Anda di halaman 1dari 21

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A.PENGERTIAN

Menurut Barbara C. Long (1996 : 228) apendisitis adalah : Suatu peradangan pada
apendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katup ileosecal dan peradangan
mungkin disebabkan oleh obstruksi dari fekalit (suatu masa separti batu yang berbentuk
dari feces) atau infeksi bakterial.

Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui


peradangan,obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,


walaupun apendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang
dewasa muda, sebelum era antibiotic. ( dermawan, Deden.2010 ).

B. ETIOLOGI

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun


terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi
yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya
disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan
limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan
striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah
fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.
Penyebab lain yaitu erosi mukosa apendisitis karena entamuba histolytica peran
kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis.Konstipasi akan menaikan tekanan yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan semua
ini akan mempermudah timbulnya penyakit apendiks akut.
C. PATOFISIOLOGI

Mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen, obstruksi lumen biasanya disebabkan


oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan lymphoid submukosa.Feces yang
terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyebaran air dan terbentuklah fekalit
yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Sumbatan lumen apendiks iniyang terbendung
makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika
serosa dan peritoneum visceral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama
dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu menyebabkan keluhan sakit
disekitar imbilikus, epigastrium nausea dan muntah. Sekresi mukus yang terus menerus
menyebabkan apendiks teregang intralumen melebihi tekanan vena (> 85 cm H2O)
apendiks menjadi hipoksia dan dinding apendiks menjadi mudah diserang oleh invasi
kuman dan multipikasi bakteri dan kuman kelapisan mukosa, sub mukosa, lapisan
muskularis dan akhirnya ke peritonuim parietalis sehingga terjadilah peritonotis lokal
ke bawah.

D. KLASIFIKASI

Menurut Robin dan Kumar (1995 ; 217) pada apendisitis akut, dibagi

menjadi dua bagian, yaitu :

a. Apendisitis Akut Focales atau Segmentalis

Biasanya hanya bagian distal yang meradang tetapi seluruh rongga apendiks 1/3
distal berisi nanah.Dari luar tidak jelas tampak kelainan kadang hanya hipermi
ringan dan serosa.

b. Apendisitis akut Purulenta (suppurativa) diffusa

Pembentukan nanah yang berlebihan.Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi


nekrosis dan pembusukan tersebut apendisitis gangrenosa.
E. MANIFESTASI KLINIK

Apendisitis muncul dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing dan, disertai rangsangan peritoneum lokal.Gejala klasik apendiks adalah nyeri
viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus dengan keluhan mual dan kadang
muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah, ke titik MC. Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Komplikasi utama apendiks adalah : Perforasi, Peritonitis, Abses Apendiks, Pile
Flebitis (Trombosit Septik Vera Portal).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemeriksaan fisik
Ada beberapa cara pemeriksaan :
1) Psoas sign
Pasien terlentang, tungkai kanan lurus dan ditahan oleh pemeriksa. Pasien disuruh
aktif memfleksikan articulation coxae kanan, akan terasa nyeri di perut
kanan bawah ( cara aktif ) pasien miring ke kiri, paha kanan dihiperekstensi
oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut kanan bawah ( cara pasif ).
2) Obturator sign
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posisi supine
akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri berarti kontak dengan m.obturator
internus, artinya appendix terletak di pelvis.
3) Pemeriksaan laboratorium
Terjadi leukositosis ringan (10.000 ± 20.000 /ml ) dengan penibgkatan
jumlah netrofil.
4) Pemeriksaan Radiologi : tampak distensi sekum pada appendiditis akut.
5) USG : menunjukan densitas kuadrat kanan bawah / kadar aliran udara
terlokalisasi.
b. Pembedahan : apendiktomy - menurunkan resiko perforasi.
1) Sebelum operasi
 Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk
peritomitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah ( leukosit dan hitung jenis ) diulang secara periodic. Foto abdomen
dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari keuntungan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri
di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
 Intubasi bila perlu
 Antibiotic
2) Operasi apendiktomi
3) Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasakan diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2x30 menit. Padahari kedua pasien dapat berdiri dan
duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
c. Pemasangan NGT
d. Pemberian antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur.
e. Transfuse untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septic secara intensif

G. KOMPLIKASI
a. Perforasi apendiks :
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan
dalam masa tersebut. Tanda - tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri,
spasme otot dinding perut kuadrat kana bawah dengan tanda peritonitis umum
atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam,malaise, dan leukositosis semakin
jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah
terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
b. Peritonitis - abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadrat
kanan bawah yang cenderung menggelembung kearah rectum atau vagina.
c. Dehidrasi
d. Sepsis
e. Elektrolit darah tidak seimbang
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
b. Keluhan utama :
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri
dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa
mual dan muntah, panas.
c. Riwayat kesehatan masa lalu:
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan
fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan
Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. Sirkulasi : Klien mungkin
takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen,
nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan Demam, biasanya rendah.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut Robert Priharjo (1994 ; 138) data riwayat keluarga dikumpulkan dengan
pertanyaan apakah dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama atau
saluran pencernaan yang lainnya.
e. Pemeriksaan Fisik
– Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum mencakup penampilan, tingkat kesadaran, tekanan darah,
suhu tubuh, denyut nadi, pernafasan, BB dan TB.
– Sistem pernafasan
Kaji pola pernafasan, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis,
auskultasi bunyi nafas : normal (bronkhiale, wheezing, stridor). Pasien post
apendectomi dapat ditemukan peningkatan frekuensi, cepat dan dangkal,
irama reguler, bunyi nafas vesikuler.

– Sistem kardiovaskuler
Inpeksi : Konjungtiva anemis atau tidak, mukosa bibir merah atau sianosis,
pada leher apakah ada peningkatan vena jugolaris.
Palpasi : Adakah oedema pada ekstremitas pada pasien post apendectomi
biasanya teraba denyut nadi lemah.
Auskultasi : Mendengar bunyi jantung di daerah aorta, pulmonalis,
katup trikuspidalis, katup mitral, apakah bunyi jantung
tambahan
Perkusi : Perkusi daerah jantung

– Sistem pencernaan
Pada kasus apendisitis ditemukan adanya nyeri tekan pada abdomen
kuadran bawah, pada post apendectomi dapat ditemukan daerah luka operasi,
bunyi bising usus lemah, adanya pengaruh dari anestesi umum untuk
mengistirahatkan fungsi pencernaan tersebut.

– Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensi urine akibat efek anestesi dan keadaan immobile
setelah dioperasi

– Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran, test fungsi nervus cranial, fungsi sensorik dan
motorik serta reflek.

– Sistem Muskuloskeletal
Kaji kemampuan klien untuk melakukan rentang gerak sendi dan kaji adanya
pembengkakan, deformitas, nyeri, kekakuan dan kondisi jaringan.
– Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar tyroid, keluhan poliuri, polidipsi dan
polipagi.

– Sistem Integumen
Kaji bagaimana keadaan kulit, turgor testur, lesi, keadaan, kuku dan
rambut.Pada kasus apendiks terdapat luka operasi pada abdomen yang membentuk
jaringan perut.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Kaji terhadap pola aktivitas sehari-hari mencakup pola makan, pola minum,
pola istirahat tidur, personal hygiene, pola aktifitas.
g. Data Psikososial : penampilan, status emosi, konsep diri, kecemasan, dan
interaksi sosial.
h. Data Spiritual
Kaji bagaimana klien melaksanakan ibadahnya.
i. Data Penunjang
Laboratorium

Darah : Leukositosis (Lebih dari 10.000/mm3)


Urine : Kadang-kadang hematuria (bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter dan vesiko dan pemeriksaan rontgen
atau sinar x).
j. Therapi
Tindakan apendectomi darurat jika didiagnosa sudah ditegakan, obat-obatan
antibiotik, pasang infus pasang NGT jika diperlukan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : lukapost operasi appendiktomi
sekunder.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah.
3. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan pembedahan pasca
operasi (contoh puasa) status hipermetabolik (contoh demam proses penyembuhan).
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak mobilisasi fisik
berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap pembedahan.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi.
6. Gangguan pola tidur (sulit tidur) berhubungan dengan nyeri.
C. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


&Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Setelahdilakuka 1. Observasi lokasi, 1. Membantu dalam
berhubungan n asuhan karakteristik, dan evaluasi kebutuhan
dengan agen keperawatan intensitas nyeri (0- dan keefektifan
cidera fisik: selama 2x 24 10) . intervensi. Perubahan
lukapost jam diharapkan dapat
operasi nyeri yang mengindikasikan
appendiktomi diraskan pasien terjadinya
sekunder. dapat berkurang komplikasi.
bahkan hilang 2. Observasi TTV, 2. Dapat
dengan kriteria perhatikan mengidentifikasikan
hasil: takikardia, hipertensi, rasa sakit akut dan
1. Klien dan peningkatan ketidaknyamanan.
melaporkan pernapasan, bahkan
rasa sakit / jika pasien
nyerinya mengatakan rasa
berkurang / sakit.
terkontrol. 3. Observasi penyebab 3. Ketidaknyamanan
2. Wajah ketidaknyamanan. mungkin disebabkan/
tampak diperbutuk oleh (sakit
rileks. kandung kemih,
3. Klien dapat akumulasi cairan, dan
tidur / medikasi).
istirahat 4. Lakukan reposisi 4. Mungkin mengurangi
dengan sesuai petunjuk. rasa sakit dan
cukup meningkatkan
sirkulasi.

5. Dorong penggunaan 5. Lepaskan ketegangan


teknik relaksasi, emosional dan otot,
misalnya latihan tingkatkan perasaan
napas dalam, kontrol yang
bimbing imajinasi. mungkin dapat
meningkatkan
kemampuan koping.
6. Berikan aktifitas 6. Memfokuskan
hiburan kembali
misalnya:membaca,b perhatian,mungkin
erkunjung,dan dapat meniungkatkan
menonton televisi. kemampuan untuk
menanggulangi.
7. Kolaborasi untuk 7. Analgesik system
pemberian analgesic diperankan oleh
adanya opiate
receptor di bagian
otak dan medulla
spinalis yang diduga
mampu
mengeluarkan
neurotransmitter
enkephanin dan
endhorpin yang
mampu memodifikasi
fungsi-fungsi CNS
untuk menekan rasa
nyeri

2. Resiko tinggi Setelah 1. Monitor tanda- tanda 1. Mengidentifikasi


infeksi dilakukan infeksi: perhatikan peningkatan suhu
berhubungan asuhan adanya demam, sebagai indicator
dengan keperawatan perubahan mental, adanya infeksi.
prosedur selama 2 x 24 meningkatnya nyeri
invasif, insisi jam diharapkan abdomen.
bedah. faktor resiko 2. Lakukan cuci tangan 2. Menurunkan resiko
tidak menjadi sebelum dan sesudah terjadinya
masalah yang kontak dengan kontaminasi
aktual dengan pasien. mikroorganisme.
kriteria hasil:
1. Bebas dari 3. Lihat insisi dan 3. Memberikan deteksi
tanda - tanda balutan catat diri, terjadinya
infeksi. karakteristik luka. proses infeksi.
2. Tidak ada
drainase
purulen. 4. Berikan informasi 4. Pengetahuan
3. Tanda-tanda yang tepat, jujur pada tentang kemajuan
vital: suhu, pasien orang situasi memberika
nadi, terdekat. dukungan emosi
pernapasan dan membantu
dan tekanan penurunan ansietas.
darah dalam
batas 5. Kolaborasi dalam 5. Menurunkan jumlah
normal. pemberian antibiotik organisme (pada
infeksi yang telah
ada sebelumnya)
untuk
n menurunkan
penyebarannya pada
rongga abdomen.
3. Resiko Setelah 1. Observasi tanda- 1. Tanda- tanda vital
ketidakseimb dilakukan tanda vital terutama yang membatu
angan volume asuhan nadi dan tekanan mengidentifikasi
cairan keperawatan darah. fruktuasi volume
berhubungan selama 2x24 jam intravaskuler
dengan dirahapkan
pembedahan faktor resiko 2. Observasi 2. Penurunan
pasca operasi tidak menjadi pengeluaran pengeluaran urine
(contoh masalah actual cairmasuknya dan pekak dengan
puasa) status dengan kriteria pengeluaran urine peningkatan berat
hipermetaboli hail: atau kosentrasi, berat jenis diduga
k (contoh 1. Membran jenis. dehidrasi.
demam proses mukosa
penyembuhan lembab. 3. Lihat membran 3. Indikator kedekatan
). 2. Turgor kulit mukosa, observasi sirkulasi perifer dan
baik. turgor kulit dan hidrasi seluler.
3. Tanda- pengisian kapiler.
tanda
vital,stabil 4. Auskultasi bising 4. Indikator
dan usus kembalinya
pengeluaran peristaltik kesiapan,
urine kesiapan untuk
adekuat. pemasukan per oral
5. Berikan sejumlah 5. Menurunkan iritasi
kecil minuman jernih gaster atau muntah
bila pemasukan untuk meminimalkan
per oral dimulai kekurangan cairan.
dan dilanjutkan diet
sesuai toleransi.

6. Kolaborasi dengan 6. Mempertahankan


tim dokter untuk volume sirkulasi bila
pemberian cairan pemasukan oral tidak
intra vena cukup dan
meningkatkan fungsi
ginjal

4. Defisit Setelah Bantu perawatan diri:


perawatan diri diberikan asuhan Mandi, hygiene mulut,
berhubungan keperrawatan penil/vulva, rambut dan
dengan selama2x 24 kulit.
keterbatasan jam, diharapkan 1. Observasi kebersihan 1. Untuk menjaga
gerak pasien mampu kulit, kuku, rambut, personal hygiene
mobilisasi melakukan ADL gigi mulut, perineal , pasien.
fisik mandiri: mandi, anus.
berhubungan hygiene mulut,
dengan nyeri kuku, penuh/ 2. Bantu klien untuk 2. Untuk mencegah
sekunder vulva, rambut, mandi, tawarkan bakteri bersarang
terhadap berpakaian, pemakaian lotion, pada mulut pasien.
pembedahan. melakukan perawatan kuku,
aktivitas sehari- rambut gigi dan mulut.
hari, toileting, 3. Anjurkan klien dan 3. Untuk menghindari
makan-minum, keluarga untuk kerusakan jaringan
ambulnsi dengan melakukan orah pada mulut pasien.
criteria hasil: hygiene sesudah
1. Mandi sendiri makan bila perlu.
atau dengan
bantuan tanpa 4. Observasi dan dukung 4. Untuk melatih agar
kecemasan kemampuan klien pasien dapt
2. Terbebas dari untuk berkemampuan melakukan sesuatu
bau badan dan klien untuk berpakaian secara mandiri.
memepertaha sendiri.
nkan kulit Bantu perawatan diri
utuh. makan-minum
3. Memepertaha 5. Observasi kemampuan 5. Untuk memenuhi
nkan klien untuk makan: kebutuhan nutrisi
kebersihan mengunyah dan tubuh pasien.
area perineal menelan makanan.
dan anus.
4. Berpakaian 6. Ciptakan lingkungan 6. Untuk menghindari
dan yang aman (tersedia terjadinya cedera.
melekaskan pegangan dinding/bel),
pasien sendiri. nyaman dan jaga
5. Makan dan privasi selama
minum toileting.
sendiri, 7. Ajarkan pada klien 7. Menghindari
meminta dan keluarga untuk terjadinya
bantuan bila melakukan toileting gangguan pada
perlu secara teratur urogenetalia pasien.
5. Hambatan Setelah 1. Observasi respon 1. Melihat kemampuan
mobilitas fisik dilakukan terhadap aktivitas. beraktivitas
berhubungan asuhan 2. Identifikasi faktor 2. Intervensi
dengan nyeri keperawatan yang mempengaruhi dilaksanakan sesuai
pasca operasi. selama 2x 24 intoleransi rencanakan faktor yang
jam di harapkan periode istirahat do mempengaruhi.
pasien mampu anatara waktu bekerja.
beraktivitas.
Kriteria hasil: 3. Anjurkan untuk 3. Mengurangi
1. Pasien tidak lakukan aktivitas kelelahan melalui
sulit sesuai kemampuan istirahat yang cukup.
bergerak pasien.
2. Pasien tidak
tampak 4. Berikan program 4. Menemukan pasien
lemah latihan aktivitas sesuai kebutuhannya tanpa
3. Pasien bisa toleransi. menyebabkan
melakukan kelelahan
ADL sendiri 5. Rencanakan bersama 5. Meningkatkan
keluarga mengurangi independensi pasien
energi yang berlebihan sendiri
saat melakukan
aktivitas harian
6. Gangguan Setelah 1. Observasi keluhan 1. Mengindikasikan
pola tidur diberikan nyeri,perhatikan kenutuhan un tuk
(sulit tidur) tindakan lokasi,intensitas (skala intervensi dan juga
berhubungan keperawatan 1-10), frekuensi,dan tanda-tanda
dengan nyeri. selama 2x24 waktu. Menandai perkembangan atau
jam, nyeri dapat gejala non verbal resolusi komplikasi.
teratasi misalnya: Catatan sakit yang
Kriteria Hasil: gelisah,takikardi, dan kronis tidak
1. Keluhan meringis. menimbulkan
nyeri perubahan
berkurang autonomic
dengan 2. Dorong pengungkapan 2. Dapat mengurangi
frekuensi perasaan ansietas dan rasa
nyeri dan takut,sehingga
lamanya mengurangi persepsi
episode nyeri akan intensitas rasa
dilaporkan sakit
menengah 3.Berikan aktifitas hiburan 3. Memfokuskan
atau ringan misalnya:membaca,ber kembali
(skala nyeri kunjung,dan menonton perhatian,mungkin
1-5) televise. dapat meniungkatkan
kemampuan untuk
2. Menunjukka menanggulangi.
n ekspresi
wajah rileks 4. Lakukan tindakan 4.Meningkatkan
3. Dapat tidur paliatif, misalnya: relaksasi/menurunkan
dengan pengubahan tegangan otot
adekuat posisi,massase.
Pemeriksaan
TTV: 5. Berikan kompres 5. Dilatasi pembuluh
TD: hangat atau lembab. darah pada areal
- sistoel: 100- nyeri.
130 mmhg 6. Intruksikan 6. Meningkatkan
- diastoel: 70- pasien/dorong untuk relaksasi dan
80 mmhg menggunakan perasaan sehat.
- S: 36-37ºC visualisasi/bimbingan
-RR:16- imajinasi,relaksasi
24x/menit progresif,dan tekhnik
- N: 80-100 nafas dalam
x/menit 7. Kolaborasi untuk 7. Analgesik system
pemberian diperankan oleh
analgesic/antipiretik adanya opiate
receptor di bagian
otak dan medulla
spinalis yang diduga
mampu
mengeluarkan
neurotransmitter
enkephanin dan
endhorpin yang
mampu memodifikasi
fungsi-fungsi CNS
untuk menekan rasa
nyeri

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 2004, dalam Potter &
Perry, 2005). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi. (Kozier et al., 2006).
E. EVALUASI
Setalah dilaksanakan tindakan keperawatan yang telah ditetapkanuntuk mengatasi
gangguan pola tidur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut yang dirasakan pasien dapat berkurang.
2. Tidak mucul tanda-tanda infeksi, tidak ada kemerahan,tidak bengkak, tidak
nyeri,tidak panas, dan tidak kehilangan fungsi.
3.Kebutuhan cairan terpenuhi, tidak terjadi dehidrasi.
4. Perawatan diri pasien dapat terpenuhi.
5. Aktivitas pasien dapat kembali seperti semula.
6. Pola tidur (sulit tidur) dapat kembali seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.


Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000, Jakarta.
Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal),
EGC, Jakarta.
Infeksi akibat bakteri, virus, jamur, feses yang membatu, pola hidup, benda asing

Masa keras feses

Mukosa terkikis

Obstruksi lumen

Pembentukan feklit

Menekan dinding apendik

Perforasi Abses Peritonitis Peradangan pada appendiks


distensi abdomen

Penekanan pada saraf

Nyeri

pembatasan intake
Appendiktomy
cairan

Resiko
Insisi bedah ketidakseimbangan
volume cairan
Terdapat luka post nyeri
operasi

Istirahat
Luka menjadi media Respon Imobilisasi luka post terganggu
nyeri operasi
masuknya kuman
Gangguan
pola tidur

Resiko Infeksi Keterbatasan


Nyeri akut
rentang gerak
Hambatan Defisit
mobilitas fisik perawatan
diri

Anda mungkin juga menyukai