Anda di halaman 1dari 9

Limpasan merupakan bagian curah hujan setelah dikurangi dengan infiltrasi dan kehilangan

air lainnya. Limpasan permukaan ini berasal dari overlandflow yang segera masuk kedalam alur
sungai. Aliran ini merupakan komponen aliran banjir yang utama.
· Limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas
infiltrasi,setelah laju infiltrsi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah.
Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh,selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas
permukaan tanah.
· Limpasan permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena penuhnya
kapasitas infiltrasi tanah. Limpasan merupakan unsur penting dalam siklus air dan salah satu
penyebab erosi.

Limpasan yang terjadi pada permukaan sebelum mencapai saluran juga disebut sumber
Nonpoint . Jika sumber Nonpoint mengandung kontaminan buatan manusia, limpasan disebut
pencemaran sumber Nonpoint . Luas tanah yang menghasilkan limpasan yang mengalir ke titik yang
sama disebut aliran sungai . Ketika limpasan mengalir di sepanjang tanah, dapat mengambil
kontaminan tanah termasuk, namun tidak terbatas pada minyak bumi , pestisida , atau pupuk yang
menjadi debit atau polusi sumber Nonpoint. Selain menyebabkan erosi air dan polusi, permukaan
limpasan di daerah perkotaan adalah penyebab utama banjir perkotaan yang dapat mengakibatkan
kerusakan properti, basah dan cetakan di ruang bawah tanah , dan jalan banjir.
Pengertian dan Definisi Istilah Aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya variasi
proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai.

Variasi proses aliran itu adalah sebagai berikut:


1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang pertama langsung
menjadi satu dengan aliran sungai.
2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang meninggalkan daerah
aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air dari aliran sungai
yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di
atas permukaan tanah menuju sungai terdekat.
3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow, tetapi lebih banyak
dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan sungai.
4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran sungai yang
dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara langsung.
Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun menambah debit sungai. Kadang-kadang
dipergunakan kata sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering dipergunakan
untukaliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas permukaan air tanah.
5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari ketiga komponen
aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas permukaan tanah
(overland flow, surface runoff), dan aliran cepat di bawah permukaan tanah (sub surface storm
flow,interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan banjir akibat karakteristik DAS.
6. Aliran dasar ( base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air tanah yang dihasilkan
dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh aliran perlahan-lahan
dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah miring.
Limpasan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber :
a. Aliran permukaan.
Aliran Permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan
tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran langsung (direct runoff).Aliran
permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat,sehingga aliran permukaan
merupakan penyebab utama terjadinya banjir.
b. Aliran antara.
Aliran antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah permukaan
tanah.Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara lateral menuju elevasi yang lebih
rendah.
c. Aliran air tanah
Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi yang lebih
rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut.

Dalam analisis hidrologi aliran permukaan dan aliran antara dapat dikelompokkan menjadi satu yang
disebut aliran langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.
Tipe Sungai:
1. Sungai Perennial
Sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun,aliran sungai perennika adalah aliran dasar
yang beraal datri aliran air tanah,sungai tipe ini terjadi pada DAS yang sangat baik yang masih
mempunyai hutan lebat.
2. Sungai Ephemeral
Sungai yang mempunyai debit hanya apabila terjadi hujan yang melebihi laju
infiltrasi.Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai,sehingga sungai tidak menerima
aliran air tanah yang berarti tidak mempunyai aliran dasar (base flow) contoh di : nusa tenggara
3. Sungai Intermitten
Sungai yang mempunyai karakteristik campuran antara kedua tipe di atas.Pada suatu periode
tertentu bersifat sungai perennial dan pada waktu tertentu bersifat sebgai sungai ephemal.

Bentuk umum dari hubungan antara hujan dan limpasan adalah :

Q = b (P-Pa)
Dimana:
Q : kedalaman limpasan
P : kedalaman hujan
Pa: kedalaman hujan dibawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan
b : Kemiringan garis

B. Klasifikasi Limpasan Permukaan


Hujan yang jatuh di laut mengakhiri siklus ini dan akan mulai dengan siklus yang baru. Hujan yang
jatuh di daratan akan melalui jalan yang lebih panjang untuk mencapai laut. Setiap tetes air hujan
yang jatuh ke tanah merupakan pukulan-pukulan kecil ke tanah. Pukulan air ini memecahkan tanah
yang lunak sampai batu yang keras. Partikel pecahan ini kemudian mengalir menjadi lumpur, dan
lumpur ini menutupi pori-pori tanah sehingga menghalangi air hujan yang akan meresap ke dalam
tanah. Dengan demikian maka semakin banyak air yang mengalir di permukaan tanah. Aliran
permukaan ini kemudian membawa serta batu-batu dan bongkahan lainnya, yang akan semakin
memperkuat gerusan pada tanah.
Goresan akibat gerusan air dan partikel lainnya ke tanah akan semakin membesar. Goresan ini
kemudian menjadi alur-alur kecil, kemudian membentuk parit kecil, dan akhirnya berkumpul
menjadi anak sungai. Anak-anak sungai ini kemudian berkumpul menjadi satu membentuk sungai.
Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan ke
darah yang lebih rendah, dan kemudian akan berkumpul di danau atau sungai dan akhirnya mengalir
ke laut. Bila curah hujan lebih besar daripada kemampuan tanah untuk menyerap air, maka
kelebihan air tersebut akan mengalir dipermukaan menuju ke danau atau sungai. Air yang meresap
ke dalam tanah (infiltrasi) atau yang mengalir di permukaan (run off) akan menemukan jalannya
untuk kembali ke atmosfer, karena adanya evaporasi dari tanah, danau dan sungai.
Run off adalah bagian curahan hujan (curah hujan dikurangi evapotranspirasi dan kehilangan air
lainnya) yang mengalir dalam air sungai karena gaya gravitasi; airnya berasal dari permukaan
maupun dari subpermukaan (sub surface). Runoff dapat dinyatakan sebagai tebal runoff, debit aliran
(river discharge) dan volume runoff. Pada permulaan aliran air/sungai terjadi karena air mengalir
mengikuti retakan-retakan/patahan-patahan (joint) yang ada di permukaan bumi. Sehingga pada
awalnya daerah tersebut bukan merupakan daerah aliran sungai, tetapi merupakan akumulasi air,
kemudian terjadi proses lanjutannya seperti prose pelapukan, erosi, pelarutan dan sebagainya.
Proses tersebut berjalan terus, sehingga berkembang menjadi sebuah parit-parit kecil yang makin
lama makin tertoreh/terkikis baik secara lateral maupun vertikal. Akhirnya terbentuk sungai-sungai
kecil sebagai sistem sungai.
C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan
1. Elemen-elemen meteorologi
a. Jenis presipitasi
b. Intensitas curah hujan
c. Lamanya curah hujan
d. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
e. Arah pergerakan curah hujan
f. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah
g. Kondisi – kondisi meteorology.
2. Elemen daerah pengaliran
a. Kondisi penggunaan tanah
b. Daerah pengaliran
c. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
d. Jenis tanah
e. Faktor – faktor yang memberikan pengaruh

D. Faktor yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan

Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan dan distribusi hujan, ada
beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan langsung dengan
kejadian dan volume runoff.

1. Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan kapasitas
simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas infiltrasdi tertinggi dijumpai pada
tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat dan berliat biasanya
mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah. Bagan-bagan berikut menyajikan beragam kapasitas
infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe tanah. Kapasitas infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas
tanah pada akhir periode hujan sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun
dengan waktu (asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil
tanah telah jenuh air.
Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak mengalami
gangguan. Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat dengan meningkatnya
intensitas hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan air hujan sangat
besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat menghancurkan agregat tanah dan
dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat
tersumbat dan terbentuklah lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga
mereduksi kapasitas infiltrasi.
Fenomena seperti ini lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai pola hujan dengan
intensitas tinggi dan frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar meskipun hujannya sebentar dan
kedalaman hujan relatif kecil.
Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan kandungan liat
20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi
menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-permukaan ini relatif kecil.

2. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase
pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya tanaman serealia,
mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil dibandingkan dengan rumput penutup tanah
yang rapat. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi terhapad kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi
yang rapat menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan. Selain itu,
perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga
memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air
permukaan terutama pada lereng yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak
untuk meresap dalam tanah atau menguap.

3. Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan


Pengamatan pada petak-petak ukur runoff menunjukkan bahwa petak-petak pada lereng yang
curam menghasilkan runoff lebih banyak dibanding dengan petak-petak pada lereng yang landai.
Selain itu, jumlah runoff menurun dengan meningkatnya panjang lereng. Hal seperti ini terjadi
karena aliran air permukaan lebih lambat dan waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu waktu yang
diperlukan oleh tetes air hujan untuk mencapai outlet daerah tangkapan air). Hal ini berarti bahwa
air mempunyai lebih banyak kesempatan untuk infiltration dan evaporasi sebelum ia mencapai titik
pengukuran di outlet. Hal yang sama juga berlaku kalau kita membandingkan daerah-daerah
tangkapan yang ukurannya berbeda.
Efisiensi runoff (volume runoff per luasan area) meningkat dengan menurunnya ukuran daerah-
tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti semakin besar (lama) waktu
konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi runoff. Akan tetapi harus diingat bahwa diagram pada
gambar di atas dibuat dari kasus khusus di daerah “Negev desert” dan tidak berlaku umum di
daerah-daerah lainnya. Diagram ini menyajikan pola kecenderungan umum hubungan runoff dan
ukuran daerah tangkapan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Persebaran (Aqihan) Limpasan Permukaan


Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck, 1939: 158) adalah
sebagai berikut :
1. Curah hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan aliran yang kuat,
tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang permanen. Sebagai contoh, sungai-
sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih banyak jika dibandingkan dengan di bagian barat.
2. Tanah-tanah ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh cenderung menyerap
air hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) . Seperti pada daerah-daerah tinggi yang luas
dipantai selatan Alabama dan Missisipi, walaupun curah hujan tinggi tetapi sungai tidak banyak
jumlahnya.
3. Daerah yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah tanah) tidak
menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah Karst Dalmatia tidak mempunyai
banyak sungai, walaupun curah hujannya paling lebat didaerah Eropa.
4. Daerah arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik volume, jumlah air ,
maupun keadan permanen aliran yang minimum.
5. Tanah-tanah liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan yang
mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan erosi.

Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti muatan sedimen
unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai mempunyai ciri yang tersendiri dan
berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut, dan sebagainya. Adapun ciri tersebut adalah
sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan Akub (1977: 38) antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Pengalirannya tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya lambat, menghilang ke
bawah permukaan dan sebagainya.
2. Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material
batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.
3. Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing yang
bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada lembah-lembah yang dalam.

Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa anak sungai yang tergabung ke dalam
sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut DAS
merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui system
sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran hulu,
daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi proses geomorfik
yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi vertical, bagian daerah
tengah terjadi erosi vertical dan lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah aliran hilir terjadi proses
erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah mengambil (mengerosi/ mengikir),
mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu
mengalami perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya lembah.
Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis, mengambil bahan
lepas, mengangkut dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya tidak tetap dan sifatnya
dinamik (mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi tersebut
bias berupa erosi mudik(menyebabkan lembah panjang kearah ulu), erosi lateral (menyebabkan
pelebaran lembah), dan erosi vertical (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat
bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada stadium tua.
Terbentuknya meander menyebabkab bertambah panjangnya lembah. Meander merupakan
aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral, sehingg dengn
berliku-likunya aliran sungai lembah sungaipun bertambah panjang. Perubahan muka air laut dimana
sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air laut ini dapat disebabkan karena terjadi
pengangkatan dasar laut atau penurunana dasar laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan
dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut
dan garis pantai bertambah lebar.

F. Pengukuran Limpasan

1. Menghitung Debit Puncak (Q) Dan Koefisien Run Off (C)


Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air
infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas
permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah masuk ke
dalam tanah, terutam a pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan
tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir
sering juga disebut air larian atau limpasan.
Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian adalah
besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan waktu tercapainya debit
puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air
untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian
berlangsung ketika curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah. Semakin lama dan semakin
tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air larian semakin besar. Namun intensitas hujan yang
terlalu tinggi dapat menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori -pori tanah
akibatnya menurunkan kapasitas infiltrasi.
Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar mera ta di seluruh wilayah
DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif. Disamping itu, faktor lain yang
mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi dan tataguna
lahan. Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air larian. Kerapatan daerah
aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi
kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air larian sehingga debit puncak tercapai dalam
waktu yang cepat. Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air
infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.

· Perhitungan Koefisien Runoff


Koefisien Air Larian
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larian
terhadap besarnya curah hujan.

(dalam suatu DAS)

atau

dimana:
di = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan
menjadi air larian.

Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah


suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian
besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar.
Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan. Semakin curam
kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut.
· Pengukuran Volume Aliran Sungai (kecepatan)

Debit atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan volum per satuan
waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada alur sungai yang akan diukur. Besar
debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil pengukuran kecepatan aliran yang melalui suatu luasan
penampang basah. Metode pengukuran debit ini dikenal dengan istilah metode kecepatan-luas
(velocity-area method). Bentuk persamaan ini dapat diekspresikan sebagai berikut:

Q = Av

di mana:
Q = laju volume aliran (cfs atau m3/detik)
A = luas penampang melintang alur sungai (f2 atau m2)adalah kecepatan rata-rata pada
v = penampang melintang alur sungai (ft/sec atau m/detik)

Kecepatan aliran tersebut dapat diukur secara manual ataupun dengan alat current meter.
Pengukuran kecepatan aliran sungai dengan current meter umumnya harus memperhatikan
karakteristik alur sungai terutama lebar dan dalamnya alur. Berdasarkan karakteristik alur tersebut
maka ada 4 tipe pengukuran kecepatan aliran, yaitu tipe satu titik hingga lima titik. Data debit sungai
dengan menggunakan hasil pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran umumnya
telah direkap dan diformulasikan dalam suatu persamaan dan kurva tinggi muka air-debit aliran
sungai atau lebih dikenal dengan istilah stage-discharge rating cuve yang senantiasa dikoreksi untuk
setiap kurun waktu atau peristiwa tertentu.
Berdasarkan persamaan atau kurva tersebut maka pengukuran di lapangan hanya mencakup
tinggi muka air sungai tiap waktu (stage-hydrograph). Penggabungan dan analisis kedua kurva
tersebut akan menghasilkan kurva hidrograf aliran (discharge hydrograph) yang sangat bermanfaat
dalam analisis hidrologi lebih lanjut. Namun, umumnya data debit hasil pengukuran hanya terdapat
pada DAS besar sehingga untuk analisis pada DAS kecil sering kali kesulitan. Untuk mengatasinya
maka dikembangkan metode prediksi limpasan dan aliran sungai yang identik atau pengembangan
lebih jauh dari analisis debit.
2. Pengukuran Metode Pengaruh Debit Limpasan Permukaan
· Pengukuran Debit
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang
terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan
pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
Beberapa metode pengukuran debit aliran sungai ;
A. Velocity Method
Q = A.V
Pada prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Penampang
basah (A) diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran kedalaman dengan
tongkat pengukur atau kabel pengukur. Kecepatan aliran (V) dapat diukur dengan metode : metode
current-meter dan metode apung. Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran
(kecepatan arus). Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling (proppeler type) dan tipe
canting (cup type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah vertikal
maupun horisontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik.
Debit aliran sungai dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit
cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat turbulensi aliran)
dan tingkat ketelitian yang akan dicapai.
* Pengukuran Debit dengan Cara Apung (Float Area Methode)
Q=AxkxU
dimana
Q = debit (m3/det)
U = kecepatan pelampung (m/det)
A = luas penampang basah sungai (m2)
k = koefisien pelampung
kecepatan aliran (V) ditetapkan berdasarkan kecepatan pelampung (U)
luas penampang (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar saluran (L) dan kedalaman saluran (D)
debit sungai (Q) = A x V atau A = A x k dimana k adalah konstanta
Sumber : Hatma Suryatmojo, 2006
* Pengukuran Debit dengan Current-meter
kecepatan diukur dengan current meter
luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan air.
Kedalaman dapat diukur dengan mistar pengukur, kabel atau tali.
Tabel 4. Perhitungan Pengukuran dengan Current Meter
Sumber :Hatma Suryatmojo, 2006
Vs di ukur 0,3 m dari permukaan air dan Vb di ukur 0,3 m di atas dasar sungai. Kecepatan aliran
dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putarannya (N = putaran/dt).
Kecepatan aliran V = aN + b dimana a dan b adalah nilai kalibrasi alat current meter. Hitung jumlah
putaran dan waktu putaran baling-baling (dengan stopwatch).
* Pengukuran Debit dengan Metode Kontinyu
Current meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan yang konstant dari
permukaan dan setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke atas dengan kecepatan yang sama.
Sumber : Hatma Suryatmojo, 2006
B. Pengukuran Debit dengan Metode Hidrograf
Hidrograf merupakan suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi muka air dan waktu
sehingga dari data tersebut dapat diketahui besarnya debit. Hidrograf tinggi muka air dihasilkan dari
rekaman alat yang disebut Automatic Water Level Recorder (AWLR)
Hidrograf Tinggi Muka Air dan Curah Hujan
Bentuk DAS akan mempengaruhi kecepatan aliran yang menyebabkan perbedaan nilai Debit,
Gambar 9. merupakan pengaruh bentuk DAS Terhadap hidrograf yang dihasilkan
Sumber Gambar : Seyhan, 1990
Selain pengaruh dari bentuk DAS yang mempengaruhi TC dan bentuk lengkung hidrograf, arah hujan
juga menentukan besarnya TC dan bentuk lengkung hidrograf. seperti pada gambar 10. dibawah ini
Sumber Gambar : Seyhan, 1990
1. Debit Puncak (Qp)
Debit puncak pada suatu DAS dapat dihitung dengan menggunakan persamaan rasional ;
Qp = 0.278CiA
di mana:
Qp = debit puncak (m3/detik)
C = koefisien limpasan (rasio tebal limpasan dan tebal curah hujan)
i = intensitas hujan (mm/jam) ketika lama hujan (tr) pada DAS tersebut sama dengan waktu
konsentrasinya (tc)
A = luas DAS ( km2)
Persamaan lain adalah yang dikembangkan oleh Burkli-Ziegler:
Q = CiA [S/A]^0.25
di mana:
Q = debit puncak (cfs)
C = koefisien limpasan
I = intensitas hujan (inch/jam)
A = luas DAS
S = kemiringan permukaan tanah rata-rata

G. PROSES TERJADINYA RUNOFF (LIMPASAN PERMUKAAN)

Pada saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan tajuk vegetasi. Ini
biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi. Kalau hujan berlangsung terus, air hujan yang
mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf
dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di
permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan
setelah itu barulah terjadi runoff.
Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula oleh
kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya tinggi, tetapi kalau
hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai nilai keseimbangan yang disebut sebagai
laju infiltrasi akhir. Proses runoff akan berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari
kapasitas infiltrasi aktual, tetapi runoff segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga
kurang dari laju infiltrasi aktual.

Anda mungkin juga menyukai