Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang paling sering adalah


perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya,
lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu
perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini relatif jarang
dirasakan.Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan
sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik Gejala-gejala ini menimbulkan berbagai macam problem
emosional dan fisik seperti gangguan emosional, kecemasan, dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari (Strosser et al, 2000).
Gangguan sistem vestibuler mempengaruhi kesehatan dan berhubungan dengan
kualitas hidup. Pasien vertigo bisa menghindari kegiatan fisik dan stres psikologi
dan menarik diri dari aktifitas sosial, hal tersebut berhubungan dengan depresi
yang mempengaruhi pengendalian diri.1
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi sekitar 32% kasus, dan
sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. 2 Sementara itu, angka kejadian
vertigo pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada
populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak
pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian
besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo”yang disertai dengan
gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).3
Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute
Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam 1
tahun yaitu 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat
Meniere’s Disease 0.51%.2 Miralza et al melaporkan pada tahun 2009 angka
kejadian vertigo di Indonesia sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang
berumur 75 tahun. Pada tahun 2010, 50% dari usia 40-50 tahun dan juga

1
merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang
datang ke praktek umum. Pada umumnya vertigo ditemukan sebesar 4-7 persen
dari keseluruhan populasi dan hanya 15 persen yang diperiksakan ke dokter.4
Vertigo terbagi menjadi 2 yaitu vertigo vestibular dan vertigo
nonvestibular. Neuhauser et al melaporkan dari 1003 sampel penelitiannya, 243
orang mengalami vertigo vestibular, 742 orang mengalami vertigo nonvestibular,
dan 18 orang tidak dapat dibedakan antara vertigo vestibular dan vertigo
nonvestibular. Vertigo vestibular memiliki kriteria sebagai berikut: vertigo rotasi,
vertigo posisi atau pusing permanen dengan mual dan gangguan keseimbangan
lainnya. Vertigo rotasi diartikan sebagai perasaan dirinya berputar atau objek yang
berputar. Vertigo posisi diartikan sebagai perasaan pusing karena perubahan posisi
kepala seperti berbaring dan bangkit dari tidur.5
Vertigo vestibular dibagi lagi menjadi vertigo vestibular perifer dan vertigo
vestibular sentral. Vertigo vestibular perifer lebih sering sekitar 65% dibandingkan
vertigo vestibular sentral sekitar 7%. Vertigo vestibular perifer yang paling sering
yaitu benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) 32%, Meniere's disease 12%
dan vertigo vestibular lainnya sekitar 15-20%. Sedangkan vertigo vestibular
sentral yang paling sering yaitu space-occupying lesions (SOL) pada fossa
posterior sekitar 1%, infark serebelum sekitar 1,9%.6
Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi, didapatkan bahwa pada tahun
2016 terdapat 31 pasien vertigo Rawat Jalan, dan 212 pasien Rawat Inap.
Sedangkan pada tahun 2017, terdapat 36 pasien vertigo Rawat Jalan, dan 162
pasien vertigo Rawat Inap. Survey juga dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Manap Kota Jambi, dengan laporan pada tahun 2016 terdapat 7 pasien
Rawat Jalan, dan 151 pasien Rawat Inap. Sedangkan pada tahun 2017, tidak
terdapat pasien Rawat Jalan, dan 217 pasien Rawat Inap. Dari data tersebut,
peneliti menemukan bahwa pasien wanita lebih banyak dari pada pasien pria.
Vertigo ialah halusinasi gerak, merasa bada sendiri (subyektif) atau
sekeliling bergerak (obyektif). Putaran pada badan langsung merangsang labirin.
Pada sekeliling yang berputar, perangsangan timbul melalui penglihatan

2
visuospasial yang berhubungan dengan nuklei vestibularis. Nuklei vestibularis
dapat berhubungan dengan pusat muntah di dalam medula oblongata. Pada orang
peka sistem vestibularisnya, melihat sesuatu yang berputar sudah dapat
menimbulkan rasa pusing dan mual. Sebaliknya gangguan lambung pun dapat
menjadi sebab dari vertigo.7
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organorgan vestibuler, visual,
ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3
kanalis semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular,
serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan
akselerasi vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju
nukleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial
muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis
(rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan
punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum
menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi antara
respons okulovestibuler dan postur tubuh.1
Riwayat kesehatan merupakan data awal yang paling penting untuk
menilai keluhan pusing ataupun vertigo. Adanya aura dan gejala-gejala neurologis
perlu diperhatikan, misalnya apakah ada gangguan (hilangnya) pendengaran,
perasaan penuh, perasaan tertekan, ataupun berdenging di dalam telinga. Jika
terdapat keluhan tinitus, apakah hal tersebut terjadi terus-menerus, intermiten,
atau pulsatif. Apakah ada gejala-gejala gangguan batang otak atau kortikal
(misalnya, nyeri kepala, gangguan visual, kejang, hilang kesadaran).1
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebaiknya difokuskan pada evaluasi
neurologis terhadap saraf-saraf kranial dan fungsi serebelum, misalnya dengan
melihat modalitas motorik dan sensorik. Penilaian terhadap fungsi serebelum
dilakukan dengan menilai fiksasi gerakan bola mata; adanya nistagmus
(horizontal) menunjukkan adanya gangguan vestibuler sentral. Pemeriksaan
kanalis auditorius dan membran timpani juga harus dilakukan untuk menilai ada
tidaknya infeksi telinga tengah, malformasi, kolesteatoma, atau fistula
perilimfatik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan tajam pendengaran.1

3
Selain Pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain yang dilakukan untuk
mendiagnosis vertigo diantaranya Tes Keseimbangan. Tes keseimbangan yang
biasa dilakukan yaitu tes Romberg. Selain tes keseimbangan ada pula Tes
Melangkah di Tempat (stepping test), Tes salah tunjuk (past-pointing), Manuver
Nylen-Barany atau Hallpike, dan tes kalori.1
Stres merupakan pengalaman emosi negatif dengan diikuti adanya
perubahan, biokimia, fisiologi, kognitif dan perilaku yang disertai baik
perubahanperistiwa stres atau menampung dampak dari peristiwa stres tersebut. 8
Dalam pengertian umum, stres terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa
yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologinya.
Peristiwa tersebut biasanya dinamakan stresor.9 Dan reaksi orang secara fisik,
psikologik, dan perilaku terhadap peristiwa tersebut dinamakan respons stres.10
Hans Selye membagi stres menjadi dua jenis berdasarkan respons stres
individu yakni distress dan eustres. Distres merupakan stres yang bersifat
menghancurkan dan merusak. Bila individu mengalami gangguan pada satu atau
lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan
fungsi pekerjaannya dengan baik. Sedangkan Eustres merupakan stres yang positif
dan bermanfaat. Bila individu menghadapi perubahan peristiwa dengan baik
tanpaada keluhan baik fisik maupun mental serta merasa senang, maka ia
dikatakan mengalami eustres.8
Selain pembagian diatas, Australian Psychological Society membagi stres
berdasarkan periode waktu menjadi 3 jenis berupa stres akut, stres akut episodik,
dan stres kronik.11 Stres akut berasal dari tuntutan dan tekanan dari masa lalu yang
baru terjadi dan tekanan dan tuntutan yang diantisipasi dari masa depan. Stres akut
yang paling sering terjadi dari 3 jenis lainnya. Stres akut episodik merupakan stres
yang dialami oleh seseorang yang secara terus menerus. Stres kronik merupakan
stres yang dialami setiap hari per tahun atau bertahun-tahun bahkan dekade.11
Gejala secara psikologis pada individu yang mengalami stres, antara lain
ditandai oleh perasaan selalu gugup, cemas, peka, dan mudah tersinggung,
gelisah, kelelahan yang hebat, enggan melakukan kegiatan, kemampuan kerja dan

4
penampilan menurun, perasaan takut, pemusatan diri yang berlebihan, hilangnya
spontanitas, mengasingkan diri dari kelompok, dan phobia.12
Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di batang
otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonomik. Cabang simpatis dari
sistem saraf otonomik bereaksi langsung pda otot polos dan organ internal.
Sehingga menyebabkan beberapa perubahan tubuh: peningkatan denyut jantung,
peningkatan tekanan darah, dan dilatasi pupil.9
Sistem simpatis juga menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan
hormon epinefrin dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah. Epinefrin memiliki
efek yang sama seperti sistem saraf simpatik dan berfungsi memperkuat tingkat
rangsangan. Selain itu, hipotalamus juga berfungsi aktivasi sistem korteks adrenal
dengan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis agar mensekresikan hormon ACTH.
Hormon tersebut menstimulasi korteks adrenal yang menyebabkan pelepasan
sekelompok hormon salah satunya adalah kortisol. Kortisol berfungsi untuk
regulasi kadar glukosa dan mineral tertentu di dalam darah.9
Telah dilaporkan bahwa stres dapat mempengaruhi pusat Fungsi vestibular
dalam keadaan sehat maupun penyakit baik secara langsung melalui tindakan
glukokortikoid pada saluran ion dan neurotransmisi di otak, atau secara tidak
langsung melalui efek stres yang berhubungan dengan neuroaktif substansi
(misalnya histamin, neurosteroid).13 Studi sebelumnya membuktikan bahwa
14
disfungsi vestibular dan akan hidup berdampingan. Perubahan kepribadian
diamati pada disfungsi vestibular. Hal ini terjadi karena Interaksi vestibular
dengan sebagian besar struktur otak yang mengatur emosi. Studi tersebut
mendukung kerja sebelumnya karena mereka telah mengamati secara
signifikantingkat stres yang tinggi pada pasien vertigo bila dibandingkan dengan
usia kontrol yang cocok.15
Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS-42) ini merupakan kuesioner
yang dikembangkan oleh peneliti di Universitas New South Wales. Kuesioner ini
terdiri dari 42 item pernyataan yang bertujuan untuk mengukur 3 skala emosi
negatif yakni depresi, kecemasan dan stres. Masing-masing 3 skala tersebut terdiri
dari 14 item pertanyaan, terbagi menjadi subskala yang terdiri dari 2-5 item

5
dengan isi yang sama. Skala depresi menilai disforia, keputusasaan, devaluasi
kehidupan, pembantahan diri, kurangnya minat, anhedonia dan inersia. Skala
kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan situasional, dan
pengalaman subjek terhadap efek kecemasan. Serta skala stres menilai kesulitan
relaks, agitasi, iritasi dan tidak sabar.16
Berdasarkan latar belakang di atas, stres dianggap memiliki pengaruh
terhadap kejadian vertigo. Maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Dengan prosedur memberikan kuesioner DASS-42 kepada pasien yang memenuhi
kriteria inklusi.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
“Apakah ada hubungan antara faktor stres dengan kejadian Vertigo”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui adakah hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui angka kejadian vertigo di RSUD Abdul Manap kota Jambi
dan RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
1.3.2.2 Mengetahui angka kejadian stres pada penderita vertigo di RSUD Abdul
Manap kota Jambi dan RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
1.3.2.3 Mengetahui hubungan antara faktor stres dengan kejadian Vertigo.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Manap dan Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Jambi
Memberikan informasi mengenai hubungan antara faktor stres dengan
kejadian vertigo tahun 2018.
1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk dasar
referensi penelitian yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini
sebagai bahan acuannya.
1.4.3 Bagi Institusi FKIK Universitas Jambi
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai hubungan
antara faktor stres dengan kejadian vertigo dan menjadi bahan referensi di
Perpustakaan Universitas Jambi dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi.
.

Anda mungkin juga menyukai