Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC MYELOID LEUKEMIA (CML) DI UNIT

PERAWATAN KANKER RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :

Nafiul Ikroma Wijayanti

131611133149

PRPGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
Pengertian Chronic Myeloid Leukemia (CML)
Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk system hematopoetik yang
mengakibatkan proliferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dimana sel-sel darah tersebut
dibentuk dan ditandai dengan proliferasi sel-sel imatur abnormal. Keberadaan sel-sel ini
mempengaruhi produksi sel-sel darah normal lainnya. (Gale.1999).
Chronic myeloid Leukemia adalah gangguan pada sum-sum tulang dimana terjadi
proliferasi dari granulosit yang mengatur (neutrofil, eosinofil, dan basofil).
CML merupakan leukemia kronik dengan gejala yang timbul perlahan – lahan dan sel
leukemia berasal dari transformasi sel induk myeloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal
disorder) dari pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif
(myeloproliferative disorders).
Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi
Darah merupakan suatu suspense partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit.darah berperan sebagaii medium pertukaran antara sel yang terfiksasi dalam tubuh dan
lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organism dan khususnya terhadap darah
sendiri (Ratna 2016).
Komponen darah terdiri dari:
1. Plasma darah
Merupakan cairan bening kekuningan yang unsure pokoknya sama dengan sitoplasma.
2. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang berbentuk
bikonkaf. Sel darah merah berfungsi mentransfer oksigen ke seluruh tubuh melalui
pengikatan hemoglobin terhadap oksigen.
3. Leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu sel darah yang berfungsi melindungi
tubuh dari invasi benda asing termasuk bakteri dan virus. Jumlah nilai normal dalam tubuh
yaitu 7000 – 9000 /mm3.
4. Trombosit
Trombosit atau keeping darah merupakan salah satu sel darah yang berfungsi dalam proses
penghentian perdarahan dan perbaikan pembuluh darah yang robek (Sloane, 2004).
Berikut diagram perkembangan sel darah

Gambar 1. Perkembangan sel darah


Etiologi
Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010) Beberapa asosiasi
menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus,
tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan. (Feris 2016) mengungkapkan bahwa ada dua
faktor yang menyebabkan CML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).
a. Faktor Instrinsik
1) Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk
mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik
penderita leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat
ini oleh Price atau Wilson (1982) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial,
tetapi insidensi leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang
terserang dengan insiden yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot),
(Feris, 2016).
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom
(anemia fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti
pada sindrom Duwa, sindrom klinefelter dan sindrom turner.
2) Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang
berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa
sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia
dari sumsum tulang mungkin sebagai penyebab leukemia (Feris, 2016).
b. Faktor Ekstrinsik
1) Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi
leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan
pembesaran kelenjar tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat
terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia memiliki latar belakang
radiasi Sebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko
menderita leukemia 10 kali lebih besar (Feris, 2016).
2) Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut
pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen dalam jumlah besar dan berlangsung
lama dapat menimbulkan leukemia. Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan
bahwa pekerja pabrik sepatu di Turki yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi
banyak yang menderita LMA . Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan
anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri dengan leukemia, demikian juga
dengan Arsen dan obat-obat imunosupresif (Feris, 2016).
3) Infeksi Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang.
Timbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain virus, faktor
imunologik serta ada tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau
belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Walaupun
demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab
leukemia, antara lain enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah penderita
leukemia (Feris, 2016).
Klasifikasi Leukimia Myelostik Kronik

Perjalanan penyakit CML, menurut I Made (2006); Agung (2010); Feris (2016) dibagi
menjadi beberapa fase, yaitu:

a. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit kurang
dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan over produksi
granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan
mempunyai respon baik terhadap terapi konvensional. Lama waktu fase kronik umumnya
3 tahun.

b. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari
5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa mencapai 300.000/mmk
dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan
kromosom lebih dari satu (selain Philadelphia kromosom).

c. Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel blast pada
darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ diluar
sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut
atau Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%. Gejala klinik pada fase ini
sama dengan leukemia akut dan jika sel blas mencapai lebih dari 100 000 per mm3 maka
penderita memiliki resiko terjadinya sindroma hiperleukositosis.

Patofisiologi
Pada orang normal, tubuh mempunyai tiga jenis sel darah yang matur
a. Sel darah merah, yang berfunsi untuk mengangkut O2 masuk ke dalam tubuh dan
mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh keluar lewat paru.
b. Sel darah putih, yang berfungsi untuk melawan infeksi dan sebagai pertahanan tubuh
c. Trombosit, yang befungsi untuk mengontrol faktor pembekuan di dalam darah
Sel-sel darah yang belum menjadi matur (matang) disebut sel-sel induk (stemcells) dan
blasts. Kebanyakan sel-sel darah menjadi dewasa didalam sumsum tulang dan kemudian
bergerak kedalam pembuluh-pembuluh darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh-
pembuluh darah dan jantung disebut peripheral blood (Sherwood, 2001).
Tetapi pada orang dengan Chronic Myelogenous Leukemia(CML), proses terbentuknya sel
darah terutama sel darah putih disumsum tulang mengalami kelainan atau mutasi. Hal ini
disebabkan karena kromosom 9 dan kromosom 22 (Hoffbrand, 2005).
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal translocation
9,22 (t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom 22 abnormal yang disebabkan
oleh translokasi sebagian materi genetik pada
bagian lengan panjang (q) kromosom 22 ke
kromosom 9, dan translokasi resiprokal bagian
kromosom 9, termasuk onkogen ABL, ke
region klaster breakpoint (breakpoint cluster
region, BCR) yang merupakan titik pemisahan
tempat putusnya kromosom yang secara
spesifik terdapat pada kromosom 22. Sebagai
akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9 mengalami
juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom 22. Titik
putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2. Titik putus BCR adalah salah satu di antara dua
titik di region kelompok titik putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa kasus
ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan chimeric RNA sehingga
terbentuk chimeric protein (protein 210 kd). Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi
transduksi sinyal terutama melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan
dorongan proliferasi pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menyebabkan
proliferasi pada seri mieloid (I Made, 2006; Atul & Victor, 2005; Victor et al., 2005).
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.
Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh.
Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri
sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik
dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun
herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum
tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen
(kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum
tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan
dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan
kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada
kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini
neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh
tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai
berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai
struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh
manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan
struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur
antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput
lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem
HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya
dengan faktor herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain
tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia,
trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang
menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CML, menurut I Made (2006); Victor et al., (2005); Ratna (2016)
tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :

a. Fase kronik terdiri atas :

1) Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat pada


malam hari.
2) Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.

3) Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.

4) Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat
pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.

5) Gangguan penglihatan dan priapismus.

6) Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat, dispneu
dan takikardi.

7) Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau


pemeriksaan untuk penyakit lain.

b. Fase transformasi akut terdiri atas :


Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan, di sebut sebagai fase
akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang
semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan
trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai
tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).
c. Fase Blast (Krisis Blast) :
Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului masa
prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat
penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.

Pemeriksaan Penunjang
I Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML, yaitu :

1. Laboratorium

a. Darah rutin :

1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase transformasi
akut), bersifat normokromik normositer.

2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.


b. Gambaran darah tepi :

1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya


lebih dari 100.000/mm3.

2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai


netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen) dan
mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast <
5%. Sel darah merah bernukleus.

3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.

4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.

5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu rendah.

c. Gambaran sumsum tulang

1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan


apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30 %.
Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.

2) Sitogenik : di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada 95 % kasus.

3) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.

4) Kadar asam urat serum meningkat.

5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya


chimeric protein bcr-abl pada 99% kasus (Ratna, 2016).

2. Pemeriksaan Penunjang Lain

Menurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk penyakit
CML, antara lain :
a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP
pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel
matur, dan megakariositis menurun.

b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat di
hentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi
50.000/mm3. Efek smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna mempertahankan
hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan
seumur hidup (Victor et al., 2005). Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000
mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-
15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit (I Made, 2006).
3) Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat menunda
onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup menjadi 1-2 tahun (Atul &
Victor, 2005). IFN-α biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh
hidroksiurea. IFN-α merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia
Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau
yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok. Interferon alfa diberikan
pada rata-rata 3-5 juta IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk
mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua
pasien menderita gejala penyakit ”mirip flu” pada beberapa hari pertama
pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia.
Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka panjang
dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi BCR-
ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. (Victor et al., 2005).
4) STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang sedang diteliti
dalam percobaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan. Zat
STI 57I adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tiroksin kinase
sehingga dapat menekan proliferasi seri myeloid. Gleevec mengontrol jumlah
darah dan menyebabkan sumsum tulang menjadi Ph negative pada sebagian besar
kasus. Obat ini mungkin menjadi lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri
atau bersama dengan interferon atau obat lain (Atul & Victor, 2005; Emmanuel,
2010; Victor et al., 2005; I Made, 2006)
5) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT) sebelum
usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok memungkinkan kesembuhan
70% pada fase kronik dan 30% atau kurang pada fase akselerasi (Atul & Victor,
2005).
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti leukemia akut,
AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I (Gleevec) dapat diberikan. Apabila
sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak
dapat menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. (Atul
& Victor, 2005; I Made, 2006).
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar tenaga tinggi
secara external radiation therapy untuk menghilangkan gejala-gejala atau sebagian
dari terapi yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor,
2005).
Komplikasi
1. Lelah. Ketika terjadi peningkatan jumlah sel darah putih, maka sel darah merah akan
terganggu dan dapat menyebabkan anemia. Anemia dapat menyebabkan tubuh lelah
dan lemas. Sementara itu, pengobatan CML juga dapat menurunkan jumlah sel darah
merah yang mana dapat memperparah anemia.
2. Perdarahan berat. Trombositopenia dapat menyebabkan mudah berdarah dan lebam.
Perdarahan bisa merupakan perdarahan hidung, gusi, maupun pada kulit (petechiae).
3. Nyeri. CML dapat menyebabkan nyeri sendi karena sumsum tulang berkembang
ketika terdapat peningkatan sel darah putih.
4. Splenomegali. Sel darah berlebih yang diproduksi pada CML banyak disimpan dalam
limpa. Hal ini menyebabkan limpa membesar dan bengkak. Adanya perbesaran limpa
ini juga dapat menimbulkan rasa penuh pada perut setelah makan atau menyebabkan
nyeri pada sisi kiri di bawah tulang rusuk.
5. Stroke atau pembekuan berlebihan. Pada beberapa orang yang menderita CML
terdapat juga kelebihan produksi platelet. Tanpa adanya pengobatan, trombositosis ini
dapat menyebabkan pembekuan darah berlebihan dan menyebabkan stroke.
6. Infeksi. Meskipun terdapat sel darah putih dalam jumlah yang tinggi, namun fungsi
mereka dalam pertahanan tubuh menurum sehingga imunitas tubuh menurun dan
rentan terkena infeksi. Selain itu, obat-obatan CML juga dapat menurunkan jumlah
sel darah putih (neutropenia) sehingga memudahkan pula infeksi terjadi.
7. Kematian. Terutama jika tidak diobati secara adekuat, dapat menimbulkan kematian.
Pathway
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya :
1) Hematuria
2) Hipertensi
3) Gagal ginjal
4) Inflamasi disekitar rectal
5) Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Infeksi berhubungan gangguan kematangan sel darah putih
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen fiscal
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor psikis dan fisik yang mengurangi nafsu makan
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
. keperawatan

1. NOC NIC 1. Untuk mengetahui nilai dan


Resiko infeksi
kondisi elektrolit pasien. Masih di
berhubungan Self management chronic Fluid / Electrolyte Management
rentang normal atau memerlukan
gangguan disease
1. Monitor elektrolit level yang tersedia perbaikan elektrolit
kematangan sel Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor hasil laboratorium pasien 2. Untuk mengetahui kondisi sel
darah putih keperawatan selama 3 x 24 3. Monitor tanda – tanda vitasl pasien dalam darah maupun faal lainnya
jam, pasien mampu dengan 4. Ajarkan pasien dan keluaraga untuk yang ada di dalam tubuh
kriteria hasil : mengenal tamda – tanda terjadinya 3. Mengetahui adanya perubahan
infeksi gejala yang dialami pasien.
1. Menggunakan strategi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik 4. Supaya segera membawa ke
untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan dan segera
kenyamanan
melaporkan jika terjadi tanda
2. Menggunakan strategi
infeksi
untuk mengontrol nyeri
5. Membantu mengurangi resiko
3. Monitor perubahan
infeksi
penyakit

2. Nyeri akut Tujuan: NIC: Pain Management 1. Memberikan dasar untuk


NOC:
berhubungan dengan mendeteksi lebih lanjut
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
agen fiscal Pain control komprehensif termasuk lokasi, kemunduran keadaan pasien dan
Prain level
karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, untuk mengevaluasi intervensi.
Setelah dilakukan tindakan
kualitas dan fraktor presipitasi 2. Mengalihkan fokus rangsang nyeri
keperawatan
2. Observasi reaksi non verbal atas pada hal lain, sehingga rasa nyeri
selama....x....jam nyeri pasien
ketidaknyamanan yang timbul tidak dirasakan
dapat teratasi
Kriteria Hasil: 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri berlebihannjl,,
4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri 3. Mengurang hal yang menambah
1. Mampu mengontrol nyeri
(Nonfarmakologis atau farmakologis) nyeri pasien
(tahu penyebab nyeri,
5. Ajarkan teknik non farmakologik 4. Menentukan intervensi yang tepat
cara mengontrol nyeri
6. Berikan analgetik untuk mengurangi untuk membantu pasien
dnegan teknik non
nyeri 5. Membantu pasien tanpa
farmakologis)
7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri memberikan efek pengobatan pada
2. Melaporkan nyeri pasien
berkurang dengan 6. Mempercepat mengatasi nyeri
menggunakan manajemen yang dirasakan pasien
nyeri 7. Mengetahui keberhasilan
intervensi
3. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

3. Kekurangan volume NOC NIC 1. Untuk mengetahui kondisi balance


cairan kehilangan cairan pasien
cairan berlebihan 2. Untuk melihat adanya kenaikan
Setelah dilakukan asuhan 1. Awasi masukan dan atau penumpukan serta
keperawatan selama 3 x 24 pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kekurangan cairan dari tubuh
jam volume cairan tubuh kasat mata dan keseimbangan cairan. 3. Untuk memantau perubahan tanda
adekuat, ditandai dengan : Perhatikan penurunan urine pada vital pasien
1. Tanda tanda vital dalam pemasukan adekuat. Ukur berat jenis 4. Mengetahui kondisi kebutuhan
rentang normal urine dan pH Urine. cairan terpenuhi atau tidak
2. Nadi teraba 2. Timbang BB tiap hari. 5. Mengurangi resiko kehilangan
3. Input output stabil 3. Awasi TD dan frekuensi airan tubuh
jantung 6. Mempertahankan cairan tubuh
4. Evaluasi turgor kulit, pasien
pengiisian kapiler dan kondisi umum 7. Menjaga volume cairan tubuh
membran mukosa.
5. Implementasikan
tindakan untuk mencegah cedera
jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi
atau gusi dengan sikat yang halus.
6. Berikan cairan IV sesuai
indikasi
7. Berikan sel darah Merah,
trombosit atau factor pembekuan
4. NOC: NIC 1. Untuk
ketidakefektifan
Setelah dilakukan tindakan mengetahui keadaan umum
perfusi jaringan 1. Lakukan pengkajian
keperawatan selama 3 x 24 jaringan perifer
perifer berhubungan komprehensif terhadap sirkulasi
jam, pasien mampu dengan
kriteria hasil: 2. Untuk
dengan depresi perifer
memberikan latihan yang sesuai
sumsum tulang 1. Status sirkulasi; aliran
dan tidak mencederai pasien
2. Pantau tingkat ketidaknyamanan
darah yang tidak obstruksi
atau nyeri saat melakukan 3. Untuk
dan satu arah, pada
latihan fisik mengukur balance juga
tekanan yang sesuai
melalui pembuluh darah keefektifan perfusi jaringan
3. Pantau status cairan termasuk
besar sirkulasi pulmonal
asupan dan haluaran 4. Menget
dan sistemik ahui status lokalis perifer
4. pantau perbedaan ketajaman atau
2. Keparahan kelebihan 5. Menget
ketumpulan, panas atau dingin
beban cairan; keparahan ahui adanya masalah perfusi
kelebihan cairan didalam 5. Pantau parestesia, kebas, perifer
kompartemen intrasel dan kesemutan, hiperestesia dan
6. Untuk
ekstrasel tubuh hipoestesia
memberikan penangan segera
3. Fungsi sensori 6. Pantau tromboflebitis dan
7. Untuk
kutaneus; tingkat stimulasi thrombosis vena profunda
mengurangi masalah gangguan
kulit dirasakan denga tepat
perfusi jaringan perifer
7. Pantau kesesuaian alat
4. Integritas jaringan: penyangga, prosthesis, sepatu
kulit dan membrane dan pakaian
mukosa; keutuhan
structural dan fungsi
fisiologis normal kulit dan
membrane mukosa

5. Perfusi jaringan:
perifer; keadekuatan aliran
darah melalui pembuluh
darah kecil ekstremitas
untuk mempertahankan
fungsi jaringan
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

No RM : 1269xxxx

Umur : 43

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Alamat : Taman, Sidoarjo

Pekerjaan : Pegawai swasta

Status pernikahan : Menikah

2. ANAMNESIS

Keluhan utama

Mual

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSUD Dr. Soetomo untuk mengambil obat dan melakukan rawat jalan.
Klien datang dengan keluhan bingung dengan rasa mual yang dirasanya.

Riwayat penyakit terdahulu


Satu tahun yang lalu pasien sakit datang ke RS siti khatijah dengan keluhan pasien
merasa penuh di perutnya ketika diisi makanan. Rasa penuh di perutnya ini dirasakan sudah
sejak 1 bulan terakhir. Rasa penuh di perut terutama dirasakan pada seluruh bagian perut pasien.
Keluhan ini membaik bila pasien rebahan dan memburuk apabila pasien makan. Riwayat badan
lemas, mual dan muntah. Kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo dan melakukan rawat inap di
ruangan kemuning. Setelah satu minggu klien pulang dan melakukan rawat jalan.

Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat kanker darah,
maupun kanker lain, atau keluhan yang serupa dengan pasien. Di keluarga juga dikatakan tidak
ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan alergi.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Kondisi Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 100 kali/menit, regular, isi nadi cukup

Respirasi : 22 kali/menit, teratur, vesikuler

Suhu aksila : 36,2

VAS : 0/10

Berat Badan : 54 kg

Tinggi Badan : 175 cm

IMT : 18 kg/m2
Saturasi O2 : 99% dengan suhu ruangan

4. Pemeriksaan Umum
Kepala : Bentuk normal, gerak normal
Wajah : Penampakan muka normal, malar rash (-)
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera kuning -/-, reflex pupil +/+ isokor, edema
palpebra -/-
THT :
- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal

- Hidung : Sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum nasi

- Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-)

- Bibir : Basah, stomatitis (-), sianosis (-)

Leher : JVP PR ± 0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),


pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thoraks : Simetris
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi : batas atas jantung ICS II sinistra
batas kanan jantung 1 cm medial parasternal line dekstra
batas kiri jantung 1 cm lateral midclavicular line sinistra
Auskultasi: S1 tunggal, S2 tunggal, regular, murmur (-)
Abdomen :
o Inspeksi : distensi (+), meteorismus (-), ascites (-)

o Auskultasi : bising usus (+) normal

o Palpasi : nyeri tekan (-)

o Hepar : teraba
o Lien : teraba pembesaran dengan Schuffner 6
o Ginjal : Ballotment test (-/-)
o Ascites (-)
Ekstremitas : Hangat
Kulit : ikterus (-), kering (-)
Kuku : melanonikia (+)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap

HB : 7,8 –

WBC : 43,89 +

NEUT : 89,9

PLT : 227
6. ANALISIS DATA

TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH

06-05-2019 DS: klien mengatakan mual Ketidakseimbangan nutrisi


tanpa muntah, nafsu makan kurang dari kebutuhan tubuh
menurun, berat badan turun 1
kg.

DO: klien tampak lemas, berat


badan asli 55kg sekarang
menjadi 54kg.

06-05-2019 DS: klien mengatakan bingung Ansietas


sudah minum obat tapi tetap
merasa mual

DO: klien menghindari kontak


mata, bertanya berulang-ulang
tentang mual.
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makanan

2) Ansietas b.d stresor

8. INTERVENSI

HARI/TANGGAL NOC NIC

06-05-2019 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2 - Jelaskan pada klien mengenai


jam klien paham dan mencoba tujuan kepatuhan terhadap diet
memperbaiki pola makan dengan kriteria yang disarankan terkait dengan
hasil: kesehatan secara umum

- Porsi makanan yang - Infirmasikan pada pasien


dirokemendasikan (5) kemungkingan interaksi obat dan
makanan yang akan terjadi
- Manfaat diet (5)
- Dukung informasikan yang
- Teknik pemantauan sendiri (5)
disampaikan tenaga kesehatan lain
- Libatkan pasien dan keluarga

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2 - Gunakan pendekatan yang tenang


jam kecemasan klien berkurang dan klien dan meyakinkan
mengerti dengan kriteria hasil:
- Bantu klien mengidentifikasi
- Mencari informasi untuk situasi yang memicu kecemasan
mengurangi kecemasan (5)
- Instruksikan klien untuk
- Menggunakan teknik relaksasi menggunakan teknik relaksasi
untuk mengurangi kecemasan (5)
- Berikan informasi faktual terkait
- Mengendalikan respon kecemasan diagnosa, perawatan, dan
(5) prognosis
9. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal No.DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf


1 dan 2 11.00 12.0 S: klien mengatakan bahwa klien
06-05- - Infirmasikan pada pasien
0 mengerti tentang penjelasan yang
2019 kemungkingan interaksi
sudah disampaikan
obat dan makanan yang
O: klien tampak tenang dan bisa
akan terjadi
menjelaskan kembali apa yang sudah
dijelaskan perawat
- Beri dukungan
A: masalah teratasi seluruhnya
informasikan yang
P: Implementasi diberhentikan
disampaikan tenaga
kesehatan lain

- Beri instruksi klien untuk


menggunakan teknik
relaksasi

- Berikan informasi faktual


terkait diagnosa, perawatan,
dan prognosis

DAFTAR PUSTAKA

 Novela Feris. 2016. Laporan Pendahuluan Chronic Myeloid Leukeia (Cml) Di Ruang 24b Rsud Dr.Saiful Anwar Malang.
Malang. POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN D-III KEPERAWATAN
 Anggraeni Ratna Lauranita. 2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cml (Chronic Myeloid
Leukimia) Diruang Aster Rsd Dr. Soebandi Jember. Jember. Universitas Jember; Program Studi Ilmu Keperawatan
 Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Elsevier
 Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes. Elsevier

Anda mungkin juga menyukai