-kadang bidai kulit ringan. Braces juga mungkin dapat dipakai untuk
mengkompensasi kelemahan otot.6
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara jangan masuk daerah epidemik,
dalam daerah epidemic jangan melakukan “stress” yang berat seperti tonsilektomi,
suntikan, dan sebagainya, mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan (tidak
boleh terlalu lelah), dan imunisasi aktif.7
Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan terhadap penyakit
polio dengan mempergunakan vaksin polio oral (OPV) maupun injeksi (IPV).
OPV sangat bermanfaat pada saat KLB karena selain menimbulkan kekebalan
humoral dan local pada usus resipien juga mempunyai “community effect” yaitu

12
virus vaksin yang berbiak di usus akan ikut menyebar ke anak sekitarnya,
sehingga jangkauan imunisasi makin meluas.8
Jadwal imunisasi vaksin polio oral adalah diberikan kepada semua bayi
baru lahir sebagai dosis awal, satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 mL). Kemudian
dilanjutkan dengan imunisasi dasar OPV atau IPV mulai umur 2-3 bulan yang
diberikan tiga dosis berturut-turut dengan interval waktu 4-6 minggu. Kemudian
booster pada usia 18 bulan. Imunisasi dapat diberikan bersama-sama waktunya
dengan suntikan vaksin DPT dan Hib. Terdapat dua jenis vaksin polio, yaitu oral
polio vaksin/vaksin sabin (OPV) dan inactivated polio vaccine (IPV)/vaksin salk.8
Vaksin polio oral (OPV) bekerja dengan dua cara, yaitu dengan
memproduksi antibodi dalam darah (imunitas humoral) terhadap ketiga tipe virus
polio sehingga pada kejadian infeksi, vaksin ini akan memberikan perlindungan
dengan mencegah penyebaran virus polio ke sistem saraf. OPV juga
menghasilkan respon imun lokal di membran mukosa intestinal tempat terjadinya
multiplikasi virus polio. Keuntungan OPV dapat diberikan secara oral,
mempunyai community effect, tidak harus diberikan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih, relative tidak mahal, menjadi pertimbangan penting untuk program
imunisasi nasional. Kerugian OPV, karena kandungan vaksin berupa virus hidup
yang telah dilemahkan dapat mengakibatkan 1 kelumpuhan untuk setiap 3 juta
dosis. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi mutasi virus vaksin dimukosa usus.12
Inactivated polio vaccine (IPV) berisi virus polio yang virulen yang sudah
di-inaktivasi/dimatikan dengan formaldehid. IPV sedikit memberikan kekebalan
lokal pada dinding usus sehingga virus polio masih dapat berkembang biak dalam
usus orang yang telah mendapat IPV. Keuntungan IPV adalah IPV bukan vaksin
‘hidup’, imunisasi IPV tidak mempunyai risiko terhadap vaccine associated polio
paralysis. Kerugian IPV adalah IPV menimbulkan sedikit imunitas pada saluran
pencernaan, harga vaksin lebih mahal, dan perlunya tenaga terlatih untuk
menyuntikkan vaksin.8

Komplikasi

13
Kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas
dan terjadi deformitas sehingga terjadi gangguan ekstremitas pada bagian yang
terkena polio.8

Prognosis
Bergantung kepada beratnya penyakit. Pada umumnya semakin luas
paralisis pada 10 hari pertama sakit, semakin berat cacat yang terjadi. Pada bentuk
paralitik bergantung kepada bagian yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis
pernapasan dapat ditolong dengan bantuan pernapasan mekanik. Tipe bulbar
prognosisnya buruk, biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau
infeksi sekunder pada jalan napas.1,6

Penutup
• Neuropati perifer adalah masalah saraf terjadi pada saraf tepi yakni
jaringan saraf yang terletak di luar otak dan sumsum tulang belakang.
• Neuropati perifer mempengaruhi saraf pada ekstremitas (anggota gerak)
seperti jari-jari kaki, kaki, tangan beserta jari-jarinya, dan lengan.
• Kelumpuhan yang terjadi pada anak dalam kasus ini kemungkinan adalah
dari tiga penyakit ini; Poliomielitis, Sindrom Gualline Barr, dan Myastenia
Gravis.

Daftar Pustaka
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.h.182-191.

2. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak.


Edisi 3. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.1-19.

3. Morton PG. Paduan pemeriksaan kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2003.h.56.

14
4. Hartono A, editor. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
bates. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.4-608.

5. Lumbantobing SM. Neurologik klinik pemeriksaan fisik dan mental. Edisi


1. Jakarta: FKUI; 2006.h.23-111.

6. Kliegman RM, Stanton BMD, Gerne JS, Schor N, Behrman RE. Nelson
textbook of pediatris. 19th edition. Canada: Elsevier; 2011.h.893-1087.

7. Dewanto W, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis


dan tata laksana penyakit saraf. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.h.58-61.

8. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatrik rudolph.
Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.246-51.

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Astin
    Makalah Astin
    Dokumen13 halaman
    Makalah Astin
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
    Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
    Dokumen11 halaman
    Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Daftar Nama Peserta Lulus MCQSCBT Ukmppd Mei 2019
    Daftar Nama Peserta Lulus MCQSCBT Ukmppd Mei 2019
    Dokumen136 halaman
    Daftar Nama Peserta Lulus MCQSCBT Ukmppd Mei 2019
    Nuria Fitria
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen6 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Uplod
    Uplod
    Dokumen25 halaman
    Uplod
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Genetik Pada Penderita Hemofilia: Pendahuluan
    Kelainan Genetik Pada Penderita Hemofilia: Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Kelainan Genetik Pada Penderita Hemofilia: Pendahuluan
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Wahyu
    Sken 1 Wahyu
    Dokumen14 halaman
    Sken 1 Wahyu
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Ke Marin
    Ke Marin
    Dokumen1 halaman
    Ke Marin
    Nor Hanim Binti Mahsar
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Wahyu
    Sken 1 Wahyu
    Dokumen14 halaman
    Sken 1 Wahyu
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Makalah Timbal
    Makalah Timbal
    Dokumen31 halaman
    Makalah Timbal
    Dheo Ebhee LouVe
    100% (1)
  • Makalah Timbal
    Makalah Timbal
    Dokumen31 halaman
    Makalah Timbal
    Dheo Ebhee LouVe
    100% (1)
  • Ke Marin
    Ke Marin
    Dokumen1 halaman
    Ke Marin
    Nor Hanim Binti Mahsar
    Belum ada peringkat
  • Ke Marin
    Ke Marin
    Dokumen1 halaman
    Ke Marin
    Nor Hanim Binti Mahsar
    Belum ada peringkat
  • Tia Febiana G2A008187 Lap - Kti 2
    Tia Febiana G2A008187 Lap - Kti 2
    Dokumen70 halaman
    Tia Febiana G2A008187 Lap - Kti 2
    Edi Uchiha Sutarmanto
    Belum ada peringkat
  • 998 2532 1 PB
    998 2532 1 PB
    Dokumen11 halaman
    998 2532 1 PB
    Maria Dumondor
    Belum ada peringkat
  • Makalah Abses Hepar Amoeba
    Makalah Abses Hepar Amoeba
    Dokumen10 halaman
    Makalah Abses Hepar Amoeba
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Ke Marin
    Ke Marin
    Dokumen1 halaman
    Ke Marin
    Nor Hanim Binti Mahsar
    Belum ada peringkat
  • Uplod
    Uplod
    Dokumen25 halaman
    Uplod
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Stroke Hemorragic
    Stroke Hemorragic
    Dokumen21 halaman
    Stroke Hemorragic
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • LL
    LL
    Dokumen1 halaman
    LL
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Lirik Lagu
    Lirik Lagu
    Dokumen2 halaman
    Lirik Lagu
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • LL
    LL
    Dokumen1 halaman
    LL
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Teman Bahagia
    Teman Bahagia
    Dokumen3 halaman
    Teman Bahagia
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Verse 1
    Verse 1
    Dokumen2 halaman
    Verse 1
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • U
    U
    Dokumen1 halaman
    U
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Asal Kau Bahagia
    Asal Kau Bahagia
    Dokumen1 halaman
    Asal Kau Bahagia
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat
  • Biasa Sa Cinta Satu Sa Pinta
    Biasa Sa Cinta Satu Sa Pinta
    Dokumen2 halaman
    Biasa Sa Cinta Satu Sa Pinta
    Ruth
    Belum ada peringkat
  • Cinta
    Cinta
    Dokumen1 halaman
    Cinta
    Anastasia R. Wangge
    Belum ada peringkat