Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BPH ( Benigna Prostat Hyperplasi )

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata ilmu Keperawatan dewasa 2

Disusun oleh
Alvian Tanjung :
14.0603.0045

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2015/2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “BPH.”
Makalah ini telah penulis susun dengan semaksimal mungkin . Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................................... i
Kata pengantar........................................................................................................... ii
Daftar isi..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN........................................................................................... 1
BAB II TEORI.......................................................................................................... 2
I. PENGERTIAN......................................................................................................... 2
A. ETIOLOGI............................................................................................................... 2
1. Teori Sel Stem (Isaac, 1984, 1987…………………………………..……. 2
2. Teori Rewakening…………………………………………………………. 3
3. Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron) ……. 3
4. Teori Dehidrotestosteron (DHT)………………………………………….. 3
5. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)……………………………... 3
B. TANDA DAN GEJALA........................................................................................... 4
Gejala klinik……………………………………………………………………….. 4
klinik derajat………………………………………………………………………. 4
GAMBARAN KLINIK…………………………………………………………………………….. 4
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah………………………………. 4
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas…………………………………… 4
3. Gejala diluar saluran kemih………………………………………………. 4
C. ANATOMI FISIOLOGI.......................................................................................... 5
D. PATOFISIOLOGI.................................................................................................... 6
....................................................................................................................................
E. KLASIFIKASI.......................................................................................................... 7
Derajat Rektal………………………………………………………………………. 7
Derajat Klinik……………………………………………………………………….. 7
F. KOMPLIKASI......................................................................................................... 8
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK........................................................................... 9
1. Laboratorium……………………………………………………………. 9
2. Radiologis/pencitraan…………………………………………………… 9
H. PENATALAKSANAAN........................................................................................... 10
BAB III PENUTUP................................................................................................. 14
1. Kesimpulan :……………………………………………………………. 14
2. Saran :……………………………………………………………. 14
BAB IV DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 15

iii
BAB I PENDAHULUAN
D. LATAR BELAKANG
Hiperplasia prostat jinak adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. ( Price,
2005 )
Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat
membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar
urine dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 )
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,
menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari bulu-
buli. ( Nursalam, 2006 )
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan dimana kelenjar periuretra
mengalami hiperplasia sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul
bedah. Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hiperplasia prostat
benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang
kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine sehingga
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari BPH ?
2. Apa etiologi dari BPH ?
3. Apa Klasifikasi dari BPH ?
4. Apa Manifestasi klinis dar BPH ?
5. Bagaiman Patifisiologi dari BPH ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari BPH ?
2. Untuk mengetahui etiologi dari BPH ?
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari BPH ?
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dar BPH ?

1
BAB II TEORI
BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI (BPH)

II. PENGERTIAN

1. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa


hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya
dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia
(Sabiston, David C,1994)
2. BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (R. Sjamsuhidayat dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah, 1997)
3. Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat
yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan.
Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi
prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih. (Susan Martin Tucker,
1998)

A. ETIOLOGI
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai
dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita
kelainan ini. Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosteron
dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar
adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.
Beberapa teori yang menjelaskan tejadinya hiperplasia pada kelenjar periurethral, yaitu :
1. Teori Sel Stem (Isaac, 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjaar periurethral dalam
keseimbangan antara yang tumbuh dengan yang mati (steadystate). Sel baru biasanya
tumbuh dari sel stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti faktor usia, gangguan
keseimbangan hormonal atau faktor pencetus yang lain maka sel stem tersebut akan
dapat berproliferasi lebih cepat sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

2. Teori Rewakening
2
dari jaringan kembali seperti perkembangan seperti pada masa tingkat
embrionik, sehingga jaringan periurethral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.
3. Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan
testosterone relativemeningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
4. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya
penetrasi DHTkedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada
RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitiandikatakan bahwa kadar DHT pada
BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitiveterhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
5. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim
lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel
dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yangmati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat,
sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
3
B. TANDA DAN GEJALA

Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai
gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :
1. Frekuensi berkemih bertambah
2. Berkemih pada malam hari.
3. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.
4. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.
5. Rasa nyeri pada waktu berkemih.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka
mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,
pyelonefritis.
Secara klinik derajat berat, dibagi menjaadi 4 graadasi, yaitu :
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urin kurang daari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol,
bataas ataas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100
ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urine lebih
dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
Pada derajat 1 belum memerlukan tindakan operatif, dapat diberikan pengobatan secara
konservaatif , misal alfa bloker, prazozin, terazozin 1-5 mg per hari.
Pada derajat 2 sudah ada indikasi untuk inteervensi operatif dan sampai ssekarang masihh
dianggap sebagai cara terpilih adlah trans urethral resection (TURP)
Pada derajaat 3 TURP masih dapat dilakukan akan tetapi bila diperkirakan reseksi tidak
selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka

C. GAMBARAN KLINIK

4
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar
saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada
saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran
kemih.
4. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran,
miksi lemah. Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
5. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan
tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau
urosepsis.
6. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak
pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak
nyeritekan,keletihan,anoreksia,mualdanmuntah,rasatidaknyamanpada epigastrik,dan
gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
Tahapan Perkembangan Penyakit BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong (2005)
secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
1. Derajat 1 :
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan
prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 :
Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas dapat
dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml
3. Derajat 3 :

5
Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat
diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml
4. Derajat 4 :
Apabila sudah terjadi retensi urine total

D. ANATOMI FISIOLOGI

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan
bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan
ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro
dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus
lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan
menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista
kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang
uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
a. Kapsul anatomis
b. Jaringan stroma
yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar
yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya
2. Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut
juga sebagai adenomatous zone
3. Di sekitar uretra disebut periuretral glandSaluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama
dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang
bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah
teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat
masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.

6
Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan
tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari
lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat
menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak
prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.

E. PATOFISIOLOGI

Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk


dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik
terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran
prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor
disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan
sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran
urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai
berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesikaurinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval
disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria ( Purnomo, 2011)
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagalginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktumiksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkanhernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapatmenyebabkan terbentuknya batu endapan

7
didalam kandung kemih. Batuini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batutersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

F. KLASIFIKASI

Menurut Rumahorbo (2000), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu
sebagai berikut :
1. Derajat Rektal
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat
ke arah rektum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi
elastis, dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi
rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari
1 cm dan berat prostat diatas 35 gram.Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat
menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut :
a. Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
b. Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
c. Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
d. Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
e. Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
2. Derajat Klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh
BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari
kateter disebut sisa urine atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa derajat
yaitu sebagai berikut :
1. Normal sisa urine adalah nol
2. Derajat I sisa urine 0-50 ml
3. Derajat II sisa urine 50-100 ml
4. Derajat III sisa urine 100-150 ml
5. Derajat IV
telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali. Bila
kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan
keluar secara menetes dan periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia.
Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau
cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuria.
6. Derajat Intra Vesikal

8
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau
cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti
telah sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada
stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi
infeksi semakin hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggigil dan
nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan
trabekulasi bertambah.
7. Derajat Intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy
untuk melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen
uretra. Pada stadium ini telah terjadi retensio urine total.
8. Intra Uretral Grading,
Dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa jauh
penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
a. Grade I : Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun,
mengeluh kalau kencing idak lancar, pancaran lemah, nokturia.
b. Grade II : Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
c. Grade III : Gejala makin berat
d. Grade IV : Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila
overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat
terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41° celsius,
kesadaran menurun.

G. KOMPLIKASI

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :


1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih

9
4. Refluk kandung kemih.
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan
tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula
menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien
harus mengedan.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :
3. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal,
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang menegenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
<4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
hitunglah prostatespecific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan
0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA >
10 ng/ml.
4. Radiologis/pencitraan
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli
yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat
lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta
osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
10
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi
pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum
buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-
buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

I. PENATALAKSANAAN

1. Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung


pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa seperti alfazosin dan terazosin.Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan
melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.

11
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinka dilakukan pembedahan
dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita
BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase,
fitofarmaka
1. Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai
adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-
0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif
dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada
otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga
terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki
keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada
uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala
berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2
minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang
menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti
antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini
mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
2. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
12
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat
yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari
golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar.
Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan
perbaikan sedikit 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila
dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten
dan gangguan ejakulasi.
3. Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat.
Substansinya misalnyapygeum africanum, saw palmetto,
serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1- 2
bulan dapat memperkecil volum prostat.

BAB III PENUTUP


3. Kesimpulan :

13
BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH,
namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahanmikroskopik pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90

tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)

4. Saran

Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi
peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang karir/ kenaikan
pangkat. Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja
seorang Perawat

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

14
Alfaro, R. (1986). Application of Nursing Proces : Step by Step Guide, Philadelphia : J.B.
Lipincot Company.

Donna D. Ignatavius, Kathy A.H, (1997), Medical Surgical Nursing, 2nd Edition, W.B.
Saunders Co., Philadelphia.

Doenges M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ), .
Philadelpia, F.A. Davis Company.

Luckmann, J (1997), Saunders Manual Of Nursing Care, W.B. Saunders Co, Philadelphia.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach, St. Louis. Cv. Mosby Company.

Luckman N Sorensen, (1994), Medical Surgical Nursing, Fourth edition, W.B. Saunders
Co., Philadelphia.
Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang: CV Infomedika.

Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Amin, Huda dan Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi: Revisi. Jilid: 2

15

Anda mungkin juga menyukai