A.PENGERTIAN
Menurut Barbara C. Long (1996 : 228) apendisitis adalah : Suatu peradangan pada
apendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katup ileosecal dan peradangan
mungkin disebabkan oleh obstruksi dari fekalit (suatu masa separti batu yang berbentuk
dari feces) atau infeksi bakterial.
B. ETIOLOGI
D. KLASIFIKASI
Menurut Robin dan Kumar (1995 ; 217) pada apendisitis akut, dibagi
Biasanya hanya bagian distal yang meradang tetapi seluruh rongga apendiks 1/3
distal berisi nanah.Dari luar tidak jelas tampak kelainan kadang hanya hipermi
ringan dan serosa.
Apendisitis muncul dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing dan, disertai rangsangan peritoneum lokal.Gejala klasik apendiks adalah nyeri
viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus dengan keluhan mual dan kadang
muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah, ke titik MC. Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Komplikasi utama apendiks adalah : Perforasi, Peritonitis, Abses Apendiks, Pile
Flebitis (Trombosit Septik Vera Portal).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemeriksaan fisik
Ada beberapa cara pemeriksaan :
1) Psoas sign
Pasien terlentang, tungkai kanan lurus dan ditahan oleh pemeriksa. Pasien disuruh
aktif memfleksikan articulation coxae kanan, akan terasa nyeri di perut
kanan bawah ( cara aktif ) pasien miring ke kiri, paha kanan dihiperekstensi
oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut kanan bawah ( cara pasif ).
2) Obturator sign
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posisi supine
akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri berarti kontak dengan m.obturator
internus, artinya appendix terletak di pelvis.
3) Pemeriksaan laboratorium
Terjadi leukositosis ringan (10.000 ± 20.000 /ml ) dengan penibgkatan
jumlah netrofil.
4) Pemeriksaan Radiologi : tampak distensi sekum pada appendiditis akut.
5) USG : menunjukan densitas kuadrat kanan bawah / kadar aliran udara
terlokalisasi.
b. Pembedahan : apendiktomy - menurunkan resiko perforasi.
1) Sebelum operasi
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk
peritomitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah ( leukosit dan hitung jenis ) diulang secara periodic. Foto abdomen
dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari keuntungan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri
di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
Intubasi bila perlu
Antibiotic
2) Operasi apendiktomi
3) Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda - tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasakan diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2x30 menit. Padahari kedua pasien dapat berdiri dan
duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
c. Pemasangan NGT
d. Pemberian antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur.
e. Transfuse untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septic secara intensif
G. KOMPLIKASI
a. Perforasi apendiks :
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan
dalam masa tersebut. Tanda - tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri,
spasme otot dinding perut kuadrat kana bawah dengan tanda peritonitis umum
atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam,malaise, dan leukositosis semakin
jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah
terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
b. Peritonitis - abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadrat
kanan bawah yang cenderung menggelembung kearah rectum atau vagina.
c. Dehidrasi
d. Sepsis
e. Elektrolit darah tidak seimbang
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
b. Keluhan utama :
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri
dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa
mual dan muntah, panas.
c. Riwayat kesehatan masa lalu:
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan
fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan
Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat. Sirkulasi : Klien mungkin
takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen,
nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan Demam, biasanya rendah.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut Robert Priharjo (1994 ; 138) data riwayat keluarga dikumpulkan dengan
pertanyaan apakah dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama atau
saluran pencernaan yang lainnya.
e. Pemeriksaan Fisik
– Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum mencakup penampilan, tingkat kesadaran, tekanan darah,
suhu tubuh, denyut nadi, pernafasan, BB dan TB.
– Sistem pernafasan
Kaji pola pernafasan, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis,
auskultasi bunyi nafas : normal (bronkhiale, wheezing, stridor). Pasien post
apendectomi dapat ditemukan peningkatan frekuensi, cepat dan dangkal,
irama reguler, bunyi nafas vesikuler.
– Sistem kardiovaskuler
Inpeksi : Konjungtiva anemis atau tidak, mukosa bibir merah atau sianosis,
pada leher apakah ada peningkatan vena jugolaris.
Palpasi : Adakah oedema pada ekstremitas pada pasien post apendectomi
biasanya teraba denyut nadi lemah.
Auskultasi : Mendengar bunyi jantung di daerah aorta, pulmonalis,
katup trikuspidalis, katup mitral, apakah bunyi jantung
tambahan
Perkusi : Perkusi daerah jantung
– Sistem pencernaan
Pada kasus apendisitis ditemukan adanya nyeri tekan pada abdomen
kuadran bawah, pada post apendectomi dapat ditemukan daerah luka operasi,
bunyi bising usus lemah, adanya pengaruh dari anestesi umum untuk
mengistirahatkan fungsi pencernaan tersebut.
– Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensi urine akibat efek anestesi dan keadaan immobile
setelah dioperasi
– Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran, test fungsi nervus cranial, fungsi sensorik dan
motorik serta reflek.
– Sistem Muskuloskeletal
Kaji kemampuan klien untuk melakukan rentang gerak sendi dan kaji adanya
pembengkakan, deformitas, nyeri, kekakuan dan kondisi jaringan.
– Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar tyroid, keluhan poliuri, polidipsi dan
polipagi.
– Sistem Integumen
Kaji bagaimana keadaan kulit, turgor testur, lesi, keadaan, kuku dan
rambut.Pada kasus apendiks terdapat luka operasi pada abdomen yang membentuk
jaringan perut.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Kaji terhadap pola aktivitas sehari-hari mencakup pola makan, pola minum,
pola istirahat tidur, personal hygiene, pola aktifitas.
g. Data Psikososial : penampilan, status emosi, konsep diri, kecemasan, dan
interaksi sosial.
h. Data Spiritual
Kaji bagaimana klien melaksanakan ibadahnya.
i. Data Penunjang
Laboratorium
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : lukapost operasi appendiktomi
sekunder.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah.
3. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan pembedahan pasca
operasi (contoh puasa) status hipermetabolik (contoh demam proses penyembuhan).
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak mobilisasi fisik
berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap pembedahan.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pasca operasi.
6. Gangguan pola tidur (sulit tidur) berhubungan dengan nyeri.
C. INTERVENSI
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 2004, dalam Potter &
Perry, 2005). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi. (Kozier et al., 2006).
E. EVALUASI
Setalah dilaksanakan tindakan keperawatan yang telah ditetapkanuntuk mengatasi
gangguan pola tidur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut yang dirasakan pasien dapat berkurang.
2. Tidak mucul tanda-tanda infeksi, tidak ada kemerahan,tidak bengkak, tidak
nyeri,tidak panas, dan tidak kehilangan fungsi.
3.Kebutuhan cairan terpenuhi, tidak terjadi dehidrasi.
4. Perawatan diri pasien dapat terpenuhi.
5. Aktivitas pasien dapat kembali seperti semula.
6. Pola tidur (sulit tidur) dapat kembali seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA
Mukosa terkikis
Obstruksi lumen
Pembentukan feklit
Nyeri
pembatasan intake
Appendiktomy
cairan
Resiko
Insisi bedah ketidakseimbangan
volume cairan
Terdapat luka post nyeri
operasi
Istirahat
Luka menjadi media Respon Imobilisasi luka post terganggu
nyeri operasi
masuknya kuman
Gangguan
pola tidur