Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada


beberapa penduduk di berbagai negara termasuk pada kelompok balita. Kasus
pneumonia pada negara berkembang terjadi lebih berat daripada negara maju.
Usia puncak terjadinya pneumonia adalah pada usia < 5 tahun. Insiden pneumonia
menurun seiring bertambahnya usia. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari
2 juta dari 9 juta total kematian balita disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena
besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai “pandemi yang
terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Hingga kini tidak banyak perhatian
terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang
terlupakan atau “the forgotten killer of children”. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007 menunjukkan angka mortalitas pada bayi 23,8 persen dan balita
15,5 persen.1,2
Beberapa fakor risiko yang berkaitan dengan pneumonia antara lain:
kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan
(indoor air pollution), BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dan kepadatan
penduduk. Berdasarkan data WHO pada tahun 2008 menunjukkan bahwa
penyebab utama pneumonia pada anak di antaranya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenza dan Respiratory Syncytial Virus. Di negara berkembang
60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri.1
Pada dasarnya pneumonia merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
disembuhkan. Pneumonia dapat dicegah dengan kesadaran atau awareness dan
pengetahuan yang baik terhadap penyakit itu sendiri dari semua pihak, baik para
praktisi dan profesional kesehatan, maupun oleh masyarakat. Melalui kesadaran
dan pengetahuan akan akibat pneumonia, penyebab, cara penularan, faktor risiko,
serta pencegahan dan pengobatan yang tepat, maka diharapkan akan mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia merupakan infeksi atau keradangan saluran napas bagian
bawah yang melibatkan saluran napas dan parenkim disertai konsolidasi ruang
alveolar yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, dan jamur yang ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan
frekuensi pernapasan), retraksi dinding dada, napas cuping hidung dan
terkadang dapat terjadi sianosis.3,4,5 WHO sendiri mendefinisikan pneumonia
berdasarkan adanya gejala klnis berupa batuk, susah nafas dan takipnea.
Pneumonia dibagi menjadi 2 berdasarkan atas lokasi didapatnya pneumonia
tersebut yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospitalized
Acquired Pneumonia (HAP).6
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga alveolus disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution) seperti terlihat pada gambar, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermavcam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pada bronkopneumonia
terdapat produksi eksudat mukopurulen yang mengakibatkan sumbatan
beberapa saluran napas kecil dan juga mengakibatkan konsolidasi yang
”patchy” dari lobulus-lobulus disekitarnya.5

2.2 Epidemiologi
Pneumonia masih menjadi masalah di berbagai negara, baik di negara
berkembang maupun di negara maju. Pada tahun 2005, di Indonesia
didapatkan 600.720 kasus penumonia dengan kematian pada balita sebesar
204 orang. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta dari 9 juta total
kematian balita disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya
kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai “pandemi yang
terlupakan” atau “the forgotten pandemic”. Namun, tidak banyak perhatian

2
terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang
terlupakan atau “the forgotten killer of children”. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan angka mortalitas pada bayi 23,8 persen
dan balita 15,5 persen.1,2

2.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan, baik oleh bakteri, virus, atau jamur. Pada
negara berkembang pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri
dibandingkan virus. Sedangkan pada negara maju, virus menjadi penyebab
tersering. Banyak faktor yang bisa meningkatkan resiko pneumonia seperti
penurunan imunitas karena penyakit tertentu atau obat serta lama diopname di
rumah sakit.8

Tabel 1. Etiologi Pneumonia dikelompokkan berdasarkan Usia8


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 Bakteri : Bakteri :
hari - E.Colli - Bakteri anaerob
- Streptococcus group B - Streptococcus group D
- Listeria Monocytogenes - Haemophillus influenza
- Streptococcus pneumoniae
- Ureaplasma urealyticum
Virus :
- Virus Sitomegalo
- Virus Herpes Simpleks
3 minggu – Bakteri : Bakteri :
3 bulan - Chlamydia trachomatis - Bordetella pertussis
- Streptococcus pneumoniae- Hamophillus influenza tipe B
Virus : - Moraxella catharallis
- Virus Adeno - Staphylococcus aureus
- Virus influenza - Ureaplasma urealyticum
- Virus parainfluenza 1,2,3 Virus :
- Respiratory Synctial virus- Virus sitomegalo
4 bulan – 5 Bakteri : Bakteri :
tahun - Chlamydia trachomatis - Hamophillus influenza tipe B
- Mycoplasma pneumoniae - Moraxella catharallis
- Streptococcus pneumoniae- Neisseria meningitidis
Virus : - Staphylococcus aureus
- Virus Adeno

3
- Virus influenza Virus :
- Virus parainfluenza - Virus varisella zoster
- Virus rino
- Respiratory Synctial Virus
5 tahun – Bakteri : Bakteri :
remaja - Chlamydia trachomatis - Hamophillus influenza tipe B
- Mycoplasma pneumoniae - Legionella sp
- Streptococcus pneumoniae- Staphylococcus aureus
Virus :
- Virus adeno
- Virus Epstein Barr
- Virus influenza
- Virus parainfluenza
- Virus rino
- Respiratory Synctial virus
- Virus varisella zoster

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomis meliputi:5
 Pneumonia lobaris
 Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
 Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)

Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologis5:


 Pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP)
CAP adalah infeksi pneumonia yang didapat karena terjadinya
penularan yang dimana patogen penyebabnya biasanya masuk
melalui inhalasi atau aspirasi ke segmen paru atau lobus paru-paru
 Pneumonia nosokomial atau hospital-acquired pneumonia (HAP)
HAP adalah pneumonia yang muncul setelah penderita dirawat
lebih dari 48 jam di rumah sakit tanpa adanya pemberian intubasi
endotrakeal
 Pneumonia pada penderita dengan keadaan immunocompromised
Pneumonia pada penderita dengan keadaan imun yang terganggu
akan memperlihatkan gejala klinis yang berat dengan riwayat
infeksi bakteri berat 3 kali atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan etiologi2,5:
 Pneumonia bakteri tipikal:
o Streptococcus pneumonia, bakteri gram positif, anaerob
fakultatif
o Staphylococcus aureus, bakteri gram positif, anaerob
fakultatif
o Enterococcus sp.
o Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif, anaerob
yang memiliki bau yang sangat khas
o Klebsiella pneumonia, bakteri gram negatif, anaerob
fakultatif
o Haemophilus influenza, bakteri gram negatif anaerob
 Pneumonia bakteri atipikal:
o Mycoplasma sp.
o Chlamedia sp.
o Legionella sp.
 Pneumonia virus, seperti:
o Cytomegalovirus
o Virus Herpes Simplex
o Virus Varcella-Zoster
 Pneumonia jamur
o Candida sp.
o Aspergillus sp.
o Cryptococcus neoformans

Berdasarkan derajat beratnya klinis menurut WHO, pneumonia


dikelompokkan menjadi :
a. Bukan pneumonia
b. Pneumonia tidak berat
Nafas cepat :
- Usia < 2 bulan : ≥60 x/menit
- Usia 2 – 12 bulan : ≥50 x/menit

5
- Usia 1 – 5 tahun : ≥40 x/menit
- Usia 5 – 8 tahun : ≥30 x/menit
c. Pneumonia berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Retraksi dinding dada
o Nafas cuping hidung
o Grunting (merintih)
- Auskultasi : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas
bronkial
d. Pneumonia sangat berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Sianosis sentral
o Tidak bisa minum
o Muntah
o Kejang, letargi, kesadaran menurun
o Anggukan kepala (head nodding)
- Auskultasi : ronki, suara nafas menurun, suara nafas bronkial

Pada tahun 2014, WHO mengeluarkan revisi dalam panduan untuk


mengklasifikasikan dan menangani pneumonia pada anak-anak.
Klasifikasi yang baru meliputi6,7:
1. Bukan pneumonia
2. Pneumonia
 Nafas cepat:
Usia < 2 bulan : ≥60 x/menit
Usia 2 – 12 bulan : ≥50 x/menit
Usia 1 – 5 tahun : ≥40 x/menit
Usia 5 – 8 tahun : ≥30 x/menit
 Retraksi dinding dada
 Nafas cuping hidung
 Merintih

6
 Auskultasi: : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas
bronkial
3. Pneumonia sangat berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Sianosis sentral
o Tidak bisa minum
o Muntah
o Kejang, letargi, kesadaran menurun
o Anggukan kepala (head nodding)
- Auskultasi : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas
bronkial

2.5 Patogenesis
Pneumonia dapat terjadi akibat pengaruh dari 3 faktor antara lain: host,
mikroorganisme yang menyerang (agent), dan interaksi lingkungan
(environment). Berbagai macam cara penularan pneumonia antara lain:
melalui droplet dapat disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, sedangkan
infeksi pada pemakaian ventilator disebabkan oleh Enterobacter sp dan P.
aeruginosa. Pada kondisi sehat atau imunitas host baik maka tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme (agent) di paru karena adanya mekanisme
pertahanan paru yang berfungsi dengan baik. Penyakit muncul ketika terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh (host), mikroorganisme (agent)
dan lingkungan (environment). Ketika mekanisme pertahanan paru tidak
menjalankan fungsi dengan baik maka agent dapat menuju alveoli melalui
saluran pernafasan sehingga mengakibatkan inflamasi pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya.10
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ Kongestif)
Stadium ini disebut juga hiperemia, mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

7
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskular paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus dilalui oleh oksigen dan
karbondioksida, yang akan mengakibatkan gangguan proses
pertukaran gas sehingga terjadi penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.9
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Stadium ini disebut juga dengan hepatisasi merah. Hal ini terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh host sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan terasa seperti hepar. Pada stadium ini udara di dalam
alveoli sangat minimal hingga tidak ada sehingga penderita akan
terlihat sesak. Stadium ini berlangsung singkat, yaitu selama 48
jam.9
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Stadium selanjutnya disebut juga hepatisasi kelabu. Hal ini
dikarenakan sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium
ini eritrosit mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat karena
adanya fibrin dan leukosit, warna merah berubah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.9
d. Stadium IV (7 – 12 hari)

8
Pada stadium ini terjadi penurunan respon imun dan peradangan
sehingga dinamakan sebagai stadium resolusi. Sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke struktur semula.9

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala pneumonia sering kali berupa batuk berdahak, sputum kehijauan
atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Selain itu,
terdapat nafas yang pendek dan terdapat nyeri dada atau nyeri tajam. Nyeri
biasanya dirasakan ketika menghirup nafas dalam atau saat batuk. Pada
penderita pneumonia, batuk dapat disertai dengan dahak berdarah, sakit
kepala, atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain
berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah,
nyeri sendi atau otot.6

2.7 Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak antara lain batuk,
demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut,
menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya
anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Selain itu, dapat pula
timbul gejala penurunan nafsu makan.7,8,9
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam tinggi
(≥38,50C), takipnea, retraksi (subkostal, interkostal, suprasternal),
napas cuping hidung, sianosis, deviasi trakea, tanda-tanda
terdapatnya konsolidasi seperti: ekspansi dada yang berkurang;
peningkatan vokal fremitus, suara redup yang terlokalisir pada
perkusi; suara napas yang melemah, bronkial atau bronkovesikuler,
rhonki, wheezing dapat terdengar pada auskultasi.3,4

9
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap pada pneumonia umumnya
didapatkan dengan leukositosis dengan neutrofil yang mendominasi
pada hitung jenis. Leukosit >30.000 dengan dominasi neutrofil
mengarah ke bakteri Pneumonia streptococcus. Trombositosis
>500.000 khas pada pneumonia bakterial. Infeksi yang disebabkan
oleh virus biasnya menyebabkan trombositopenia. Kultur darah
merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15%
kasus.3,4
- Pemeriksaan radiologis
Foto thoraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto thoraks AP/lateral bertujuan untuk
menentukan lokasi anatomi dalam paru. Gambaran patchy infiltrate
dan terdapat gambaran air bronchogram merupakan gambaran pada
foto thoraks penderita pneumonia. 7,8,9
- Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan melalui usapan
spesimen tenggorokan, sekresi nasofaring, sputum, aspirasi trakea,
pungsi pleura, darah, aspirasi paru dan bilasan bronkus. Pemeriksaan
ini sulit dilakukan dari segi teknis maupun biaya.7,8,9

2.8 Diagnosis Banding


1. Asma Bronkiale
Pada umumnya asma terjadi pada usia lebih dari 9-12 bulan,
namun mayoritas pada usia lebih dari 2 tahun. Dalam mendiagnosis
asma dapat dilakukan melalui anamnesis keluarga serta riwayat asma
pada keluarga, serangan asma terjadi berulang atau episodik, ekspirasi
memanjang, ronki lebih terbatas, pulmonary inflation lebih ringan,
pada pemeriksaan laboratorium ditemukan eosinophilia, bereaksi
terhadap bronchodilator serta epinephrine.9,10
2. Bronkiolitis akut

10
Pada bronkiolitis akut, lokasi inflamasi terjadi di bronkiolus,
sering terjadi pada usia < 2 tahun, gejala khas berupa nafas cepat,
wheezing dan retraksi dada, ditandai dengan respiratory distress dan
overdistensi pada paru. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
hiperinflasi paru, intercostal space melebar, penekanan diafragma dan
sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada
fotolateral.9
3. Bronkitis Akut
Lokasi berada di bronkus, gejala obstruksi dan gangguan
pertukaran tidak nyata atau ringan, terdapat ronki basah dan kasar,
serta dapat berkembang menjadi bronkiolitis.9

2.9 Penatalaksanaan
1. Oksigen
Terapi oksigen diberikan apabila terdapat tanda-tanda
hipoksemia; gelisah, sianosis dan lain-lain. Pada usia < 2 tahun
biasanya diberikan 2 liter/menit sedangkan pada usia > 2 tahun dapat
diberikan oksigen hingga 4 liter/ menit.3,9
2. Cairan dan makanan bergizi 3,8
a. Cairan : komposisi paling sederhana adalah Dextrose 5%,
komposisi lain tergantung kebutuhan, jumlah 60-70% kebutuhan
total, beberapa sumber menyatakan dapat diberikan sesuai
kebutuhan maintenance.
b. Makanan : bila tidak dapat peroral, dapat dipertimbangkan
pemberian intravena seperti asam amino, emulsi lemak dll.
3. Simtomatis 9
- Antipiretika diberikan bila terdapat hiperpireksia. Hindari asetosal
karena dapat memperberat asidosis.
- Mukolitik/ ekspektorans.
- Antifusif umumnya tidak diberikan.

11
- Antikonvulsan; dapat dipertimbangkan bila kejang bukan karena
hipoksemia; dapat dicoba kloralhidrat 50mg/kg/hari ( dibagi 3
dosis ) atau diazepam 05-0.73/kg/kali, im/IV
4. Antiviral / antibiotika
Antiviral diberikan untuk pneumonia viral yang berat/ cenderung
menjadi berat (disertai kelainan jantung atau penyakit dasar yang
lain).8
Tabel 2. Virus dan Anti Virus
Virus Anti virus Virus Anti virus
Resp. sinsitial Ribavirin Influenza- A Amantdin
Varisela Ansiklovir Sitomegalovirus Ganiklovir

Bila berdasarkan panduan WHO dengan memakai klasifikasi terbaru,


penanganan antibiotika yang dipakai pada pneumonia adalah6:
 2 bulan hingga 12 bulan (4kg - <10kg) : Amoxicillin 250 mg 1
tablet dua kali sehari selama lima hari
 12 bulan hingga 3 tahun (10kg - <14kg) : Amoxicillin 250 mg
2 tablet dua kali sehari selama lima hari
 3 tahun hingga 5 tahun (14kg - 19kg) : Amoxicillin 250 mg 3
tablet dua kali sehari selama lima hari
Pemberian sefalosporin dapat pula diberikan sebagai lini kedua
dengan dosis 125 mg @ 12 jam sebagai pilihan kedua pada
pneumonia yang diduga disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae2.
5. Kortikosteroid
Kadang-kadang diberikan pada kasus yang berat (konsolidasi
masif), atelektasis, infiltrasi milier (dengan sesak dan sianosis).9

2.10 Komplikasi
1. Gagal nafas dan sirkulasi
Penderita pneumonia sering kesulitan bernafas sehingga tidak
mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar
tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasif yang dapat membantu

12
seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator
dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat
menyebabkan gagal nafas dengan pencetus Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan
penyaringan udara untuk cairan alveoli. 7,11
2. Syok sepsis dan septik
Kondisi ini merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.
Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah sistemik
dan adanya respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis
seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri, dimana
Streptoccocus pneumonia merupakan salah satu penyebabnya.
Individu dengan sepsis atau syok septik membutuhkan unit perawatan
intensif di rumah sakit.7,11
3. Efusi pleura,empyema dan abses.
Infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,
kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada
orang dengan pneumonia,cairan ini sering diambil dengan jarum
(toracocentesis) dan diperiksa,tergantung dari hasil pemeriksaan ini.
Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini,sering memerlukan selang
pada dada. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan.
Sedangkan abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax
dengan sinar x atau CT scan.7,11

2.11 Prognosis
Dengan terapi adekuat, mortalitas kurang dari 1%. Tergantung pada
umur anak, beratnya penyakit dan penyulit yang menyertai seperti: 9
1. Apnea yang berkepanjangan

13
2. Asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi
3. Dehidrasi berat yang tidak segera ditanggulangi
4. Disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung kongenital,
cystic fibrosis pancreas dan immunodefisiensi

2.12 Pencegahan
1. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, higienitas.4
2. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula
pneumonia.4
3. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila
mungkin menjauhkan infeksi.4,9
4. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent
pneumococcal, Haemophillus Influenza dengan Vaksin konjugat H.
Influenza memiliki jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau
dengan rifampin prophylaxis untuk yang beresiko tinggi.4,9

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : DPAL
No. Rekam Medik : 557577
Tanggal Lahir/Umur : 12-02-2013 / 3 tahun 0 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Desa Kerambitan
Tgl MRS : 15 Februari 2016 Pkl. 10:00 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 18 Februari 2016

3.2 HETEROANAMNESIS (Ibu Pasien)


Keluhan Utama
Sesak napas.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas. Pasien dikeluhkan
oleh ibunya nampak sesak saat bernapas sejak pukul 23.00 WITA
(14/02/2016) saat pasien sedang tidur. Sesak awalnya dikatakan tidak
terlalu berat, namun pada pukul 10.00 WITA (15/02/2016) pada pagi hari
sesak dikatakan memberat, terus - menerus dan tidak membaik dengan
perubahan posisi. Kebiruan pada kulit tangan, kaki serta sekitar mulut
disangkal. Selain sesak, dikeluhkan juga adanya demam kurang lebih
sehari serta batuk dan pilek yang muncul sejak kurang lebih satu minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sesak juga disertai suara grok-grok dan suara
ngik – ngik.
Keluhan demam dikatakan ada oleh ibu pasien, namun ibu tidak
sempat mengukur suhu tubuh pasien saat dirumah. Demam dikatakan baru
berlangsung sehari, namun saat dibawa ke rumah sakit demam sudah
turun. Keluhan demam dengan berkeringat dan menggigil disangkal.

15
Riwayat kejang karena demana disangkal oleh ibu pasien. Demam
dikatakan dapat mereda tanpa pemberian obat penurun panas. Pilek dan
batuk dikeluhkan sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah
sakit. Batuk dan pilek awalnya dikeluhkan ringan dan memberat dua hari
sebelum masuk rumah sakit. Pilek dikeluhkan dengan keluarnya sekret
berwarna bening dan kental. Batuk pasien dikatakan berdahak. Dahak
berwarna kekuningan dan sedikit kental. Batuk berdarah dan menyemprot
disangkal. Nafsu makan dikatakan menurun semenjak pasien sakit.
Buang air besar dan buang air kecil dikatakan biasa atau normal oleh
ibu pasien. Riwayat diare disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien dikatakan pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Pasien sebelumnya juga pernah dirawat dirumah sakit dan
didiagnosis dengan Tuberkulosis Paru yang telah tuntas menjalani
pengobatan. Riwayat penyakit asma, jantung dan penyakit sistemik
lainnya disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Keluarga pasien dikatakan tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama. Riwayat penyakit sistemik seperti penyakit jantung, penyakit
bawaan, dan penyakit kronik lainnya disangkal oleh ibu pasien. Riwayat
alergi seperti asama dan rhinitis alergi pada keluarga disangkal oleh ibu
pasien.

Riwayat Pribadi / Sosial / Lingkungan


Pasien berasal dari golongan ekonomi menengah. Pasien
merupakan anak pertama dan belum memiliki saudara. Pasien tinggal
bersama ayah, ibu, paman, bibi, saudara sepupu, kakek dan neneknya.
Saudara sepupu pasien yang tinggal satu pekrangana dengan pasien
dikatakan juga mengalami batuk pilek dan sekarang sudah sembuh. Ayah
dan paman pasien merupakan perokok aktif dan merokok dilingkungan

16
sekitar rumah. Di rumah pasien ada hewan peliharaan berupa ayam serta
anjing. Kamar tidur pasien dikatakan rapi dengan cahaya dan pertukaran
udara yang cukup

Riwayat Pengobatan
Untuk keluhan sekarang pasien belum dapat memeriksakan diri
sebelumnya. Pasien datang ke UGD RSUD Kabupaten Tabanan pada
tanggal 15 Februari 2016 pukul 10.00 WITA dan dirawat inap di Ruang
Anggrek RSUD Kabupaten Tabanan.

Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal oleh keluarga pasien.

Riwayat imunisasi
BCG : 1 kali
Hepatitis B : 4 kali
Polio : 4 kali
DPT : 3 kali
HiB : 3 kali
Campak : 1 kali
Pasien menjalani imunisasi di praktek swasta dokter spesialis anak.

Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara normal per vaginam di rumah sakit dengan
berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala lupa
dan segera menangis saat lahir. Tidak ada komplikasi dan penyulit selama
masa kehamilan dan persalinan.

Riwayat Nutrisi
ASI : Pasien diberikan ASI sejak lahir dengan durasi 0
hingga 1 bulan, frekuensi on demand.
Susu formula : Usia 1 bulan hingga 1 tahun, frekuensi on demand

17
Bubur susu : Usia 6 - 8 bulan, frekuensi 2x sehari.
Nasi tim : Usia 8 - 12 bulan, frekuensi 3x sehari
Makanan dewasa : Usia 12 bulan hingga sekarang

Riwayat tumbuh kembang :


Menegakkan kepala : 3 bulan
Berbalik : 5 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 9 bulan

Jalan : 1 tahun
Kesan tumbuh kembang normal

3.1.1 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 140 x/menit, isi cukup, regular
Laju napas : 45x/menit, reguler
Suhu aksila : 36,8 oC
BB : 13,5 kg
TB : 96 cm
BBI : 14,5 kg
Status Gizi : Gizi Baik (Waterlow = 93,33%)

Status Generalis
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, refleks
pupil +/+ isokor
THT Telinga : sekret (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), sekret (+)
Tenggorokan : faring hiperemi -/-, tonsil T1/T1

18
Lidah : sianosis (-)
Bibir : sianosis (-), mukosa bibir basah (+)
Leher : Inspeksi : benjolan (-), Kaku kuduk (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar (-)
Auskultasi : bruit (-)
Thoraks : Simetris (+)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tak tampak, prekordial
………...bulging (-)
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV MCL
………………Sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan PSL kanan
Batas kiri MCL kiri
Batas atas ICS II
Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-)
Paru : Inspeksi : simetris (+), retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Perkusi : redup/redup
Auskultasi : vesikular +/+, ronki +/+, wheezing
…….…..+/+
Abdomen : Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor kembali cepat
Perkusi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT< 2 detik
Genitalia eksterna : Dalam batas normal

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah lengkap (15/02/2016)

Tanggal 30/01/2016 Unit


WBC 12,5 (T) 103/µl
NEU 76 (T) %

19
LYM 16 %
MONO 9 %
EOS 4,01 %
BASO 0,988 %
RBC 5,23 106/µl
HB 12,9 g/dL
HCT 39,7 %
MCV 76 (R) fL
MCH 24,7 (R) Pg
MCHC 32,5 %
RDW-CV 12,7 %
PLT 207 103/µl
MPV 8,01 fL

2. Rontgen Thorax

Paru : aerasi paru baik, infiltrat kedua lapang paru terutama paru
bagian kiri
Cephalisasi : (-)
Hilus : Normal
Cor : Tidak membesar ke kiri, CTR Normal
Aortis arch tidak dilatasi
Mediastinum superior tidak melebar
Sinus costophrenicus dan diafragma normal
Soft tissue normal dan skeletal system normal
Kesan : Bronchopneumonia

3.5. DIAGNOSIS
Bronchopenuomonia

3.6. PENATALAKSANAAN
Rawat inap

20
IVFD D5 ½ NS 12 tpm
Parasetamol syr 3 x cth 1/2 PO
Ceftriaxone 2 x 500 mg IV
Bisolfon 3 x ½ amp IV
Nebul Ventolin 3 x ½ amp + NaCl

3.7 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini:
Ad Vitam : dubius ad bonam
Ad Functionam : dubius ad bonam
Ad Sanationam : dubius ad bonam

3.8 FOLLOW UP
TGL S O A P
16/2/ Demam (-), St Present: Bronchopneumonia - IVFD D5 ½ NS 12
2016 Sesak (+ ) N = 108x/menit, isi tpm
membaik, cukup - Sanmol syr 3 x cth
Batuk (+), RR = 24x/menit ½ PO (k/p)
Dahak (+), Tax = 36,9oC - Ceftrixone 2 x 500
Pilek (+), mg IV
Makan/Minu - Bisolvon 3 x ½ amp
m (+) , St General: IV
BAK/BAB Kepala = normosefali - Nebul Ventolin 3x
(+) Normal Mata = anemis (-), ½ amp + NaCl
ikterus (-) -
THT = NCH (-)
Thorax = simetris (+),
retraksi (-)
Cor = S1 S2 normal
regular murmur (-)
Po = Ves +/+, ronki +/+,
wheezing +/+ minimal
Abdomen = distensi (-),
BU (+) N
Hepar = tidak teraba
Lien = tidak teraba
Ekstremitas = hangat
(+), CRT<2 detik
17/2/ Demam (-), St Present: Bronchopneumonia - IVFD D5 ½ NS 12
2016 Sesak (+) N = 112x/menit, isi tpm
berkurang, cukup - Sanmol syr 3 x cth
Batuk (+), RR = 24x/menit ½ PO (k/p)

21
Dahak (+), Tax = 36,7oC - Ceftrixone 2 x 500
Pilek (+), mg IV
Makan/Minu St General: - Bisolvon 3 x ½ amp
m (+) , Kepala = normosefali IV
BAK/BAB Mata = anemis (-), - Nebul Ventolin 3 x
(+) Normal ikterus (-) ½ amp + NaCl
THT = NCH (-) - Dexamethasone 3 x
Thorax = simetris (+), ½ amp
retraksi (-) - Theobron 3 x cth I
Cor = S1 S2 normal PO
regular murmur (-) - Tiriz drop 2 x 0,25
Po = Ves +/+, ronki +/+, cc PO
wheezing -/-
Abdomen = distensi (-),
BU (+) N
Hepar = tidak teraba
Lien = tidak teraba
Ekstremitas = hangat
(+), CRT<2 detik
18/2/ St Present: Bronchopneumonia - IVFD D5 ½ NS 12
2016 N = 116x/menit, isi tpm
cukup - Sanmol syr 3 x cth
RR = 24x/menit ½ PO (k/p)
Tax = 36,7oC - Ceftrixone 2 x 500
mg IV
St General: - Bisolvon 3 x ½ amp
Kepala = normosefali IV
Mata = anemis (-), - Nebul Ventolin 3 x
ikterus (-) ½ amp + NaCl @ 8
THT = NCH (-) jam
Thorax = simetris (+), - Dexamethasone 3 x
retraksi (-) ½ amp
Cor = S1 S2 normal - Theobron 3 x cth I
regular murmur (-) PO
Po = Ves +/+, ronki +/+, - Tiriz drop 2 x 0,25
wheezing -/- cc PO
Abdomen = distensi (-),
BU (+) N
Hepar = tidak teraba
Lien = tidak teraba
Ekstremitas = hangat
(+), CRT<2 detik

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis pada keluarga pasien, pasien mengeluh sesak napas


yang disertai dengan batuk dan pilek yang sudah dikeluhkan sejak satu minggu
sebelum masuk rumah sakit dan dikatakan memberat hingga 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak juga disertai bunyi grok-grok. Demam juga dikeluhkan
oleh pasien sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami penurunan nafsu
makan sejak gejala batuk dirasakan. Gejala yang dialami pasien sesuai dengan
gejala yang terdapat pada pasien dengan pneumonia. Pada pneumonia, akan
ditemukan riwayat batuk lama yang memberat dan sesak napas.
Selain dari data anamnesis yang telah didapatkan, diagnosis
bronkopneumonia juga didasarkan pada penemuan pada pemeriksaan fisik dengan
terdengarnya suara paru tambahan berupa rhonki pada paru-paru kiri dan kanan
disertai wheezing minimal pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan penunjang
darah lengkap didapatkan adanya peningkatan neutrophil (79%%) yang
menunjukkan adanya kemungkinan infeksi oleh bakteri.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien berupa akses cairan intravena
dengan tujuan untuk memastikan kebutuhan cairan pasien tetap terjaga dan
mempermudah askes pemberian pengobatan intravena. Pemberian paracetamol,
dan ambroxol ditujukan untuk penanganan keluhan simptomatis seperti demam
dan batuk. Terapi ini sesuai dengan tinjauan pustaka dimana pemberian cairan,
dan terapi simtomatis diberikan kepada pasien dengan diagnosa pneumonia.
Cefotaxim, antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga diberikan pada
pasien ini. Menurut tinjauan pustaka, pemberian sefalosporin masih memiliki
tempat pada pemberian antibiotika untuk pasien dengan pneumonia yang diduga
disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae.
Berdasarkan tinjauan pustaka, penyakit pneumonia memang salah satu
penyebab kematian yang sering ditemukan pada anak-anak. Namun, pneumonia
dapat disembuhkan dan dapat dicegah, serta memiliki prognosis yang baik dengan
mortalitas kurang dari 1% bila dengan terapi yang adekuat dan tepat. Prognosis
pneumonia akan menjadi buruk bila ditemukan adanya apnea yang

23
berkepanjangan, asidosis respiratorik berat, dehidrasi berat, dan pneumonia yang
disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan dan
immunodefisiensi. Penyulit-penyulit yang dapat memperburuk prognosis
pneumonia pada pasien tidak ditemukan sehingga pasien ini memiliki prognosis
yang baik.

24
BAB V
KESIMPULAN

Pneumonia merupakan infeksi atau keradangan saluran napas bagian bawah


yang melibatkan saluran napas dan parenkim disertai konsolidasi ruang alveolar
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, dan jamur.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 menunjukkan angka
mortalitas pada bayi sebesar 23,8% dan balita sebesar 15,5%. Pada negara
berkembang pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri, seperti
Streptococcus pneumoniae. Pneumonia dapat terjadi akibat pengaruh dari 3 faktor
antara lain: host, mikroorganisme yang menyerang (agent), dan interaksi
lingkungan (environment). Berbagai macam cara penularan pneumonia antara
lain: melalui droplet yang terinhalasi dapat disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator disebabkan oleh
Enterobacter sp dan Pseudomonas aeruginosa. Ketika mekanisme pertahanan
paru tidak menjalankan fungsi dengan baik maka pathogen dapat menginfeksi
alveoli melalui saluran pernafasan sehingga mengakibatkan inflamasi pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Diagnosis pneumonia dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang timbul biasanya batuk, demam
tinggi, sesak nafas, atau penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik adan
ditemukan adanya peningkatan usaha nafas, retraksi, nafas cuping hidung, suara
redup pada perkusi, rhonki dengan atau tanpa wheezing pada auskultasi.
Pemeriksaan penunjang darah lengkap akan menggambarkan peningkatan leukosit
dengan dominasi neutrofil, serta gambaran konsolidasi atau infiltrat pada paru-
paru pada foto thoraks.
Tatalaksana yang diberikan berupa terapi simtomatis, terapi suportif seperti
cairan dan makanan, dan terapi antibiotika untuk eradikasi pathogen penyebab.
Dengan tatalaksana yang tepat dan adekuat, serta tanpa penyulit yang menyertai,
angka mortalitas penderita pneumonia kurang dari 1%

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Kemenkes RI. 2012.


2. Pneumonia. October 2011. http://www.thoracic.org/education/breathing-in-
america/resources/chapter-15-pneumonia.pdf. Accessed : 18 September 2014.
3. Pneumonia among Children in Developing Countries. CDC. 13 October 2005.
CDC. http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/pneumchilddevcount_t
htm. Accessed: 18 September 2014.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Karen J. Moredante, Hal B.
Jenson. Pneumonia. Dalam: Nelson Essentials of pediatrics. Edisi 5.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2006. h. 503-509
5. Pneumonia. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1985. h. 1229-1234.
6. Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) (revised). Geneva, World
Health Organization/The United Nation Children’s Fund (UNICEF), 2014.
7. WHO. Recommendations for management of common childhood conditions:
Evidence for technical update of pocket book recommendations. Geneva,
WHO,2012.
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/management_child
hood_conditions/en/index.html
8. Wojsyk I, Banaszak, Breborowicz A. Pneumonia in Children. 2013 : 137-138.
9. Fransiska SK. Pneumonia. Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya.
2006 : 1-12.
10. Enggrajati Moses Silitonga. Bronkopneumonia. 2013. Hal :1-18
11. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2008; 181:1130-1134.

26

Anda mungkin juga menyukai