Anda di halaman 1dari 25

BAB II

. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR POST PARTUM BLUES

2.1.1 Pengertian

Post partum blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil

yang berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya.

Perubahan ini sebenarnya merupakan respon alami dari kelelahan pasca

persalinan (Pieter dan Lubis, 2010). Mansyur (2009) juga mnyebutkan bahwa

Syndrome baby blues atau post partum blues merupakan perasaan sedih yang

dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya. Post

partum blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama 3-6 hari

pasca melahirkan. Syndrome baby blues ini sering terjadi dalam 14 hari

pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk pada hari ke tiga dan

ke empat.

Baby blues syndrome atau postpartum blues menurut Saleha (2009),

merupakan suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan

memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. Suasana hati

yang paling utama adalah kebahagiaan, namun emosi penderita menjadi

stabil. Baby blues syndrome atau stress pasca melahirkan merupakan suatu

kondisi umum yang sering di alami oleh seorang wanita yang baru

melahirkan dan biasanya terjadi pada 50% ibu baru. Baby blues sendiri

merupakan suatu perasaan gembira oleh kehadiran sang buah hati, namun

disertai oleh perasaan cemas, kaget dan sedih sehingga dapat menimbulkan
kelelahan secara psikis pada sang ibu tersebut (Melinda, 2010)

. Muhammad (2011), menjelaskan bahwa Baby blues syndrome atau

stress pasca persalinan, merupakan salah satu bentuk depresi yang sangat

ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan

cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan.

Postpartum Distress Syndrome atau yang juga sering disebut dengan Baby

Blues Syndrome merupakan reaksi psikologis yang berupa gejala depresi

postpartum dengan tingkat ringan. Syndrome ini muncul pasca melahirkan

dan seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat pasca partum dan

memuncak pada hari kelima dan keempat belas pasca melahirkan

(Medicastore, 2012).

Hampir sebagian besar ibu yang baru melahirkan mengalami baby

blues. Sebuah kondisi depresi pasca persalinan, yang jika tidak ditangani,

akan berdampak pada perkembangan anak. Baby blues syndrome atau

postpartum syndrome adalah kondisi yang dialami oleh hampir 50%

perempuan yang baru melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi sejak hari

pertama setelah persalinan dan cenderung akan memburuk pada hari ketiga

sampai kelima setelah persalinan. Baby blues cenderung menyerap dalam

rentang waktu 14 hari terhitung setelah persalinan (Conectique, 2011).

2.1.2 Waktu dan Durasi post partum Blues Syndrome

Baby blues syndrome dapat terjadi segera setelah kelahiran, tapi akan

segera menghilang dalam beberapa hari sampai satu minggu. Apabila gejala

tersebut antara hari ke 3 dan ke-l0 setelah persalinan yang terjadi sekitar
80% pada ibu postpartum (Bahiyatun, 2009).

2.1.3 Gejala-Gejala post partum Blues Syndrome

Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang

cepat dan berganti-ganti (mood swing) seperti kesedihan, suka menangis,

hilang nafsu makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah,

cemas, dan merasa kesepian. (Aprilia, 2010).

Beberapa gejala yang dapat mengindikasikan seorang ibu

mengalami baby blues syndrome Menurut Puspawardani (2011), adalah

sebagai berikut :

a. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan

menangis tanpa sebab.

b. Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran.

c. Tidak memiliki atau sedikit tenaga.

d. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga.

e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu

memperhatikan dan khawatir terhadap bayinya.

f. Tidak percaya diri.

g. Sulit beristirahat dengan tenang.

h. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

Sedangkan menurut Novak dan Broom (2009) gejala Baby Blues


Syndrome merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa

.sedih, mudah tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur.

Selanjutnya menurut Young dan Ehrhardt (2009) gejala Baby Blues

Syndrome antara lain :

a. Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit

diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-

kadang mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa.

b. Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru

dilahirkannya, ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan

asing terhadap lingkungan tempat bersalin.

c. Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena

suasana hati yang terus berubah-ubah.

d. Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan

bayi yang baru dilahirkannya.

2.1.4 Penyebab

Fakto-faktor penyebab post partum blues menurut Ummu (2012), antara

lain:

a. Perubahan hormonal.

Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan

progesterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon

yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan inudah lelah,


penurunan mood, dan perasaan tertekan.

b.. Fisik

Kehadiran bayi dalam keluarga menyebabkan perubahan ritme

kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil

sepanjang siang dan malam sangat menguras energi ibu, menyebabkan

berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan

dalam menghadapi masalah.

c. Psikis

Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam

mengurus si kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam berbagai

permasalahan, rasa tidak percaya diri karena perubahan bentuk tubuh

dan sebelum hamil serta kurangnya perhatian keluarga terutama suami

ikut mempengaruhi terjadinya depresi.

d. Sosial

Perubahan gaya hidup dan peran sebagai ibu barubutuh adaptasi. Rasa

keterikatan yang sangat pada sikecil dan rasa dijauhi oleh lingkungan juga

berperan dalam depresi.

e. Dukungan sosial

Perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan kelurga dapat

berpengaruh. Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan

emosional yang hangat sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman

yang sudah pernah bersalin juga dapat membantu. Dukungan sosial adalah

derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu

dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat


dengan orang tersebut.

f.. Keadaan dan kualitas bayi

Kondisi bayi dapat menyebabkan munculnya baby blues syndrome

misalnya jenis kelamin bayi yang tidak sesuai harapan, bayi dengan

cacat bawaan ataupun kesehatan bayi yang kurang baik.

g. Komplikasi kelahiran

Proses persalinan juga dapat mempengaruhi munculnya baby blues

syndrome misalnya proses persalinan yang sulit, pendarahan, pecah ketuban

dan bayi dengan posisi tidak normal.

h. Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu

Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil di luar nikah,

kehamilan akibat perkosaan, kehamilan yang tidak terencana sehingga

wanita tersebut belum siap untuk menjadi ibu. Kesiapan menyambut

kehamilan dicerminkan dalam kesiapan dan respon emosionalnya dalam

menerima kehamilan. Seorang wanita memandang kehamilan sebagai

suatu hasil alami hubungan perkawinan, baik yang diinginkan maupun

tidak diinginkan, tergantung dengan keadaan. Sebagian wanita lain

menerima kehamilan sebagai kehendak alam dan bahkan pada beberapa

wanita termasuk banyak remaja, kehamilan merupakan akibat

percobaan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi. Walnya mereka

akan terkejut saat menyadari dirinya hamil, namun seiring waktu

mereka akan menerima kehadiran seorang anak.


i. Stresor psikososial

.
Faktor psikososial seperti umur, latar belakang sosial, ekonomi,

tingkat pendidikan dan respon ketahanan terhadap stresor juga dapat

mempengaruhi baby blues syndrome.

j. Riwayat depresi

Riwayat depresi atau problem emosional lain sebelum persalinan

Seorang dengan riwayat problem emosional sangat rentan untuk

mengalami baby blues syndrome.

k. Hormonal

Perubahan kadar hormon progresteron yang menurun disertai

peningkatan hormon estrogen, prolaktin dan kortisol yang drastis dapat

mempengaruhi kondisi psikologis ibu.

l. Budaya

Pengaruh budaya sangat kuat menentukan muncul atau tidaknya

baby blues syndrome. Di Eropa kecenderungan baby blues syndrome

lebih tinggi bila dibandingkan di Asia, karena budaya timur yang lebih

dapat menerima dan berkompromi dengan situasi yang sulit daripada

budaya barat.

2.1.5 Dampak post partum Blues Syndrome

Jika kondisi baby blues syndrome tidak disikapi dengan benar, bisa
berdampak pada hubungan ibu dengan bayinya, bahkan anggota keluarga

. yang lain juga bisa merasakan dampak dari baby blues syndrome tersebut.

Jika baby blues syndrome dibiarkan, dapat berlanjut menjadi depresi pasca

melahirkan, yaitu berlangsung lebih dan hari ke-7 pascapersalinan.

Depresi setelah melahirkan rata-rata berlangsung tiga sampai enam bulan.

bahkan terkadang sampai delapan bulan. Pada keadaan lanjut dapat

mengancam keselamatan diri dan anaknya (Kasdu, 2007).

a. Pada ibu

1) Menyalahkan kehamilannya

2) Sering menangis

3) Mudah tersinggung

4) Sering terganggu dalam waktu istirahat atau insomnia berat

5) Hilang rasa percaya diri mengurus bayi, merasa dirinya takut tidak

bisa memberikan ASI bahkan takut apabila bayinya meninggal

6) Muncul kecemasan terus menerus ketika bayi

mengangis

7) Muncul perasaan malas untuk mengurus bayi

8) Mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat

9) Frustasi hingga berupaya untuk bunuh diri

b. Pada anak

1) Masalah perilaku
Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome

. lebih memungkinkan memiliki masalah perilaku, termasuk masalah

tidur, tantrum, agresi, dan hiperaktif.

2) Perkembangan kognitif terganggu

Anak nantinya mengalami keterlambatan dalam bicara dan

berjalan jika dibandingkan dengan anak-anak dari ibu yang tidak

depresi. Mereka akan mengalami kesulitan dalam belajar di

sekolah.

3) Sulit bersosialisasi

Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome

biasanya mengalami kesulitan membangun hubungan dengan orang

lain. Mereka sulit berteman atau cenderung bertindak kasar.

4) Masalah emosional

Anak-anak dari ibu yang mengalami post partum blues

cenderung mengalami rendah diri, lebih sering merasa cemas dan

takut, lebih pasif dan kurang independen.

c. Pada suami

Keharmonisan pada ibu yang mengalami baby blues syndrome

biasanya akan terganggu ketika suami belum mengetahui apa yang

sedang di alami oleh istrinya yaitu baby blues syndrome, suami

cenderung akan menganggap si ibu tidak becus mengurus anaknya


bahkan dalam melakukan hubungan suami istri biasanya mereka

. merasa takut seperti takut mengganggu bayinya.

2.1.6 Pencegahan post partum blues

Tindakan atau meminimalisasikan baby blues syndrome menurut

Pandji (2010), adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan jauh-jauh hari kelahiran yang sehat, ibu yang

hamil dan suaminya harus benar-benar di persiapkan dari segi

kesehatan janin pada saat kehamilan, mental, finansial dan

social.

b. Adanya pembagian tugas antara suami dan istri pada saat

proses kehamilan berlangsung.

c. Tanamkan pada benak ibu hamil bahwa anak adalah anugerah

Ilahi yang akan membawa berkah dan menambah jalinan cinta

kasih ditengah keluarga

d. Bersama-sama istri merajut suatu kepercayaan dan keyakinan

dengan adanya anak karier kita akan terus berjalan.

e. Merencanakan mempekerjakan pembantu untuk membantu

mengurus dan merawat bayi dan pekerjaan rumah tangga pasca

ibu melahirkan.

Pencegahan baby blues syndrome menurut Conectique

(2011), juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :


a. Mintalah bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman

. untuk membantu anda mengurus si kecil.

b. Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh istirahat dan tidur

yang cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu dan

bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bias mencegah

depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.

c. Konsumsilah makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh

cepat pulih, sehat dan segar.

d. Cobalah berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat

lainnya.

Dukungan dari mereka bias membantu anda mengurangi

depresi

2.1.6 Edinburgh Postnatal Depresi Scale (EPDS)

1) Definisi EPDS

Depresi postpartum adalah komplikasi yang paling umum saat

melahirkan. 10 pertanyaan Skala Depresi Postnatal Edinburgh adalah

cara yang berharga dan efisien untuk mengidentifikasi pasien yang

beresiko untuk depresi “perinatal”. EPDS ini mudah dijalankan dan

telah terbukti menjadi alat skrining yang efektif.

Ibu yang mendapat skor di atas 13 kemungkinan akan

menderita penyakit depresi yang bervariasi keparahannya. EPDS tidak

mutlak menjadi skor penilaian klinis. Harus hati hati melakukan


sebuah penilaian klinis untuk menginformasikan

. diagnosis. Skala menunjukkan bagaimana ibu telah merasakan selama

seminggu sebelumnya. Dalam kasus yang masih meragukan EPDS

bias diulangi 2 minggu kemudian. Skala tidak akan menditeksi ibu

dengan neurosis kecemasan, fobia, atau gangguan kepribadian.

Menurut Cox (2002), untuk mendeteksi adanya depresi

postpartum atau resiko untuk mengalami depresi postpartum, dapat

digunakan alat ukur Edinburgh Postnatal Depresi scale (EPDS) pada

awal postpartum untuk mengidentifikasi berbagai resiko penyebab

depresi postnatal. EPDS adalah alat yang berbentuk skala yang

berfungsi untuk mengidentifikasi adanya resiko timbulnya depresi

postpartum selama tujuh hari pasca persalinan dengan sepuluh

pertanyaan. EPDS juga telah teruji validitasnya dibeberapa negara

seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS bisa

digunakan dalam minggu pertama pasca bersalin dan bila hasilnya

meragukan dapat diulangi pengisiannya dua minggu kemudian.

Menurut Regina (2001), di luar negri skrining yang digunakan

untuk menditeksi gangguan mood depresi sudah merupakan acuan

pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining depresi

postpartum dapat digunakann kuesioner Edinburg Postnatal

Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang

teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi

selama tujuh hari pasca salin. Pertanyaan- pertanyaannya berhubungan


dengan labilitas perasaan, kecemasan, rasa bersalah, keinginan untuk

. bunuh diri serta mencakup hal- hal lain yang terdapat pada depresi

postpartum. Kuesioner EPDS terdiri dari sepuluh pertanyaan, dimana

setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang

mempunyai nilai skor dan harus dipilih sendiri oleh ibu dan rat- rata

dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit jumlah skor dari sepuluh

pertanyaan yang diajukan dalam EPDS 30 skor, semakin besar jumlah

skor gejala depresi semakin berat.skor diatas 12 memiliki sensitifitas

86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis depresi

postpartum.

Pertanyaan- pertanyaan pada EPDS berhubungan dengan

labilitas perasaan (suasana hati yang terus menerus berubah- ubah dan

tidak dimengerti), kecemasan (rasa cemas yang dialami ibu tanpa

sebab yang jelas) serta perasaan bersalah (perasaan menyalahkan diri

sendiri atas semua rasa ketidakmampuan menjadi seorang ibu).

2) Cara Menggunakan EPDS

1. Ibu diminta utnuk memeriksa respon paling dekat yang datang

dengan apa yang dia rasakan dalam 7 hari.

2. Semua item harus diselesaikan.

3. Perawatan harus keluar untuk menghindari kemungkinan ibu

mendiskusikan jawaban dengan lain (jawaban berasal dari ibu

atau wanita hamil).

4. Ibu harus menyelesaikan skala sendiri, kecuali dia memiliki

keterbatasan bahasa inggris atau memiliki kesulitan dengan


membaca.

. 3) Cara Skoring EPDS

Pernyataan 1,2, dan 4 ( Tidak ada tanda bintang ) skornya :

a. 0

b. 1

c. 2

d. 3

Pernyataan 3,5,6,7,8,9,dan10 ( Ditandai dengan tanda bintang )

skornya :

a. 3

b. 2

c. 1

d. 0

Penghitungan skor :

Skor maksimal 30

Kemungkinan Depresi : 10 atau kurang

Selalu lihat item 10 (berfikiran untuk bunuh diri)

Penghitungan skor :

0 -8 : kemungkinan depresi rendah

8 – 12 : baru pengalaman mempunyai bayi atau mengalami

Post partum Blues

13 – 14 : tanda- tanda kemungkinan terjadi PPD; take preventive

measures
15+ : kemungkinan pasti mengalami depresi postpartum

. secara klinis

2.2 DUKUNGAN SOSIAL SUAMI

2.2.1 Konsep dasar dukungan sosial suami

Dukungan suami adalah upaya yang diberikan oleh suami baik

secara mental, fisik, maupun sosial (Effendi dan machfudl: 2009)

Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan

orang lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan /

motivasi atau semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi

pembuat keputusan. Kuntjoro 2008, mengatakan bahwa pengertian dari

dukungan adalah informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan, yang

nyata atau tingkah laku diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-

hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada

tingkah laku penerimanya. Dukungan adalah keberadaan, kesediaan,

kepedulian dari orangorang yang diandalkan, menghargai dan

menyayangi, seperti kasih saying suami kepada isterinya (Jacinta, 2010).

Suami adalah orang yang paling penting bagi seorang waita

hamil. Banyak bukti yang ditunjukkan bahwa wanita yang diperhatikan

dan dikasihi oleh pasangannya selama kehamilan akan menunjukkan lebih

sedikit gejala emosi dan fisik, lebih mudah melakukan penyesuaian diri

selama kehamilan dan sedikit resiko komplikasi persalinan. Hal ini

diyakini karena ada dua kebutuhan utama yang ditunjukkan wanita selama
hamil yaitu menerima tanda-tanda bahwa ia dicintai dan dihargai serta

. kebutuhan akan penerimaan pasangannya terhadap anaknya (Rukiah,

2014).

Dukungan suami adalah dukungan yang diberikan suami

terhadap isteri, suatu bentuk dukungan dimana suami dapat mmberikan

bantuan secara psikologis baik berupa motivasi, perhatian dan pnerimaan.

Dukungan suami merupakan hubungan bersifat menolong yang

mempunyai nilai khusus bagi isteri sebagai tanda adanya ikatan-ikatan

yang bersifat positif (Goldberger & Bznis, 2007). Dukungan suami

adalah salah satu bentuk interaksi yang didalamnya terdapat hubungan

yang saling memberi dan menerima bantuan yang bersifat nyata yang

dilakukan oleh suami terhadap isterinya (Hidayat, 2005). Dukungan yang

diberikan suami merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang di

dalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan

yang bersifat nyata, bantuan tersebut akan menempatkan individu-

individu yang terlibat dalam sistem sosial yang pada akhirnya akan dapat

memberikan cinta, perhatian maupun sense of attachment baik pada

keluarga sosial maupun pasangan. Dukungan moral seorang suami pada

isterinya hal yang memang dibutuhkan dan sangat dianjurkan suami

memberikan dukungan atau motivasi yang lebih besar kepada isterinya

(Dagun, 2002). Dukungan suami akan membantu isteri dalam

mendapatan pcayaan dii dan harga diri sebagai seorrang isteri. Perhatian

suami membuat isteri merasa lebih yakin, bahwa ia tidak saja tepat

menjadi isteri, tetapi juga akan bahagia menjadi calon ibu bagi bayi yang
dikandungnya (Adhim 2012).

.
2.2.2 Manfaat dukungan suami

Menurut Cohen dan Syme (1984) ada beberapa hal yang membuat

dukungan sosial dari pasangan (suami atau istri) memberi pengaruh

penting bagi individu bersangkutan, yakni:

1. Keterdekatan hubungan

Pemberian dukungan sosial dari suami atau istri lebih memiliki

keterdekatan yang lebih tinggi dari pada sumber dukungan yang

lainnya. Keterdekatan yang dimaksud di sini lebih menekankan pada

kualitas hubungan bukan kuantitasnya. Individu yang memiliki suatu

hubungan dekat dapat dipercaya cenderung memiliki kesehatan mental

yang baik.

2. Ketersediaan pemberi dukungan

Individu yang yakin mendapat dukungan dari pasangannnya

apabila menghadapi kesulitan dapat mengatasi permasalahannya

dengan lebih kreatif dari pada mereka yang ragu dengan ketersedian

dukungan.

3. Kualitas pertemuan

Pasangan hidup mempunyai frekuensi pertemuan yang lebih

tinggi dibanding dengan sumber dukungan yang lain. Sehingga

pemberian dukungan sosial dapat lebih sering diberikan oleh suami

atau istri daripada sumber-sumber yang lain


2.2.3 Ciri-ciri Suami yang Memberikan Dukungan
.

Menurut Cohen (1991) suami yang memberikan dukungan pada

istri pada masa kehamilan, diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memberikan tindakan suportif,

b. Dapat memberikan rasa aman,

c. Memberikan bantuan bila istri membutuhkan,

d. Bersedia meluangkan waktu untuk keperluan,

e. Mampu memberikan motivasi.

2.2.4 Variabel- variable yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Suami

a. Keintiman

Dukungan sosial lebih banyak didapat dari keintiman dari pada

aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka

dukungan yang diperoleh akan semakin besar.

B. Harga Diri

Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain

merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan

menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang

bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.


C. Keterampilan Sosial

.
Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki ketrampilan

sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas

pula. Sedangkan,individu yang memiliki jaringan individu yang

kurang luas memiliki keterampilan sosial yang rendah. Menurut

Marilyn (1998) faktor- faktor yang mempengaruhi : Kelas sosial,

bentuk- bentuk keluarga, latar belakang keluarga, tahap siklus

kehidupan keluarga, peristiwa situasional khususnya masalah- masalah

kesehatan atau sakit

2.2.5 Aspek-Aspek Dukungan Sosial Suami

Menurut Caplan (1976) dalam Friedman (1998), dukungan suami

terbagi menjadi empat jenis yaitu:

1. Dukungan Emosional

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan

nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial

sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.

Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang

dianggap tidak dapat dikontrol.

2. Dukungan Informasi

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau

umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi

seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi

masalah dengan lebih mudah.


3. Dukungan Instrumental

. Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat

memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian

barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat

mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan

masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental

sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih

mudah.

4. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan adalah jenis dukungan dimana suami

bertindak sebagai pembimbing dan bimbingan umpan balik,

memecahkan masalah dan sebagai sumber validator identitas anggota

dalam keluarga. Menururt (House dalam Setiadi, 2008) menyatakan

bahwa dukungan penghargaan merupakan bentuk penilaian yang

diberikan seseorang kepada orang lain sesuai dengan kondisinya.

Bantuan penghargaan dapat berupa penilaian atas pencapaian kondisi

keluarga berdasarkan keadaan yang nyata. Bantuan penilaian ini dapat

berupa penilaian positif dan penilaian negatif yang pengaruhnya sangat

berarti bagi seseorang.

2.2.6 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Dukungan soaial Suami

Menurut Cholil et al dalam Bobak (2004) menyimpulkan beberapa

faktor yang mempengaruhi dukungan suami antara lain adalah:

a. Budaya

Masyarakat di berbagai wilayah Indonesia yang umumnya masih


tradisional (Patrilineal), menganggap wanita tidak sederajat dengan

. kaum pria, dan wanita hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan

keinginan suami saja. Anggapan seperti ini dapat mempengaruhi

perlakuan suami terhadap isteri.

b. Pendapatan

Sekitar 75%-100% penghasilan masyarakat dipergunakan untuk

membiayai seluruh keperluan hidupnya. Secara nyata dapat dikemukakan

bahwa pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan pemberdayaan

ekonomi keluarga sehingga kepala keluarga harus memperhatikan

kesehatan keluarganya.

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan

pengetahuan suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah

pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan bagi

keluarga akan berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk mengambil

keputusan secara efektif.

2.3 Hubungan antara dukungan sosial suami dengan kejadian post partum

blues

Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode

kehidupan yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode

kehamilan dan periode melahirkan (post partum) cenderung mengalami stres

yang cukup besar karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus

membatasi aktivitas.Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui

proses adaptasi psikologis masa postpartum (Sarwono, 2005).


Adaptasi psikologis masa postpartum dibagi dalam tiga

periode.
. Periode pertama disebut dengan taking in yang berlangsung selama

satu sampai dua hari setelah melahirkan. Periode kedua disebut dengan

taking hold yang berlangsung tiga sampai sepuluh hari setelah melahirkan.

Periode ketiga diseb ut dengan letting go yang berlangsung sepuluh hari

setelah melahirkan, Pada periode ini ibu menerima tanggung jawab sebagai

ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya (Mansur,

2009).

Pada masa adaptasi psikologis postpartum sebagian wanita mampu

beradaptasi terhadap peran barunya sebagai seorang ibu dengan baik, tetapi

ada sebagian lainya tidak berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi

gangguan psikologis postpartum. Secara umum gangguan psikologis

postpartum digolongkan menjadi tiga yaitu post partum blues, depresi

postpartum dan postpartum psikosis

(Mansur, 2009). Post partum blues merupakan gangguan suasana

hati pada ibu postpartum yang terjadi dalam delapan minggu setelah

melahirkan dan bisa berlanjut sampai dengan setahun yang ditandai dengan

dipenuhi rasa sedih, menangis tanpa sebab, gangguan tidur dan labilitas

afek (Cunningham, 2006).

Penyebab baby blues dapat diterangkan dalam beberapa faktor

sebagai penyebab depresi post partum adalah faktor paritas, hormonal,

umur,dukungan sosial dan latar belakang psikososial. Faktor paritas diduga

riwayat obstetri dan komplikasi yang meliputi riwayat hamil sampai

melahirkan sebelumnya. Faktor hormonal meliputi meningkatnya kadar


hormon progesteron dan menurunnya kadar hormon estrogen secara cepat

setelah
. melahirkan. Faktor umur saat kehamilan dan melahirkan yang

berkaitan dengan kesiapan mental untuk menjadi seorang ibu. Faktor latar

belakang psikososial meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan,

kehamilan yang tidak diinginkan dan keadekuatan dukungan sosial

lingkungan (suami, keluarga dan teman) (Ingela, 2009).

Dalam masa adaptasi ini sebagian wanita mampu beradaptasi terhadap

peran barunya, sebagai seorang ibu yang baik, tetapi ada sebagian lainnya yang tidak

berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi gangguan psikologis

postpartum. Banyak fenomena membuktikan hampir sebagian besar wanita

didunia mengalami Postpartum Blues dalam mengasuh bayinya. Ditinjau dari sisi

psikologis,kebutuhan ibu bukan hanya sebatas berupa dukungan spiritual dan

materil semata, ibu juga membutuhkan dukungan secara sosial dari orang

terdekatnya, khususnya suami. Realitanya banyak ibu yang kurang

mendapatkan dukungan sosial,disebabkan karena teralihkannya perhatian

suami kepada kehadiran orang baru dalam keluarganya, yaitu anak . Hal

inilah yang terkadang membuat ibu merasa dirinya terabaikan atau

terlupakan oleh suami, serta bertambah lama depresi ibu pasca bersalin.

Secara psikologis, saat hamil semua perhatian tertumpah kepada si

ibu, termasuk dipenuhinya semua keinginannya yang terkadang aneh.

Namun begitu melahirkan, semua perhatian beralih ke si bayi. Sementara si

ibu yang lelah dan sakit pasca melahirkan merasa lebih butuh perhatian.

Kondisi ini menyebabkan ibu merasa depresi, depresi ini biasanya berlangsung sampai

14 hari usai melahirkan. Gejala yang umum tampak adalah keluar keringat
dingin,sesak napas, sulit tidur, gelisah, tegang, bingung, terasing, sedih,

sakit,
. marah, merasa bersalah, tak berharga, punya pikiran negatif tentang

suami (Sylvia,2006)

Kurangnya dukungan dari suami akan memperparah keadaan psikis ibu

yang tengah mengalami Postpartum Blues, hal ini karena suami adalah orang

pertama yang menyadari akan adanya perubahan dalam diri pasangannya.

Apabila ibu menilai bahwa suami memberikan dukungan terhadap dirinya,

maka akan dapat memungkinkan terjadi pengaruh positif dalam diri ibu

tersebut. Para ibu yang memiliki jaringan sosial yang baik, akan lebih siap

menghadapi kondisi setelah melahirkan. Sebaliknya apabila ibu menilai

bahwa suaminya kurang sosial suami selama proses tersebut diperkirakan

apat menurunkan kejadian baby blues (Alfiben, 2000). Dalam penelitian

yang dilakukan oleh Syamawati bahwa tidak adanya dukungan suami

merupakan faktor risiko terhadap kejadian baby blues, besar risiko penderita

baby blues tanpa dukungan dari suami 24 kali lebih besar dibanding

penderita baby blues yang mendapatkan dukungan dari suami (Syahrir S,

2008). Maka dari itu perlu adanya peningkatan peranan suami sebagai

pendamping dalam proses persalinan secara kontinyu

guna menurunkan angka kejadian baby blues.

Penanganan Postpartum Blues salah satunya berupa dukungan

sosial,menurut Sarason (2005) dukungan sosial diartikan sebagai keberadaan

atau kemampuan seseorang dimana individu dapat bergantung padanya,

yang menunjukkan kalau dia peduli terhadap individu, bahwa individu ini

berharga dan dia mencintai atau menyayangi individu yang bersangkutan.


Dukungan social dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu dukungan

emosional,
. dukungan berupa penghargaan, dukungan berupa bantuan langsung dan

dukungan informasional. Dari semua sumber dukungan sosial, dukungan

sosial dari suami merupakan dukungan yang pertama dan utama dalam

memberikan dukungan kepada istri.

Anda mungkin juga menyukai