Anda di halaman 1dari 18

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1. Perencanaan Transportasi ......................................................................... 3
2.2. Pengertian Tata Guna Lahan .................................................................... 3
2.3. Karakteristik Penggunaan Lahan .............................................................. 4
2.4. Konsep Pola Penggunaan Lahan .............................................................. 5
2.5. Penentu Tata Guna Lahan ........................................................................ 6
2.6. Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi ............................................... 6
2.7. Interaksi Tata Guna Lahan Dalam Perencanaan Sistem Transportasi...... 8
2.8. Dampak Tata Guna Lahan dan Nilainya ................................................ 10
2.8.1. Persebaran lahan dan dampak relokasi ........................................... 10
2.8.2. Nilai lahan ....................................................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................. 15
3.1. Simpulan ................................................................................................. 15
3.2. Saran ....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang luas, terdiri dari beribu pulau dengan
jumlah penduduk yang besar. Semakin meningkatnya pertumbuhan jumlah dan
kebutuhan penduduk, semakin meningkat pula kebutuhan tempat atau lahan untuk
tempat kegiatan dan tentunya prasarana untuk menunjang dalam memenuhi
kebutuhan tersebut. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa lingkungan identik
dengan lahan. Sikap serta kebijaksanaan masyarakat terhadap lahan akan
menentukan aktifitasnya. Aktifitas itulah yang akan meninggalkan bekas di atas
lahan.
Seiring dengan perkembangan waktu, transportasi dan pengunaan lahan
menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Dalam konteks perencanaan,
transportasi dan penggunaan lahan memiliki tujuan yang terarah dan spesifik. Di
dalam system transportasi, tujuan perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk
pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari
berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di dalam penggunaan lahan, tujuan dari
perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan.
Melalui makalah ini, kami berusaha untuk memberikan persepsi atau pandangan
serta ulasan secara lebih mendalam mengenai aktifitas penggunaan lahan dalam
kaitannya dengan aktifitas transportasi. Apakah transportasi menjadi faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan aktifitas penggunaan lahan, ataukah
sebaliknya, penggunaan lahan menjadi faktor yang mempengaruhi aktifitas
transportasi. Pada konteks ini, kami juga akan memberikan ulasan singkat
mengenai faktor utama yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan dan aktifitas
transportasi baik itu di perkotaan maupun di pedesaan.
Dalam membuat perencanaan suatu sistem jaringan transportasi hendaknya
dipertimbangkan faktor yang sangat mempengaruhi sistem antara lain karakteristik
permintaan, tata guna lahan serta kondisi yang ada di suatu daerah. Faktor yang
tidak kurang pentingnya adalah sistem jaringan transportasi pada umumnya dan
system jaringan jalan raya dan jalan kereta api pada khususnya yang akan

1
diterapkan harus mampu dikembangkan untuk memenuhi permintaan akan jasa
transportasi pada masa yang akan datang. Penerapan jaringan jalan raya yang tidak
sesuai dengan tata guna lahan, karakteristik permintaan, kondisi daerah setempat,
serta tidak melalui suatu perencanaan yang baik sering menimbulkan masalah yang
sulit ditanggulangi terutama jika permintaan akan jasa transportasi sudah
melampaui kapasitas sistem yang ada.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas di dapat rumusan masalah sebegai
berikut:
Bagaimana Pengaruh Tentang Tata Guna Lahan Terhadap Perencanaan
Transportasi ?
1.3. Tujuan
Menjelaskan Bagaimana Pengaruh Tentang Tata Guna Lahan Terhadap
Perencanaan Transportasi.
1.4. Manfaat
Menjelaskan Bagaimana Pengaruh Tentang Tata Guna Lahan Terhadap
Perencanaan Transportasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Perencanaan Transportasi


Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perencaaan kota. Pertimbangan yang matang sangat diperlukan agar rencana kota
tidak menghasilkan dampak kesemrawutan lalu lintas di masa yang akan datang.
Menurut Tamin (1997: 20), perencanaan transportasi adalah suatu proses yang
tujuannya mengembangkan sistem yang memungkinkan manusia dan barang
bergerak atau berpindah tempat dengan aman, murah dan cepat. Dengan
perencanaan transportasi diharapkan mampu mengurangi dampak pertumbuhan
penduduk, kondisi lalu lintas dan perluasan kota yang menyebabkan terjadinya
perubahan guna lahan.
Perencanaan transportasi juga merupakan proses yang bertujuan untuk
menentukan perbaikan kebutuhan atau fasilitas transportasi baru dan layak untuk
daerah tertentu (Catanese, 1992: 367). Dalam perencanaan transportasi perlu untuk
memperkirakan permintaan atas jasa transportasi. Permintaan atas jasa transportasi
baik untuk angkutan manusia ataupun barang menggambarkan pemakaian sistem
transportasi tersebut.
2.2. Pengertian Tata Guna Lahan
Lahan menurut Sugandhy adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya
berbagai aktivitas dan merupakan sumber daya alam yang terbatas, yang
penggunaannya memerlukan penataan, penyediaan, dan peruntukannya secara
berencana untuk maksudmaksud penggunaan bagi kesejahteraan masyarakat
(Sugandhy dalam Pangarso, 2001:16)
Sedangkan definisi tata guna Lahan menurut Malingreau (1978), ”Pengunaan
Lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun
berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan buatan, yang
secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik
material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya”.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang alam
sebagai modal utama kegiatan, sebagai tempat dimana seluruh makhluk hidup

3
berada dan melangsungkan kehidupannya dengan memanfaatkan lahan itu sendiri.
Sedangkan penggunaan lahan adalah suatu usaha pemanfaatan lahan dari waktu ke
waktu untuk memperoleh hasil.
2.3. Karakteristik Penggunaan Lahan
Selaras dengan perkembangan kota dan aktivitas penduduknya maka lahan di
kota terpetak-petak sesuai dengan peruntukannya. (Jayadinata, 1999:54)
mengemukakan bahwa tata guna tanah perkotaan menunjukan pembagian dalam
ruang dan peran kota. Misalnya kawasan perumahan, kawasan tempat bekerja,
kawasan pertokoan dan kawasan rekreasi. Penggunaan lahan perkotaan terbagi
menjadi 5 kategori, yaitu; (a) lahan pertanian, (b) perdagangan, (c) industri, (d)
perumahan,dan (e) ruang terbuka.
Sugandhy menggolongkan penggunaan atas suatu lahan menjadi dua
golongan (Sugandhy dalam Pangarso 2001:16), yaitu pengunaan lahan kaitannya
dengan potensi alamiah, misalnya kesuburannya atau kandungan mineral
dibawahnya; dan penggunaan lahan kaitannya dengan penggunaannya sebagai
ruang pembangunan, yang secara langsung tidak memanfaatkan potensi alami
lahan, tetapi lebih ditentukan oleh adanya hubungan tata ruang denagn
penggunaanpenggunaan lain yang telah ada. Keterkaitan antara lahan dengan
penggunaan-penggunaan lain diatasnya, menunjukan bahwa terdapat keterkaitan
antara lahan dengan manusia. Sedangkan menurut (Webster, 1990:23), penggunaan
lahan perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut; (a) lahan permukiman, meliputi
perumahan termasuk pekarangan dan lapangan olah raga; (b) lahan jasa, meliputi
perkantoran pemerintah dan swasta, sekolahan, puskesmas dan tempat ibadah; (c)
lahan perusahaan, meliputi pasar, toko, kios dan tempat hiburan; dan (d) lahan
industri, meliputi pabrik dan percetakan.
Menurut (Winarso, 1995:11), penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi; (a)
lahan permukiman; (b) lahan perdagangan; (c) lahan pertanian; (d) lahan industri;
(e) lahan jasa; (f) lahan rekreasi; (g) lahan ibadah dan (i) lahan lainnya. Biro Pusat
Statistik (BPS) membuat klasifilcasi penggunaan lahan dengan tujuan untuk
rnengetahui produktivitas lahan (pertanian) sebagai berikut; (a) lahan pertanian
yang terdiri dari irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana PU, irigasi
non-PU, tadah hujan, tegaUkebun, kolam/empang, lahan tanaman kayu, hutan; dan

4
(b) lahan non pertanian, terdiri dari bangunan dan pekarangan, tanah kering, lain-
lain.
Menurut (Chapin 1995:69), penggunaan lahan untuk fasilitas transportasi
cenderung mendekati jalur transportasi barang dan orang sehingga dekat dengan
jaringan transportasi serta dapat dijangkau dari kawasan permukiman dan tempat
berkerja serta fasilitas pendidikan. Sementara fasilitas rekreasi, terutaina untuk
skala kota atau regional, cenderung menyesuaikan dengan potensi alam seperti
pantai, danau, daerah dengan topograti tertentu, atau flora dan fauna tertentu.
2.4. Konsep Pola Penggunaan Lahan
Pola guna lahan dapat mengidentifikasi kegiatan perkotaan di setiap zone
yang bersangkutan. Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran yaitu jenis
kegiatan, intensitas penggunaan dan aksesibilitas antar guna lahan (Warpani, 1990).
Secara terperinci hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Jenis Kegiatan Penggunaan Lahan
Jenis kegiatan dapat ditelaah dari dua aspek, yaitu yang umum
menyangkut penggunaannya (komersial, industri, permukiman) dan
yang khusus menyangkut sejumlah ciri yang lebih spesifik (daya dukung
lingkungan, luas, fungsi). Setiap jenis kegiatan menurut karakteristik
sistem transportasi tertentu sesuai dengan bangkitan yang ditimbulkan.
b. Intensitas Guna Lahan
Ukuran intensitas guna Lahan dapat ditunjukkan oleh kepadatan
bangunan dan dinyatakan dengan nisbah luas lantai per unit luas tanah.
Ukuran ini secara khusus beim dapat mencerminkan intensitas pada
kegiatan yang bersangkutan. Data ini bersama-sama dengan jenis
kegiatan menjelaskan tentang besarnya" perjalanan dari setiap zona.
c. Hubungan Antara Guna Lahan
Ukuran ini berkaitan dengan daya hubung antar zona yang terdiri dari
jenis kegiatan tertentu. Untuk mengukur tingkat aksesibilitas dapat
dikaitkan antara pola jaringan perangkutan kota dengan potensi guna
lahan yang bersangkutan.

5
2.5. Penentu Tata Guna Lahan
Penentu dalam tata guna lahan bersifat sosial, ekonomi dan kepentingan
umum. Menurut (Boris, 1997:34) mengemukakan bahwa terdapat nilai-nilai sosial
dalam hubungan dengan penggunaan lahan, yang dapat berhubungan dengan
kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalan
kebudayaan, pola tradisional dan sebagainya.
Tingkah laku atau tindakan manusia menunjukan cara bagaimana manusia
atau masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai-nilai (values) dan cita-
cita (ideas) mereké. Nilai-nilai dan cita-cita itu baik yang terungkapkan maupun
yang tidak terungkapkan adalah hasil dari pengalaman manusia dalam
perekonomian dan kebudayaan tertentu dan dalam keadaan alam tertentu, dan
merupakan pelengkap dari naluri-naluri dasar dalam kehidupan manusia. Tingkah
laku dan tindakan manusia dalam tata guna lahan disebabkan oleh kebutuhan dan
keinginan manusia yang berlaku baik dalam kehidupan sosial maupun dalam
kehidupan ekonomi. Dalam kehidupan sosial, misalnya kemudahan, sangat penting
artinya; pengaturan lokasi tempat tinggal, tempat bekerja, dan tempat rekreasi
adalah untuk kemudahan itu.
Dalam kehidupan ekonomi, daya guna lahan dan biaya adalah faktor yang
sangat penting. Untuk itu dilakukan pengaturan tempat sekolah, tempat hunian dan
tempat rekreasi yang ekonomis berhubungan dengan pendapatan perkapita, dan
sebagainya. Sementara itu kepentingan umum yang menjadi penentu dalam tata
guna lahan meliputi kesehatan, keamanan, moral, dan kesejahteraan umum
(termasuk kemudahan, keindahan, kenyamanan) dan sebagainya. Didalam kota
hams terdapat pengaturan tentang penyediaan perlengkapan bagi kehidupan sosial
keluarga masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, keindahan lingkungan
2.6. Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi
Sistem Transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja,
sekolah, olahraga; belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas bidang tanah
(kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Untuk memenuhi kebutuhannya,
manusia melakukan perjalanan di antara guna lahan tersebut dengan menggunakan
sistim jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan orang, kendaraan, dan
barang. Pembangunan suatu areal lahan akan menyebabkan timbulnya lalu-

6
lintasyang akan mempengaruhi yang baik akan mempengaruhi pola pemanfaatan
lahan. interaksi antara tata guna lahan dengan transportasi tersebut dipengaruhi oleh
peraturan dan kebijakan. Dalam jangka panjang, pembangunan prasarana
transportasi ataupun penyediaan sarana transportasi dengan teknologi modern akan
mempengaruhi bentuk dan pola tata guna lahan sebagai akibat tingkat aksesibilitas
yang meningkat (Tamin,2000:503).
Perencanaan transportasi dibutuhkan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan
kondisi lalu-lintas dan perluasan wilayah. Pertumbuhan wilayah kota perlu
direncanakan jika diketahui atau diharapkan bahwa penduduk disuatu tempat akan
bertambah dan berkembang pesat dan juga jika tingkat pertumbuhan penduduk
meningkat, karena hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah kendaraan dan
perumahan. Kemudian kondisi lalu lintas perlu ditinjau kembali, apabila kepadatan
dan kemacetan di jalan meningkat serta sistim pergerakan dalam suatu wilayah
tidak ekonomis lagi.

Gambar 2.1 Hubungan Antara Transportasi dengan Guna Lahan


Sumber : Paquette, 1980
Dari Gambar tersebut terlihat bahwa suatu perubahan guna lahan akan
menyebabkan meningkatnya bangkitan pergerakan, kebutuhan transportasi dan
fasilitasnya. Peningkatan ini akan menyebabkan meningkatnya tingkat aksesibilitas
yang nantinya akan menyebabkan naiknya nilai lahan suatu kawasan, peningkatan

7
nilai lahan pada akhirnya akan menyebabkan tumbuhnya aktivitas-aktivitas yang
sesuai dengan kondisi kawasan, sehingga memicu perkembangan intensitas
bangunan yang tinggi pada guna lahan tersebut. Bila akses transportasi ke suatu
ruang kegiatan (persil lahan) di perbaiki, maka ruang kegiatan tersebut akan lebih
menarik dan biasanya menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya ruang
kegiatan akan meningkat pula kebutuhan akan transportasi. Peningkatan ini
kemudian menyebabkan kelebihan beban pada transportasi yang harus
ditanggulangi. Siklus ini akan terulang lagi jika aksesbilitas diperbaiki (Paquatte,
1980).
2.7. Interaksi Tata Guna Lahan Dalam Perencanaan Sistem Transportasi
Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya
dianggap membentuk satu land-use transport system. Agar tata guna lahan dapat
terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan
baik. Sistem transportasi yang tidak baik tentunya akan menghalangi aktivitas tata
guna lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan
akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.
Dengan sistem transportasi atau perhubungan yang baik akan mampu
mengendalikan pergerakan manusia dan atau barang secara lancar, aman, cepat,
murah dan nyaman. Sistem transportasi melayani berbagai aktivitas, seperti
industri, pariwisata, perdagangan, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Aktivitas
tersebut dilakukan pada sebidang lahan (industri, sawah, tambang, perkotaan,
daerah pariwisata dan lain sebagainya). Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia
melakukan perjalanan antara tata guna tanah tersebut dengan menggunakan sistem
jaringan transportasi sehingga menghasilkan pergerakan arus lalu lintas.
Pada hakekatnya, kegiatan transportasi merupakan penghubung 2 lokasi tata
guna lahan yang mungkin berbeda tetapi mungkin pula sama (Nasution, 2004: 23).
Mengangkut orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain berarti
memindahkan dari satu guna lahan ke guna lahan yang lain dan mengubah nilai
ekonomi orang atau barang tersebut.
Pola sebaran geografis tata guna lahan (sistem kegiatan), kapasitas dan lokasi
dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume
dan pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan

8
transportasi akan mempunyai efek timbal balik terhadap lokasi tata guna lahan yang
baru dan perlunya peningkatan prasarana. Secara diagram digambarkan oleh
Khisty, (1990: 10) dan Setijowarno dan Frazila (2003: 49) sebagai berikut:

Gambar 2.2. Interaksi Guna Lahan-Transportasi


Konsep perencanaan transportasi biasanya dilakukan secara berturut sebagai
berikut:
1. Aksesibilitas: suatu ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan
perjalanan. Konsep ini bersifat lebih abstrak jika dibandingkan dengan 5
konsep berikut. Konsep ini dapat digunakan untuk mengalokasikan
problem yang terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi
solusi-solusi alternatif.
2. Pembangkit Lalulintas: bagaimana perjalanan dapat dibangkitkan oleh
tata guna tanah.
3. Sebaran Pergerakan: bagaimana perjalanan tersebut disebarkan secara
geografis di dalam daerah perkotaan.
4. Pemilihan Moda Transportasi: menentukan faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk suatu tujuan
perjalanan tertentu.
5. Pemilihan Rute: menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan rute
Antara zona asal dan tujuan. Hal ini diperuntukkan khusus untuk
kendaraan pribadi.

9
6. Hubungan antara Waktu, Kapasitas dan Arus Lalulintas: waktu
tempuh perjalanan akan sangat dipengaruhi oleh kapasitas ruas jalan
yang ada dan jumlah arus lalulintas yang menggunakannya.
2.8. Dampak Tata Guna Lahan dan Nilainya
Di samping dampak transportasi terhadap lingkungan alamiah, terdapat juga
dampak terhadap tata guna lahan dan nilai lahan. Barangkali yang paling nyata dari
dampak ini ialah pembebasan lahan untuk pembuatan jalan baru bagi sarana
transportasi; dengan demikian tata guna lahan diubah untuk keperluan transportasi.
Juga perubahan tingkat pelayanan transportasi (dan harga) di suatu daerah mungkin
akan mempengaruhi jenis tata guna lahan tertentu yang tidak akan terjaditanpa
adanya perubahan tadi. Ini mempunyai dampak yang potensial dalam mengubah
bukan saja tata guna lahan secara parsial, tetapi juga melalui perubahan tesebut
kualitas kehidupan secara keseluruhan dari suatu daerah dan nilai lahannya akan
berwujud lain.
2.8.1. Persebaran lahan dan dampak relokasi
Dengan terjadinya urbanisasidi banyak negara maka kebutuhan untuk
mengembangkan kapasitas transportasi perkotaan akan semakin mendesak.
Pengembangan tersebut biasanya akan membutuhkan tambahan lahan. Walaupun
agak mengherankan tambahan lahan tersebut hanya sedikit pengaruhnya terhadap
total area yang disediakan untuk prasarana transpor. Walau demikian, tambahan
lahan tertentu tetap menimbulkan masalah yang muncul. Lahan untuk transpor
harus tersedia secara kontinu dengan minimum lebar tertentu. Untuk prasarana
berkapasitas tinggi di daerah perkotaan biasanya dihindarkan dari gangguan lalu-
lintas yang memotong, sehingga harus mempertinggi atau memperendah elevasi
jalur tadi pada lokasi-lokasi tertentu. Ini menyebabkan hambatan untuk
menyeberang di sarana transportasi baru. Hambatanhambatan ini juga akan
mengganggu kehidupan bertetangga, banyak rumah warga yang harus dipindahkan
yang menimbulkan masalah ekonomi sosial tersendiri. Dari segi estetika mungkin
prasarana yang dibangun kurang enak dipandang. Sehingga areal tersebut mungkin
kurang enak dihuni. Karena alasan-alasan diatas, maka dewasa ini pembangunan
sarana transportasi baru harus memperhitungkan secara integral dengan daerah
sekitarnya.

10
Dari seluruh dampak akibat dibangunnya suatu prasarana transportasi yang
baru, pembebasan lahan menimbulkan masalah yang paling sulit dan kontroversial.
Prinsipnya pembebasan lahan sama dengan membeli lahan untuk kegiatan ekonomi
baru lainnya. Karena pembangunan sarana transportasi akan memerlukan sebidang
lahan yang menerus sepanjang rute dimana prasaran tadi akan dibangun, maka
lahan yang akan dibangun yang harus dibeli hanya laha pada lokasi tertentu saja
dan bukan lahan yang terletak pada sembarang lokasi. Pemerintah telah
memberikan kebebasan kepada penguasa atau badan–badan yang akan membangun
prasarana tersebut untuk membelinya dengan harga pasar yang wajar, tanpa
tergantung kemauan pemilik lahan (hak pemerintah). Hal ini berarti memaksa
penduduk untuk pindah dan akan menimbulkan keadaan yang tidak sehat dan
kontroversial. Disamping itu disamping kesukaran dalam menentukan harga pasar
wajar, tentu saja nilai lahan berbeda-beda menurut pemilik.
Masalah lain yang berkaitan dengan pembebasan lahan untuk transportasi
adalah bahwa penggunaan lahan yang baru untuk suatu saran transportasi
mempunyai sejumlah karakteristik yang sering tidak diinginkan oleh
lingkungannya. Misalnya, jalan yang baru tadi mungkin akan membuat sepi jalan-
jalan yang lain dan trotoar yang ada dan membelah lingkungan menjadi dua bagian
terpisah. Sebagian sarana transportasi tidak membayar pajak kekayaan, tidak seperti
lahan lainnya. Oleh karena itu pemerintah kota atau badan-badan lain mungkin akan
mengalami pengurangan penghasilan dari pajak bumi atas lahan. Sudah barang
tentu apabila harga lahan di sekitar fasilitas tersebut cukup tinggi
Untuk mengatasi masalah akibat pembebasan lahan dan relokasi tata guna
lahan dikeluarkan undang-undang yang menentukan cara-cara pembebasan lahan
untuk transportasi umum. Dengan ini diharapkan tidak akan ditemui permasalahan
yang mungkin timbul akibat kegiatan tersebut. Namun demikian terbukti masih
banyak ditemui permasalahan di lapangan seperti di perkotaan tidak cukup lahan
pengganti untuk penduduk yang direlokasi, kegiatan bisnis mikro yang apabila
direlokasi mereka akan sangat terpukul dan harus memulai dari awal atau masalah
psikologis terutama bagi mereka yang telah cukup umur bahkan akan kehilangan
relasi karena jarak semakin jauh. Dengan semua masalah ini tidak pelaklagi
terdapat berbagai tantangan keras bagi pembangunan fasilitas transportasi baru

11
apabila fasilitas ini memerlukan relokasi penduduk atau perekonomian. Akan tetapi
ketentuan mengenai kompensasi finansial terhadap pertimbangan masalah masing-
masing penduduk serta bantuan-bantua untuk relokasi akan dapat membantu
mengatasi kesulitan tersebut.
2.8.2. Nilai lahan
Wajar kiranya bahwa perbaikan pelayan tarnsport di suatu daerah akan
mengakibatkan naiknya nilai lahan itu, apabila kondisi lainnya tidak berubah.
Pedagang akan memandang kemudahan transpor ke tempat lain mereka sebut
aksesibilitas; denga sebidang lahan akan bertambah dengan meningkatnya
pelayanan sisitem transportasi dan karena itu harga lahan tadi akan meningkat pula.
Contoh sederhana memeperlihatkan dua karakteristik penting perbaikan
transportasi. Pertama, pengurangan biaya transportasi membuat pendapatan akan
tersedia untuk pemakaian lainnya yang dapat pula mengikuti peningkatan
pengeluaran untuk rumah. Kedua, pengurangan biaya transpor pada umumnya akan
membawa lebih banyak lahan yang dapat dipakai untuk pemukiman atau kegiatan
ekonomi lainnya dengan akibat kepadatan pemakaian rata-rata akan berkurang.
Ketiga, walaupun harga sebagian lahan akan meningkat sebagai akibat dari
perbaikan transportasi namun harga lahan yang lokasinya tidak dipengaruhi
perbaikan transportasi tadi mungkin akan menurun. Hal ini dapat terjadi walaupun
perbaikan dapat mengurangi biaya transportasi atau menambah aksesiilitas ke
seluruh bidang lahan karena beberapa lahan mungkin akan lebih dipengaruhi secara
positif daripada yang lainnya. Walaupun model yang lebih rinci dan realistik akan
menerangkan hal ini dan hal-hal lainnya secara lebih jelas dan lengkap namun
contoh sederhana ini telah dapat menggambarkan beberapa pengaruh utama dari
perbaikan transport terhadap nilai lahan.
Pertambahan nilai lahan pada lajur atau area yang berdekatan langsung
dengan jalan bebas hambatan biasanya beberapa kali lebih besar dari pertambahan
nilai lahan area yang jauh dari jalan bebas hambatan. Hal ini membuktikan bahwa
perbaikan transport akan meningkatkan nilai lahan. Oleh karena itu akan
memberikan keuntungan kepada masyarakat dengan cara tersebut, disamping
keuntungan transportasi yang dapat dinikmati secara lebih langsung dan cepat.
Namun demikian ada kemungkinan peningkatan nilai lahan yang berdekatan

12
dengan peningkatan transportasi sebenarnya adalah pengalihan nilai lahan yang
jauh dari peningkatan transportasi tersebut; lahan yang berkurang nilainya sebagai
akibat peningkatan tersebut. Juga ada kemungkinan bahwa peningkatan nilai lahan
hanyalah berupa penghematan biaya transport yang berasal dari fasilitas baru
tersebut dan dengan demikian peningkatan nilai lahan ini sebenarnya adalah cara
lain untuk mengukur pengaruh yang menguntungkan yang sama seperti
pengurangan waktu perjalanan dan biaya transportasi lainnya. Sejauh mana
peningkatan nilai lahan itu merupakan pengalihan penurunan nilai lahan di tempat
lainnya dan sejauh mana peningkatan itu mencerminkan perubahan biaya
transportasi orang-orang yang tempatnya berdekatan dengan fasilitas baru itu,
namun pertanyaan itu sulit untuk dijawab.
Pembahasan selanjutnya lebih kami arahkan pada analisis dampak
penggunaan lahan terhadap perkembangan transportasi tentunya dalam konteks
keruangan. Pengembangan lahan yang sudah ada (existing use) merupakan
informasi yang paling penting pada perencanaan perluasan. Perencanaan perluasan
salah satunya diarahkan pada pengembangan transportasi yang lebih aksesibel
sehingga memberikan kemudahan dalam pergerakan barang, jasa, informasi, serta
manusia. Perkembangan suatu kawasan, harus ditunjang dengan peningkatan
kualitas serta kuantitas dari transportasi itu sendiri. Transportasi dalam sudut
pandang ini meliputi sarana dan prasarana seperti jalan dan moda sarana transport.
Perencanaan pembangunan kawasan sangat mempengaruhi pola
pergerakan, dimana penggunaan lahan dan rencana distribusi spasialnya merupakan
penentu dalam pangadaan prasarana dan sarana transportasi yang menyebabkan
terjadinya interaksi. Hal yang penting dalam melancarkan interaksi antara tata guna
lahan dengan kebutuhan transportasi yang dapat mendukung aktifitas yang terdapat
pada masing-masing tata guna lahan tersebut. Untuk itu perencanaan tata ruang
perlu mendapat perhatian bersama oleh intansi terkait, dari berbagai aktifitas tata
guna lahan tersebut orang perlu melakukan perjalanan dengan menggunakan sarana
dan jaringan transportasi yang ada sehingga mengakibatkan terjadinya arus orang,
kendaraan, barang dan jasa dari dan ke aktivitas tata guna lahan yang ada.
Faktor utama yang berkaitan terhadap terjadinya perubahan penggunaan
lahan serta kaitannya dengan transportasi yaitu: Kedekatan dengan Pusat Kota

13
sebagai pusat dari aktifitas masyarakat. Pusat Kota atau yang lebih dikenal dengan
CBD (Central Business Distric) merupakan pusat dari seluruh aktifitas ekonomi,
pemerintahan, pendidikan, dan social. Hal ini yang mendorong perkembangan
penggunaan lahan dan transportasi. Berkembangnya suatu kawasan baik itu di
perkotaan maupun di perdesaan pada dasarnya mengarah pada kedekatan terhadap
pusat atau centralnya, dalam hal ini dikenal dengan ”Towns” untuk perkotaan dan
”Countryside” untuk perdesaan. Kedekatan dengan pusat atau CBD, memberikan
dampak positif baik dalam memperoleh pelayanan publik maupun dampak ’tricle
down effect’.
Berdasar kedua argumen tersebut, maka perlu pengkajian ulang mengenai
apa yang menjadi factor yang mempengruhi perkembangan suatu transportasi
sehingga berdampak pada perubahan penggunaan lahan ataupun sebaliknya. Pada
dasarnya terdapat satu faktor yang sangat mempengaruh, yaitu:
Aksesibilitas.
Setiap upaya peningkatan fasilitas transportasi akan berdampak terhadap
perubahan tataguna lahan apabila tidak ada upaya pengendalian. Pengendalian ini
sangat penting agar upaya peningkatan fasilitas transportasi dapat bermanfaat dan
berdayaguna seoptimal mungkin. Aksesibilitas memegang peran penting bagi para
pengembang lahan. Acapkali justru para pengembang lahan yang menciptakan
aksesibilitas ke lokasi yang dikembangkan agar kepentingan investasi dapat
terwujud.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
3.2. Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

A, Wibawa Bayu. (1996). “Tata Guna Lahan Dan Transportasi Dalam


Pembangunan Berkelanjutan”. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Alfian Umboh, (2010). “Hubungan Tata Guna Lahan Dengan Transportasi”.
Program Studi S1. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Malingreau, J. P. 1978. Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra untuk
Inventarisasi dan Analisanya. Yogyakarta: Puspics – Bakosurtanal.
Mochammad Virsa Aditiawan. (2016). “Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan
Terhadap Bangkitan Lalu Lintas Pada Koridor Jalan Zainal Abidin Pagar
Alam Di Kota Bandar Lampung”. Tesis. Program Pascasarjana.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tamin, Z. Ofyar (2000). “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi”. Edisi
Kedua. Institut Teknologi Bandung. Jurusan Teknik Sipil. Bandung.
Jurnal
Ofyar Z Tamin, Russ Bona Frazila. (1997). “Penerapan Konsep Interaksi Tata
Guna Lahan-Sistem Transportasi Dalam Perencanaan Sistem Jaringan
Transportasi”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. (8) 34-52.
Riska Damayanti, Dedes Nur Gandarum, Jimmy S. Juwana. (2015). “Pengaruh
Guna Lahan Dan Pola Pergerakan Terhadap Tingkat Pelayanan Jalan Di
Sekitar Bandara Soekarno Hatta”. Jurnal Arsitektur. (15) 1-12.

16

Anda mungkin juga menyukai