Anda di halaman 1dari 11

Anemia Akibat Penyakit Kronik pada Orang Dewasa

Ravelia Samosir
102016191
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat
Email: ravelia.2016fk191@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak: Anemia penyakit kronis merupakan anemia yang sering dijumpai pada pasien dengan
infeksi, inflamasi, keganasan. Dapat juga terjadi karena gagal ginjal. Anemia ini umumnya
ringan atau sedang. Diketahui bahwa penyakit infeksi seperti pneumonia, sifilis, HIV-AIDS
dan juga pada penyakit lain seperti Artritis rheumatoid, limfoma Hodgkin dan kanker sering
disertai anemia dan disebut sebagai anemia pada penyakit kronis. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis, tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini, dan diagnosis
biasanya tergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium. Terapi utama pada anemia penyakit
kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati
anemia jenis ini, antara lain yaitu transfusi dan pemberian eritropoietin.
Kata kunci : anemia, gagal ginjal, konjungtiva anemis, penyakit kronis, eritropoietin

Abstract : Anemia of chronic disease is anemia that is often found in patients with infection,
inflammation, malignancy. Can also occur due to kidney failure. This anemia is generally mild or
moderate. It is known that infectious diseases such as pneumonia, syphilis, HIV-AIDS and also in other
diseases such as rheumatoid arthritis, Hodgkin's lymphoma and cancer are often accompanied by
anemia and are referred to as anemia in chronic diseases. On physical examination anemic conjunctiva
is found, without abnormalities typical of this type of anemia, and the diagnosis usually depends on the
results of laboratory tests. The main therapy for anemia in chronic diseases is treating basic diseases.
There are several options for treating this type of anemia, including transfusion and erythropoietin
administration.

Key words : anemia, kidney failure, conjunctival anemias, chronic diseases, erythropoietin
Pendahuluan
Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis. Diketahui bahwa penyakit infeksi seperti
pneumonia, sifilis, HIV-AIDS dan juga pada penyakit lain seperti Artritis rheumatoid, limfoma
Hodgkin dan kanker sering disertai anemia dan disebut sebagai anemia pada penyakit kronis.
Pada umumnya, anemia pada penyakit kronis ditandai dengan kadar HB berkisar 7-11 g/dL,
kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah, cadangan FE yang tinggi di jaringan serta
produksi sel darah merah berkurang.

Anamnesis
Riwayat penyakit dapat berguna untuk mengetahui etiologinya, dan mungkin,
memperkirakan lama perjalanan penyakitnya. Anamnesis yang teliti sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis yang tepat, seperti :
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada,
atau tanpa gejala?
Pada anemia, umumnya pasien tidak menimbulkan gejala, hanya mengeluh
kelelahan, dipsnea, dan palpitasi
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
Defisiensi besi tanpa anemia tidak akan menimbulkan gejala. Sering kali, pasien
dapat memberikan titik yang jelas pada saat gejala pertamanya muncul,
menyediakan perkiraan durasi defisiensi besi.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?
Kelelahan dan berkurangnya kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan berat
biasanya dapat disebabkan berkurangnya Hb yang beredar. Tanyakan apakah ada
rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah, dan sebagainya.
Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe (pica).
Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi
besi gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme
kompensasi tubuh.
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe,Folat dan B12?
Riwayat makanan penting ditanyakan. Tanyakan kecukupan makanan dan
kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi dan tanda
kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap, pendarahan rektal, muntah
“butiran kopi”. Vegetarian lebih mudah menderita anemia defisiensi besi, kecuali
mereka menambahan suplemen zat besi pada asupan makanannya. Bagaimana
dengan nafsu makannya? Biasa atau menurun?
5. Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda
kehilangan darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah darah)?
6. Adakah sumber kehilangan darah yang lain?2
Dua per tiga besi di tubuh ada dalam SDM yang bersirkulasi sebagai Hb. Tiap gram
Hb mengandung 3,47 mg besi; oleh karena itu, setiap milliliter darah hilang dari
tubuh (sekitar 15 g/dL Hb) berakibat pada hilangnya 0,5 mg besi. Perdarahan
merupakan penyebab anemia defisiensi besi yang paling sering di Amerika Utara
dan Eropa. Pasien akan melaporkan riwayat perdarahan biasanya berupa
hematuria, hematemesis, hemoptisis, dan lain-lain, sebelum berkembang menjadi
anemia defisiensi besi. Perdarahan saluran cerna bisa jadi tidak dikenali, dan
hilangnya banyak darah karena menstruasi mungkin bisa terabaikan. Jika pasien
seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta
pembalut. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
Riwayat penyakit dahulu dan penyelidikan fungsional
1. Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya?
2. Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya arthritis rheumatoid atau gejala yang
menunjukan keganasan)?
3. Adakah tanda-tanda kegagalan sumsum tulang (memar, pendarahan, dan infeksi
yang tak lazim atau rekuren)?
4. Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi
vitamin B12 subacute combined degeneration of the cord [SACDOC])?
5. Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (misalnya ikterus, katub buatan
yang diketahui bocor)?
6. Adakah riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan penunjang seperti
endoskopi gastrointestinal?
7. Adakah disfagia (akibat lesi esophagus yang menyebabkan anemia atau selaput
pada esophagus akibat anemia defisiensi Fe)?2
Riwayat keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya pertimbangan penyakit sel sabit,
thalassemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan.2
Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit (misalnya
cacing tambang dan malaria).2
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu behubungan dengan kehilangan darah (misalnya OAINS menyebabkan
erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik).3

Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Menilai tanda vital untuk mengetahui perubahan hemodinamik. Tanda vital penting untuk
menegakkan diagnosis sesuatu penyakit. Pemeriksaan vital yang umumnya dilakukan adalah:
Pemeriksaan tekanan darah, Pemeriksaan nadi (disertai frekuensi denyut jantung (pulsus
defisit))Perhatikan tekanan nadi pada pasien.Adakah dia mengalami takikardia atau tidak.
Pemeriksaan suhu tubuh, Pemeriksaan kadar nafas (Frekuensi/ laju pernapasan, Tipe/ pola,
Kedalaman, irama/ keteraturan2
Pemeriksaan fisik lainnya

1. Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien sesak napas atau syok akibat
kehilangan darah akut?

2. Adakah tanda-tanda anemia? Lihat apakah konjungtiva anemis dan telapak


tangan pucat. (anemia yang signifikan mungkin timbul tanpa tanda klinis
yang jelas).
3. Adakah koilonikia (kuku ‘seperti sendok’) atau keilitis angularis seperti yang
ditemukan pada defisiensi Fe yang sudah berlangsung lama?

4. Adakah tanda-tanda ikterus (akibat anemia hemolitik)?


5. Adakah tanda-tanda kerusakan trombosit (misalnya memar, petekie)?
6. Adakah tanda-tanda leukosit abnormal atau tanda-tanda infeksi?
7. Adakah tanda-tanda keganasan? Adakah penurunan berat badan baru-baru
ini, massa, jari tabuh, atau limfodenopati?

8. Adakah hepatomegali, splenomegali, atau massa abdomen?


9. Apakah hasil pemeriksaan rektal normal? Adakah darah samar pada feses
(faecal occult blood [FOB])?
10. Adakah tanda-tanda neuropati perifer? (ini menunjukan defisiensi vitamin
B12 atau folat)1,2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang pertama di lakukan adalah pemeriksaan darah meliputi
kadar Hb, Leukosit, Hematokrit, dan trombosit. Kita juga dapat melakukan pemeriksaan
sediaan hapus darah tepi untuk melihat morfologi dari sel-sel darah. atau dapat juga dilakukan
pemeriksaan MCV dan MCHC untuk melihat menilai morfologi dari sel darah. Pada kasus ini
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan serum iron, laju filtrasi glomerulus, dan kadar ureum
dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal serta mengetahui kadar Fe dalam darah. Pemeriksaan
urin lengkap juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis.

Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan haemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai dengan anemia
hipokromik mikrositik dan hasil laboraturium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Pada
hasil lab akan ditemukan MCV < 80, fl dan MCHC < 13% , dan ditemukan juga kadar besi
serum < 50 mg/dl, TIBC > 350, saturasi transferrin < 15% . dan pengecatan sumsum tulang
dengan biru prusia menunjukkan cadangan besi negative. Berbeda pada anemia penyakit
kronis dimana penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang karena pelepasan besi dari system
retikuloendothelial berkurang. Sedangkan cadangan besi masih normal. Gejala klinis yang
dapat ditemukan adalah koilonychia, kuku menjadi mudah rapuh bergaris-garis vertical dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, atrofi papil lidah, adanya peradangan pada
sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan, disfagia. Disertai
tanda-tanda anemia
Thalasemia
Thalasemia adalah kelainan darah bawaan yang dicirikan dengan lebih sedikit
hemoglobin dan lebih sedikit SDM di dalam tubuh daripada keadaan normal. Kadar Hb yang
rendah dan SDM yang sedikit pada thalasemia dapat menyebabkan anemia, yang menyebabkan
kelelahan. Thalasemia ringan mungkin tidak memerlukan pengobatan. Namun, thalasemia
mayor memerlukan transfusi darah secara teratur. Gejalanya antara lain kelelahan, kelemahan,
sesak napas, pucat, iritabilitas, jaundice, deformitas tulang wajah, pertumbuhan terhambat,
pembengkakan abdominal, dan urine gelap.
Gejala-gejala tersebut bergantung pada jenis dan keparahan thalasemia yang diderita.
Thalasemia alfa dan beta dibedakan berdasarkan rantai hemoglobin yang mengalami kelainan.
Thalasemia alfa mengenai rantai hemoglobin alfa yang berjumlah 4, 2 dari ayah, 2 dari ibu.
Jika mengenai 1 rantai alfa gejala thalasemia mungkin tidak muncul, namun pasien menjadi
pembawa thalasemia dan mungkin diturunkan pada anak. Jika 2-3 rantai yang terkena gejala
akan timbul mulai dari ringan sampai berat. Jika keempat rantai mengalami kelainan (disebut
thalasemia mayor atau hidrops fetalis), janin bisa jadi meninggal sebelum kelahiran atau bayi
baru lahir akan segera meninggal setelah dilahirkan.
Thalasemia beta mengenai rantai beta hemoglobin yang berjumlah 2 buah, 1 dari ayah
dan 1 dari ibu. Jika 1 gen yang terkena, gejala akan ringan, disebut thalasemia beta minor. Jika
kedua gen terkena, gejala dapat sedang hingga berat, disebut thalasemia beta mayor atau
anemia Cooley’s. Bayi yang lahir dengan penyakit ini biasanya tampak sehat saat lahir, tetapi
akan mengalami tanda dan gejala selama 2 tahun pertama kehidupannya. Pada pemeriksaan
ditemukan kadar SDM yang rendah, ukurannya lebih kecil dan bervariasi dalam bentuk dan
ukuran, warnanya lebih pucat (mikrositik hipokrom). Ada gambaran bull’s eye pada
pemeriksaan dengan mikroskop.

Diagnosis Kerja
Anemia penyakit kronis
Anemia penyakit kronis merupakan anemia yang sering dijumpai pada pasien dengan
infeksi, inflamasi, keganasan. Dapat juga terjadi karena gagal ginjal. Anemia ini umumny
ringan atau sedang. 3
Eritropoiesis dikontrol oleh eritropoietin dari ginjal
Karena eritrosit tidak dapat membelah diri untuk mengganti sendiri jumlahnya, sel tua
yang pecah harus diganti oleh sel baru yang diproduksi di pabrik eritrosit yaitu sumsum tulang.
Sumsum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah baru, suatu proses yang
di namai eritropoiesis.3
Sumsum tulang tidak hanya memproduksi sel darah merah tetapi juga memproduksi
leukosit dan trombosit. Di sumsum tulang merah terdapat sel punca pluripotent tak
berdiferensiasi, yang merupakan sumber seluruh sel darah, yang secara terus menerus
membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.3
Eritropoiesis sendiri dikontrol oleh eritropoietin yang terdapat di ginjal. Sehingga jika
terjadi penurunan penyaluran oksigen ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormone
eritropoietin ke dalam darah dan hormone ini pada gilirannya merangsang eritropoiesis oleh
sumsum merah. Eritropoietin bekerja pada derivate sel punca tak berdiferensiasi yang akan
menjadi sel darah merah, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel ini menjadi eritrosit
matur. Peningkatan aktivitas eritropoietin ini meningkatkan sejumlah sel darah merah dalam
darah sehingga kapasitas darah mengangkut oksigen meningkat dan penyaluran oksigen ke
jaringan kembali ke normal. Jika penyaluran oksigen ke ginjal kembali normal, maka sekresi
eritropoietin dihentikan hingga dibutuhkan kembali. Dengan cara ini, produksi eritrosit dalam
keadaan normal. Pada keadaan dimana terjadi kerusakan pada ginjal, menyebabkan kurangnya
adekuat ginjal menghasilkan eritropoietin, sehingga menyebabkan berkurangnya produksi sel
darah merah. 3

Epidemiologi
Anemia penyakit kronik merupakan anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi
besi. Tidak ada data epidemiologi yang secara rinci menjelaskan setiap jenis anemia, termasuk
anemia penyakit kronik.3

Etiologi
Penyakit yang paling sering menyebabkan anemia adalah cronic kidney disease (CKD),
tuberculosis, abses paru, endocarditis bakteri sub akut, osteomyelitis, dan infeksi jamur kronis
serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan
anemia. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan
menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancur eritrosit dan Hb
menjadi stabil. Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walaupun masih dalam
stadium dini, dan asimtomatik seperti pada sarcoma dan limfoma. Amenia ini niasanya disebut
dengan anemia pada kanker.4
Patofisiologi
Pemendekan masa eritrosit
Diduga anemia yang terjadi merupakan bagian dari sindrom stress hematologik dimana
terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi
atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuenstrasi makrofag sehingga lebih banyak
mengikat zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin
di ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum
tulang. Pada keadaan lebih lanjut, malnutrisi dapat menyebabkan penurunan transformasi T4
(tetra- iodothyronine) dan T3 (tri-iodothyronine) menyebabkan hipotiroid fungsional dimana
terjadi penurunan kebutuhan Hb yang mengangkut O2 sehingga sintesis eritropoietin-pun
akhirnya berkurang.4
Penghancuran eritrosit
Beberapa penelitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit memendek sekitar 20-
30% pasien. Defek ini terjadi di ekstrakopuskular, karena bila eritrosit pasien di trasfusikan ke
resepien normal, maka dapat hidup normal. Aktivasi makrofag oleh sitokin menyebabkan
peningkatan daya fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian dari filter limpa, menjadi
kurang toleran terhadap perubahan/kerusakan minor dari eritrosit.4
Produksi eritrosit
Gangguan metabolisme zat besi. Kadar zat besi yang rendah meskipun cadangan besi
cukup menunjukkan adanya gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronis. Hal ini
memberikan konsep bahwa anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis
Hb. Adanya infeksi, inflamasi atau keganasan menyebabkan aktivasi makrofag sehingga
merangsang pengeluaran IL-6. Selanjutnya IL-6 akan mengaktivasi sel-sel retikulo-endoteial
di hati untuk menghasilkan hepsidin. Hepsidin akan berinteraksi dengan feropontin, yakni
protein membrane yang akan menghambat absorps besi oleh usus halus, disamping itu hepsidin
juga akan menurunkan pelepasan besi oleh makrofag. Akibat kedua efek hepsidin tersebut,
maka kadar besi dalam plasma akan menurun (hipo-feremia), yang menjadi karakteristik untuk
anemia penyakit kronis.4
Fungsi sumsum tulang
Meskipun sumsum tulang yang normal dapat mengkompresi pemendekan masa hidup
eritrosit, diperlukan stimulus eritropoietin oleh hipoksia akibat anemia. Pada penyakit kronis,
kompensasi yang terjadi kurang dari yang diharapkan akibat berkurangnya pengelepasan atau
menurunnya respon terhadap eritropoietin. Terdapat 3 jenis sitokin yakni TNF-α, IL-1, IFN-γ
yang ditemukan dalam plasma pasien dengan penyakit inflamasi atau kanker, dan terdapat
hubungan secara langsung antara kadar sitokin ini dengan beratnya anemia. TNF-α dihasilkan
oleh makrofag aktif dan dapat menyebabkan anemia ringan dengan gambaran khas seperti
anemia penyakit kronis. Pada kultur sumsum tulang manusia ia akan menekan eritropoiesis
pada pembentukan BFU-E dan CFU-E.
IL-1 berperan dalam berbagai manifestasi inflamasi, juga terdapat dalam serum
penderita penyakit kronis. IL-1 seperti halnya TNF, akan menginduksi anemia dan akan
menekan pembentukan CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia.4

Gambaran klinis
Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan-sedang, seringkali gejalanya
tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dL. Umummnya
asimtomatik. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan
kapasitas transport O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis, tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini, dan diagnosis
biasanya tergantung dari hasil pemeriksaan laboratorium.4

Pemeriksaan laboratorium
Anemia umumnya adalah normositik-normokrom, meskipun banyak pasien yang
memiliki gambaran hipokrom dengan MCHC < 31g/dl. Dan beberapa mempunyai sel
mikrositik dengan MCV < 80 fL. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit
meningkat. Perubahan terhadap leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari
penyakit dasarnya. 4
Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondisi untuk diagnosis anemia
penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan
mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun
menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi
Fe ini relative mungkin mencakupi dengan peningkatan transfer Fe dari suatu persediaan yang
kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.
Penurunan kadar transferrin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat daripada penurunan
kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferrin lebih lama (8-12 hari)
dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolic yang berbeda.
Meskipun banyak pasien dengan infeksi kronik, inflamasi, dan keganasan menderita
anemia, anemia tersebut disebut anemia pada penyakit kronis hanya jika anemia sedang,
selularitas sumsum tulang normal, kadar besi serum dan TIBC rendah, serta feritin serum yang
meningkat.4

Pengobatan
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat
beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain:
 Transfusi. merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik.4
 Pemberian eritropoietin bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien
anemi akibat kanker, gagal ginjal, myeloma multiple, arthritis rheumatoid dan pasien
HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya. Eritropoietin
merupakan suatu glikoprotein yang diproduksi sel peritubular ginjal yang esensial
untuk memprosuksi retikulosit normal. Eritropoietin terdapat dalam bentuk rekombinan
manusia, EPO, Epoetin dan Eprex yang diberikan IV atau SK. Mekanisme kerjanya
adalah dengan meningkatkan diferensiasi stem sel, mitosis prekursor sel darah merah,
pengeluaran retikulosit dari sumsum tulang, sintesis haemoglobin, dimana semua
proses diatas memerlukan Fe dalam jumlah yang cukup. Indikasi eritropoietin antara
lain pada penderita AIDS yang mendapat zidovudin, penderita kanker yang mendapat
kemoterapi dan penderita gagal ginjal. Efek sampingnya dapat timbul hipotensi dan
kejang, mungkin akibat meningkatnya volume darah dengan cepat.5
 Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronik masih dalam perdebatan dan
masih belum direkomendasikan

Prognosis
Anemia penyakit kronis, yang merupakan salah satu fitur utama dari penyakit ginjal
kronis (CKD) memiliki prognosis yang buruk terhadap angka morbiditas dan mortalitas.

Kesimpulan
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang palingumum pada pasien rawat inap di
seluruh dunia. Anemia penyakit kronik merupakan anemia yang sering terjadi pada pasien
dengan infeksi kronis, inflamasi kronis, dan neoplasma ganas. Secara epidemiologi merupakan
anemia terbanyak ke dua setelah anemia defisiensi besi. Penegakan diagnosis pastidari Anemia
penyakit kronik dengan pemeriksaan laboratorium, dilihat dari indeks eritrosit dan yang lain.
Penatalaksanaan dengan mengobati penyakit dasarnya kemudian diberikan transfuse darah,
preparat besi, eritropoietin. Penyakit ini memiliki prognosis yang buruk terhadap angka
morbiditas dan mortalitas.

Daftar pustaka

1. Rodak BF, Fritsma GA, Doig K. Hematology – clinical principles and applications.
Edisi ke-3. China: Elsevier Inc.2007.h.187-98
2. Mehta AB, Hoffbrand AV. Anemia dalam buku at a glance hematologi; alih bahasa,
Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta: Erlangga.2005. h.18-25
3. Mayo clinic. Iron deficiency anemia. 4 Maret 2011. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/iron-deficiency-anemia/DS00323. 30 mei 2019.
4. Setiati s, Alwi I, Sudoyo AW, et al. buku ajar penyakit dalam. Edisi ke- 6. Jakarta:
interna publishing. 2014.h.2644-47
5. Buku ajar Farmakoterapi aplikasi. Departemen farmakologi. Universitas Kristen krida
wacana. Edisi ke-1. Jakarta: 2016.h.617

Anda mungkin juga menyukai