ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usahatani padi organik dan non
organik dan untuk mengetahui besarnya tingkat risiko produksi, risiko harga dan
risiko pendapatan yang dihadapi oleh petani padi organik dan non organik di Desa
Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Penentuan
daerah dilakukan secara purposive (sengaja). Metode yang digunakan dalam
pengambilan sampel pada petani organik adalah metode sensus sedangkan untuk
petani padi non organik digunakan metode simple random sampling dengan
rumus Slovin. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis biaya,
penerimaan, pendapatan, uji beda rata-rata independen (independent sample t-test)
dan risiko. Hasil penelitian pada petani padi organik diperoleh rata – rata biaya
total yang dikeluarkan sebesar Rp 9.591.737 per Ha, sedangkan rata-rata total
penerimaan sebesar Rp 28.961.189 per Ha, sehingga rata-rata pendapatannya
yakni Rp 19.369.452 per Ha lebih besar dibandingkan yang diperoleh oleh petani
padi non organik. Dimana pada usahatani padi non organik diperoleh rata-rata
biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp 12.613.482 per Ha, rata-rata penerimaan
sebesar Rp 28.491.935 dan pendapatan yang diperoleh per Ha nya yakni sebesar
Rp 15.878.453. Dari segi nilai koefisien variasi (KV), untuk padi organik
diperoleh risiko produksi sebesar 0,07 , risiko harga sebesar 0,0137 dan risiko
pendapatan sebesar 0,13, sedangkan nilai koefisien variasi (KV) padi non organik
diperoleh risiko produksi sebesar 0,08 , risiko harga sebesar 0,02 dan risiko
pendapatan sebesar 0,25. Dari hasil yang diperoleh dapat diartikan bahwa
usahatani padi non organik lebih berisiko daripada usahatani padi organik.
Kata Kunci : Padi Organik, Padi Non Organik, Usahatani, Risiko (KV)
1
ABSTRACT
The objective of the research was to analyze organic and non-organic rice
agribusiness and to find out the level of the risk for production, the risk for price,
and the risk for income undergone by organic and non-organic rice farmers at
Lubuk Bayas Village, Perbaungan Subdistrict, Serdang Bedagai Regency. The
research area was determined purposely. The samples of organic rice farmers
were taken by using census sampling technique while the samples of non-organic
rice farmers were taken by using simple random sampling technique with Slovin
formula. The data were analyzed by using the analyses of cost, revenue, income,
independent sample t-test, and risk. The result of the research on organic rice
farmers showed that the average total cost was Rp. 9,591,737 per Ha, the average
total revenue was Rp. 28,961,189 per Ha so that the average of income was Rp.
19,369,542 per Ha, higher than that of non-organic farmers’; while on non-
organic rice farmers, the average total cost was Rp. 12,613,482 per Ha, the
average of revenue was Rp. 28,491,935 per Ha, and the average of income was
Rp. 15,878,453 per Ha. Viewed from coefficient variation (KV) value, it was
found that for organic rice the risk for production was 0.07, the risk for price was
0.0137, and the risk for income was 0.13, while for non-organic rice the risk for
production was 0.08, the risk for price was 0.02, and the risk for income was 0.25.
It could be concluded that non-organic rice agribusiness was more risky than
organic rice agribusiness.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi secara umum oleh masyarakat
Indonesia. Upaya peningkatan produksi pertanian utamanya padi, masih dan akan
tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini mengingat semakin meningkatnya
kebutuhan pangan beras sejalan dengan meningkatnya penduduk dan kualitas
hidup masyarakat. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil padi
non organik dan padi organik. Salah satu sentra produksi padi di Sumatera Utara
adalah Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai.
Seperti usaha pada umumnya, usahatani padi juga merupakan usaha yang
memiliki banyak risiko, antara lain adalah risiko produksi dan risiko harga yang
akan menyebabkan terjadinya risiko pendapatan. Risiko merupakan suatu keadaan
dimana hasil yang diterima di lapangan menyimpang dari hasil yang diharapkan.
Seperti diketahui, permintaan akan beras organik mengalami trend meningkat
setiap tahun meskipun dengan harga yang relatif tinggi dibandingkan yang non
2
organik namun kenyataan dilapangan jumlah petani di Desa Lubuk Bayas yang
mengusahakan padi organik rendah dan beralih ke usahatani padi non organik,
sehingga keadaan ini tidak sesuai dengan hukum penawaran yakni jika harga
mengalami kenaikan maka jumlah barang yang ditawarkan akan naik.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
mengkaji dan membandingkan bagaimana analisis usahatani serta tingkat risiko
yang terjadi pada usahatani padi organik maupun non organik.
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip pertanian organik yaitu tidak menggunakan pupuk kimiawi serta harus
mampu menyediakan hara bagi tanaman dan mengendalikan serangan hama
dengan cara lain diluar cara konvensional yang biasa dilakukan (Eliyas, 2008).
Sedangkan pada padi non organik, menggunakan pestisida kimia, pupuk kimia,
dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen
hasil.
3
menanggung risiko terlebih petani kecil; dengan kata lain, petani sebagai subjek
pengambil keputusan enggan meningkatkan dan memperluas usahataninya
(Mufriantie, 2005).
Penelitian Terdahulu
Landasan Teori
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Menurut
Rahardja dan Mandala (2006), biaya produksi merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan dalam melakukan kegiatan produksi.
4
menjelaskan risiko dalam arti kemungkinan penyimpangan pengamatan
sebenarnya disekitar nilai rata-rata yang diharapkan dan hasil keputusan yang
tepat dalam menganalisis risiko suatu kegiatan usahatani harus menggunakan
perbandingan dengan satuan yang sama yakni koefisen variasi (KV). Batas bawah
keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin
diterima oleh petani (Kadarsan, 1995).
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada petani organik adalah
metode sensus karena jumlah petani hanya sedikit yakni 17 petani, sedangkan
untuk petani padi non organik digunakan metode simple random sampling dengan
rumus Slovin dan diperoleh jumlah petaninya yakni 31 petani.
5
dan padi non organik dan selanjutnya hasil pendapatan dari usahatani padi organik
dan non organik dianalisis secara statistik menggunakan uji beda rata-rata
independen (independent sample t-test).
Untuk menjawab identifikasi masalah yang kedua yaitu risiko produksi, risiko
harga dan risiko pendapatan dari tanaman padi organik dan padi non organik
digunakan analisis risiko dengan menghitung ragam, simpangan baku, koefisien
variasi dan batas bawah hasil tertinggi usahatani tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada petani padi organik dan non
organik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaunagan, Kab. Serdang Bedagai,
diketahui bahwa besarnya iuran sewa lahan sawah sebesar Rp
100.000/rante/tahun, biaya PBB sebesar Rp 12.000/rante/tahun dan biaya P3A
(Perkumpulan Petani Pengguna Air) sebesar harga jual 3 kg/gabah basah per
rantai padi organik dan non organik per musim tanam. Adapun rincian mengenai
komponen biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani padi organik dan non
organik dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
6
Tabel 1. Rata – rata Total Biaya Produksi Usahatani Padi Organik dan Non
Organik per Ha/Musim Tanam
Padi Organik Padi Non Organik
Jenis Biaya
No. Jumlah Jumlah Persentase
Produksi Persentase(%)
(Rp) (Rp) (%)
1. Biaya Tetap
a. Biaya Sewa
588.235 6,14 403.226 3,20
Lahan
b. Biaya
2,44 1,35
Penyusutan 233.401 170.390
c. Biaya PBB 150.000 1,57 150.000 1,19
d. Biaya P3A 324.559 3,39 302.903 2,40
Jumlah 1.296.195 1.026.519
2. Biaya Variabel
a. Biaya Sarana
Produksi :
- Biaya Benih 331.304 3,46 563.939 4,48
- Biaya Pupuk
0 0 1.651.558 13,11
Kimia
- Biaya Pupuk
1.426.340 14,89 0 0
Organik
- Biaya Obat -
0 0 491.688 3,90
obatan Kimia
- Biaya Obat -
obatan 319.564 3,34 0 0
Organik
b. Biaya
6.218.335 64,93 8.879.778 70,48
Tenaga Kerja
Jumlah 8.295.543 11.586.963
Total Biaya 9.591.738 100 12.613.482 100
(TC)
Sumber : Analisis Data Primer, Diolah
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa faktor yang paling tinggi menyebabkan
terjadinya perbedaan total biaya rata – rata dari padi organik dan non organik
adalah biaya rata – rata tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
maupun tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Adapun biaya rata – rata tenaga kerja
yang dikeluarkan pada usahatani padi non organik adalah Rp 8.879.778 lebih
tinggi daripada biaya rata – rata tenaga kerja pada usahatani padi organik yakni
Rp 6.218.335. Dimana biaya rata - rata tenaga kerja luar keluarga (TKLK)
mendominasi proporsi pengeluaran biaya tenaga kerja secara keseluruhan baik
untuk usahatani padi organik dan terbanyak digunakan pada usahatani padi non
organik. Pada usahatani padi non organik biaya rata – rata TKLK adalah
7
Rp 6.116.479 lebih tinggi daripada biaya rata - rata TKLK pada usahatani padi
organik yakni Rp 4.608.781. Pada kenyataanya, biaya tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK) tidak diberi upah. Namun, untuk keperluan analisis maka semua biaya
harus diperhitungkan. Secara umum terjadi perbedaan dalam upah tenaga kerja
pria dan wanita pada usahatani padi secara organik maupun non organnik di
daerah penelitian. Adapun upah rata – rata untuk tenaga kerja pria sebesar
Rp 60.000 – Rp 70.000 dan wanita sebsar Rp 50.000 – Rp 60.000.
Sedangkan pada usahatani padi organik tidak adanya komponen biaya rata-rata
pupuk dan obat-obatan kimia. Ini disebabkan para petani padi organik sudah
menggunakan pupuk serta obat-obatan organik mulai dari awal hingga akhir
musim tanam. Dimana biaya rata-rata pupuk dan obat-obatan organik yang
dikeluarkan per satu musim tanam adalah sebesar 14,87% dan 3,33% dari total
biaya rata-rata sebesar Rp 9.591.738. Dengan kata lain, jumlah biaya rata – rata
yang harus dikeluarkan petani padi organik dalam penyediaan pupuk serta obat-
obatan per satu musim tanam yakni sebesar 18,2% dari total biaya rata-rata secara
keseluruhan. Pupuk organik yang digunakan oleh anggota petani padi organik
Desa Lubuk Bayas terdiri dari pupuk kandang (kotoran sapi) dan pupuk organik
cair merk NaTaMa (Natural Tani Mandiri) yang diproduksi sendiri oleh ketua
Kelompok Tani Mawar dengan menggunakan bahan baku organik seperti kotoran
dan air seni sapi, ampas sari tebu, dan jerami yang telah difermentasi.
8
Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan total biaya rata – rata
dari padi organik dan non organik dimulai dari tingginya biaya rata – rata untuk
benih. Dimana pada usahatani padi organik biaya rata-rata dalam penyediaan
benih adalah sebesar 3,45% dari total biaya rata-rata secara keseluruhan.
Sedangkan biaya rata – rata untuk benih pada usahatani padi non organik yakni
sebesar 4,47% dari total biaya rata – rata secara keseluruhan. Biaya rata – rata
penyediaan benih pada usahatani padi non organik lebih besar daripada usahatani
padi non organik dikarenakan adanya perbedaan luas lahan dan jumlah benih yang
digunakan untuk satu musim tanam. Varietas benih padi yang digunakan oleh
petani organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas ini rata-rata menggunakan
benih padi varietas Ciherang.
9
panen dari padi organik lebih tinggi daripada harga jual gabah basah panen padi
non organik, sehingga petani padi organik menjual seluruh hasil produksi padi
berupa gabah basah, sedangkan petani padi non organik masih menyisakan
sebagian kecil dari hasil panen yakni berupa gabah basah untuk kebutuhan beras
sehari-hari. Adapun rata-rata penerimaan total usahatani padi organik adalah
sebesar Rp 28.961.189, sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani padi non
organik adalah sebesar Rp 28.491.935. Ini menunjukkan bahwa rata-rata
penerimaan total dari usahatani padi organik lebih besar dibandingkan rata-rata
penerimaan total usahatani padi non organik meskipun selisihnya tidak jauh
berbeda.
Adapun penyebab dari tingginya rata-rata total biaya usahatani padi non organik
di antaranya nilai rata-rata biaya penyediaan input produksi, yaitu Rp 11.586.963
lebih tinggi daripada rata-rata biaya penyediaan input produksi pada usahatani
padi organik yaitu Rp 8.295.543. Dimana pada usahatani padi non organik, para
petani masih menggunakan input produksi berupa pupuk dan obat-obatan kimia
dengan harga yang relatif lebih mahal, sedangkan petani padi organik
menggunakan pupuk dan obat-obatan organik dengan harga yang relatif lebih
murah. Selain itu, pada usahatani padi non organik rata-rata biaya tenaga kerja
khususnya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), yaitu Rp 6,11 juta dan lebih tinggi
daripada rata-rata biaya TKLK pada usahatani padi organik, yaitu Rp 4,6 juta.
10
usahatani padi non organik adalah Rp 15,9 juta dengan signifikansi 0,001. Karena
nilai signifikansi 0,001 < 0,05 dan nilai Thitung > Ttabel (3,684 > 2,015) maka
H0 ditolak dan H1 diterima pada tingkat kepercayaan 95%. Artinya ada perbedaan
pendapatan antara usahatani padi organik dengan usahatani padi non organik.
Dengan demikian, hipotesis 1 pendapatan usahatani padi organik lebih tinggi
daripada pendapatan usahatani padi non organik diterima.
11
organik mempunyai kemampuan risk reducing lebih baik dibandingkan pupuk
dan pestisida kimiawi. Dimana pestisida organik yang digunakan tidak menarik
bagi hama karena menggunakan bahan-bahan yang menghasilkan bau yang tidak
disukai hama seperti daun sirih, pinang muda, serai wangi, dan daun sirsak
sehingga pestisida organik bersifat mengusir bukan membunuh seperti pestisida
kimiawi.
Nilai batas bawah produksi (L) dapat diartikan bahwa nilai produksi yang paling
rendah yang mungkin diterima oleh petani yang melakukan usahatani padi
organik adalah sebesar 5.566,96 kg/ha, sedangkan untuk usahatani padi non
organik sebesar 5.968,28 kg/ha.
Risiko Harga
Sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, padi juga sering mengalami
fluktuasi harga. Fluktuasi harga yang terjadi dapat dilihat variasinya yang
mencerminkan tingkat risiko harga padi. Besarnya risiko harga usahatani padi
organik dan non organik dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Risiko Harga Ushatani Padi Organik dan Non Organik di Desa
Lubuk Bayas
Komoditi Padi Organik Padi Non Organik
Keterangan :
Harga Jual Rata – rata (Qi) 4.435 4.039
Simpangan Baku (V) 60,64 80,32
Ragam (V2) 3.677 6.452
Koefisien Variasi (KV) 0,0137 0,02
Batas Bawah (L) 4.314 3.878
Sumber : Analisis Data Primer, Diolah
12
Hasil perhitungan pada Tabel 5 menunjukkan koefisien variasi (KV) risiko harga
pada usahatani organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi non organik.
Risiko harga yang harus ditanggung oleh petani padi non organik adalah sebesar
0,02 sedangkan padi organik risikonya lebih kecil yaitu 0,0137. Petani padi
organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas menjual hasil panennya dalam
bentuk gabah basah. Ketidakpastian harga yang sulit diprediksi secara tepat,
menyebabkan timbulnya fluktuasi harga. Menurut petani padi di Desa Lubuk
Bayas, risiko harga merupakan suatu keadaan dimana harga jual hasil panen tidak
sesuai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Harga input produksi seperti
harga obat-obatan/pestisida dan pupuk kimiawi yang melambung tinggi
menyebabkan tingginya biaya produksi. Ini yang menyebabkan risiko harga padi
non organik lebih besar dibandingkan dengan padi organik karena biaya yang
dikeluarkan petani padi non organik sangat besar daripada petani padi organik.
Nilai batas bawah (L) dapat diartikan sebagai nilai harga yang paling rendah yang
mungkin diterima oleh petani yang melakukan usahatani padi organik adalah
sebesar Rp 4.314/kg sedangkan batas bawah harga padi non organik yaitu sebesar
Rp 3.878/kg.
Risiko Pendapatan
Penyimpangan hasil produksi padi terhadap standar produksi akan mengurangi
pendapatan petani, sehingga risiko produksi akan mempengaruhi pendapatan.
Selain risiko produksi, risiko harga dalam hal ini fluktuasi harga dan harga jual
turut mempengaruhi pendapatan petani padi. Besarnya risiko pendapatan
usahatani padi organik dan non organik dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
13
Hasil perhitungan pada Tabel 6 menunjukkan koefisien variasi (KV) risiko
pendapatan pada usahatani organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi non
organik (0,13 < 0,25) yang berarti bahwa pendapatan usahatani padi non organik
akan diperoleh petani lebih bervariasi atau berfluktuatif atau dengan kata lain
petani padi non organik akan mengalami ketidakpastian pendapatan di masa yang
akan datang. Nilai koefisien variasi (KV) pendapatan yang tinggi pada usahatani
padi non organik karena dipengaruhi risiko harga (baik harga input maupun harga
output) yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap pendapatan bersih yang
diterima petani padi non organik. Adapun harga jual padi non organik yang
rendah dari padi organik yang menyebabkan rendahnya jumlah penerimaan yang
didapatkan oleh petani padi non organik. Jika pendapatan yang dimiliki oleh
petani cukup besar maka mereka dapat melakukan berbagai strategi untuk
mengurangi risiko yang dihadapi begitu juga sebaliknya. Nilai batas bawah
produksi (L) dapat diartikan sebagai nilai pendapatan yang paling rendah yang
mungkin diterima oleh petani padi organik adalah sebesar Rp 14.310.151 per Ha,
sedangkan pada usahatani padi non organik adalah sebesar Rp 7.837.899 per Ha.
Dengan demikian, hipotesis 2, besarnya risiko ekonomi (harga, pendapatan dan
penerimaan) pada usahatani padi organik lebih tinggi daripada padi non organik
ditolak.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Total biaya rata-rata usahatani padi organik per hektar lebih kecil daripada total
biaya rata-rata usahatani padi non organik dan pendapatan per hektar dari
usahatani padi organik lebih besar daripada pendapatan per hektar dari
usahatani padi non organik
2. Risiko usahatani padi organik dari segi produksi, harga dan pendapatan lebih
rendah dibandingkan dengan usahatani padi non organik yang kemungkinan
mengalami kerugian lebih besar.
14
Saran
1. Kepada Petani Padi
Petani padi non organik sebaiknya mulai menerapkan teknik budidaya padi
secara organik dalam berusaha tani, sehingga dapat memberikan tingkat
pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dan untuk menghindari risiko yang
tinggi.
2. Kepada Pemerintah
Agar instansi Dinas Pertanian lebih gencar lagi dalam mensosialisasikan dan
mengadakan sekolah lapang mengenai teknik budidaya padi secara organik
bagi para petani non organik. Dan agar instansi Dinas Pertanian dapat
memberikan subsidi untuk pupuk organik sehingga petani lebih mudah
memperoleh pupuk organik dan bantuan alat-alat pertanian, seperti traktor dan
alat tanam otomatis yang dapat mengurangi biaya tenaga kerja yang digunakan
setiap musim tanamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mutrianti, F. 2005. Analisis Risiko Pola Tanam Pada Lahan Sawah di Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman. Thesis Ekonomi Pertanian Vol.10
Nomor 2, Desember 2010. Program Pascasarjana UGM.
Rahardja dan Mandala. 2006. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Jakarta :
Lembaga Penerbit FE UI.
15