Anda di halaman 1dari 35

Bagian Ilmu Penyakit Mata REFERAT

Fakultas Kedokteran APRIL 2019


Universitas Halu Oleo

THYROID ASSOCIATED ORBITOPATHY

Oleh:
Siti Aisyah Karimuna
K1A1 14 042

Pembimbing
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya Sp.M, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Siti Aisyah Karimuna, S.Ked
Stambuk : K1A1 14 042
Judul Kasus : Thyroid Associated Orbitopathy

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, April 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya Sp.M, M.Kes


THYROID ASSOCIATED ORBITOPATHY

Siti Aisyah Karimuna, Nevita Yonnia Ayu Soraya

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Thyroid Associated Orbitopathy (TAO) yang biasa juga disebut dengan
Orpitopathy Graves (OG) adalah kondisi dimana adanya manifestasi pada mata akibat
disfungsi tiroid. Manifestasi klinik berupa penonjolan bola mata atau yang disebut
dengan eksoftalmus merupakan manifestasi paling umum dari penyakit graves.
Penyakit graves adalah penyakit autominun yang ditandai dengan hipertiroidisme,
gondok difus, oftalmopati dan manifestasi pada kulit berupa nodul pretibial. Penyakit
graves menargetkan reseptor Thyroid Stimulating Hormone (TSH-R) pada tirosit yang
menginduksi ekskresi hormon tiroid berlebih. Namun juga dapat terjadi pada penderita
dalam keadaan eutiroid ataupun hipotiroid. Penambahan isi rongga orbita terjadi akibat
pembesaran otot penggerak mata bisa sampai 10 kali dan terjadi peningkatan
penimbunan mukopolisakarida pada jaringan ikat. Biasanya otot yang lebih dulu
terkena adalah M. rectus inferior. Pada stadium akhir bisa terjadi fibrosis otot mata. 1,2
Angka kejadian TAO meningkat pada wanita dibandingkan pria yakni 2,5
sampai 6 kali lipat. Onset terjadi pada usia 30-50 tahun. Sindrom ini telah dikaitkan
dengan hilangnya toleransi kekebalan terhadap reseptor thyrotropin (TSHR) dan
protein auto-antigenik lainnya. TAO adalah manifestasi 25-50% ekstra-tiroid yang
paling umum dan serius dari hipertiroid. 1
Tujuan untuk penanganan TAO adalah modifikasi faktor risiko yang dapat di
kontrol. Walaupun TAO yang berat jarang teradi, namun bila terjadi dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan secara perlahan yang berhubungan dengan
eksposur kornea dan kompresi neuropati optik dan beberapa pasien harus segera di
obati untuk mencegah hilangnya penglihatan secara permanen. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Orbita
Volume orbita dewasa kira-kira 30 ml dan bola mata hanya menempati
sekitar seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian lainnya. Batas
anterior rongga orbita adalah septum orbitale yang berfungsi sebagai pemisah antara
oakpebra dan orbita. 4

Gambar 1. Rongga orbita. 5


Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas sinus maksilaris di bawah,
serta sinus etmoidalis dan sfenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah
rusak oleh trauma langsung pada bola mata, mengakibatkan timbulnya fraktur
dengan herniasi isi bola mata ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus
sfenoidalis dan etmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis kertas
(lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya misalnya pada
neurofibromatosis dapat berakibat terlihatnya pulsasi pada bola mata yang berasal
dari otak. 4
Rongga orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan empat
dinding yang mengerucut ke posteror. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak
paralal dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan
medialnya membentuk sudut 45 derajat, menghasilkan sudut siku antara kedua
dinding lateral. Bentuk orbita dianalogikan sebagai buah pir, dengan nervus optikus
sebagai tangkainya. Diameter lingkar anterior sedikit lebih kecil daripada region di
bagian dalam sehingga terpentuk bingkai pelindung yang kokoh. 4
Dinding atap terutama terdiri atas pars orbitalis ossis frontalis. Kelenjar
lakrimal terletak di fossa glanula lacrimalis di bagian anterior lateral atap. Ala
minor ossis sphenoidalis yang mengandung kanalis optikus melengkapi bagian atap
di posterior Dinding lateral diisi dari bagian atap oleh fissura orbitalis superior,
yang menggunakan gaya minor dari ala ossis sphenoidalis utama. Bagian anterior
dinding lateral dibentuk oleh facies orbitalis ossis zygomatici (malar). Inilah bagian
terkuat dari tulang-tulang orbita. Ligamentum suspensorium, tendo palpebralis
lateralis, dan ligamentum memiliki jaringan ikat yang melekat pada tuberculum
orbitale lateral. Dasar orbita, pasang dinding lateral oleh fisura orbitalis inferior.
Pars orbitalis maxillae membentuk daerah sentral yang luas bagian dasar orbita dan
merupa-kan tempat tersering sebagaimana fraktur blowout. Processus frontalis
maxillae di medial dan os zygomaticum di lateral melengkapi tepi inferior orbita.
Processus orbitalis ossis palatini membentuk daerah kecil di dasar posterior Batas-
batas dinding medial rongga orbita tidak terialu jelas. Os ethmoidale tipis seperti
kertas, tetapi meneba Arah anterior saat bertemu dengan os lacrimale. Corpus ossis
sphenoidalis membentuk bagian paling posterior dinding medial, dan processus
angularis ossis frontalis membentuk bagian atas crista lacrimalis posterior. Bagian
bawah crista lacrimalis posterior dibentuk oleh os lacrimale. Crista lacrimalis
anterior teraba dengan mudah melaului palpebral dan terdiri atas processus frontalis
maxillae. Sulcus lacrimalis terletak di antara kedua crista dan mengandung saccus
lacrimalis. 4
2. Bola Mata

Gambar 2. (Atas) gambar mata tampak depan. (Bawah) gambar mata potongan
sagittal5
Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter
anteroposteror sekitar 24,2 mm. Bulbus oculi berbentuk bulat dengan diameter
antero-posterior sedikit lebih kecil dari diameter lateralnya. Bagian luar bulbus oculi
dibentuk oleh sclera berwarna putih dengan bagian yang bening transparan di
bagian anterior. Mulai dari limbus cornea, sclera bagian depan mata yang terlindung
kelopak mata dilapisi oleh tunica conjunctiva bulbi. Pada perbatasan kelopak mata
dan bola mata bagian sclera tunica conjunctiva bulbi ini meneruskan diri ke
palpebra menjadi tunica conjunctiva palpebarum. Tempat peralihan antara kedua
bagian ini dinamakan fornix conjunctivae superior dan fornix conjunctivae inferior.4
Gambar 3. Anatomi Mata dengan potongan horizontal5

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:2

a) Sclera adalah merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sclera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata.
Kornea adalah selaput bening mata bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis:
1) Epitel
Tebalnya 500 um, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertandul yang
saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dengan
sel polygonal di depannya melalui desmososm dan macula okluden.
Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolot, dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basar menghasilkan membrane basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan
2) Membrane bowman
Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak dapat beregenerasi
3) Stroma
Menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri atas lamel yang merupakan
susunan kolagen yang sejajar dengan lainnya, ada permukaan terlihatan
antaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini
bercabang. Terbentuknya kembali kolagen kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4) Membrane descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotell dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 um.
5) Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 um. Endotel melekat pada membrane descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
b) Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot yang dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilator terdiri atas jaringan ikat jarang yang
tersusun dalam bentuk yang dapat berkontraksi yang disebut sebagai sel
mioepitel. Sel ini dirangsang oleh system sarah simpatetik yang
mengakibatkan sel berkonstraksi yang akan melebarkan pupil sehingga lebih
banyak cahaya masuk. Otot dilator pupil bekerja berlawanan dengan otot
konstriktor yang mengecilkan pupil dan mengakibatkan cahaya kurang
kedalam mata. Sedang sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan sliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik
mata atau biasa disebut dengan akuos humor, yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sclera.
c) Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak
10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan merubah
sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat lepas
dari koroid yang disebut dengan ablasi retina. Retina berbatas dengan koroid
dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
1) Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang yang mempunyai bentuk
ramping dan sel kerucut
2) Membrane limitan eksterna, yang merupakan membrane maya
3) Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan sel
batang
4) Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fototreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5) Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6) Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7) Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua
8) Lapisan serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan lapisan ini terletak sebagaian besar
pembuluh darah retina.
9) Membrane limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kaca
Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia,
merah pada hyperemia.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin
yang hanya menempel pupil saraf optic, macula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka
akan robek dan teradi ablasi retina.
Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya
pada badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah
macula lutea.
Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal
yang terletak di daerah temporal atas dalam rongga orbita.
Gambar 4. Bilik depan dan Bilik belakang mata.5
3. Konjungtiva4
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi palpebral (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke trsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtivitis bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak
dan memperbesar permukaan konjungtivva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar
lakrimal bermuara ke forniks temporal superior. Konjungtiva bulbaris melekat
longgar pada kapsul tenon dan sclera di bawahnya, kecuali di limbus.4
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak yakni
plica semilunaris terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembenuk
kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil
semacam daging caruncula menempel secara superficial ke bagian dalam plica
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengangung baik elemen kulit
maupun membrane mukosa.4
4. Otot-otot Ekstraokular4,6

Gambar 5. Otot-otot Mata5


Otot penggerak bola mata atau otot ekstrinsik mata yang terdiri dari
musculus rectus superior, musculus rectus lateralis, musculus rectus medialis,
musculus obliquus superior, dan musculus obliquus inferior. Otot-otot tersebut
berinsertio pada sclera. M. rectus lateralis mata kanan bersama musculus rectus
medialis mata kiri memutar bola mata kearah kanan. Musculus obliquus superior
dan musculus obliquus inferior mempunyai semacam katrol sebelum berinsertio.
Dengan demikian, kontraksi musculus obliquus superior akan memutar bola mata
ke inferior dan lateral.Maka dapat dituliskan sebagai berikut:
d) M. obliqus inferior, dipersarafi oleh n. III
e) M. Obliqus Superior, dipersarafi oleh n. IV
f) M. Rectus Inferior, dipersarafi oleh n. III
g) M. Rectus Lateral, dipersarafi oleh n. VI
h) M. Rectus Medial, dipersarafi oleh n. III
i) M. Rectus Superior, dipersarafi oleh n. III
Musculus rectus lateralis dipersarafi oleh nervus abducens, musculus
obliquus superior oleh nervus trochlearis dan otot-otot lain oleh komponen motoris
nervus oculomotorius. Saraf-saraf tersebut mencapai cavitas orbitalis melalui fissura
orbitalis superior. Otot intrinsik mata terdiri dari (1) musculus ciliriaris, (2)
musculus sphincter papillae dan (3) musculus dilator papillae. Kedua otot pertama
dipersarafi komponen parasimpatis nervus oculomotorius, yang ketiga terutama
oleh saraf simpatis.

5. Palpebra6

Gambar 6. Gambar mata tampak depan.5


Kelopak atau palpebral mempunyai fungsi melindungi bola mata serta
mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak mata merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola
mata terhadap trauma, trauma sinar matahari dan keringnya bola mata.
Kelopak mata mempunyai lapis kulit yang tipis [ada bagian depan sedang di
bagian belakang ditutupi selaput lender tarsus yang disebut dengan konjugtiva
tarsal. Konjungtiva tarsal hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak.
Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan
membrane mukosa yang mempunyai sel goblet yang menghasilkan musin.6
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan
mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus.6
Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian:
a) Kelenjar seperti: kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat,
kelenjar zeis pada pangkal rambut dan kelenjar meibom pada tarsus.
b) Otot seperti : m. orbicularis okuli yang berkalan melingkar dalam kelopak
mata atas dan bawah, terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo
palpebral terdapat otot orbicularis okuli yang dusebut sebagai M. Rionald M.
Orbikularis yang berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi oleh N.
facial M. Levator palpebral, yang berorigo pada annulus foramen orbita dan
berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbicularis okuli
menuju kulit kelopaj bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator
pelpebra terlihat sebagai sulkus lipatan palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N.
III yang berfungsi untuk mengangkat bola mata atau membuka mata.
c) Di dalam kelopak mata rerdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan
kelenjar di dalamnya atau kelenjar meibom yang bermuara pada margo
palpebral
d) Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis yang berasal dari rima
orbita sebagai pembatas isi orbita dengan kelopak depan
e) Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus terdiri dari jaringan ikat
yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar meibom (40
di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah)
f) Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebral.
g) Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal saraf V
sedang kelopak bawah oleh cabang ke II dan saraf ke V.

6. Pembuluh darah mata4

Gambar 7. Arteri pada mata5


Pembuluh darah untuk bagian dalam bola mata, cabang arteria ophtalmica,
juga menembus sclera pada bagian bawahnya bersama nervus opticus. Cabang
intraorbital pertama adalah arteri centralis retinae yang memasuki nervus opticus
sekitar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteria ophtalmica
adalah arteri lacrimalis, yang mendarahi glandula lacrimalis dan kelopak mata atas,
cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita. Arteri ciliaris posterior longus
dan brevis. Arteri palpebrales mediales ke kedua kelopak mata. Dan arteria supra
orbitalis serta supratrochealis. Arteriae ciliaris posteriors breve mendarahi koroid
dan bagian-bagian nervus opticus. Kedua arteri ciliaris posterior longa mendarahi
corpus ciliare, beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteria ciliaris
anterior membentuk circulus teriosus major iris. Arteria cilirasis anterior berasal
dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke musculi recti. Arteri ini memasok
darah ke sclera, episklera, limbus, dan konjungtiva, serta membentuk circulus
arterialis major iris. Cabang-cabang arteri ophthalmica yang paling anterior ikut
membentuk aliran aliran arteri yang berkelok-kelok di kelopak mata, yang mebuat
anastomosis dengan sirkulasi karotis eksterna melalui arteria facialis.

Gambar 8. Aliran Vena pada Mata5


Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena ophthalmica superior
dan inferior, yang juga menampung darah dari venae verticosae, vena ciliaris
anterior, dan vena centralis retinae. Vena ophthalmica berhubungan dengan sinus
cavernosus melalui fissure orbitalis superior, dan dengan pleksus venosus
pterigoideus melalui fissure orbitalis inferior. Vena ophthalmica superior mula-mula
berbentuk dari vena supraorbitalis dan supratrochlearis serta dari satu cabang vena
angularis. Ketuga vena tersebut mengalirkan darah dari kulit di daerah periorbita.
Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dan sinus cavernosus
sehingga dapat menimbulkan thrombosis sinus cavernosus yang fatal pada infeksi
superfisial di kulit periorbita.
Pembuluh darah yang berada di lapisan sebelah dalam bernama choroidea.
Pada lapisan choroidea terdapat arteria centralis retinae, dan cabang-cabang
pembuluh darah lain. Darah vena keluar dari tempat yang sama dan selanjutnya
bermuara pada sinus cavernosus. Di tempat masuk bola mata, pembuluh darah dan
saraf dapat ditemukan di bagian dalam bola mata yang dinamakan discus nervi optic
7. Sistem Lakrimal6

Gambar 9. Anatomi Sistem Lakrimal5


Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata
system ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolacrimal dan meatus inferior. Secara anatomis, apparatus lakrimalis
terdiri dari:
a) Kelenjar lakrimal utama
Kelenjar lakrimal utama terletak di dalam fossa lakrimalis dalam orbit
superotemporal dan terbagi atas; orbital dan bagian bawah; palpebra. Bagian
orbital berukuran lebih besar, yaitu seukuran biji kacang almond dan terletak di
dalam fossa lakrimalis di bagian luar orbital plate tulang frontal. Ukuran
kalenjar lakrimal adalah sebesar 20x12x5 mm. Pada bagian orbital ini terdapat
dua permukaan yaitu superior dan inferior. Permukaan superior berbentuk
konveks dan berkontak langsung dengan bagian tulang manakala permukaan
bagian inferior berbentuk konkaf dan terletak di atas otot levator palpebra
superior. Kelenjar lakrimal bagian palpebra berukuran kecil dan mengandung
satu atau dua lobulus yang terletak di sepanjang perjalanan duktus bagian orbital
yang dipisahkan oleh muskulus levator palpebra superior. Pada bagian posterior,
kelenjar lakrimal bagian palpebra ini berhubungan dengan bagian orbital.
b) Kelenjar lakrimal aksesoris
1) Kelenjar Krause. Merupakan kelenjar mikroskopis yang terletak dibawah
konjunktiva palpebra antara forniks dan bagian tepi dari tarsus. Kelenjar ini
berjumlah kira-kira 42 di bagian atas forniks dan 6-8 di bagian forniks
bawah.
2) Kelenjar Wolfring. Kelenjar ini terdapat berdekatan dengan perbatasan atas
bagian superior tarsal plate dan sepanjang batas bawah tarsus inferior
c) Bagian-bagian lain dari sistem lakrimalis yaitu: puncta, kanaliculi, sakus
lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.Sebagian air mata hilang oleh penguapan
dan beberapa oleh reabsorpsi melalui jaringan konjungtiva, tapi kira-kira 75%
melewati sistem drainase nasolakrimal. Sistem drainase lakrimal terdiri dari
puncta, kanalikuli, sakus lakrmal , and duktus nasolakrimal yang mengalir ke
kavum nasal.
1) The puncta. Dua bukaan berbentuk bulat atau oval pada kelopak mata atas
dan bawah kira-kira 6 dan 6.5 mm masing-masing, terletak temporal
terhadap kantus dalam. Setiap punctum terletak di atas elevasi yang
dinamakan lakrimal papilla yang akan kelihatan ketara pada usia lanjut.
Normalnya, puncta akan memasuki bagian lakus lakrimalis.
2) Kanalikulus. Bagian ini menghubungkan puncta dengan sakus lakrimal.
Setiap kanalikulus ada 2 bagian: vertikal (1-2 mm) dan horizontal (6-8mm)
yang terletak di sudut kanan antara satu sama lain. Bagian horizontal
menyatu dengan bagian dalam kantus untuk membuka sakus. Lipatan
mukosa pada titik ini membentuk katup Rosenmuller yang menghalang
refluks air mata.
3) Sakus lakrimal. Ukuran total sakus sepanjang 12-15 mm vertikal dan 4-8
mm antero-posterior. Bagian fundus dari sakus memanjang 3-5mm diatas
tendon kantal medial dan badan dari sakus berukuran 10mm . Sakus lakrimal
terletak di fossa lakrimal dengan aspek medial melekat dengan pinggir
periosteal fossa.
4) Duktus nasolakrimal. Bagian ini memanjang dari sakus lakrimal ke meatus
inferior. Ianya berukuran sepanjang 15-18 mm dan terletak di dalam tulang
kanal yang dibentuk oleh maksila dan turbinate inferior. Bagian ujung atas
duktus nasolakrimal adalah bagian yang paling sempit.
8. Saraf Optik6
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf : yaitu : saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optic
menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung
terhadap saraf optic ataupun perubahan toksik dan anoksik yang mempengaruhi
penyaluran aliran listrik.
B. Definisi
Thyroid Associated Orbitopathy (TAO) juga dikenal dengan Penyakit mata
tiroid (TED) juga dikenal sebagai Thyroid related ophthmopathy (TAO), orbitopathy
Grave, Graft's Ophthalmopathy, atau penyakit mata Graves. TAO adalah sebuah
autoimun adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh antibodi yang diarahkan
terhadap reseptor yang ada di sel tiroid dan otot ekstraocular dan jaringan lunak orbit.
Itu kelainan yang ditandai dengan pembesaran otot ekstraokular, volume jaringan lemak
dan ikat.7

C. Epidemiologi
Angka kejadian TAO adalah 2,5-6 kali lipat lebih umum di kalangan wanita.
Namun, oftalmopati lebih sering sering terjadi pada pria. Onset umumnya antara usia 30
dan 50 dan perkembangan penyakit akan lebih parah jika terjadi setelah usia 50 tahun.
Oftalmopati dilaporkan terjadi pada 25-50% pasien dengan penyakit Graves dan 2%
pasien dengan tiroiditis Hashimoto. Sekitar 3-5% dari pasien ini memiliki oftalmopati
parah. Sebagian besar pasien mengalami oftalmopati parah dalam waktu 18 bulan
setelah terdiagnosis menderita graves. Namun onset oftalmopati dapat terjadi hingga 10
tahun sebelum dan hingga 20 tahun setelah timbulnya penyakit tiroid.9
TAO adalah penyebab paling umum dari penyakit orbital di amerika utara dan
eropa dan keduanya eksoftalmus unilateral dan bilateral. Prevalensi pada wanita
dibandingkan pria masing masing 16 per 100.000 vs 3 per 100.000 penduduk. Baik pria
maupun wanita menunjukkan pila usia diagnosis yang bimodal 40-44 tahun dan 60-64
tahun pada wanita, sedangkan pada pria 45-49 tahun dan 65-69 tahun. Usia rata-rata
diagnosos adalah 43 tahun untuk semua pasien dengan kisaran 8-88 tahun. Pasien yang
didiagnosis berusia di atas 50 tahun memiliki prognosis yang lebih buruk secara
keseluruhan.8
D. Etiologi 9
1) Status tiroid. Banyak pasien dengan TAO merupakan pasien dengan hipertiroid.
Namun eutiroidisme atau hipotiroidisme, tiroiditis hashimoto, kanker tiroid, radiasi
pada leher berhubungan dengan TAO. Walaupun pasien eutiroid TAO dapat terjadi
perlahan. Pada pasien dengan hipertiroid, gejala klinis TAO selalu berkembang
dalam waktu 18 bulan.
2) Radioaktif iodin. Walaupun hal ini masih kontroversial, beberapa publikasi
mengatakan bahwa ablasi tiroid dengan radioaktif iodine 131 dapat menunjang
perkembangan terjadinya TAO dibandingkan dengan obat anti tiroid dan
pembedahan. Beberapa studi radioaktif dengan iodin tidak menunjukkan faktor
risiko yang signifikan untuk terjadinya TAO. Namun, beberapa literature
menunjukkan bahwa I131 berpengaruh terhadap terjadinya TAO dimana 15%
pasien yang diobati dengan I131 dapat berkembang menjadi TAO dan bahkan
memiliki TAO yang parah. Hanya 3% pasien yang diobati dengan metimazole yang
menunjukkan TAO yang berat.
3) Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan TAO. Penyakit-penyakit autoimun
seperti mistenia gravis, penyakit adison, vitiligo dan anemia pernisiosa telah
terbukti berhubungan dengan TAO. Pada satu study, 8% pasien dengan kondisi ini
mempunyai reseptor antibodi asetilkolin yang positif. Indefeksi Yersenia
enterotolitica juga telah terbukti berhubungan dengan terjadinya TAO.
4) Rokok. TAO sangan berhubungan kuat dengan kejadian TAO. Studi di eropa
menunjukkan perokok memiliki 2,4 kali lebih besar untuk terjadinya TAO yang
dibandingkan dengan penduduk asia. Perokok aktif lebih berpotensi untuk
terjadinya strabismus daripada yang bukan perokok. Insidensi TAO pada anak
diatas 11 tahun mungkin terjadi akibat peningkatan prevalensi pemakai rokok.
E. Patofisiologi
Lehman dan rekannya merangkum jalur yang masuk akal untuk aktivasi fibroblast
di TAO. Mereka mengusulkan bahwa pengikatan dan aktivasi fibroblast orbital oleh
autoantibodi memicu penyakit mata tiroid. Fibroblas orbital yang diaktifkan
melepaskan kemokin yang merekrut limfosit T ke dalam orbit. Limfosit ini kemudian
berinteraksi dengan fibroblast, yang berpotensi mengaktifkan satu sama lain, lebih
lanjut mempromosikan produksi sitokin dan sekresi faktor pengaktif sel-T. Interaksi
fibroblas dengan sel T menghasilkan deposisi molekul matriks ekstraseluler, proliferasi
fibroblast, dan adipogenesis. 10

Gambar 10. Aktivasi fibroblas oleh aktivitas pro inflamasi yang membentuk sintesis
glikosaminoglikans (GAG) dan asam hialuronat.8
Meskipun patogenesis TAO tidak sepenuhnya dipahami, namun patogenesisnya
dikenal sebagai gangguan autoimun. Telah ditetapkan bahwa autoimunitas berkembang
melawan antigen yang umum terjadi pada kelenjar tiroid dan orbit. Meskipun beberapa
mendukung pandangan bahwa antigen patogenetik yang umum adalah reseptor TSH,
Salvi et al. mengidentifikasi protein 64-kDa yang umum pada kelenjar tiroid dan orbit.
Studi terbaru melaporkan upregulasi gen calsequestrin jantung pada pasien TAO dan
menyarankan bahwa autoimunitas terhadap calsequestrin mungkin menjadi faktor
pemicu dalam patogenesis oftalmopati. Meskipun ada korelasi erat antara oftalmopati
dan antibodi reseptor TSH, segera setelah publikasi autoimunitas terhadap
calsequestrin, autobodi terhadap orbital kolagen membran antigen fibroblast XIII juga
diidentifikasi. Limfosit T reaktif yang mengenali antigen umum tiroid-orbit menyusup
ke orbit dan perimysium otot ekstraokular. Ini ditingkatkan dengan sirkulasi dan
molekul adhesi lokal yang distimulasi oleh sitokin. Setelah infiltrasi orbit dengan
limfosit T, antigen umum dikenali oleh reseptor sel T pada CD4+ limfosit T (Th).
Sitokin yang disekresikan oleh limfosit Th mengaktifkan limfosit CD8+ dan sel B yang
memproduksi autoantibodi, yang memperkuat reaksi kekebalan. Sitokin ini
menstimulasi sintesis dan sekresi glikosaminoglikan (GAG) oleh fibroblas. Karena
sifatnya yang menarik air, GAG menyebabkan edema periorbital, proptosis, dan
pembengkakan otot ekstraokular. Proliferasi fibroblast yang distimulasi oleh sitokin
juga berperan dalam ekspansi konten orbital. Fibroblas orbital termasuk preadipocytes,
yang berubah menjadi adipocytes dengan stimulasi hormon. Sel-sel ini telah terbukti
berkontribusi pada peningkatan volume jaringan lemak retroorbital.8

Gambar 11. Edem pada palpepbra inferior akibat peningkatan glikosaminoglikan8


Studi terbaru menunjukkan bahwa autoantibodi tiroid dan gen sistem kekebalan
memiliki peran penting dalam memprediksi sebelum pengembangan oftalmopati dan
menentukan keparahannya setelah onset. Antibodi anti-TPO dan tingkat kepositifan
anti-TG masing-masing 90% dan 50%, telah dilaporkan. Selain autoimunitas, faktor
genetik dan lingkungan juga diketahui berpengaruh dalam etiopatogenesis oftalmopati
tiroid.1

Polimorfisme gen untuk regulator transkripsi NF-κB1 telah dikaitkan dengan

perkembangan dan usia onset oftalmopati. Sebuah studi mengevaluasi hubungan antara
main histocompatibility complex (MHC) kelas II antigen leukosit manusia (HLA) alel
dan ophthalmopathy mengungkapkan hubungan antara alel HLA-DRB1 dan
keterlibatan otot ekstraokular. Single Nucleotide Pleomorphism (SNP) yang
diidentifikasi dalam gen ARID5B dan NRXN3 juga dapat mengatur pengendapan
lemak dan memiliki hubungan dengan penyakit Graves. Telah ditunjukkan bahwa

substitusi nukleotida dalam promotor gen TG yang terkait dengan interferon alfa (IFNα

) lebih umum pada pasien dengan penyakit tiroid autoimun. Para penulis menyatakan

bahwa IFNα secara langsung mempengaruhi ekspresi gen yang mendasari autoimunitas

tiroid melalui pengikatan faktor pengatur IFN-1 dengan varian TG promoter. Dalam
sebuah penelitian baru-baru ini, SNP gen calsequestrin-1 diusulkan sebagai penanda
genetik untuk TAO.1
F. Klasifikasi dan Manifestasi Klinik
Klasifikasi sederhana TAO adalah tipe I dan tipe II. Cara membedakan kedua
klasifikasi ini tidak terlalu sulit. Tipe I ditandai dengan inflamasi yang minimal dan
terdapat tetraksi miopati. Tipe II digolongkan dngan inflamasi orbital yang signifikan
dan adanya retraksi miopati. 9
Manifestasi Klinik dari TAO dapat sembuh selama 1 tahun atau beberapa tahun.
TAO yang stabil biasanya dapat aktif kembali tetapi ini jarang terjadi. Tanda dan gejala
dapat bervariasi dan tergantung pada stadium yang dialami pasien. Awalnya, terjadi
peradangan aktif akut atau subakut. Kemudian, pasien berkembang menjadi lebih parah
yang ditandai dengan adanya fibrosis. Pasien mungkin mengeluhkan gejala okular
berikut:7, 9

1) Mata kering atau dry eye


2) Kelopak mata bengkak
3) Mata yang tampak marah
4) Mata melotot
5) Diplopia
6) Kehilangan penglihatan
7) Kehilangan lapangan pandang
8) Epiforia
9) Fotofobia
10) Dischromatopsia
11) Photopsia palpebrae superior
12) Tekanan atau rasa sakit pada mata
Gejala yang ditandai dengan hipertiroidisme adalah:
1) Takikardia / palpitasi
2) Gugup
3) Diaphoresis
4) Intoleransi panas
5) Kelemahan otot rangka
6) Getaran
7) Penurunan berat badan
8) Rambut rontok
9) Sifat lekas marah
10) Gondok
11) Gejala hipotiroidisme meliputi:
12) Bradikardia
13) Kantuk
14) Pendampingan yang buruk
15) Kram otot
16) Berat badan bertambah
17) Kulit kering
18) Suara serak
19) Depresi
20) Intoleransi dingin
Banyak tanda yang berhubungan dengan orbitopati terkait tiroid, sebagai berikut:
1) Tanda Vigouroux (kelopak mata penuh)
2) Tanda Stellwag (berkedip tidak lengkap dan jarang)
3) Tanda Grove (resistensi untuk menarik ke bawah tutup atas yang ditarik)
4) Tanda Joffroy (tidak ada lipatan di dahi pada tatapan superior)
5) Tanda Möbius (konvergensi yang buruk)
6) Tanda balet (pembatasan satu atau lebih otot ekstraokular)
7) Proptosis dan pseudoptosis
8) Orbitopati terkait tiroid adalah penyebab paling umum dari proptosis unilateral dan
bilateral
9) Proptosis atau exophthalmos terjadi, karena konten orbital terbatas dalam tulang
Proptosis dan pseudoptosis9
Orbitopati terkait tiroid adalah penyebab paling umum dari proptosis
unilateral dan bilateral orang dewasa. Proptosis atau exophthalmos terjadi, karena
konten orbital terbatas dalam tulang orbit, dan dekompresi hanya dapat terjadi
secara anterior. Proptosis unilateral terkait tiroid. Orbitopati biasanya
mencerminkan keterlibatan otot asimetris.
Retropulsi (palpasi digital bola melalui kelopak mata tertutup) adalah tes
yang berguna; menurun pada pasien dengan orbitopati terkait tiroid yang parah.
Seperti disebutkan sebelumnya, orbitopati terkait tiroid bisa asimetris. Satu studi
menemukan asimetri pada 20% pasien euthyroid / hipotiroid dengan tiroid yang
terkait orbitopati dan pada 6,1% pasien hipertiroid dengan orbitopati terkait tiroid.
Selain itu, kompresi saraf optik pada orbitopati terkait tiroid dapat terjadi tanpa
adanya proptosis yang jelas; untuk alasan ini, selalu periksa retropulsi. Berbagai
exophthalmometer dapat digunakan untuk mengukur tonjolan orbital.
Pseudoptosis dan ptosis sejati dapat dilihat pada pasien dengan orbitopati
terkait tiroid. Pseudoptosis dapat diamati jika retraksi kelopak mata kontralateral
hadir. Ptosis dapat terjadi dengan tiroid terkait orbitopati jika terdapat lehator
dehiscence. Pasien dengan orbitopati terkait tiroid mungkin bersamaan dengan
miastenia gravis, yang dapat menyebabkan ptosis. Kasus tiroid bersamaan yang
terkait orbitopati dan myasthenia gravis orbital telah dilaporkan.Pembesaran
kelenjar lakrimal tidak jarang terjadi.

Lid retraction dan Lid lag9

Umumnya, kelopak mata atas 1-1.5 mm dibawah limbus superior, dan


kelopak mata bawah berada pada limbus inferior. Retraksi kelopak mata atas
(tanda Dalrymple), sering dengan flare temporal dan skleral, adalah yang paling
umum tanda mata dari orbitopati terkait tiroid. Tanda ini adalah fitur pembeda
yang penting untuk diperhatikan semua pasien dengan proptosis. Mekanisme untuk
retraksi tutup atas termasuk proptosis, dorongan simpati Otot Muller, pembatasan
atas, fibrosis otot levator, dan ptosis kontralateral (myasthenia). Retraksi kelopak
mata dapat terjadi pada kelopak atas dan bawah karena persarafan simpatis otot
tarsal di kedua kelopak mata. Pembatasan ganggang, levator fibrosis, dan proptosis
yang sangat parah adalah hal lain kemungkinan penyebab retraksi tutup. Jika
retraksi kelopak mata tidak ada, maka orbitopati terkait tiroid dapat didiagnosis
hanya jika proptosis, keterlibatan saraf optik, atau miopati ekstraokular restriktif
terkait dengan tiroid disfungsi atau regulasi abnormal, dan tidak ada fitur oftalmik
perancu lainnya yang jelas. Kelambanan kelopak mata pada downgaze (tanda von
Graefe) adalah fitur penting dari orbitopati terkait tiroid. Sementara perlahan
memindahkan objek fiksasi dari atas ke bawah, pemeriksa harus mengamati
apakah kelopak mata tertinggal di belakang dunia pada downgaze.
Tanda-tanda kelopak mata lainnya termasuk edema kelopak dan alur
glabellar. Asosiasi mendalam yang signifikan secara statistik glabellar rhytids
dengan orbitopathy terkait tiroid telah dijelaskan Ini mungkin disebabkan oleh
hipertrofi otot-otot penekan alis yang mengkompensasi retraksi kelopak mata.
Gambar 12. Fase Aktif dan Fase Stabil. Fase aktif ditandai dengan adanya
inflamasi: pembesaran pada otot mata, hiperemis pada konjungtiva, edem pada
jaringan periokular dan adanya kemosis. Transisi fase aktif ke fase stabil terjadi 1-
3 tahun. 8
Gejala Klinis pada Kornea dan Konjungtiva9
Tanda-tanda pada segmen anterior pada orbitopati terkait tiroid termasuk
keratitis punctate superfisial, keratokonjungtivitis limbik superior, injeksi
konjungtiva biasanya pada insersi otot rektus, dan kemosis konjungtiva. Dengan
proptosis yang parah, pajanan kornea dengan ulserasi kornea dapat terjadi.
keratokonjungtivitis limbik superior adalah suatu kondisi iritasi mata yang kronis
dan sering berulang, yang oleh sebagian orang dianggap trauma mekanis
ditransmisikan dari kelopak mata atas ke bulbar superior dan konjungtiva tarsal.
keratokonjungtivitis limbik superior telah menjadi penanda prognostik untuk tiroid
berat yang terkait orbitopati.
Keterlibatan otot orbita. Strabismus adalah umum, dan sering muncul
sebagai hipotropia atau esotropia, karena rektus inferior otot dan otot rektus medial
adalah otot ekstraokular yang paling sering terlibat dalam tiroid yang terkait
orbitopati. Miopati restriktif kadang-kadang dapat dikonfirmasikan dengan
pemberian paksa atau peningkatan intraokular tekanan dengan gerakan mata
(misalnya, meningkat pada pasien hipotropik) jika diagnosis terkait tiroid
orbitopati tidak mengungkapkan. Pembatasan otot rektus inferior dapat meniru
kelumpuhan elevator ganda. Meskipun esotropia adalah temuan yang lebih umum
dengan orbitopati terkait tiroid. Pada pasien dengan orbitopati dan eksotropia
terkait tiroid,kemungkinan bersamaan myasthenia gravis harus dipertimbangkan.
Neuropati optik kompresif dapat timbul dengan penglihatan kabur,
kehilangan penglihatan, dischromatopsia, atau lapangan kerugian. Pasien dengan
kompresi saraf optik mungkin tidak memiliki tanda proptosis atau tampak ringan
proptosis, tetapi mereka biasanya menunjukkan retropulsi yang sangat menurun
(orbit ketat). Selain itu, kebanyakan kasus neuropati optik tiroid kompresif terjadi
tanpa edema saraf optik yang terlihat.
Lipatan koroid dapat terjadi dengan orbitopati terkait tiroid. Glaukoma dapat
terjadi akibat penurunan aliran vena episkleral. Karena miopati restriktif, tekanan
intraokular dapat naik lebih dari 8 mmHg saat naik.
G. Diagnosis
1) Anamnesis
Pasien mengeluh sensasi berpasir, fotofobia, lakrimasi, ketidaknyamanan
pada mata, dan penonjolan mata ke depan. Dalam kasus yang lebih lanjut, pasien
dapat mengeluh penglihatan ganda dan penglihatan kabur.7
2) Pemeriksaan Fisik1
a) Retraksi pada kelopak mata atau dairymple’s sign. Terjadi 37-92 % pasien

Gambar 13. Retraksi pada kelopak kanan atas.1


b) Keterlambatan dalam menutup kelopak mata atau lid lag atau von graffe sign
dan edem pada kelopak mata
c) TAO merupakan penyebab paling tersering untuk terjadinya eksoftalmus
unilateral ataupun bilateral, goldzeiher’s sign.
d) Injeksi pada konjungtiva bulbar dimana terdapat konjungtiva yang hiperemis.
e) Strabismus
f) Ulserasi pada kornea
g) Edem palpebrae
h) Ditandai dengan adanya fase stabil setelah adanya fase inflamasi. Hal ini dapat
diperhitungkan dengan menggunakan skor Clinical Activity Score (CAS): Nyeri
spontan pada mata, nyeri dengan pergerakan mata, adanya eritem pada kelopak,
injeksi konjungtiva, kemosis, edem karunkula, edem kelopak dan adanya
protrusi. Sedangkan skor VISA: vision, inflammation, strabismus dan
appereance.
i) Eksoftalmometer hertel. Merupakan alat yang mengukur lokasi anteroposterior
bola mata terhadap tepian tulang orbita. Tepian orbita lateral adalah petunjuk
yang jelas untuk dipakai sebagai titik rujukan. Dengan alat hertel bisa terlihat
jika terjadinya eksoftalmos.
Eksoftalmometer adalah suatu instrumen manual dengan dua alat pengukur
yang identic untuk masing-masing mata, yang dihubungkan dengan balok
horizontal. Jarak antara kedua alat itu dapat diubah menjauh dan mendekat
sesuai tepian orbita lateral. Bila diposisikan dengan tepat, satu set cermin yang
terpasang akan memantulkan bayangan samping masing-masing mata di sisi
sebuah skala pengukur, yang terkalibrasi dalam millimeter. Ujung bayangan
kornea yang sejajar dengan bacaan skala menunjukkan jaraknya dari tepian
orbita. Penderita disuruh melihat ke depan dan melihat mata pemeriksa.
Diletakkan alat hartel yang bersandar pada tepi orbita lateral kedua mata.
Pemeriksa mengintip permukaan depan kornea melalui cermin berskaala pada
alat hartel. Nilai penonjolan mata normal adalah 10-20 mm dan beda penonjolan
lebih dari 2 mm antara kedua mata dinyatakan sebagai mata menonjol patologik
atau eksoftalmus.
Nilai rujukan : < 20 mm : normal
21-23 mm: ringan
23-27 mm : sedang
>28 mm : berat

Gambar 14. Pengukuran derajat proptosis dengan Hertel oftalmometri.


3) Pemeriksaan Penunjang7,10
a) Pemeriksaan laboratorium. Hal ini dihubungkan dengan gejala klinik yang
berhubungan dengan penyakit tiroid. Pemeriksaan hormone level tiroid: thyroid
stimulating immunoglobulin dan anti thyroid antibody dapat menunjang
diagnosis TAO.
b) USG orbita. Dapat digunakan untuk memvisualisasi struktur orbita dan
menentukan jika terdapat pembesaran m. rectus. Keuntungan dari USG adalah
murah, radiasi yang minimal.
c) Computed Tomography. dapat menentukan apakah pasien membutuhkan
tindakan operasi. Dapat menentukan densitas lemak.
d) MRI atau Magnetic Resonance Imaging. Dapat menentukan adanya pembesaran
m. rectus dan mengidentifikasi ekspansi lemak dan jika terdapat peradangan
yang aktif.
4) Diagnosis Banding7,12
a) Orbita Pseudomotor. Juga disebut dengan orbital inflammatory disease (OID),
merupakan kumpulan gejala peradangan pada rongga orbita. Bersifat unilateral.
Adanya fibrosis, masa, proptosis, nyeri, nyeri pergerakan bola mata, eritema dan
adanya kemosis.
b) Fistula karotikokavernosus. Gejala berupa selulitis, adanya jaringan lunak yang
mengisi rongga periorbital. Adanya kongesti vena, pembesaran vena oftalmika
superior yang terlihat pada pemeriksaan CT scan dan MRI. Pemeriksaan
angiografi merupakan pilihan terbaik untuk melihat karakteristik fistula.
c) Inflamasi orbitopati seperti granulomatosis dengan poliangitis. Penyakit ini
merupakan penyakit infeksi pada rongga orbita. Penyakit ini didasari oleh
adanya destruksi dinding sinonasal. Adanya infiltrasi jaringan lemak pada
rongga orbita. Gejala sistemik dapat dijumpai pada penyakit ini berupa demam
dan leukositosis. Pemeriksaan dengan CT scan dianjurkan untuk melihat
seberapa besar destruksi yang ada.
d) Myositis Orbita. Merupakan penyakit non infektif yang menyerang otot-otot
ekstraokular. Bersifat unilateral, nyeri pergerakan bola mata, hiperemis pada
konjungtiva. Kadang disertai gejala sistemik berupa demam, leukositosis dan
adanya riwayat infeksi pada kepala dan leher.
e) Penyakit IgG4. Merupakan penyakit akibat terjadinya infiltrasi limfosit pada
kedua kelenjar lakrimalis. Tanda gejalanya berupa proptosis, kemosis dan
diplopia. Pemeriksaan serum IgG4 harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.
H. Penatalaksanaan
Pasien dengan TAO harus berhenti dalam merokok sebagai penambah derajat
keparahan dan menurunkan efek obat.
a) Farmakologis1,9
1) Terapi steroid. Sebagai anti inflamasi dan efek imunosupresif juga dapat
menghambat sintesis dan sekresi glikoksaminoglikan oleh fibroblast. Dapat
diberikan dengan oral, intravena, retrobulbar, dan subkonjungtiva. Namun, jalur
oral akan menjadi lebih efektif. Dosis tinggi (60-100mg per hari prednisolon)
dengan dosis yang panjang 10-20 minggu. Penurunan dosis 5-10 mg per minggu
umumnya aman. Pengobatan alternative dengan metilprednisolon menjadi
pilihan.
2) Terapi radioterapi. Terapi ini sebagai anti inflamasi, mengurangi produksi
glikosaminoglikan, dan radiosensitifitas terhadap limfosit pada jaringan
infiltrate orbita. Tujuan utama dengan menggunakan terapi ini adalah untuk
motilitas ocular. Dosis kumulatif 20 G dibagi dalam 10 fraksi. 1500-2000 cGy
dibagi dalam 10 hari. Efek yang dapat ditimbulkan adalah dapat meningkatkan
reaksi inflamasi. Terapi steroid harus dilanjutkan pada minggu pertama setelah
radioterapi.
3) Antioksidan selenium. dosis harian 200 mcg. Pada satu studi menunjukkan
pasien dengan TAO derajat sedang dapat terbantu. Jika pasien memiliki defisien
selenium suplementasi tidak menunjukkan perkembangan yang berarti.
4) Terapi imunosupresan. Siklosporin, azatioprin, dan siklofosfamid. Siklosporin
adalah obat imunosupresif yang paling umum digunakan dalam pengobatan
oftalmopati. Siklosporin bekerja dengan menghambat aktivasi dan antigen
limfosit T sitotoksik presentasi oleh monosit dan makrofag, yang pada
gilirannya mengaktifkan limfosit T penekan dan menghambat produksi sitokin.
Dibandingkan dengan terapi steroid oral saja, suplementasi steroid oral terapi
dengan hasil cyclosporin dalam pengurangan yang lebih besar dalam skor
aktivitas, memberikan peningkatan yang nyata dalam proptosis dan diplopia,
dan mengurangi tingkat kekambuhan setelah penghentian terapi steroid.
5) Analog somatostatin. Seperti oktreotid. Namun pengobatan ini tidak
direkomendasikan karena tidak efektif dalam mengurangi inflamasi pada TAO
6) Pentoksifilin dan nicotinamid. Dilaporkan bahwa pengobatan ini dapat efektif
dalam mengurangi gejala simtomatik dan menyembuhkan proptosis.
7) Imunoglobulin intravena. Memiliki efek yang sama dengan steroid namun,
pengobatan ini tidak efektif dalam manajemen TAO
8) Plasmaparesis. Berguna untuk menghilangkan imunoglobullin dan
imunokompleks patogenesis TAO. Terapi 4 sesi dnegan periode 5-8 hari
signifikan dalam menangani gejala klinik dari oftalmopati. Namun, dalam
selang 1 tahun dapat berulang. Pengobatan plasmaparesis merupakan pilihan
akhir jika pengobatan lain gagal.
9) Antibodi antiditokin dan anti limfosit adalah pendekatan terapeutik baru yang
dapat diterapkan pada pasien yang tidak menanggapi terapi imunosupresif
konvensional.
b) Operasi9,11
Sekitar 5% pasien dengan orbitopati terkait tiroid (ophthalmopathy tiroid)
mungkin memerlukan intervensi bedah. Beri tahu pasien tentang kemungkinan
prosedur bertahap. Waktu operasi sangat penting. Kecuali tekanan neuropati optik
atau paparan kornea yang parah hadir, operasi umumnya tertunda selama fase
inflamasi aktif terkait tiroid orbitopati. Sebaliknya, pembedahan biasanya dilakukan
selama fase cicatricial diam dari penyakit. Disarankan mengambil foto sebelum
operasi. Dengan operasi strabismus, dokumentasikan pengukuran prisma atau
bidang visi binokular tunggal. Merekam perimetri dasar otomatis juga berguna.
Pada pasien dengan orbitopati terkait tiroid yang memiliki proptosis dan
pertunjukan skleral inferior, horisontal sederhana mengencangkan tutup bawah akan
menghasilkan peningkatan eksposur bola mata. Urutan operasi juga penting, karena
hasil dari setiap prosedur dapat menentukan tujuan yang diperlukan selanjutnya.
Pasien harus dalam keadaan stabil 6-12 bulan sebelum operasi. Jika pasien telah
ditandai proptosis, strabismus, dan kelainan tutup, melakukan operasi dengan urutan
sebagai berikut:
a) Dekompresi Orbita
b) Operasi Strabismus
c) Operasi Pelebaran Kelopak mata
d) Blefaroplasti
I. Komplikasi2,4
1) Gejala akan berjalan terus walaupun pengobatan dan pembedahan sudah dilakukan
2) Dapat terjadi kebutaan akibat lagoftalmus ataupun gangguan peredaran darah saraf
optik dimulai dari terjadinya: dry eye - ulkus kornea - sikatrik kornea – selulitis -
endoftalmitis – dekompresi saraf optik – dekompresi arteri vena rongga orbita
neuritis optik – kebutaan.
J. Prognosis2
1) Dapat terjadi rekurensi jika pasien tidak menjalani pengobatan lanjutan
2) 3-5% pasien dengan TAO dapat berkembang menjadi TAO yang sangat berat
BAB III

KESIMPULAN

Thyroid Associated Orbitopathy (TAO) juga dikenal dengan Penyakit mata tiroid
(TED) juga dikenal sebagai Thyroid related ophthmopathy (TAO), orbitopathy Grave,
Graft's Ophthalmopathy, atau penyakit mata Graves. TAO adalah sebuah autoimun adalah
penyakit autoimun yang disebabkan oleh antibodi yang diarahkan terhadap reseptor yang
ada di sel tiroid dan otot ekstraocular dan jaringan lunak orbit. Itu kelainan yang ditandai
dengan pembesaran otot ekstraokular, volume jaringan lemak dan ikat.
Studi terbaru menunjukkan bahwa autoantibodi tiroid dan gen sistem kekebalan
memiliki peran penting dalam memprediksi sebelum pengembangan oftalmopati dan
menentukan keparahannya setelah onset. Antibodi anti-TPO dan tingkat kepositifan anti-
TG masing-masing 90% dan 50%, telah dilaporkan terjadinya ophthalmopathy. Selain
autoimunitas, faktor genetik dan lingkungan juga diketahui berpengaruh dalam
etiopatogenesis oftalmopati tiroid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sahli, Esra., Gunduz, Kaan. Thyroid associated Ophtalmopathy. Turkey J


Ophthalmology. Turkey. 2017. 47 94 - 105
2. Ilyas, Sidrata.. Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Halaman 193-195. 2009
3. Kang, Sunah., Seok, Ho. Current Trends in the Management of Thyroid
Ophthalmopathy. Hanyang Medical Review. Korea. 2016.36 : 186-191
4. Riordian, Paul., Witcher, John. Vaughan dan Asbury: OFTALMOLOGI UMUM Edisi
17. EGC. Jakarta. 2014
5. Netter, Frank. Atlas of Human Anatomy 6th edition. Elsevier. Philadephia. 2014
6. Ilyas, Sidrata., Rahayu, Sri. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2015.
7. Gandhi, Rashmin., Shah, Khyati. Thyroid Ophtalmopathy. American Academy Of
Ophtalmology. 2019
8. Liaboe CA, Clark TJ, Shriver EM, Carter KD. THYROID EYE DISEASE: AN
INTRODUCTORY TUTORIAL AND OVERVIEW OF DISEASE. EyeRounds.org.
posted November 18, 2016; Available from:
http://www.EyeRounds.org/tutorials/thyroid‐eye‐disease/.
9. Ing, Edsel. Thyroid Associated Orbitopathy. Medscape. Rusia. 2019
10. Maheswari, Rajat., Weis, Ezekiel. Thyroid Assciated Orbitopathy. Indian Journal of
Ophthalmology. India. 2012: 60 (2) 87-93
11. Ackuaku, Dogbe., Akpalu, Josephine, Abaidoo, Benjamin. Epidemiologi dan Fitur
Klinis TAO di Accra. Middle East African Journal Ophthamology. Ghana. 2017: 24
183-189
12. Pakdaman, Michael., Sepahdari, Ali., Elkhamary, Sahar. Orbital inflammatory disease:
Pictorial review and differential diagnosis. World Journal of Radiology. Los Angeles.
2014 : 6 (4) 106-115

Anda mungkin juga menyukai