Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. M
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Umur : 62 tahun
d. Pekerjaan : Pedagang
e. Alamat : RT 36 Lebak Bandung

2. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 3 orang
c. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
d. Kondisi Rumah :

Pasien tinggal di rumah permanen dengan lantai rumah terbuat dari


semen, dinding terbuat dari papan, dan beratap seng. Rumah terdiri yang
terdiri dari 1 ruang tengah, 1 kamar tidur, 1 dapur dan ruang makan, 1
kamar mandi, terdapat 1 buah jamban/wc jongkok di kamar mandi. Air
yang digunakan untuk mandi dari air PDAM. Pencahayaan di dalam
rumah cukup baik, sumber listrik dari PLN.

e. Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah


Lingkungan di sekitar rumah merupakan lingkungan padat penduduk.

1
3. Aspek Perilaku dan Psikologis dalama Keluarga :
Pasien tinggal hanya berdua bersama istri. Tidak ada masalah
psikologis dalam keluarga, hubungan pasien dengan anggota keluarga
lainnya cukup baik.

4. Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak ± 1 minggu sebelum datang ke Puskesmas.

5. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu sebelum datang ke
puskesmas, keluhan dirasakan pada saat beraktivitas sehari-hari seperti
berjalan terlalu cepat atau jauh ketika berjualan es cendol keliling dan
berkurang saat istirahat, sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun makanan.
Keluhan nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), berkeringat banyak (-), keluhan
bengkak pada bagian tubuh tertentu (-), keluhan nyeri pinggang (-), BAB
dan BAK biasa.
Pasien juga mengeluh batuk sejak ± 1 tahun terakhir, batuk berdahak
berwarna putih, dengan volume ± 1 sendok makan setiap kali batuk, darah
(-), keluhan demam (-),berkeringat malam (-), penurunan berat badan (-),
penurunan nafsu makan (-). Untuk keluhan batuk pasien hanya berobat ke
bidan atau membeli sendiri OBH sirup di apotek dan keluhannya berkurang.
Pasien merupakan perokok aktif sejak usia 17 tahun hingga saat ini, pasien
merokok sudah selama ± 45 tahun. Dalam sehari pasien bisa menghabiskan
± 1 bungkus rokok.

6. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat asma (-)
 Riwayat penyakit TB disangkal
 Riwayat alergi cuaca, makanan ataupun obat-obatan (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat hipertensi (-)

2
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat sakit ginjal (-)

7. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)
 Riwayat asma di keluarga (-)
 Riwayat penyakit TB di keluarga (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes mellitus (-)

8. Riwayat Makan, Alergi dan Perilaku Kesehatan


 Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak ada
 Riwayat merokok (+) sejak usia 17 tahun, yaitu sudah selama ± 45 tahun,
satu hari sekitar 1 bungkus rokok.
Indeks Brinkmann : 45 x 16 = 720 (perokok berat)
 Riwayat minum alkohol disangkal.
 Pasien masih bekerja sebagai penjual es cendol keliling.

9. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Suhu : 36,8°C
4. Tekanan darah : 130/80 mmHg
5. Nadi : 82 x/menit
6. Pernafasan : 28 x/menit
7. Berat Badan : 52 kg
8. Tinggi Badan : 160 cm
9. IMT : 20,3 (normal)

3
Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal
2. Mata Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : lembab
Pursed lips breathing : (-)
6. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
JVP 5-1 mmHg
7. Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, tidak kuat
angkat.

Perkusi Batas-batas jantung :


Atas : ICS II kiri
Kanan : Linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri

Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

8. Pulmo :
Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi Simetris, gerakan paru Simetris, gerakan paru


tertinggal (-), tertinggal (-),
Barrel chest (-)
Palpasi Stem fremitus menurun Stem fremitus menurun
pelebaran sela iga (-) pelebaran sela iga (-)

Perkusi Hipersonor Hipersonor

4
Auskultasi Vesikular melemah Vesikular melemah
Ekspirasi memanjang (+) Ekspirasi memanjang (+)
Wheezing (+), rhonki (+) Wheezing (+), rhonkhi (+)

9. Abdomen :
Inspeksi Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-)

Palpasi Nyeri tekan epigastrium (-), defans musculer (-),


hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok
costovertebra (-/-)

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior/Inferior : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2dtk

10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan BTA Sputum SP : (-/-)

 Pemeriksaan Darah Rutin


Hasil Pemeriksaan
HGB : 12,8 g/ dl
RBC : 5,62 juta/mm3 darah
WBC : 7.900 sel/ mm3 darah
PLT : 295.000 sel/mm3 darah

 Pemeriksaan Urine Rutin


Hasil Pemeriksaan
Warna : Kuning muda
BJ : 1010
Ph :6 (4,5 – 8 )
Protein : negatif (negatif)
Glukosa : negatif (negatif)

5
Bilirubin : negatif (negatif)
Nitrit : negatif (negatif)
Leukosit : 0 – 5/lpb (0 – 5/ lpb)
Eritrosit : 0 – 5/lpb (0 – 5/ lpb)

11. Usulan Pemeriksaan Penunjang


 Rontgen Thoraks PA
 Spirometri
 Uji bronkodilator
 Pemeriksaan Analisa Gas Darah
 Pemeriksaan EKG

12. Diagnosis Kerja


Suspek Penyakit Paru Obstruksi Kronik (J44.1)

13. Diagnosis Banding


 Asma bronkial (J45.901)
 Gagal jantung (l50)
 Bronkiektasis (J47.9)

14. Manajemen
a. Promotif :
 Memberikan informasi mengenai pengetahuan dasar tentang PPOK
 Memberikan informasi tentang pengobatan, manfaat dan efek
sampingnya.
 Konsumsi makanan yang bergizi dan perbanyak makan buah dan
sayur.

b. Preventif :
 Tidak merokok.

6
 Hindari polusi udara seperti asap rokok, asap kompor dan asap
kendaraan serta asap pabrik.

c. Kuratif :
Non Farmakologi
 Berhenti merokok
 Konsumsi makanan yang bergizi dan perbanyak makan buah dan
sayur, serta makan dalam porsi kecil tetapi sering karena kekurangan
kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak.

Farmakologi
 Salbutamol tablet 4 mg 3x1
 Prednison tablet 5 mg 3x1
 OBH sirup 3 x 1
 Kotrimoksasol tablet 480 mg 2 x1

Pengobatan tradisional
Timi (Thymus vulgaris)
 Cara pembuatan : bahan direbus dalam 2 gelas air sampai menjadi
setengahnya, dinginkan, saring dan diminum sekaligus.
 Dosis : 4 x 20 gr/hari
 Larangan : kehamilan dan menyusui

d. Rehabilitatif
 Rutin kontrol berobat
 Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing, tujuan dari
latihan ini untuk mengurangi dan mengontrol sesak nafas.
 Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
 Latihan ekstremitas atas dan otot bantu nafas

7
 Memotivasi dalam mengatasi beban pikiran karena keterbatasan
melakukan aktivitas sehari-hari serta menyesuaikan kebiasaan
hidup dengan keterbatasan aktivitas.

8
Resep puskesmas Resep ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat
Jln. Buton RT. 36 Payolebar, kota Jambi Jln. Buton RT. 36 Payolebar, kota Jambi
dr. Ayyuhumah Amalia dr. Ayyuhumah Amalia
SIP. 123456 SIP. 123456
STR. 456789 STR. 456789

Tanggal : Tanggal :

Resep
Pro ilmiah
: 2 Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat
Jln. Buton RT. 36 Payolebar, kota Jambi Jln. Buton RT. 36 Payolebar, kota Jambi
dr. Ayyuhumah Amalia dr. Ayyuhumah Amalia
SIP. 123456 SIP. 123456
STR. 456789 STR. 456789

Tanggal : Tanggal :

Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri
akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. 1-4
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari
paru- paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki
diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea
sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang
memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun

10
jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas
satu lapangan tennis. Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang
dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah.
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Didalam mediastinum,
bronkus disebut sebagai bronkus primer yang terdiri dari bronkus dextra dan
bronchus sinistra.
Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan
dari arcus aorta pada ujung kaudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda
asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan
masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thorakalis VI. Vena Azygos
melengkung di sebelah cranialnya. Arteria pulmonalis pada mulanya berada di
sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya membentuk tiga cabang
(bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan
lobus inferior.
Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah kaudal arkus aorta,
menyilang disebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aortathoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah
dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya, sebelum bronkus bercabang
menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.
Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah
kranial a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang
menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah kaudal a.pulmonalis
disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut
mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.

11
2.2 Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)1-9
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial.
PPOK ditandai dengan onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada
usia pertengahan, Perkembangan gejala bersifat progresif lambat, Riwayat
pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar ruangan
dan tempat kerja), Sesak pada saat melakukan aktivitas, dan Hambatan aliran
udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

2.3 Epidemiologi3
Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita
meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.

2.4 Faktor Risiko5


Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan
penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor risiko PPOK dalam
banyak hal masih belum lengkap namun diperlukan pemahamanhubungan antara
faktor-faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK:
1. Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah salah satunya penyebab yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Resiko PPOK pada
perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok,
jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok. Perokok pasif (atau
dikenal sebagai environmental tobacco smoke-ETS) dapat juga memberi
konstribusi terjadinya gejala resprirasi dan PPOK, dikarenakan terjadinya
peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Dalam pencatatan riwayat
merokok perlu diperhatikan :

12
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun:
- Ringan : 0 -200
- Sedang : 200-600
- Berat :> 600
2. Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar
lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi
menjadi:
a. Polusi di dalam ruangan
- Asap rokok
- Asap kompor
b. Polusi di luar ruangan
- Gas buang kendaraan bermotor
- Debu jalanan
c. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

3. Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogendan eksogen. Oksidan endogen
timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari
polutan dan asap rokok.Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivate
elektron mitokondria transport termasuk dalam mekanismeseluler signaling
pathway.Sel paru dilindungi olehoxidative challenge yang berkembang secara
system enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan

13
dan antioksidan berubahbentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi
antioksidan akanmenimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak
hanyamenimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan
aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan
antara oksidan dan anti oksidan memegang peranan penting pada patogenesis
PPOK.

4. Infeksi saluran nafas bawah berulang


Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis danprogresifitas
PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalannapas, berperan
secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Pengaruh berat badan lahir
rendah akan meningkatkan infeksi viralyang juga merupakan factor risiko
PPOK.Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema.Riwayat
infeksi tuberculosis berhubungan dengan obstruksi jalannapas pada usia lebih
dari 40 tahun.

5. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum
dapatdijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan,
pemukinan yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan
dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat menjelaskan hal
ini.Peranan nutrisi sebagai factor risiko tersendiri penyebab berkembangnya
PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi.

6. Tumbuh kembang paru


Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi
paru seseorang adalah risikountuk terjadinya PPOK. Studi metaanalias
menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.

14
7. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK,walaupun
belum dapat disimpulkan. Pada laporan“The Tucson Epidemiological Study”
didapatkan bahwa orang dengan asma 12kali lebih tinggi risiko terkena
PPOK daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain
20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya
obstruksi jalan napas ireversibel.

8. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen
lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah
kekurangan alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari proteaseserin.Sifat
resesif ini jarang,paling seringdijumpaipada individuorigin Eropa Utara.
Ditemukan pada usia muda dengan kelainanemphysema panlobular dengan
penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok
dengan kekurangan alpha-1antitripsin yang berat. Banyak variasi individu
dalam hal beratnya emfisema dan penurunan fungsi paru. Meskipun
kekurangan alpha-1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari populasi di
dunia,hal ini menggambarkan adanya interaksi antaragen dan pajanan
lingkungan yang menyebabkan PPOK.Gambaran diatas menjelaskan
bagaimana faktor risiko genetik berkontribusi terhadap timbulnya PPOK.
Faktor risiko PPOK mungkin jugadihubungkan dengan cara yang lebih
kompleks, karena harapan hidup manusia yang menjadi lebih
lama,memungkinkan terjadinya paparan seumur hidup yang lebih besar
terhadap berbagai faktor risiko.

2.5 Patofisiologi2,4
Karakteristik PPOK adalah peradangan kronis mulai dari saluran napas,
parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Di berbagai bagian paru
dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel
radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien

15
B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau mempertahankan
inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting
yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan
jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.
Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya
siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan
menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.
Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa
terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah
yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK.
Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti
peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang.
Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen
bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal.
Pada bronkiektasis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada
bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi
lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel
goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi
kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru.

16
2.6 Gejala klinis PPOK7-9
Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk.
Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan
lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah
berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi
hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

3. Sesak napas (wheezing)


Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan
komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya
penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga
(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang
atau sikatrik.

4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

5. Anoreksia dan berat badan menurun


Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004).

2.7 Diagnosis3-6
1. Anamnesis :
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

17
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksaan Fisik :
 Pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
 Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
 Perkusi dada hipersonor, batas paru hati lebih rendah
 Suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau
wheezing)

3. Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan radiologi

Normal Hyperinflation

18
b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)
c) Pemeriksaan gas darah
d) Pemeriksaan EKG
e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)

19
2.7 Penatalaksanaan1-8
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala,
mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan
meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari
unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.


2. Terapi eksaserbasi akut dengan:
a. antibiotik
b. terapi oksigen
c. chest fisioterapi
d. bronkodilator
3. Terapi jangka panjang dengan:
a. antibiotik
b. bronkodilator
c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik
d. mukolitik dan ekspektoran
e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas
tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg).
f. Rehabilitasi:
1) chest fisioterapi
a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien
tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi otot
abdominalnya selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan
naiknya abdomen, sementara dinding toraksnya masih diam.
b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir
pasien disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara
akibat kolapsnya jalan udara yang kecil.
c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi
dapat memperbaiki mobilitas sekret.

20
d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat
membantu mobilisasi sekret.
e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai
batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang
cukup untuk mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya
jalan napas.
f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama
ekshalasi.

2) Psikoterapi
Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena
keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)


a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan
penguatan ekstremitas superior.
b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan
kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi.
c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.
d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan
peningkatan energi.

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
a. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
b. Infeksi berulang
c. Kor pulmonal

21
BAB III

ANALISIS KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Tidak ada hubungan antara diagnosis pasien dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Diagnosis penyakit pasien tidak berhubungan keadaan keluarga ataupun
hubungan keluarga, tetapi berhubungan dengan adanya riwayat merokok yang
lama pada pasien.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Ada hubungan antara penyakit pasien dengan perilaku kesehatannya.
Dimana, pasien adalah perokok aktif yang berisiko tinggi terkena PPOK.
Pasien merokok sejak usia 17 tahun, disimpulkan bahwa pasien merokok
selama 45 tahun, pasien merokok 1 bungkus sehari.
Jika di lihat dari Indeks Brinkmann : 45 x 16 = 720, termasuk ke dalam
perokok berat.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit


Secara keseluruhan dari anamnesis yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa penyakit yang diderita oleh pasien ini ada hubungannya
dengan faktor risiko ataupun etiologi . Pada pasien ditemukan adanya faktor
risiko yaitu riwayat merokok sekitar 45 tahun (pasien perokok aktif).

e. Analisis untuk mengurangi paparan/ memutuskan rantai penularan


dengan faktor risiko atau etiologi
Beberapa usaha yang bisa dilakukan:
 Berhenti merokok

22
 Gunakan masker pelindung saat keluar rumah untuk menghindari polusi
udara.
 Segera kontrol ke dokter/fasilitas kesehatan jika keluhan memberat, seperti
sesak bertambah berat mendadak, produksi/ jumah dahak bertambah,
dahak berubah warna menjadi kuning, hijau atau bercampur darah.

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


 Memberikan pengetahuan dasar mengenai faktor resiko dari penyakit
PPOK, pengobatan serta komplikasi yang dapat terjadi.
 Berhenti merokok, gunakan masker pelindung jika berada diluar rumah
untuk menghindari polusi udara.
 Hindari membakar sampah di sekitar rumah.
 Memberikan edukasi agar mengkonsumsi makanan yang bergizi, terutama
mengkonsumsi buah dan sayuran.
 Memberikan edukasi tentang penilaian dini eksaserbasi akut seperti sesak
bertambah berat, produksi/ jumah dahak bertambah, dahak berubah warna
menjadi kuning, hijau atau bercampur darah.
 Memberikan edukasi agar menyesuaikan kebiasaan hidup dengan
keterbatasan aktivitas.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson, Loraine M. PenyakitParu Obstruktif Kronis dalam Patofisiologi


Vol.2 Edisi Keenam. EGC.Jakarta.2006
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
Diagnosis dan Pentalaksanaan. Jakarta. 2011
3. Setyohadi B, dkk. Eimed PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
(Emergency In Internal Medicine). InternaPublishing. Jakarta. 2016
4. Saputra L. Penyakit Paru Obstruksi Kronis dalam Intisari Ilmu Penyakit
Dalam. Binarupa Aksara Publisher. Jakarta. 2009
5. Global InitiativeforChronicObstructive Lung Disease. Pathogenesis,
Pathology and pathophysiology. In: Global strategyfor diagnosis,
Management and prevention of chronic obstructive lung disease. NHLBI
Publication; Updated 2011.
6. Mansjoer A, Triyanti K, dkk. Penyakit Paru Obstruktif Kronik dalam Kapita
Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga. Media Aesculapius.
Jakarta. 2001
7. Djojodibroto RD. Respirologi (RespiratoryMedicine).EGC. Jakarta. 2009

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai