Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang paling sering adalah


perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya,
lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu
perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini relatif jarang
dirasakan.Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan
sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik Gejala-gejala ini menimbulkan berbagai macam problem
emosional dan fisik seperti gangguan emosional, kecemasan, dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Gangguan sistem vestibuler
mempengaruhi kesehatan dan berhubungan dengan kualitas hidup. Pasien vertigo
bisa menghindari kegiatan fisik dan stres psikologi serta menarik diri dari aktifitas
sosial, hal tersebut berhubungan dengan depresi yang mempengaruhi
pengendalian diri.1
Vertigo terbagi menjadi dua yaitu vertigo vestibular dan vertigo non
vestibular. Neuhauser et al melaporkan dari 1003 sampel penelitiannya, 243 orang
mengalami vertigo vestibular, 742 orang mengalami vertigo non vestibular, dan
18 orang tidak dapat dibedakan antara vertigo vestibular dan vertigo non
vestibular. Vertigo vestibular memiliki kriteria sebagai berikut: vertigo rotasi,
vertigo posisi atau pusing permanen dengan mual dan gangguan keseimbangan
lainnya. Vertigo rotasi diartikan sebagai perasaan dirinya berputar atau objek yang
berputar. Vertigo posisi diartikan sebagai perasaan pusing karena perubahan
posisi kepala seperti berbaring dan bangkit dari tidur.2 Vertigo vestibular dibagi
lagi menjadi vertigo vestibular perifer dan vertigo vestibular sentral.3
Vertigo vestibular perifer lebih sering terjadi dengan angka kejadian sekitar
65%, sedangkan vertigo vestibular sentral sekitar 7%.3 Pada populasi usia 35
tahun ke atas, vertigo terjadi sekitar 56,4%.4 Sementara itu, angka kejadian vertigo

1
pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi
anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah
merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar
(hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo”.5
Prevalensi vertigo di Berlin pada tahun 2007 yaitu 0,9%.4 Sedangkan di
Indonesia, Miralza et al melaporkan bahwa, pada tahun 2009 angka kejadian
vertigo di Indonesia sangat tinggi yaitu sekitar 50% dari populasi berusia 75
tahun. Sedangkan pada tahun 2010, angka kejadian vertigo yaitu 50% dari usia
40-50 tahun. Vertigo merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan
oleh penderita yang datang ke praktek umum.6
Mekanisme terjadinya vertigo diawali dengan adanya putaran pada badan
yang dapat merangsang labirin. Pada sekeliling yang berputar, perangsangan
timbul melalui penglihatan visuospasial yang berhubungan dengan nuklei
vestibularis. Nuklei vestibularis dapat berhubungan dengan pusat muntah di dalam
medula oblongata sehingga menimbulkan rasa pusing dan mual yang dapat
menyebabkan terjadinya vertigo. Selain itu, gangguan lambung pun dapat menjadi
sebab dari vertigo.7
Telah dilaporkan bahwa vertigo dapat terjadi akibat beberapa faktor pemicu,
misalnya perubahan posisi kepala, obat-obatan, atau penyakit lainnya. Namun ada
satu faktor yang belum banyak diteliti sebelumnya, yaitu faktor stres. Stres
diketahui dapat mempengaruhi pusat fungsi vestibular dalam keadaan sehat
maupun sakit baik secara langsung melalui tindakan glukokortikoid pada saluran
ion dan neurotransmisi di otak, atau secara tidak langsung melalui efek stres yang
berhubungan dengan neuroaktif substansi (misalnya histamin, neurosteroid).8
Perubahan kepribadian diamati pada disfungsi vestibular. Hal ini terjadi karena
interaksi vestibular dengan sebagian besar struktur otak yang mengatur emosi.
Studi yang dilakukan oleh Krishna et al tersebut mendukung kerja sebelumnya
karena mereka telah mengamati secara signifikan tingkat stres yang tinggi pada
pasien vertigo bila dibandingkan dengan usia kontrol yang cocok.8 Sebuah studi
yang dilakukan pada 190 pasien oleh Science Links Japan menunjukkan bahwa
31,8 persen penderita vertigo juga mengalami stres. Berbagai obat yang diambil

2
untuk memerangi stres dapat mengakibatkan vertigo, dari alkohol sampai
antidepresan dan obat penenang. Dalam studi Science Links Japan, vertigo
dikaitkan dengan kelelahan dan insomnia pada 46,3 persen pasien. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa karena stres menyebabkan kelelahan dan
insomnia, stres berhubungan dengan vertigo. Stres dapat pula memicu perubahan
tekanan darah yang dapat memperparah vertigo dengan mempengaruhi aliran
darah dan metabolisme di telinga bagian dalam.9
Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi, didapatkan bahwa pada tahun
2016 terdapat 212 pasien vertigo Rawat Jalan, dan 31 pasien Rawat Inap.
Sedangkan pada tahun 2017, terdapat 275 pasien vertigo Rawat Jalan, dan 72
pasien vertigo Rawat Inap.
Berdasarkan latar belakang di atas, stres dianggap memiliki pengaruh
terhadap kejadian vertigo. Maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Dengan prosedur memberikan kuesioner DASS-42 kepada pasien yang memenuhi
kriteria inklusi. Pada penelitian ini populasinya adalah pasien vertigo vestibular
yang berobat ke poliklinik saraf RSUD Raden Mattaher periode September-
Oktober 2018.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
“Apakah ada hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo pada pasien
vertigo vestibular”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis adakah hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo
pada pasien vertigo vestibular.

3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui proporsi vertigo berdasarkan jenis kelamin, proporsi
vertigo berdasarkan usia, dan proporsi vertigo berdasarkan jenis
vertigonya pada pasien vertigo vestibular yang berobat ke poliklinik
saraf RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi periode September-
Oktober 2018.
2. Untuk mengetahui proporsi stres berdasarkan tingkat stres pada pasien
vertigo vestibular yang berobat ke poliklinik saraf RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi periode September-Oktober 2018.
3. Untuk mengetahui hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo
pada pasien vertigo vestibular yang berobat ke poliklinik saraf RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi periode September-Oktober 2018.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan
peneliti dibidang Saraf khususnya mengenai vertigo.

1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk dasar
referensi penelitian yang sejenis atau penelitian lain yang memakai
penelitian ini sebagai bahan acuannya.

1.4.3 Bagi Institusi FKIK Universitas Jambi


Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai adakah
hubungan antara faktor stres dengan kejadian vertigo dan menjadi bahan
referensi di Perpustakaan Universitas Jambi dan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Anda mungkin juga menyukai