Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi

di negara Indonesia adalah masalah kesehatan anak, yang disebabkan anak

sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat

dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Derajat kesehatan

anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, berdasarkan alasan tersebut

maka masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan

pembangunan bangsa (Hidayati, 2009).

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa pertumbuhan dan

perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/ toddler (1-3

tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja

(11-18 tahun) (Hidayat, 2009). Tumbuh kembang merupakan proses yang

berkesinambungan yang terjadi sejak konsepsi dan terus berlangsung sampai

dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah, anak harus melalui berbagai

tahap tumbuh kembang. Tercapainya tumbuh kembang optimal tergantung

pada potensi biologik. Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang

merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan bio-

fisikopsikososial (biologis, fisik, dan psikososial). Proses yang unik dan hasil

akhir yang berbedabeda memberikan ciri tersendiri pada setiap anak

1
(Soetjiningsih, 2012). Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan

perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat (Hidayat, 2009).

Rentang sehat sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan

pelayanan keperawatan pada anak. Selama dalam batas rentang tersebut anak

membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung,

seperti apabila anak berada pada rentang sehat, maka upaya perawat untuk

meningkatkan derajat kesehatan sampai mencapai taraf kesejahteraan fisik,

sosial, maupun spiritual (Hidayat, 2009).

Anak yang mengalami imunitas menurun, sangat mudah

mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan

asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian

mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang

selanjutnya akan menimbulkan diare (Nursalam, 2005). Kejadian diare tidak

kurang dari satu milyar episode tiap tahun di seluruh dunia, 25-35 juta

diantaranya terjadi di Indonesia. Setiap anak balita mengalami diare dua

sampai delapan kali setiap tahunnya dengan rata-rata 3,3 kali (Wibowo, 2005).

Kematian balita dan anak 70% di sebabkan oleh pneumonia, malaria,

campak, diare, dan malnutrisi (Fuadi, 2010). United Nation Children’s

(UNICEF) & World Health Organization (WHO) (2013) menyebutkan diare

sebagai penyebab kematian nomor dua di dunia pada balita dan anak, dengan

1.7 milyar kasus diare terjadi sehingga menyebabkan kisaran 760 ribu anak

meninggal setiap tahun. Anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata pernah

mengalami episode diare setiap tahun, selain menjadi masalah di negara

2
berkembang ternyata diare juga masih menjadi masalah utama di negara maju

seperti di Eropa lebih dari 160 ribu anak-anak meninggal sebelum berusia 5

tahun dan lebih dari 4% kasus kematian disebabkan oleh diare (WHO, 2013).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi

Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa

diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia (Kemenkes

RI, 2016). Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam enam

golongan besar yaitu infeksi (yang disebabkan oleh bakteri virus, atau infeksi

parasit) malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab yang

lainnya (Muttaqin, 2011). Angka penemuan kasus diare di Jawa Tengah untuk

semua umur 61,1% kasus tertangani di fasilitas kesehatan dari 824.531

penemuan kasus, untuk kabupaten Banyumas sendiri ada 67, 8% kasus

tertangani di fasilitas kesehatan dari 35.006 penemuan kasus diare pada semua

umur (RISKESDAS, 2015).

Berdasarkan data dari Ruangan Mawar RS PMI Bogor data kejadian

diare pada anak usia 0 - <1 tahun pada tahun 2018 pasien diare yang menjalani

rawat inap sebanyak 98 anak, sedangkan diare pada anak usia 1-8 tahun

sebanyak 150 anak. Kejadian diare pada anak usia 1 – 8 tahun yang menjalani

rawat inap sebanyak 51 anak pada tahun 2019 selama bulan Januari sampai

Maret 2014 (Medical Record Ruang Mawar RS PMI Bogor, 2019).

Diare pada dasarnya adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering

dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Frekuensi buang air besar

yang lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak, konsistensi feses

3
encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau

hanya lendir saja (Nursalam, 2008). Selama diare terjadi peningkatan motilitas

dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan

absorbsi dan eksresi cairan dan elektrolit yang berlebihan. Cairan, sodium,

potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja,

sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit (Suriadi, 2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Novianti, 2010 merupakan penelitian

kuantitatif menggunakan desain quasi experiment. Sampel penelitian ini

adalah 15 responden dalam kelompok intervensi, 15 responden dalam

kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh terapi

pijat dalam penurunan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi pada kelompok

intervensi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan

kelompok intervensi dalam penurunan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi.

Terdapat perbedaan kondisi responden pada kelompok intervensi dibanding

kelompok kontrol yaitu responden menjadi lebih tenang, rileks, tidur lebih

nyenyak, dan peningkatan nafsu makan. Tidak ada pengaruh karakteristik

responden dalam penurunan frekuensi BAB dan tingkat dehidrasi.

Pijat mempengaruhi sistem saraf dari tepi sampai ke pusat. Tekanan

pada reseptor saraf di kulit akan menyebabkan pelebaran vena, arteri dan

kapiler sehingga akan menghambat penyempitan, melemaskan tegangan otot,

melambatkan detak jantung dan meningkatkan gerakan usus di saluran cerna.

Pemacuan saraf vagus ini juga akan memacu hormon absorbsi/ penyerapan

4
makanan seperti insulin dan gastrin, dimana kedua hormon tersebut akan

meningkatkan absorbsi makanan (Rosalina, 2006).

Pada tahun 2006, sebuah penelitian dilakukan pada anak-anak panti

asuhan di Equador, yang bertujuan mengetahui apakah terapi pijat dapat

menurunkan kejadian diare dan menurunkan angka kesakitan secara

keseluruhan pada anak usia bayi. Penelitian ini menggunakan kelompok

kontrol dan eksperimen. Kelompok eksperimen menerima pijatan selama 15

menit pada seluruh tubuh setiap pagi, dan kelompok kontrol tidak diberikan

intervensi apa-apa. Penelitian ini menunjukkan nilai (p=0,000 ; 0,05) bahwa

ada pengaruh terapi pijat pada kelompok intervensi dalam penurunan

frekuensi buang air besar (Jump, Fargo, Akers, 2006).

Fenomena yang ada saat ini, pasien diare yang berada di Ruang rawat

inap Mawar RS PMI Bogor sering diberi obat – obatan seperti Zinc, antibiotik,

cairan infus. Untuk terapi pijat anak sebagai tindakan mandiri belum pernah

dicoba oleh perawat ruangan, perawat juga ada beberapa yang belum

mengetahui bahwa pijat anak bisa merangsang saraf vagus yang berfungsi

meningkatkan absorbsi makanan. Adanya fenomena tersebut menarik

perhatian penulis untuk membuat karya ilmiah ners tentang pengaruh

pemberian pijat anak dalam penurunan frekuensi bab dan tingkat dehidrasi

pada anak usia 1 – 8 Tahun dengan diare.

5
1.2 Rumusan Masalah

Implementasi pijat pada anak dengan diare terbukti sebagai tehnik

terapi komplementer yang amat efisien dan relatif cukup aman sebagai terapi

karena bukan tindakan invasif/melukai kulit tubuh. Berdasarkan hal tersebut,

penulis mengaplikasikan implementasi keperawatan pijat anak pada pasien

diare dengan kekurangan volume cairan atau dehidrasi, serta mengidentifikasi

apakah implementasi tersebut dapat mencegah terjadinya dehidrasi pada

dengan diare.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diare.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Melakukan pengkajian pada pasien anak dengan diare.

1.3.2.2 Mengidentifikasi masalah keperawatan pada Melakukan

pengkajian pada pasien anak dengan diare.

1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada pasien anak dengan

diare, dengan terapi komplementer berupa pijat.

1.3.2.4 Mengaplikasikan terapi komplementer berupa pijat pada pasien

anak dengan diare.

1.3.2.5 Mengevaluasi pengaruh terapi komplementer berupa pijat pada

pasien anak dengan diare.

6
1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Ilmu Keperawatan

1.4.1.1 Sebagai masukan bagi bidang Keperawatan, khususnya

Keperawatan Anak dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien yang mengalami kekurangan volume cairan atau

dehidrasi dengan diare.

1.4.1.2 Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya tentang pengaruh terapi

komplementer pijat terhadap pasien diare yang mengalami

kekurangan volume cairan atau dehidrasi serta dapat digunakan

sebagai bahan pustaka atau bahan perbandingan untuk

penelitian selanjtnya.

1.4.2 Bagi Penulis

Pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk menambah

wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan diri

khususnya dalam bidang penelitian keperawatan anak.

1.4.3 Bagi Perawat

Pengetahuan yang bermanfaat bagi perawat untuk memberikan

intervensi mandiri berupa terapi komplementer pijat kepada pasien

anak dengan diare.

7
1.4.4 Bagi Masyarakat

Pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keluarga

untuk melakukan penanganan dehidrasi pada anak dengan diare,

sebelum diberikan obat – obatan.

Anda mungkin juga menyukai