Dari grafik plot di atas, dapat dilihat bahwa data Carbon dioxide output
from gas furnace: percent of output gas with sampling interval of 9 minutes
memiliki pola stationer. Data yang memiliki pola stasioner dapat diramalkan
menggunakan beberapa metode, diantaranya; Metode Naive, Simple Average,
Single Moving Average dan Single Exponential Smoothing. Untuk
mengetahui model mana yang paling cocok untuk meramalkan data Carbon
dioxide output from gas furnace: percent of output gas with sampling interval
of 9 minutes maka akan dibandingkan nilai MSE dan MAPE dari masing -
masing metode.
1.2 Metodologi Penelitian
1.2.1 Naïve Stationer
Metode Naïve adalah metode yang paling sederhana diantara metode –
metode yang lainnya, menganggap bahwa peramalan periode berikutnya sama
dengan nilai aktual periode sebelumnya. Dengan demikian data aktual periode
waktu yang baru saja berlalu merupakan alat peramalan yang terbaik untuk
meramalkan keadaan di masa yang akan datang (lebih menekankan pada
penggunaan data-data masa lalu untuk menentukan atau meramalkan kondisi
masa depan). Metode ini merupakan metode paling sederhana karena
mengasumsikan bahwa data yang baru saja terjadi merupakan prediksi paling
tepat untuk meramalkan periode yang akan datang. Metode naïve pada pola
data stasioner memiliki rumusan seperti di bawah ini:
Yˆt 1 Yt
Di mana nilai ramalan suatu data pada periode berikutnya merupakan nilai
aktual periode sebelumnya. Kemudian, bilamana ramalan untuk periode
T 1 tersedia, maka dimungkinkan untuk menghitung nilai kesalahannya,
dari nilai kesalahannya tersebut kita dapat menentukan nilai MSE dan MAPE
nya.
1.2.2 Simple Average
Metode simple average ini akan menghasilkan ramalan yang baik hanya
jika proses yang mendasari nilai pengamatan X tidak menunjukkan adanya
tren dan tidak menunjukkan adanya unsur musiman. Dengan semakin
besarnya kelompok data historis masa lalu, maka nilai tengah tersebut menjadi
lebih stabil (menurut teori statistika dasar), dengan anggapan proses yang
mendasarinya adalah stasioner. Metode Simple Average adalah mengambil
rata - rata dari semua data dalam kelompok inisialisasi tersebut.
Kemudian bilamana ramalan untuk periode T 1 tersedia, maka
dimungkinkan untuk menghitung nilai kesalahannya, dari nilai kesalahannya
tersebut kita dapat menentukan nilai MSE dan MAPE nya. Dalam kelompok
data historis masa lalu terdapat satu lagi titik data, sehingga nilai rata - ratanya
yang baru adalah:
T
Xi
X FT 1
i 1 T
1.2.3 Single Moving Average
Metode Single Moving Average, salah satu cara untuk mengubah
pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan
menentukan sejak awal jumlah nilai observasi masa lalu yang akan
dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Istilah moving average ini muncul
karena setiap nilai observasi baru, nilai rata - rata baru dapat dihitung dengan
membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukan nilai observasi
yang paling baru. Rata - rata bergerak ini kemudian menjadi ramalan untuk
periode mendatang. Jumlah titik data dalam setiap rata - rata bernilai konstan
dan observasi yang dimasukkan adalah yang paling akhir. Persamaan untuk
Simple Moving Average adalah sebagai berikut:
X t X t 1 ... X t T 1
Ft 1
T
1.2.4 Single Exponential Smoothing
Metode Eksponensial Tunggal merupakan salah satu teknik metode
pemulusan eksponensial. Metode Pemulusan Eksponensial merupakan metode
yang memberi bobot secara eksponensial pada data yang diobservasi. Data
yang paling baru akan diberikan bobot yang lebih besar, data sebelumnya akan
diberikan bobot yang lebih sedikit, dua data sebelumnya akan diberikan bobot
lebih sedikit lagi, begitupun seterusnya. Metode ini banyak mengurangi
masalah penyimpanan data, karena tidak perlu lagi menyimpan semua data
historis atau sebagian daripadanya (seperti dalam kasus rata – rata bergerak).
Dalam metode eksponensial tunggal terdiri dari dua model yaitu Single
Exponential Smoothing (SES) dan Adaptive Response Rate Single
Exponential Smoothing (ARRSES). Single Exponential Smoothing digunakan
untuk peramalan dalam jangka pendek. Dalam melakukan SES hanya
membutuhkan minimal dua titik data untuk meramalkan data pada masa yang
akan datang. Untuk menggunakan model SES, model data diasumsikan
berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (pola stasioner) tanpa adanya unsur
tren. Persamaan untuk model ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Ft 1 X t 1 Ft
1.3 Pembahasan
1.3.1 Naïve Stationer
Naïve meramalkan nilai berikutnya dengan menggunakan data aktual dari
periode sebelumnya. Oleh karena itu metode naïve untuk data stasioner hanya
dapat meramalkan satu periode kedepan dengan menggunakan data pada
periode sebelumnya sehingga data tidak memungkinkan untuk dibagi menjadi
dua seperti yang akan dilakukan di subab berikutnya. Sehingga data yang
digunakan adalah data aktual dan kita akan mencari nilai MSE dan MAPE dari
metode naïve stasioner dan akan membandingkannya dengan Metode yang
lain untuk data yang berpola stationer. Dengan demikian, karena data aktual
untuk data Carbon dioxide output from gas furnace: percent of output gas with
sampling interval of 9 minutes berjumlah 296, sehingga kita dapat meramalkan
data (296+1) nya seperti dibawah ini:
Oleh karena data tidak dapat dibagi dua apabila menggunakan simple
average, maka kita akan memperoleh nilai ramalan T 297 adalah sebesar
53.50912, dengan nilai MSE dan MAPE dari data aktualnya, masing – masing
sebesar 10.33288584 dan 4.782090254.
1.3.3 Single Moving Average
Metode Single Moving Average, salah satu cara untuk mengubah
pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan
menentukan sejak awal jumlah nilai observasi masa lalu yang akan
dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Untuk mengetahui nilai ramalan
T 1 kita perlu menentukan MA(T), dengan T adalah nilai data yang disimpan
pada suatu saaat. Misalkan kita ingin meramalkan T 4 dengan menggunakan
MA(3), maka kita merata – rata kan nilai T 1 , T 2 , dan T 3 , sehingga
diperoleh nilai ramalan T 4 . Untuk kasus data Carbon dioxide output from
gas furnace: percent of output gas with sampling interval of 9 minutes kita
akan meramalkan nilai T 297 nya dengan menggunakan MA(3). Maka kita
perlu merata – ratakan T 296 , T 295 , T 294 . Sehingga, kita akan
peroleh nilai ramalan untuk T 297 . Seperti pada tabel di bawah ini:
nilai aktual dari data pada saat T, dan Ft adalah nilai ramalan pada saat T.
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa nilai F2961 adalah sebesar 57.04869,
dengan nilai MSE sebesar 3.68 dan MAPE nya sebesar 2.873567907. apabila
ingin diketahui berapa nilai yang meminimumkan MSE maka kita
dapat menggunakan Add ins Solver pada Microsoft Excel. Dengan
menggunakan solver kita memperoleh nilai yang meminimumkan MSE
adalah 1. Sehingga dengan 1 , diperoleh hasil sebagai berikut:
Dari keempat metode diatas diperoleh bahwa metode naïve memiliki nilai
MSE dan MAPE yang paling kecil. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa metode naïve adalah metode yang paling cocok untuk data Carbon
dioxide output from gas furnace: percent of output gas with sampling interval
of 9 minutes.