PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumonia merupakan infeksi atau keradangan saluran napas bagian
bawah yang melibatkan saluran napas dan parenkim disertai konsolidasi ruang
alveolar yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, dan jamur yang ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan
frekuensi pernapasan), retraksi dinding dada, napas cuping hidung dan
terkadang dapat terjadi sianosis.3,4,5 WHO sendiri mendefinisikan pneumonia
berdasarkan adanya gejala klnis berupa batuk, susah nafas dan takipnea.
Pneumonia dibagi menjadi 2 berdasarkan atas lokasi didapatnya pneumonia
tersebut yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospitalized
Acquired Pneumonia (HAP).6
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga alveolus disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution) seperti terlihat pada gambar, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermavcam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pada bronkopneumonia
terdapat produksi eksudat mukopurulen yang mengakibatkan sumbatan
beberapa saluran napas kecil dan juga mengakibatkan konsolidasi yang
”patchy” dari lobulus-lobulus disekitarnya.5
2.2 Epidemiologi
Pneumonia masih menjadi masalah di berbagai negara, baik di negara
berkembang maupun di negara maju. Pada tahun 2005, di Indonesia
didapatkan 600.720 kasus penumonia dengan kematian pada balita sebesar
204 orang. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta dari 9 juta total
kematian balita disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya
kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai “pandemi yang
terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun, tidak banyak perhatian
2
terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang
terlupakan atau “the forgotten killer of children”. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan angka mortalitas pada bayi 23,8 persen
dan balita 15,5 persen.1,2
2.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan, baik oleh bakteri, virus, atau jamur. Pada
negara berkembang pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri
dibandingkan virus. Sedangkan pada negara maju, virus menjadi penyebab
tersering. Banyak faktor yang bisa meningkatkan resiko pneumonia seperti
penurunan imunitas karena penyakit tertentu atau obat serta lama diopname di
rumah sakit.8
3
- Virus influenza Virus :
- Virus parainfluenza - Virus varisella zoster
- Virus rino
- Respiratory Synctial Virus
5 tahun – Bakteri : Bakteri :
remaja - Chlamydia trachomatis - Hamophillus influenza tipe B
- Mycoplasma pneumoniae - Legionella sp
- Streptococcus pneumoniae- Staphylococcus aureus
Virus :
- Virus adeno
- Virus Epstein Barr
- Virus influenza
- Virus parainfluenza
- Virus rino
- Respiratory Synctial virus
- Virus varisella zoster
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomis meliputi:5
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan etiologi2,5:
Pneumonia bakteri tipikal:
o Streptococcus pneumonia, bakteri gram positif, anaerob
fakultatif
o Staphylococcus aureus, bakteri gram positif, anaerob
fakultatif
o Enterococcus sp.
o Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif, anaerob
yang memiliki bau yang sangat khas
o Klebsiella pneumonia, bakteri gram negatif, anaerob
fakultatif
o Haemophilus influenza, bakteri gram negatif anaerob
Pneumonia bakteri atipikal:
o Mycoplasma sp.
o Chlamedia sp.
o Legionella sp.
Pneumonia virus, seperti:
o Cytomegalovirus
o Virus Herpes Simplex
o Virus Varcella-Zoster
Pneumonia jamur
o Candida sp.
o Aspergillus sp.
o Cryptococcus neoformans
5
- Usia 1 – 5 tahun : ≥40 x/menit
- Usia 5 – 8 tahun : ≥30 x/menit
c. Pneumonia berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Retraksi dinding dada
o Nafas cuping hidung
o Grunting (merintih)
- Auskultasi : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas
bronkial
d. Pneumonia sangat berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Sianosis sentral
o Tidak bisa minum
o Muntah
o Kejang, letargi, kesadaran menurun
o Anggukan kepala (head nodding)
- Auskultasi : ronki, suara nafas menurun, suara nafas bronkial
6
Auskultasi: : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas
bronkial
3. Pneumonia sangat berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Sianosis sentral
o Tidak bisa minum
o Muntah
o Kejang, letargi, kesadaran menurun
o Anggukan kepala (head nodding)
- Auskultasi : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas
bronkial
2.5 Patogenesis
Pneumonia dapat terjadi akibat pengaruh dari 3 faktor antara lain: host,
mikroorganisme yang menyerang (agent), dan interaksi lingkungan
(environment). Berbagai macam cara penularan pneumonia antara lain:
melalui droplet dapat disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, sedangkan
infeksi pada pemakaian ventilator disebabkan oleh Enterobacter sp dan P.
aeruginosa. Pada kondisi sehat atau imunitas host baik maka tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme (agent) di paru karena adanya mekanisme
pertahanan paru yang berfungsi dengan baik. Penyakit muncul ketika terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh (host), mikroorganisme (agent)
dan lingkungan (environment). Ketika mekanisme pertahanan paru tidak
menjalankan fungsi dengan baik maka agent dapat menuju alveoli melalui
saluran pernafasan sehingga mengakibatkan inflamasi pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya.10
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ Kongestif)
Stadium ini disebut juga hiperemia, mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
7
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskular paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus dilalui oleh oksigen dan
karbondioksida, yang akan mengakibatkan gangguan proses
pertukaran gas sehingga terjadi penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.9
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Stadium ini disebut juga dengan hepatisasi merah. Hal ini terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh host sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan terasa seperti hepar. Pada stadium ini udara di dalam
alveoli sangat minimal hingga tidak ada sehingga penderita akan
terlihat sesak. Stadium ini berlangsung singkat, yaitu selama 48
jam.9
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Stadium selanjutnya disebut juga hepatisasi kelabu. Hal ini
dikarenakan sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium
ini eritrosit mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat karena
adanya fibrin dan leukosit, warna merah berubah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.9
d. Stadium IV (7 – 12 hari)
8
Pada stadium ini terjadi penurunan respon imun dan peradangan
sehingga dinamakan sebagai stadium resolusi. Sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke struktur semula.9
2.7 Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak antara lain batuk,
demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut,
menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya
anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Selain itu, dapat pula
timbul gejala penurunan nafsu makan.7,8,9
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam tinggi
(≥38,50C), takipnea, retraksi (subkostal, interkostal, suprasternal),
napas cuping hidung, sianosis, deviasi trakea, tanda-tanda
terdapatnya konsolidasi seperti: ekspansi dada yang berkurang;
peningkatan vokal fremitus, suara redup yang terlokalisir pada
perkusi; suara napas yang melemah, bronkial atau bronkovesikuler,
rhonki, wheezing dapat terdengar pada auskultasi.3,4
9
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap pada pneumonia umumnya
didapatkan dengan leukositosis dengan neutrofil yang mendominasi
pada hitung jenis. Leukosit >30.000 dengan dominasi neutrofil
mengarah ke bakteri Pneumonia streptococcus. Trombositosis
>500.000 khas pada pneumonia bakterial. Infeksi yang disebabkan
oleh virus biasnya menyebabkan trombositopenia. Kultur darah
merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15%
kasus.3,4
- Pemeriksaan radiologis
Foto thoraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto thoraks AP/lateral bertujuan untuk
menentukan lokasi anatomi dalam paru. Gambaran patchy infiltrate
dan terdapat gambaran air bronchogram merupakan gambaran pada
foto thoraks penderita pneumonia. 7,8,9
- Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan melalui usapan
spesimen tenggorokan, sekresi nasofaring, sputum, aspirasi trakea,
pungsi pleura, darah, aspirasi paru dan bilasan bronkus. Pemeriksaan
ini sulit dilakukan dari segi teknis maupun biaya.7,8,9
10
Pada bronkiolitis akut, lokasi inflamasi terjadi di bronkiolus,
sering terjadi pada usia < 2 tahun, gejala khas berupa nafas cepat,
wheezing dan retraksi dada, ditandai dengan respiratory distress dan
overdistensi pada paru. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
hiperinflasi paru, intercostal space melebar, penekanan diafragma dan
sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada
fotolateral.9
3. Bronkitis Akut
Lokasi berada di bronkus, gejala obstruksi dan gangguan
pertukaran tidak nyata atau ringan, terdapat ronki basah dan kasar,
serta dapat berkembang menjadi bronkiolitis.9
2.9 Penatalaksanaan
1. Oksigen
Terapi oksigen diberikan apabila terdapat tanda-tanda
hipoksemia; gelisah, sianosis dan lain-lain. Pada usia < 2 tahun
biasanya diberikan 2 liter/menit sedangkan pada usia > 2 tahun dapat
diberikan oksigen hingga 4 liter/ menit.3,9
2. Cairan dan makanan bergizi 3,8
a. Cairan : komposisi paling sederhana adalah Dextrose 5%,
komposisi lain tergantung kebutuhan, jumlah 60-70% kebutuhan
total, beberapa sumber menyatakan dapat diberikan sesuai
kebutuhan maintenance.
b. Makanan : bila tidak dapat peroral, dapat dipertimbangkan
pemberian intravena seperti asam amino, emulsi lemak dll.
3. Simtomatis 9
- Antipiretika diberikan bila terdapat hiperpireksia. Hindari asetosal
karena dapat memperberat asidosis.
- Mukolitik/ ekspektorans.
- Antifusif umumnya tidak diberikan.
11
- Antikonvulsan; dapat dipertimbangkan bila kejang bukan karena
hipoksemia; dapat dicoba kloralhidrat 50mg/kg/hari ( dibagi 3
dosis ) atau diazepam 05-0.73/kg/kali, im/IV
4. Antiviral / antibiotika
Antiviral diberikan untuk pneumonia viral yang berat/ cenderung
menjadi berat (disertai kelainan jantung atau penyakit dasar yang
lain).8
Tabel 2. Virus dan Anti Virus
Virus Anti virus Virus Anti virus
Resp. sinsitial Ribavirin Influenza- A Amantdin
Varisela Ansiklovir Sitomegalovirus Ganiklovir
2.10 Komplikasi
1. Gagal nafas dan sirkulasi
Penderita pneumonia sering kesulitan bernafas sehingga tidak
mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar
tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasif yang dapat membantu
12
seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator
dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat
menyebabkan gagal nafas dengan pencetus Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan
penyaringan udara untuk cairan alveoli. 7,11
2. Syok sepsis dan septik
Kondisi ini merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.
Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah sistemik
dan adanya respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis
seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri, dimana
Streptoccocus pneumonia merupakan salah satu penyebabnya.
Individu dengan sepsis atau syok septik membutuhkan unit perawatan
intensif di rumah sakit.7,11
3. Efusi pleura,empyema dan abses.
Infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,
kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada
orang dengan pneumonia,cairan ini sering diambil dengan jarum
(toracocentesis) dan diperiksa,tergantung dari hasil pemeriksaan ini.
Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini,sering memerlukan selang
pada dada. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan.
Sedangkan abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax
dengan sinar x atau CT scan.7,11
2.11 Prognosis
Dengan terapi adekuat, mortalitas kurang dari 1%. Tergantung pada
umur anak, beratnya penyakit dan penyulit yang menyertai seperti: 9
1. Apnea yang berkepanjangan
13
2. Asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi
3. Dehidrasi berat yang tidak segera ditanggulangi
4. Disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung kongenital,
cystic fibrosis pancreas dan immunodefisiensi
2.12 Pencegahan
1. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, higienitas.4
2. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula
pneumonia.4
3. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila
mungkin menjauhkan infeksi.4,9
4. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent
pneumococcal, Haemophillus Influenza dengan Vaksin konjugat H.
Influenza memiliki jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau
dengan rifampin prophylaxis untuk yang beresiko tinggi.4,9
14
BAB III
LAPORAN KASUS
15
Riwayat kejang karena demana disangkal oleh ibu pasien. Demam
dikatakan dapat mereda tanpa pemberian obat penurun panas. Pilek dan
batuk dikeluhkan sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah
sakit. Batuk dan pilek awalnya dikeluhkan ringan dan memberat dua hari
sebelum masuk rumah sakit. Pilek dikeluhkan dengan keluarnya sekret
berwarna bening dan kental. Batuk pasien dikatakan berdahak. Dahak
berwarna kekuningan dan sedikit kental. Batuk berdarah dan menyemprot
disangkal. Nafsu makan dikatakan menurun semenjak pasien sakit.
Buang air besar dan buang air kecil dikatakan biasa atau normal oleh
ibu pasien. Riwayat diare disangkal.
16
sekitar rumah. Di rumah pasien ada hewan peliharaan berupa ayam serta
anjing. Kamar tidur pasien dikatakan rapi dengan cahaya dan pertukaran
udara yang cukup
Riwayat Pengobatan
Untuk keluhan sekarang pasien belum dapat memeriksakan diri
sebelumnya. Pasien datang ke UGD RSUD Kabupaten Tabanan pada
tanggal 15 Februari 2016 pukul 10.00 WITA dan dirawat inap di Ruang
Anggrek RSUD Kabupaten Tabanan.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal oleh keluarga pasien.
Riwayat imunisasi
BCG : 1 kali
Hepatitis B : 4 kali
Polio : 4 kali
DPT : 3 kali
HiB : 3 kali
Campak : 1 kali
Pasien menjalani imunisasi di praktek swasta dokter spesialis anak.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara normal per vaginam di rumah sakit dengan
berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala lupa
dan segera menangis saat lahir. Tidak ada komplikasi dan penyulit selama
masa kehamilan dan persalinan.
Riwayat Nutrisi
ASI : Pasien diberikan ASI sejak lahir dengan durasi 0
hingga 1 bulan, frekuensi on demand.
Susu formula : Usia 1 bulan hingga 1 tahun, frekuensi on demand
17
Bubur susu : Usia 6 - 8 bulan, frekuensi 2x sehari.
Nasi tim : Usia 8 - 12 bulan, frekuensi 3x sehari
Makanan dewasa : Usia 12 bulan hingga sekarang
Jalan : 1 tahun
Kesan tumbuh kembang normal
Status Generalis
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, refleks
pupil +/+ isokor
THT Telinga : sekret (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (+)
Tenggorokan : faring hiperemi -/-, tonsil T1/T1
18
Lidah : sianosis (-)
Bibir : sianosis (-), mukosa bibir basah (+)
Leher : Inspeksi : benjolan (-), Kaku kuduk (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar (-)
Auskultasi : bruit (-)
Thoraks : Simetris (+)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tak tampak, prekordial
………...bulging (-)
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV MCL
………………Sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan PSL kanan
Batas kiri MCL kiri
Batas atas ICS II
Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-)
Paru : Inspeksi : simetris (+), retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : redup/redup
Auskultasi : vesikular +/+, ronki +/+, wheezing
…….…..+/+
Abdomen : Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor kembali cepat
Perkusi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT< 2 detik
Genitalia eksterna : Dalam batas normal
19
LYM 16 %
MONO 9 %
EOS 4,01 %
BASO 0,988 %
RBC 5,23 106/µl
HB 12,9 g/dL
HCT 39,7 %
MCV 76 (R) fL
MCH 24,7 (R) Pg
MCHC 32,5 %
RDW-CV 12,7 %
PLT 207 103/µl
MPV 8,01 fL
2. Rontgen Thorax
Paru : aerasi paru baik, infiltrat kedua lapang paru terutama paru
bagian kiri
Cephalisasi : (-)
Hilus : Normal
Cor : Tidak membesar ke kiri, CTR Normal
Aortis arch tidak dilatasi
Mediastinum superior tidak melebar
Sinus costophrenicus dan diafragma normal
Soft tissue normal dan skeletal system normal
Kesan : Bronchopneumonia
3.5. DIAGNOSIS
Bronchopenuomonia
3.6. PENATALAKSANAAN
Rawat inap
20
IVFD D5 ½ NS 12 tpm
Parasetamol syr 3 x cth 1/2 PO
Ceftriaxone 2 x 500 mg IV
Bisolfon 3 x ½ amp IV
Nebul Ventolin 3 x ½ amp + NaCl
3.7 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini:
Ad Vitam : dubius ad bonam
Ad Functionam : dubius ad bonam
Ad Sanationam : dubius ad bonam
3.8 FOLLOW UP
TGL S O A P
16/2/ Demam (-), St Present: Bronchopneumonia - IVFD D5 ½ NS 12
2016 Sesak (+ ) N = 108x/menit, isi tpm
membaik, cukup - Sanmol syr 3 x cth
Batuk (+), RR = 24x/menit ½ PO (k/p)
Dahak (+), Tax = 36,9oC - Ceftrixone 2 x 500
Pilek (+), mg IV
Makan/Minu - Bisolvon 3 x ½ amp
m (+) , St General: IV
BAK/BAB Kepala = normosefali - Nebul Ventolin 3x
(+) Normal Mata = anemis (-), ½ amp + NaCl
ikterus (-) -
THT = NCH (-)
Thorax = simetris (+),
retraksi (-)
Cor = S1 S2 normal
regular murmur (-)
Po = Ves +/+, ronki +/+,
wheezing +/+ minimal
Abdomen = distensi (-),
BU (+) N
Hepar = tidak teraba
Lien = tidak teraba
Ekstremitas = hangat
(+), CRT<2 detik
17/2/ Demam (-), St Present: Bronchopneumonia - IVFD D5 ½ NS 12
2016 Sesak (+) N = 112x/menit, isi tpm
berkurang, cukup - Sanmol syr 3 x cth
Batuk (+), RR = 24x/menit ½ PO (k/p)
21
Dahak (+), Tax = 36,7oC - Ceftrixone 2 x 500
Pilek (+), mg IV
Makan/Minu St General: - Bisolvon 3 x ½ amp
m (+) , Kepala = normosefali IV
BAK/BAB Mata = anemis (-), - Nebul Ventolin 3 x
(+) Normal ikterus (-) ½ amp + NaCl
THT = NCH (-) - Dexamethasone 3 x
Thorax = simetris (+), ½ amp
retraksi (-) - Theobron 3 x cth I
Cor = S1 S2 normal PO
regular murmur (-) - Tiriz drop 2 x 0,25
Po = Ves +/+, ronki +/+, cc PO
wheezing -/-
Abdomen = distensi (-),
BU (+) N
Hepar = tidak teraba
Lien = tidak teraba
Ekstremitas = hangat
(+), CRT<2 detik
18/2/ St Present: Bronchopneumonia - IVFD D5 ½ NS 12
2016 N = 116x/menit, isi tpm
cukup - Sanmol syr 3 x cth
RR = 24x/menit ½ PO (k/p)
Tax = 36,7oC - Ceftrixone 2 x 500
mg IV
St General: - Bisolvon 3 x ½ amp
Kepala = normosefali IV
Mata = anemis (-), - Nebul Ventolin 3 x
ikterus (-) ½ amp + NaCl @ 8
THT = NCH (-) jam
Thorax = simetris (+), - Dexamethasone 3 x
retraksi (-) ½ amp
Cor = S1 S2 normal - Theobron 3 x cth I
regular murmur (-) PO
Po = Ves +/+, ronki +/+, - Tiriz drop 2 x 0,25
wheezing -/- cc PO
Abdomen = distensi (-),
BU (+) N
Hepar = tidak teraba
Lien = tidak teraba
Ekstremitas = hangat
(+), CRT<2 detik
22
BAB IV
PEMBAHASAN
23
berkepanjangan, asidosis respiratorik berat, dehidrasi berat, dan pneumonia yang
disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan dan
immunodefisiensi. Penyulit-penyulit yang dapat memperburuk prognosis
pneumonia pada pasien tidak ditemukan sehingga pasien ini memiliki prognosis
yang baik.
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26