air lainnya. Limpasan permukaan ini berasal dari overlandflow yang segera masuk kedalam alur
sungai. Aliran ini merupakan komponen aliran banjir yang utama.
· Limpasan adalah apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS melebihi kapasitas
infiltrasi,setelah laju infiltrsi terpenuhi air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah.
Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh,selanjutnya air akan mengalir (melimpas) diatas
permukaan tanah.
· Limpasan permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena penuhnya
kapasitas infiltrasi tanah. Limpasan merupakan unsur penting dalam siklus air dan salah satu
penyebab erosi.
Limpasan yang terjadi pada permukaan sebelum mencapai saluran juga disebut sumber
Nonpoint . Jika sumber Nonpoint mengandung kontaminan buatan manusia, limpasan disebut
pencemaran sumber Nonpoint . Luas tanah yang menghasilkan limpasan yang mengalir ke titik yang
sama disebut aliran sungai . Ketika limpasan mengalir di sepanjang tanah, dapat mengambil
kontaminan tanah termasuk, namun tidak terbatas pada minyak bumi , pestisida , atau pupuk yang
menjadi debit atau polusi sumber Nonpoint. Selain menyebabkan erosi air dan polusi, permukaan
limpasan di daerah perkotaan adalah penyebab utama banjir perkotaan yang dapat mengakibatkan
kerusakan properti, basah dan cetakan di ruang bawah tanah , dan jalan banjir.
Pengertian dan Definisi Istilah Aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya variasi
proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai.
Dalam analisis hidrologi aliran permukaan dan aliran antara dapat dikelompokkan menjadi satu yang
disebut aliran langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.
Tipe Sungai:
1. Sungai Perennial
Sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun,aliran sungai perennika adalah aliran dasar
yang beraal datri aliran air tanah,sungai tipe ini terjadi pada DAS yang sangat baik yang masih
mempunyai hutan lebat.
2. Sungai Ephemeral
Sungai yang mempunyai debit hanya apabila terjadi hujan yang melebihi laju
infiltrasi.Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai,sehingga sungai tidak menerima
aliran air tanah yang berarti tidak mempunyai aliran dasar (base flow) contoh di : nusa tenggara
3. Sungai Intermitten
Sungai yang mempunyai karakteristik campuran antara kedua tipe di atas.Pada suatu periode
tertentu bersifat sungai perennial dan pada waktu tertentu bersifat sebgai sungai ephemal.
Q = b (P-Pa)
Dimana:
Q : kedalaman limpasan
P : kedalaman hujan
Pa: kedalaman hujan dibawah nilai tersebut tidak terjadi limpasan
b : Kemiringan garis
Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan dan distribusi hujan, ada
beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan langsung dengan
kejadian dan volume runoff.
1. Tipe Tanah
Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan kapasitas
simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas infiltrasdi tertinggi dijumpai pada
tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat dan berliat biasanya
mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah. Bagan-bagan berikut menyajikan beragam kapasitas
infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe tanah. Kapasitas infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas
tanah pada akhir periode hujan sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun
dengan waktu (asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil
tanah telah jenuh air.
Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak mengalami
gangguan. Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat dengan meningkatnya
intensitas hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan air hujan sangat
besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini dapat menghancurkan agregat tanah dan
dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat
tersumbat dan terbentuklah lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga
mereduksi kapasitas infiltrasi.
Fenomena seperti ini lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai pola hujan dengan
intensitas tinggi dan frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar meskipun hujannya sebentar dan
kedalaman hujan relatif kecil.
Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan kandungan liat
20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi
menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-permukaan ini relatif kecil.
2. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase
pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya tanaman serealia,
mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil dibandingkan dengan rumput penutup tanah
yang rapat. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi terhapad kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi
yang rapat menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan. Selain itu,
perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga
memungkinkan lebih banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air
permukaan terutama pada lereng yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak
untuk meresap dalam tanah atau menguap.
Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti muatan sedimen
unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai mempunyai ciri yang tersendiri dan
berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut, dan sebagainya. Adapun ciri tersebut adalah
sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan Akub (1977: 38) antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Pengalirannya tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya lambat, menghilang ke
bawah permukaan dan sebagainya.
2. Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material
batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.
3. Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing yang
bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada lembah-lembah yang dalam.
Sungai sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa anak sungai yang tergabung ke dalam
sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut DAS
merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui system
sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah aliran hulu,
daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi proses geomorfik
yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi vertical, bagian daerah
tengah terjadi erosi vertical dan lateral kira-kira sama kuat, dan didaerah aliran hilir terjadi proses
erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah mengambil (mengerosi/ mengikir),
mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu lembah sungai sangat tidak tetap dalam arti selalu
mengalami perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang, lebar atau dalamnya lembah.
Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis, mengambil bahan
lepas, mengangkut dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya tidak tetap dan sifatnya
dinamik (mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi tersebut
bias berupa erosi mudik(menyebabkan lembah panjang kearah ulu), erosi lateral (menyebabkan
pelebaran lembah), dan erosi vertical (menyebabkan pendalaman lembah). Lembah dapat
bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada stadium tua.
Terbentuknya meander menyebabkab bertambah panjangnya lembah. Meander merupakan
aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral, sehingg dengn
berliku-likunya aliran sungai lembah sungaipun bertambah panjang. Perubahan muka air laut dimana
sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air laut ini dapat disebabkan karena terjadi
pengangkatan dasar laut atau penurunana dasar laut. Terjadinya penurunan dan pendangkalan
dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang kearah laut, muara bergeser kearah laut
dan garis pantai bertambah lebar.
F. Pengukuran Limpasan
atau
dimana:
di = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan
menjadi air larian.
Debit atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan volum per satuan
waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada alur sungai yang akan diukur. Besar
debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil pengukuran kecepatan aliran yang melalui suatu luasan
penampang basah. Metode pengukuran debit ini dikenal dengan istilah metode kecepatan-luas
(velocity-area method). Bentuk persamaan ini dapat diekspresikan sebagai berikut:
Q = Av
di mana:
Q = laju volume aliran (cfs atau m3/detik)
A = luas penampang melintang alur sungai (f2 atau m2)adalah kecepatan rata-rata pada
v = penampang melintang alur sungai (ft/sec atau m/detik)
Kecepatan aliran tersebut dapat diukur secara manual ataupun dengan alat current meter.
Pengukuran kecepatan aliran sungai dengan current meter umumnya harus memperhatikan
karakteristik alur sungai terutama lebar dan dalamnya alur. Berdasarkan karakteristik alur tersebut
maka ada 4 tipe pengukuran kecepatan aliran, yaitu tipe satu titik hingga lima titik. Data debit sungai
dengan menggunakan hasil pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran umumnya
telah direkap dan diformulasikan dalam suatu persamaan dan kurva tinggi muka air-debit aliran
sungai atau lebih dikenal dengan istilah stage-discharge rating cuve yang senantiasa dikoreksi untuk
setiap kurun waktu atau peristiwa tertentu.
Berdasarkan persamaan atau kurva tersebut maka pengukuran di lapangan hanya mencakup
tinggi muka air sungai tiap waktu (stage-hydrograph). Penggabungan dan analisis kedua kurva
tersebut akan menghasilkan kurva hidrograf aliran (discharge hydrograph) yang sangat bermanfaat
dalam analisis hidrologi lebih lanjut. Namun, umumnya data debit hasil pengukuran hanya terdapat
pada DAS besar sehingga untuk analisis pada DAS kecil sering kali kesulitan. Untuk mengatasinya
maka dikembangkan metode prediksi limpasan dan aliran sungai yang identik atau pengembangan
lebih jauh dari analisis debit.
2. Pengukuran Metode Pengaruh Debit Limpasan Permukaan
· Pengukuran Debit
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang
terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan
pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
Beberapa metode pengukuran debit aliran sungai ;
A. Velocity Method
Q = A.V
Pada prinsipnya adalah pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran. Penampang
basah (A) diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan pengukuran kedalaman dengan
tongkat pengukur atau kabel pengukur. Kecepatan aliran (V) dapat diukur dengan metode : metode
current-meter dan metode apung. Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran
(kecepatan arus). Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling (proppeler type) dan tipe
canting (cup type). Oleh karena distribusi kecepatan aliran di sungai tidak sama baik arah vertikal
maupun horisontal, maka pengukuran kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik.
Debit aliran sungai dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit
cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat turbulensi aliran)
dan tingkat ketelitian yang akan dicapai.
* Pengukuran Debit dengan Cara Apung (Float Area Methode)
Q=AxkxU
dimana
Q = debit (m3/det)
U = kecepatan pelampung (m/det)
A = luas penampang basah sungai (m2)
k = koefisien pelampung
kecepatan aliran (V) ditetapkan berdasarkan kecepatan pelampung (U)
luas penampang (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar saluran (L) dan kedalaman saluran (D)
debit sungai (Q) = A x V atau A = A x k dimana k adalah konstanta
Sumber : Hatma Suryatmojo, 2006
* Pengukuran Debit dengan Current-meter
kecepatan diukur dengan current meter
luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan lebar permukaan air.
Kedalaman dapat diukur dengan mistar pengukur, kabel atau tali.
Tabel 4. Perhitungan Pengukuran dengan Current Meter
Sumber :Hatma Suryatmojo, 2006
Vs di ukur 0,3 m dari permukaan air dan Vb di ukur 0,3 m di atas dasar sungai. Kecepatan aliran
dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling per waktu putarannya (N = putaran/dt).
Kecepatan aliran V = aN + b dimana a dan b adalah nilai kalibrasi alat current meter. Hitung jumlah
putaran dan waktu putaran baling-baling (dengan stopwatch).
* Pengukuran Debit dengan Metode Kontinyu
Current meter diturunkan kedalam aliran air dengan kecepatan penurunan yang konstant dari
permukaan dan setelah mencapai dasar sungai diangkat lagi ke atas dengan kecepatan yang sama.
Sumber : Hatma Suryatmojo, 2006
B. Pengukuran Debit dengan Metode Hidrograf
Hidrograf merupakan suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi muka air dan waktu
sehingga dari data tersebut dapat diketahui besarnya debit. Hidrograf tinggi muka air dihasilkan dari
rekaman alat yang disebut Automatic Water Level Recorder (AWLR)
Hidrograf Tinggi Muka Air dan Curah Hujan
Bentuk DAS akan mempengaruhi kecepatan aliran yang menyebabkan perbedaan nilai Debit,
Gambar 9. merupakan pengaruh bentuk DAS Terhadap hidrograf yang dihasilkan
Sumber Gambar : Seyhan, 1990
Selain pengaruh dari bentuk DAS yang mempengaruhi TC dan bentuk lengkung hidrograf, arah hujan
juga menentukan besarnya TC dan bentuk lengkung hidrograf. seperti pada gambar 10. dibawah ini
Sumber Gambar : Seyhan, 1990
1. Debit Puncak (Qp)
Debit puncak pada suatu DAS dapat dihitung dengan menggunakan persamaan rasional ;
Qp = 0.278CiA
di mana:
Qp = debit puncak (m3/detik)
C = koefisien limpasan (rasio tebal limpasan dan tebal curah hujan)
i = intensitas hujan (mm/jam) ketika lama hujan (tr) pada DAS tersebut sama dengan waktu
konsentrasinya (tc)
A = luas DAS ( km2)
Persamaan lain adalah yang dikembangkan oleh Burkli-Ziegler:
Q = CiA [S/A]^0.25
di mana:
Q = debit puncak (cfs)
C = koefisien limpasan
I = intensitas hujan (inch/jam)
A = luas DAS
S = kemiringan permukaan tanah rata-rata
Pada saat hujan turun, tetesan pertama air hujan ditangkap oleh daun dan tajuk vegetasi. Ini
biasanya disebut sebagai simpanan intersepsi. Kalau hujan berlangsung terus, air hujan yang
mencapai permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf
dimana intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di
permukaan tanah, parit-parit, dan cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan
setelah itu barulah terjadi runoff.
Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula oleh
kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya tinggi, tetapi kalau
hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai nilai keseimbangan yang disebut sebagai
laju infiltrasi akhir. Proses runoff akan berlangsung terus selama intensitas hujan lebih besar dari
kapasitas infiltrasi aktual, tetapi runoff segera berhenti pada saat intensitas hujan menurun hingga
kurang dari laju infiltrasi aktual.