DISUSUN OLEH
JIHAN SRIKANDHIA PURNAMA
1700029164
KELAS C
Engeline lahir pada tanggal 19 Mei 2007 di sebuah klinik di daerah Canggu sebagai
puteri dari seorang ibu bernama Hamidah dan ayah bernama Achmad Rosyidi. Ia adalah
puteri kedua dari tiga bersaudara. Tetapi para anggota keluarga ini kemudian tinggal
terpencar karena orangtuanya bercerai setelah melahirkan puteri ketiga. Anak sulungnya,
Inna (12 tahun), tinggal bersama keluarga ayahnya di Rogojampi, Banyuwangi. Sedangkan
Aisyah (4 tahun), anak bungsu, tinggal bersama neneknya di Desa Tulungrejo,
Banyuwangi. Sementara itu, Engeline bersama orangtua angkatnya yang terakhir tinggal
di Sanur, Denpasar tepatnya di Jalan Sedap Malam.
Ibu kandung Engeline, Hamidah (28 tahun), adalah wanita kelahiran Banyuwangi namun
sejak usia 15 tahun sudah merantau ke Bali untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Di sana pula ia bertemu dengan suami pertamanya, ayah kandung Engeline yang bernama
Achmad Rosyidi (31 tahun), seorang pekerja buruh bangunan, untuk kemudian menikah dan
menetap di Bali. Namun kini mereka sudah bercerai. Hamidah sudah menikah kembali
dengan seorang pemuda Bali dan mereka sudah memiliki satu orang putera. Sekarang
Hamidah sudah tidak lagi bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Besarnya perhatian dari berbagai pihak membuat terungkapnya kenyataan bahwa Engeline
selama ini tinggal di rumah yang tidak layak huni dan mendapat pengasuhan yang kurang
baik dari orangtua angkatnya bahkan mendapatkan penyiksaan baik fisik maupun
mental. Akibat sikap yang sangat tertutup dan tidak kooperatif dari ibu angkatnya, Margriet
Christina Megawe (62 tahun), memunculkan dugaan bahwa Engeline hilang bukan karena
diculik melainkan karena dibunuh. bahkan sebelum jenazahnya ditemukan.
Jasad Engeline kemudian ditemukan terkubur di halaman belakang rumahnya di Jalan Sedap
Malam, Denpasar, Bali, pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015 dalam keadaan membusuk
tertutup sampah di bawah pohon pisang setelah polisi mencium bau menyengat dan melihat
ada gundukan tanah di sana. Selanjutnya polisi menyelidiki lebih mendalam dan menetapkan
dua orang tersangka pembunuh, yaitu Agus Tay Hamba May, pembantu rumah tangga, dan
Margriet Christina Megawe, ibu angkatnya.
Pertanyaan :
Dasar menjawab :
1. UUD 1945
Berdasarkan undang-undang dasar 1945 pasal 28B ayat (2) tersebut dapat diartikan
bahwa seorang anak ialah termasuk dalam subyek dan warga Negara yang berhak atas
perlindungan hak konstitusional dari serangan orang lain.
2. Pancasila
Sila kedua pancasila berbunyi : Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila ini berhubungan dengan perilaku kita sebagai manusia yang pada hakikatnya
semuanya sama didunia ini. Adapun nilai- nilai yang terkandung dalam sila kedua
antara lain:
Pasal 20
“Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau
Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan
Anak”
Pasal 26
Cara menjawab :
Menurut Sutanto (2006) kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak
yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak
berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh yang
berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian.Kekerasan pada anak lebih
bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada
tubuh sang anak.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan anak sebagai bentuk penganiayaan baik fiisk
maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan kasar yang mencelakakan anak
dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.Sedangkan penganiayaan
psikis adalah semua tindakan merendahkan/meremehkan anak.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan anak sebagai bentuk pelanggaran
terhadap hak-hak anak dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga
untuk mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas hukum.
5. Penolakan
Biasanya ini dilakukan para otrang tua yang narsis yang menampakkan sikap
penolakan kepada anak, entah itu sadar maupun tidak akan berakibat membuat anak
merasa tidak diinginkan. Misalnya saja dengan menyuruh anak pergi, memanggil
dengan nama yang tidak pantas, menolak berbicara pada anak, menolak melakukan
kontak fisik dengan anak, menyalahkan anak, mengkambing hitamkan anak, bahkan
yang terparah menyuruh anak untuk enyah.
8. Mengasingkan Anak
Tidak memperbolehkan anak untuk terlibat dalam kegiatan sosialnya,
mengurung di rumah, tidak memberikan rangsangan pada apapun yang berkaitan
dengan pertumbuhannya akan masuk ke dalam kekerasa emosional. Hal ini akan
merusak kehidupan anak secara tidak lansgung, namun tergantung dari situasi serta
tingkat keparahannya. Sikap mengasingkan anak ini dapat ditunjukkan seperti
meninggalkan anak sendirian pada jangka waktu yang lama, menjauhkan anak dari
lingkungan keluarga, menuntut anak untuk belajar secara berlebihan, tidak
memperbolehkan anak untuk mempunyai teman ataupun berinteraksi dengan
lingkungan sosial.
10. Eksploitasi
Bentuk manipulasi atau dapat dikatakan sebagai bentuk pemaksaan dengan
tidak memperdulikan perkembangan anak. Banyak contoh eksploitasi pada anak yaitu
dengan memberikan tanggung jawab yang berlebihan pada anak yang melebihi dari
usia dan kemampuannya.
Selain itu, faktor lain yang dapat menimbulkan kekerasaan terhadap anak adalah:
· Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain
dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi diktator/over protective, namun maraknya
kriminalitas di negeri ini membuat perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap
lingkungan sekitar.
· Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu
· Keluarga pecah (broken Home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam jangka
panjang.
· Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak,
anak yang tidak diinginkan (Unwanted Child)atau anak lahir diluar nikah.
· Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan anak-
anaknya dengan pola yang sama
· Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu
kekerasan terhadap anak
Dari kasus ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa Setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Dalam penyelenggaraan
perlindungan anak yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2002 maka semua pihak
mempunyai kewajiban untuk melindungi anak dan mempertahankan hak-hak
anak. Pemberlakuan Undang-undang ini juga di sempurnakan dengan adanya
pemberian tindak pidana bagi setiap orang yang sengaja maupun tidak sengaja
melakukan tindakan yang melanggar hak anak. Dalam undang-undang ini juga
dijelaskan bahwa semua anak mendapat perlakuan yang sama dan jaminan
perlindungan yang sama pula, dalam hal ini tidak ada diskriminasi ras, etnis, agama,
suku dsb. Anak yang menderita cacat baik fisk maupun mental juga memiliki hak
yang sama dan wajib dilindungi seperti hak memperoleh pendidikan, kesehatan, dsb.
Undang-undang No.23 tahun 2002 juga menjelaskan mengenai hak asuh anak yang
terkait dengan pengalihan hak asuh anak, perwalian yang diperlukan karena
ketidakmampuan orang tua berhubungan dengan hukum, pengangkatan anak yang
sangat memperhatikan kepentingan anak, serta penyelenggaraan perlindungan dalam
hal agama, kesehatan, pendidikan, sosial dan perlindungan khusus.
Pancasila memiliki lima nilai dasar yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari
nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
Akan tetapi, karena krisis moral di Indonesia maka marak terjadinya kasus yang
melanggar dan menyimpang dari nilai pancasila. Contohnya adalah kasus kekerasan
terhadap anak. Pelaku dari kasus ini bisa disebabkan oleh lingkungan sekitar anak,
terutama orang tua.
Dengan terjadinya kekerasan terhadap anak oleh orang tua dalam rumah tangga, maka
di perlukan suatu upaya-upaya untuk menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap
anak. Upaya-upaya tersebut dapat berupa tindakan preventif yaitu penguatan keluarga,
aspek spiritual, dan peran serta pemerintah dalam penegakkan hukum. Upaya-upaya
tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah korban kekerasan terhadap anak oleh
orang tua dalam rumah tangga. Sebab anak merupakan generasi penerus bagi
keluarga, marga (claim/suku), bahkan bagi bangsa dan negara ini, apabila hal ini
dibiarkan maka bangsa ini akan kehilangan generasi penerus di masa yang akan
datang.
4. Memberi saran berupa penerapan nilai-nilai pancasila terhadap isu yang terjadi
Hoesin. 2006. Psikologi Perkembangan Anak. Edisi 6. Alih Bahasa: dr. Med. Meitasari
Tjandrasa.
https://www.kompasiana.com/fbndrvinska/hak-anak-dalam-undang-undang-dasar-
1945_54f5e472a33311ee768b4584. Diakses pada tanggal 13 desember 2017. Pukul 14.19. di
Yogyakarta.
https://susirananingsih26.wordpress.com/penerapan-nilai-nilai-pancasila-dalam-kehidupan-
sehari-hari/. Diakses pada tanggal 13 desember 2017. Pukul 17.14 WIB. Di Yogyakarta.