Oleh :
131611133149
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Rasa syukur itu dapat kita wujudkan dengan cara memelihara
lingkungan dan menjaga kesehatan serta mengasah akal budi untuk memanfaatkan karunia
Tuhan itu dengan sebaik-baiknya. Jadi, rasa syukur itu harus senstiasa kita wujudkan dengan
rajin belajar dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan cara itu, kita akan menjadi
generasi bangsa yang dapat membangun kehidupan berbangsa yang lebih baik lagi .Atas berkat
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas ini dengan
baik dan dalam waktu yang relatif singkat. tugas ini dibuat untuk memenuhi syarat penugasan
metodologi penelitian.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan yang mungkin kurang sesuai dengan keinginan pembaca. Oleh karena
itu, penulis sangat terbuka untuk menerima semua saran dan kritikan yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Dan juga bertambahnya pengawasan dan wawasan penulis
dalam pembuatan makalah berikutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
BAB 1
PENDAHULUAN
Gizi kurang menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia sehingga pemerintah
menekankan Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatandalam pembangunan kesehatan
periode 2015-2019. Salah satu sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 adalah meningkatnya status kesehatan gizi ibu
dan anak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014).
Prevalensi gizi kurang pada balita berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U)
di Indonesia memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% pada tahun 2007, menurun
menjadi 17,9% pada tahun 2010, kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% pada tahun 2013.
Prevalensi balita gizi kurang di Jawa Tengah sebesar 17,8% (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016).
Tingkat pendidikan orang tua terutama ibu merupakan faktor penting dalam menentukan
kualitas perawatan anak dan berhubungan erat dengan pengetahuannya mengenai jenis makanan
dan sumber gizi yang baik untuk keluarga. Sedangkan jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua
berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh dan menentukan seberapa besar sumbangan mereka
terhadap keuangan keluarga yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti
kebutuhan untuk membeli makanan yang bergizi. Adanya ketidakseimbangan antara pangan
yang tersedia dan jumlah anggota keluarga akan menimbulkan kondisi gizi kurang pada anak
(Andriani dan Wirjatmadi, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
2. Apakah pengaruh pengetahuan dan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi pada anak?
1.3 Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui apa pengaruh pengetahuan dan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi
pada anak
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi pendidikan keperawatan
1. Sebagai bahan informasi untuk mengetahui pengaruh pengetahuan dan perilaku ibu
dalam pemenuhan gizi pada anak
2. Menjadi masukan dalam rangka untuk meningkatkan upaya pemenuhan gizi kurang
pada anak
b. Bagi pembaca
1. Sebagai bahan pengetahuan agar meningkatkan pengetahuan serta mengubah perilaku
utuk memenuhi gizi pada anak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi kurang adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur
(BB/U) -3 SD (Standard Deviasi) sampai -2 SD(Depkes RI, 2011). Gizi kurang adalah gangguan
kesehatan yang disebabkan kekurangan dan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan
dan protein.(Rahardjo, 2012). Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal
yang berhubungan dengan kehidupan. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5
tahun (Ariyanto, 2010). Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di
Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang
banyak dijumpai pada balita (Lusa, 2009).
Faktor risiko gizikurang pada balita menurut konferensi international tentang “At Risk
Factors and The Health and Nutrition of Young Children” di Kairo tahun 1975 mengelompokkan
menjadi tiga (Moehji,2009), yaitu :
a) Ketahanan pangan
b) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat
membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan dasar
yang terjangkau oleh seluruh keluarga (Waryono, 2010).
a) Tingkat Pengetahuan
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan
terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan,
serta kesadaran terhadap kesehatan.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap
pola konsumsi makanan keluarga.
b) Tingkat Pendidikan
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan gizi
ibu tinggi (Kemenkes, 2013). Dan balita yang mengalami pertumbuhan yang
lambat/balita dengan status gizi buruk juga berisiko 3 kali lebih besar berasal dari ibu
yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nafi’ah tahun 2015, Sebagian besar tingkat pendidikan ibu balita yang memiliki balita
gizi kurang dalam kategori pendidikan dasar.
c) Tingkat Pekerjaan
Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian
penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu
bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang
ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan
yang sesuai untuk balitanya (Septikasari dkk., 2016).
d) Tingkat Pendapatan
e) Sanitasi Lingkungan
Kesehatan lingkungan yang baik seperti penyediaan air bersih dan perilaku hidup
bersih dan sehat akan mengurangi risiko kejadian penyakit infeksi. Sebaliknya,
lingkungan yang buruk seperti air minum tidak bersih, tidak ada saluran penampungan air
limbah, tidak menggunakan kloset yang baik dapat menyebabkan penyebaran penyakit.
Penyakit inilah yang akan menjadikan infeksi, sehingga dapat menyebabkan kurangnya
nafsu makan sehingga menyebabkan asupan makanan menjadi rendah dan akhirnya
menyebabkan kurang gizi.
a) Usia
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1–<3tahun
(batita) dan anak usia prasekolah (3-5 tahun).Anak usia 1-<3 tahun merupakan konsumen
pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju
pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan
jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang
usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering.Di usia ini anak memasuki usia pra sekolah dan mempunyai
risiko besar terkena gizi kurang bahkan gizi buruk. Pada usia ini anak tumbuh dan
berkembang dengan cepat sehingga membutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sementara
mereka mengalami penurunan nafsu makan dan daya tahan tubuhnya masih rentan
sehingga lebih mudah terkena infeksi dibandingkan anak dengan usia lebih tua. Pada usia
pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang
disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah
playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. penelitian yang
dilakukan oleh Kuntari, Jamil dan Kurniati tahun 2013 menunjukkan bahwa balita yang
berusia 1-3 tahun mempunyai peluang lebih besar mengalami gizi baik dibandingkan
dengan balita yang berusia 3-5 tahun.
b) Jarak Kelahiran
Sebagian besar masyarakat memiliki jumlah balita dalam satu keluarga >2 balita dan
tidak sedikit jarak kelahiran berdekatan < 2 tahun. Jarak kelahiran turut serta
mempengaruhi status gizi balita.Jarak kehamilan atau kelahiran yang berdekatan (<2
tahun) juga dapat memicu pengabaian pada anak pertama secara fisik maupun psikis,
yang dapat menimbulkan rasa cemburu akibat ketidaksiapan berbagi kasih sayang dari
orang tuanya (Yolan, 2007).Banyak kakak-beradik dengan jarak kehamilan atau kelahiran
terlalu pendek menimbulkan sikap iri atau cemburu.Seperti kakak tidak gembira atas
kehadiran si kecil, justru sering menganggapnya musuh karena merampas jatah kasih
sayang orang tuanya (Diana, 2007). Namun berdasarkan catatan statistik penelitian bahwa
jarak kelahiran yang aman antara anak satu dengan lainnya adalah >2 tahun.Pada jarak ini
si ibu akan memiliki bayi yang sehat serta selamat saat melewati proses kehamilan
(Agudelo, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah dan
Septiani tahun 2013 yang menunjukan bahwa adanya hubungan jarak kelahiran dengan
status gizi balita yaitu jarak kelahiran >2 tahun mempunyai peluang lebih besar
mengalami gizi normal dibandingkan jarak kelahiran <2 tahun. Penelitian The
Demographic and Health Survey, menyebutkan bahwa anak-anak yang dilahirkan 2-5
tahun setelah kelahiran anak sebelumnya, memiliki kemungkinan hidup sehat 2,5 kali
lebih tinggi daripada yang berjarak kelahiran kurang dari 2 tahun, maka jarak kehamilan
yang aman adalah 2-5 tahun (Yolan, 2007). Penelitian oleh Dewi tahun 2013
menunjukkan bahwa ada hubungannya antara jarak kelahiran dengan status gizi balita.
Dalam upaya peningkatan status gizi pada hakekatnya harus dimulai sedini
mungkin, salah satunya yaitu dengan pemberian ASI eksklusif. ASI dapat menigkatkan
kekebalan tubuh bayi yang baru lahir, karena mengandung zat kekebalan tubuh yang
dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi dan alergi. Bayi ASI eksklusif akan
lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif,
hal ini juga akan mempengaruhi status gizi balita. Dalam menurunkan angka kesakitan
dan kematian anak, United Nations Children's Fund (UNICEF) dan WHO
merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berumur enam bulan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Giri tahun 2013 menunjukan bahwa ibu yang
memberikan ASI eksklusif memiliki balita dengan status gizi lebih baik dibandingkan
dengan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Penelitian yang dilakukan oleh Monica,
Dewi dan Susilo (2014) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian gizi kurang pada balita.
d) Penyakit Infeksi
Terdapat pengaruh yang cukup besar dari penyakit infeksi terhadap keadaan gizi
seseorang. Penyakit infeksi tersebut antara lain seperti diare dan demam, penyakit
tersebut dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, dimana makanan yang dikonsumsi
menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada status gizi
(Waryono, 2010). Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi
kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak
yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Baculu, Juffrie dan Helmyati tahun 2015 yaitu balita yang memiliki
riwayat penyakit infeksi memiliki risiko 2,83 kali lebih besar menderita gizi buruk
dibandingkan dengan balita yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi.
Berat lahir adalah berat bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah bayi
lahir. Klasifikasi berat bayi lahir menurut Kosim, et al.,(2009) dikelompokkan menjadi 3
yaitu :
f) Riwayat Imunisasi
(2)Imunisasi pilihan
Pemberian Vitamin A
Vitamin A atau retinol adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak, dan
disimpan tubuh di organ hati. Fungsinya untuk proses pembentukan dan pertumbuhan sel
darah merah, sel limfosit, sehingga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Karena itu
vitamin A ini merupakan antioksidan kuat yang dapat menangkal radikal bebas yang
berbahaya bagi tubuh. Selain itu, bermanfaat bagi kesehatan mata seperti mencegah
rabun senja, kerusakan kornea dan kebutaan. Bermanfaat pula bagi kesehatan kulit dan
pernafasan.Sasaran program ini adalah balita dari usia 6 bulan sampai dengan 59 bulan.
Vitamin A yang dibagikan adalah vitamin A dosis tinggi. Ada 2 jenis vitamin A yang
diberikan yaitu yang biru (100.000 IU) untuk bayi usia 6 sampai dengan 11 bulan, dan
yang merah (200.000 IU) untuk usia 12 sampai dengan 59 bulan. pemberian vitamin A
ini diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Kurang
Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di
negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa
pertumbuhan .
Penilaian status gizi menurut Supariasa (2011), dapat dilakukan dengan cara penilaian
status gizi secara langsung yaitu dengan pengukuran antropometri. Antropometri adalah sebuah
studi tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau
lemak (Survey, 2009). Secara umum, antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
konsumsi energi dan protein dilihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Tjahyani, 2011). Bidang antropometri meliputi
berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan
tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya. Antropometri adalah pengukuran dan
komposisi tubuh (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).Sedangkan antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh, komposisi tubuh, tingkat umur
dan tingkat gizi.Berdasarkan Kemenkes RI (2012), Indonesia masih mengalami permasalahan
gizi pada anakanak, maka usaha deteksi dini penting untuk dilakukan. Kita mengenal alat ukur
yang digunakan untuk melihat gizi balita antara lain dengan pengukuran status gizi melalui
kegiatan posyandu dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) sebagai alat ukur dan deteksi dini untuk
memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan balita. KMS bagi balita merupakan kartu
yang memuat kurva laju pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan
menurut umur yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Kemenkes RI, 2010).Status
pertumbuhan anak dapat diketahui dengan dua cara yaitu menilai garis pertumbuhan atau dengan
menghitung berat badan anak dibandingkan dengan Kenaikan Berat Badan Minimum (KBM).
Penentuan status pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa :
1) Naik (N)
Grafik BB mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan KBM atau
lebih.
2) Tidak Naik (T)
Grafik BB mendatar atau menurun memotong garis pertumbuhan dibawahnya atau
KBM kurang dari KBM.
a) Hasil penimbangan bulan ini sama atau lebih dari kenaikan berat badan minimum.
a) Berat badan hasil penimbangan bulan ini sama atau kurang dari berat badan
minimum.
3) Disebut Bawah Garis Merah (BGM), bila: garis pertumbuhan anak berada di bawah garis
merah
Berat badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS merupakan perkiraan
untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi bukan berarti balita tersebut telah menderita
gizi burukkarena ada anak yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu
dibawah garis merah pada KMS. Balita dengan pemenuhan gizi yang cukup memiliki berat
badan yang berada pada daerah berwarna hijau, sedangkan warna kuning menujukkan status gizi
kurang, dan jika berada di bawah garis merah menunjukkan status gizi buruk (Sulistyoningsih,
2011).
Supariasa (2011), klasifikasi status gizi dilakukan dengan menggunakan Skor Simpangan
Baku (z-skor).Dalam hal ini standard deviasi unit (z-skor) digunakan untuk meneliti dan
memantau pertumbuhan. Standard deviasi unit ini digunakan untuk mengetahui klasifikasi status
gizi seseorang berdasarkan kriteria yang ditetapkan, antara lain berat badan, umur dan tinggi
badan. Baku WHO-NCHS digunakan sebagai baku antropometri Indonesia (Depkes RI, 2011).
2.4 Tanda Gejala Gizi Kurang
Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak
tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya.Dr Rachmi Untoro ahli gizi anak dari Persatuan
Dokter Gizi Medik Indonesia mengungkapkan ciri-ciri anak kurang gizi adalah rambut kusam,
kering, pucat, bibir dan mulut bengkak.
Menurut Nency dan Arifin (2008), bahwa beberapa penelitian menjelaskan dampak
jangka pendek dari kasus gizi kurang adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara
serta gangguan perkembangan yang lain, sedangkan dampak jangka panjang dari kasus gizi
kurang adalah penurunan IQ, penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian,
serta gangguan penurunan rasa percaya diri. Oleh karena itu kasus gizi kurang apabila tidak
tangani dengan baik akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan mengancam hilangnya
generasi penerus bangsa (Zulfita, 2013).Gizi kurang jika tidak segera ditangani dikhawatirkan
akan berkembang menjadi gizi buruk (Dewi, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, Juniarti dan Mardiyah tahun 2008,
menunjukan bahwa keluarga yang berada dalam kategori aktif ke posyandu memiliki
persentase lebih besar memiliki balita dengan status gizi baik.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI sangat dibutuhkan
untuk kesehatan bayi dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara
optimal. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan terpenuhi kebutuhan gizinya secara
maksimal sehingga dia akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah
terkena alergi, dan lebih jarang sakit. Karena dengan pemberian ASI eksklusif status gizi
bayi akan baik danmencapai pertumbuhan yang sesuai dengan usianya (Sulistyoningsih,
2011).
3) Suplementasi zat gizi mikro
Pemberian vitamin A, zat besi, iodium dan seng. Kekurangan zat gizi mikro
merupakan penyebab timbulnya masalah gizi dan kesehatan disebagian besar wilayah
Indonesia.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah salah satu bentuk intervensi langsung
untuk menyediakan jenis makanan yang penting contohnya makanan tambahan
pemulihan untuk balita gizi buruk dan gizi kurang (Setiarini, 2007). Pemberian makanan
tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi
yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali
berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak
dibawah garis merah.
KADARZI adalah keluarga yang setiap anggotanya menerapkan perilaku gizi yang
baik (Depkes, 2012). KADARZI merupakan sikap dan perilaku keluarga yang dapat secara
mandiri mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya tercermin dari konsumsi pangan
yang beraneka ragam dan bermutu gizi seimbang (Arisman, 2010).
Status Ekonomi
Diukur
Tidak Diukur
Spider Web
Pantau BB anak
Memberi anak
ASI Eksklusif
Pencegahan
Suplementasi
zat gizi mikro
MP-ASI
GIZI KURANG
DAN
Penanganan
BAB 4
METODE PENELITIAN
Populasi adalah seluruh subyek atau data dengan karakteristik tertentu yang akan
diteliti. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yag
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007). Menurt sastroasmoro
dan Ismail (1995) dalam (Nursalam, 2013), populasi dibagi dalam populasi terjangkau
dan populasi target. Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria
penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Populasi target
merupakan populasi yang memenuhi kriteria sampling dan menjadi sasaran akhir
penelitian (Nursalam, 2013).
Populasi target dalam penelitian ini adalah 200 ibu atau keluarga yang datang ke
posyandu desa seluruh kabupaten Lamongan. Sedangkan populasi terjangkau sebanyak
120 ibu atau keluarga yang datang ke posyandu desa yang mewakili seluruh kabupaten
Lamongan.
Menurut Nursalam (2013) pada dasarnya ada 2 syarat yang harus dipenuhi saat
menetapkan sampel yaitu representative (mewakili dan sampel harus cukup banyak.
Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah populasi terjangkau setelah ditetapkan kriteria
sampel. Krietria sampel yang ditetapkan berupa :
a. Kriteria inklusi
1. Ibu atau keluarga anak dengan rentang usia 1-3 tahun atau toddler
2. Posyandu desa dari kabupaten Lamongan
3. Ibu atau keluarga yang kooperatif
b. Kriteria eksklusi
1. Ibu atau keluarga yang meninggalkan kegiatan tanpa izin
2. Ibu atau keluarga yang tidak setuju menjadi responden
Total ibu atau keluarga yang masuk dalam kriteria inklusi didapatkan sebanyak
120, kemudian dimasukkan kedalam rumus besar sampel dengan rumus sebagai berikut :
𝑁
n = 1+𝑁(𝑑)2
120
n = 1+120(0,05)2
120
n = 1+0,3
n = 92 responden
Keterangan :
Variabel menurut Soeparto, Putra & Haryanto, 2000 adalah perilaku atau
karakteristik yang memebrikan nilai beda terhadap sesuatu. Jenis variebel
diklasifikasikan menjadi bermacam-macam tipe untuk menjelaskan penggunaannya
dalam penelitian.
Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga mempermudah
pembaca/penguji dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam, 2013).
Tabel pengaruh pengetahuan dan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi pada anak
Instrumen adalah alat yang digunakan oleh peneliti dengan suatu metode, adapun
instrumen lain dalam penelitian ini adalah :
1. Kuisioner
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berisi tentang pertanyaan-
pertanyaan mengenai pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemenuhan gizi kurang serta
kejadian riwayat gizi kurang pada anak.
2. SAP (Satuan Acara Pelaksanaan)
3. Laptop sebagai media pengolahan data
4. Leaflet sebagai bahan bacaan setelah acara dilaksanakan
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan surat izin dan persetujuan dari
bagian akademik program studi S-1 Pendidikan Ners Universitas Airlangga Surabaya
yang telah disetujui oleh Kaprodi Fakultas Keperawatan Unair, kemudian surat izin dari
Fakultas Keperawatan Unair diberikan ke Bakesbanpol dan Linmas untuk mendapatkan
izin penelitian. Setelah mendapatkan surat izin dari Bakesbanpol dan Linmas, surat
diberikan ke Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan yang kemudian surat izin penelitian
sudah dapat diserahkan ke puskesmas dan posyandu untuk mendapatkan persetujuan
meneliti.
Tahap Pelaksanaan
1. Peneliti langsung bertemu dengan ibu atau keluarga yang ke posyandu kemudian
memperkenalkan diri, melakukan informed consent sebagai persetujuan menjadi
responden penelitian, menjelaskan manfaat dan tujuan dari penelitian.
2. Calon responden diberikan hak kebebasan untuk ikut berpartisipasi atau menolak
dalam penelitian
3. Selanjutnya dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai perilaku pemenuhan gizi pada
anak serta kejadian gizi kurang pada anak dari satu posyandu ke posyandu lainnya di
seluruh kabupaten Lamongan
4. Kemudian memberikan kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai materi
penyuluhan
4.8 Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan
pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap
fenomena (Nursalam, 2016). Data dikumpulkan dengan menggunakan Satuan Acara
Kegiatan penyuluhan kesehatan pemenuhan gizi pada anak, selanjutnya dilakukan
pengolahan data dengan langkah sebagai berikut :
1. Pengolahan Data
a. Editing
Kuisioner yang telah diisi oleh responden kemudian dikumpulkan dalam
bentuk data, data tersebut dilakukan pengecekan dengan maksud memeriksa
kelengkapan data, kesinambungan data dalam usaha melengkapi data yang
masih kurang.
b. Koding
Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu dengan memberikan
simbol-simbol dari setiap jawaban yang diberikan responden.
c. Tabulasi data
Menyusun data-data ke dalam tabel yang sesuai sebelum dilakukan analisis.
2. Analisa Data
Setelah dilakukan entri data, selanjutnya dilakukan analisis data yang meliputi:
a. Analisis Univarat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian terutama untuk melihat
tampilan distribusi frekeunsi presentasi dari tiap-tiap variabel.
b. Analisis bivarat
Setelah data-data tersebut ditabulasi dilakukan interpretasi terhadap data yang
terkumpul dengan menggunakan komputerisasi. Rumus statistik yang
digunakan untuk menganalisa pengaruh antara pengetahuan dan perilaku ibu
dalam pemenuhan gizi pada anak dengan kejadian gizi kurang akan
menggunakan uji Chi-Square, dengan tingkat kemaknaan ά = 0,05, artinya
bila uji statistik menunjukkan nilai ά = 0,05 Ho ditolak yang berarti ada
pengaruh yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam
pemenuhan gizi anak.
Daftar pustaka
Oktafia Hani. 2017. Karakteristik Balita Yang Menderita Gizi Kurang Di Desa Slarang
Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap Tahun 2017. Cilacap. Program Studi Diploma
Iii Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Damayanti Rina. 2017. Pengaruh Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Pola Pemberian
Makan Terhadap Kejadian Gizi Kurang Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Gajahan Surakarta. Surakarta. Universitas Muhammadiyah, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Program Studi Keperawatan
Maesarah et al 2018. Hubungan Perilaku Orang Tua Dengan Status Gizi Balita Di Desa
Bulalo Kabupaten Gorontalo Utara. Gorontalo. Gorontalo Journal of public health
Volume 1, Nomor 1
Ningsih Suciati et al. 2015. Hubungan perilaku ibu dengan status gizi kurang anak usia
toddler. Surabaya. Jurnal pediomaternal volume 3, nomor 1
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Puspasari Nindyna et al. 2017. Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan asupan
makan balita dengan status gizi balita (bb/u) usia 12-24 bulan. Amerta Nutr. Halaman
369-378 DOI : 10.2473/amnt.v1i4.2017.369-378
Susilowati Endang et al. 2017. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita
dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas gajah 1 demak. Jurnal Kebidanan
vol. 6. no. 13
Setyaningsih Sanny Rachmawati et al. 2014. Pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
pemenuhan gizi balita: sebuah survai. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 17, No. 3,
hal 88-94
Ni’mah Cholifatun et al. 2015. Hubungan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan
pola asuh ibu dengan wasting dan stunting pada balita keluarga miskin. Media Gizi
Indonesia. Vol. 10, No. 1, hlm. 84–90
Sari Milda Riski Nirmala et al. 2018. Hubungan pengetahuan ibu tentang pola pemberian
makan dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas gapura kabupaten sumenep.
Amerta Nutr. Hal:182-188