Oleh :
131611133149
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
Pengertian Chronic Myeloid Leukemia (CML)
Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk system hematopoetik yang
mengakibatkan proliferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dimana sel-sel darah tersebut
dibentuk dan ditandai dengan proliferasi sel-sel imatur abnormal. Keberadaan sel-sel ini
mempengaruhi produksi sel-sel darah normal lainnya. (Gale.1999).
Chronic myeloid Leukemia adalah gangguan pada sum-sum tulang dimana terjadi
proliferasi dari granulosit yang mengatur (neutrofil, eosinofil, dan basofil).
CML merupakan leukemia kronik dengan gejala yang timbul perlahan – lahan dan sel
leukemia berasal dari transformasi sel induk myeloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal
disorder) dari pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif
(myeloproliferative disorders).
Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi
Darah merupakan suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit.darah berperan sebagaii medium pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan
lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organism dan khususnya terhadap darah
sendiri (Ratna 2016).
Komponen darah terdiri dari:
1. Plasma darah
Merupakan cairan bening kekuningan yang unsure pokoknya sama dengan sitoplasma.
2. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang berbentuk
bikonkaf. Sel darah merah berfungsi mentransfer oksigen ke seluruh tubuh melalui
pengikatan hemoglobin terhadap oksigen.
3. Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu sel darah yang berfungsi melindungi
tubuh dari invasi benda asing termasuk bakteri dan virus. Jumlah nilai normal dalam tubuh
yaitu 7000 – 9000 /mm3.
4. Trombosit
Trombosit atau keeping darah merupakan salah satu sel darah yang berfungsi dalam proses
penghentian perdarahan dan perbaikan pembuluh darah yang robek (Sloane, 2004).
Berikut diagram perkembangan sel darah
Perjalanan penyakit CML, menurut I Made (2006); Agung (2010); Feris (2016) dibagi
menjadi beberapa fase, yaitu:
a. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit kurang
dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan over produksi
granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan
mempunyai respon baik terhadap terapi konvensional. Lama waktu fase kronik umumnya
3 tahun.
b. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari
5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa mencapai 300.000/mmk
dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan
kromosom lebih dari satu (selain Philadelphia kromosom).
c. Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel blast pada
darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ diluar
sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut
atau Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%. Gejala klinik pada fase ini
sama dengan leukemia akut dan jika sel blas mencapai lebih dari 100 000 per mm3 maka
penderita memiliki resiko terjadinya sindroma hiperleukositosis.
Patofisiologi
Pada orang normal, tubuh mempunyai tiga jenis sel darah yang matur
a. Sel darah merah, yang berfunsi untuk mengangkut O2 masuk ke dalam tubuh dan
mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh keluar lewat paru.
b. Sel darah putih, yang berfungsi untuk melawan infeksi dan sebagai pertahanan tubuh
c. Trombosit, yang befungsi untuk mengontrol faktor pembekuan di dalam darah
Sel-sel darah yang belum menjadi matur (matang) disebut sel-sel induk (stemcells) dan
blasts. Kebanyakan sel-sel darah menjadi dewasa didalam sumsum tulang dan kemudian
bergerak kedalam pembuluh-pembuluh darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh-
pembuluh darah dan jantung disebut peripheral blood (Sherwood, 2001).
Tetapi pada orang dengan Chronic Myelogenous Leukemia(CML), proses terbentuknya sel
darah terutama sel darah putih disumsum tulang mengalami kelainan atau mutasi. Hal ini
disebabkan karena kromosom 9 dan kromosom 22 (Hoffbrand, 2005).
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal translocation
9,22 (t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom 22 abnormal yang disebabkan
oleh translokasi sebagian materi genetik pada
bagian lengan panjang (q) kromosom 22 ke
kromosom 9, dan translokasi resiprokal bagian
kromosom 9, termasuk onkogen ABL, ke
region klaster breakpoint (breakpoint cluster
region, BCR) yang merupakan titik pemisahan
tempat putusnya kromosom yang secara
spesifik terdapat pada kromosom 22. Sebagai
akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9 mengalami
juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom 22. Titik
putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2. Titik putus BCR adalah salah satu di antara dua
titik di region kelompok titik putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa kasus
ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan chimeric RNA sehingga
terbentuk chimeric protein (protein 210 kd). Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi
transduksi sinyal terutama melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan
dorongan proliferasi pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menyebabkan
proliferasi pada seri mieloid (I Made, 2006; Atul & Victor, 2005; Victor et al., 2005).
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.
Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh.
Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri
sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik
dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun
herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum
tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen
(kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum
tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan
dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan
kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada
kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini
neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh
tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai
berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai
struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh
manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan
struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur
antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput
lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem
HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya
dengan faktor herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain
tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia,
trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang
menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CML, menurut I Made (2006); Victor et al., (2005); Ratna (2016)
tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :
4) Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat
pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
6) Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat, dispneu
dan takikardi.
Pemeriksaan Penunjang
I Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML, yaitu :
1. Laboratorium
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase transformasi
akut), bersifat normokromik normositer.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk penyakit
CML, antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.
b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat di
hentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi
50.000/mm3. Efek smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna mempertahankan
hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan
seumur hidup (Victor et al., 2005). Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000
mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-
15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit (I Made, 2006).
3) Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat menunda
onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup menjadi 1-2 tahun (Atul &
Victor, 2005). IFN-α biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh
hidroksiurea. IFN-α merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia
Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau
yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok. Interferon alfa diberikan
pada rata-rata 3-5 juta IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk
mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua
pasien menderita gejala penyakit ”mirip flu” pada beberapa hari pertama
pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia.
Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka panjang
dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi BCR-
ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. (Victor et al., 2005).
4) STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang sedang diteliti
dalam percobaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan. Zat
STI 57I adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tiroksin kinase
sehingga dapat menekan proliferasi seri myeloid. Gleevec mengontrol jumlah
darah dan menyebabkan sumsum tulang menjadi Ph negative pada sebagian besar
kasus. Obat ini mungkin menjadi lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri
atau bersama dengan interferon atau obat lain (Atul & Victor, 2005; Emmanuel,
2010; Victor et al., 2005; I Made, 2006)
5) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT) sebelum
usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok memungkinkan kesembuhan
70% pada fase kronik dan 30% atau kurang pada fase akselerasi (Atul & Victor,
2005).
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti leukemia akut,
AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I (Gleevec) dapat diberikan. Apabila
sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak
dapat menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. (Atul
& Victor, 2005; I Made, 2006).
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar tenaga tinggi
secara external radiation therapy untuk menghilangkan gejala-gejala atau sebagian
dari terapi yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor,
2005).
Komplikasi
1. Lelah. Ketika terjadi peningkatan jumlah sel darah putih, maka sel darah merah akan
terganggu dan dapat menyebabkan anemia. Anemia dapat menyebabkan tubuh lelah
dan lemas. Sementara itu, pengobatan CML juga dapat menurunkan jumlah sel darah
merah yang mana dapat memperparah anemia.
2. Perdarahan berat. Trombositopenia dapat menyebabkan mudah berdarah dan lebam.
Perdarahan bisa merupakan perdarahan hidung, gusi, maupun pada kulit (petechiae).
3. Nyeri. CML dapat menyebabkan nyeri sendi karena sumsum tulang berkembang
ketika terdapat peningkatan sel darah putih.
4. Splenomegali. Sel darah berlebih yang diproduksi pada CML banyak disimpan dalam
limpa. Hal ini menyebabkan limpa membesar dan bengkak. Adanya perbesaran limpa
ini juga dapat menimbulkan rasa penuh pada perut setelah makan atau menyebabkan
nyeri pada sisi kiri di bawah tulang rusuk.
5. Stroke atau pembekuan berlebihan. Pada beberapa orang yang menderita CML
terdapat juga kelebihan produksi platelet. Tanpa adanya pengobatan, trombositosis ini
dapat menyebabkan pembekuan darah berlebihan dan menyebabkan stroke.
6. Infeksi. Meskipun terdapat sel darah putih dalam jumlah yang tinggi, namun fungsi
mereka dalam pertahanan tubuh menurum sehingga imunitas tubuh menurun dan
rentan terkena infeksi. Selain itu, obat-obatan CML juga dapat menurunkan jumlah
sel darah putih (neutropenia) sehingga memudahkan pula infeksi terjadi.
7. Kematian. Terutama jika tidak diobati secara adekuat, dapat menimbulkan kematian.
Pathway
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rectal
5) Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Infeksi berhubungan gangguan kematangan sel darah putih
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen fiscal
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor psikis dan fisik yang mengurangi nafsu makan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
. keperawatan
5. Perfusi jaringan:
perifer; keadekuatan aliran
darah melalui pembuluh
darah kecil ekstremitas
untuk mempertahankan
fungsi jaringan
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No RM : 1269xxxx
Umur : 43
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Mual
Pasien datang ke RSUD Dr. Soetomo untuk mengambil obat dan melakukan rawat jalan.
Klien datang dengan keluhan bingung dengan rasa mual yang dirasanya.
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat kanker darah,
maupun kanker lain, atau keluhan yang serupa dengan pasien. Di keluarga juga dikatakan tidak
ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan alergi.
3. PEMERIKSAAN FISIK
GCS : E4 V5 M6
VAS : 0/10
Berat Badan : 54 kg
IMT : 18 kg/m2
Saturasi O2 : 99% dengan suhu ruangan
4. Pemeriksaan Umum
Kepala : Bentuk normal, gerak normal
Wajah : Penampakan muka normal, malar rash (-)
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera kuning -/-, reflex pupil +/+ isokor, edema
palpebra -/-
THT :
- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal
o Hepar : teraba
o Lien : teraba pembesaran dengan Schuffner 6
o Ginjal : Ballotment test (-/-)
o Ascites (-)
Ekstremitas : Hangat
Kulit : ikterus (-), kering (-)
Kuku : melanonikia (+)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HB : 7,8 –
WBC : 43,89 +
NEUT : 89,9
PLT : 227
6. ANALISIS DATA
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makanan
8. INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
Novela Feris. 2016. Laporan Pendahuluan Chronic Myeloid Leukeia (Cml) Di Ruang 24b Rsud Dr.Saiful Anwar Malang.
Malang. POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN D-III KEPERAWATAN
Anggraeni Ratna Lauranita. 2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cml (Chronic Myeloid
Leukimia) Diruang Aster Rsd Dr. Soebandi Jember. Jember. Universitas Jember; Program Studi Ilmu Keperawatan
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Elsevier
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes. Elsevier