LP Kebutuhan Istirahat Dan Tidur
LP Kebutuhan Istirahat Dan Tidur
oleh:
Kelompok 1
1.1.1 Definisi
Para dokter tidak selalu dapat menjelaskan apa yang menjadi penyebab
seseorang terkena kanker paru-paru. Namun, beberapa faktor resiko menjadi
kemungkinan terbesar seseorang terkena kanker paru-paru. Rokok tembakau
diketahui sebagai faktor resiko utama dari kanker paru-paru, tembakau
bertanggung jawab lebih dari 80% kasus kanker paru. Bahan bahan berbahaya
dalam rokok dapat merusak sel-sel paru. Semakin banyak seseorang terpapar
asap rokok, semakin besar pula faktor resiko terkena kanker paru. Faktor resiko
lain adalah radon (gas radioaktif), asbestos, arsenik, kromium, nikel, dan polusi
udara. Mereka yang anggota keluarganya pernah mengidap kanker paru-paru
kemungkinan memiliki resiko yang lebih tinggi. Kebanyakan orang dengan usia
65 tahun saat terdiagnosa kanker.
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri
dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan
pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur
diagnosis kanker paru. Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor
langsung, seperti batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk
merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru. Gejala lain berkaitan
dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard, sindorm vena
kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast
syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus
superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri
pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis). Keluhan
suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau gangguan pada pita
suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul.
Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,
lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang
belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah
menyebar ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala paraneoplastik, seperti
nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat
bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah
terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain
juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang
abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar,
efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan
pada vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada tumor
yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas
ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem
hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya
bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi
pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis
akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang
(Kementerian Kesehatan, 2017).
a. Bedah
b. Radioterapi
c. Kemoterapi
Tahap Tidur
Berdasarkan prosesnya, tidur dibedakan menjadi dua tahap yaitu tidur
non-rapid eye movement (NREM) dan tidur rapid eye movement (REM)(Potter dan
Perry, 2010). Non-rapid eye movement (NREM) merupakan jenis tidur yang
diakibatkan penurunan kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis atau disebut
dengan tidur gelombang lambat (slow wave sleep) (Hidayat dan Uliyah, 2015).
Jenis tidur ini meliputi empat tahap (Potter dan Perry, 2010).
a. Tahap I
Tingkat tidur paling ringan dan berlangsung beberapa menit. Pada tahap ini
terjadi penurunan aktivitas fisiologis dan penurnan berthap pada tanda-tanda
vital dan metabolisme. Rangsangan sensorik masih mudah untuk
membangunkan dan setelah terbangun orang akan merasa seperti bermimpi.
Waktu tidur kurang lebih 5 menit.
b. Tahap II
Periode tidur nyenyak, semkin rileks, mudah terjaga, dan fungsi tubuh terus
melambat. Waktu tidur kurang lebih 10-20 menit.
c. Tahap III
Mengawali awal tahap tidur nyenyak, sulit dibangunkan dan digerakkan, otot
rileks, tanda-tanda vital mengalami penurunan secara teratur. Waktu tidur
kurang lebih 15-30 menit.
d. Tahap IV
Tahap terdalam dalam tidur, sangat sulit untuk dibangunkan, tanda-tanda vital
signifikan lebih rendah dari pada jam bangun. Waktu tidur kurang lebih 15-30
menit.
Rapid eye movement (REM) merupakan jenis tidur akibat penyaluran
abnormal dari isyarat-isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak tidak tertekan
secara berarti atau disebut dengan jenis tidur paradoks (Hidayat dan Uliyah,
2015). REM merupakan fase akhir pada setiap siklus tidur (Potter dan Perry,
2010). Pada tahap ini biasanya berlangsung sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
Tahap ini ditandai dengan respon otonom yaitu gerakan mata cepat, denyut
jantung dan pernafasan fluktuatif, dan peningkatan tekanan darah secara
fluktuatif. Terjadi peningkatan sekresi lambung, sangat sulit untuk dibangunkan,
dan terjadi mimpi yang berwarna dan nyata. Durasi dapat meningkat dengan
setiap siklus dan rata-rata 20 menit.
1.2..2 Epidemiologi
Budhiraja et al (2015) dalam penelitinnya memperoleh data gangguan tidur
paling banyak pada pasien COPD adalah insomnia. Telah dilaporkan terdapat
32,9% insomnia terjadi pada pasien COPD dibandingkan dengan pasien COPD
yang tidak mengalami insomnia sebanyan 20,3%. Kualitas tidur menjadi lebih
buruk pada pasien COPD yang lebih buruk. Gejala pernafasan seperti dispnea,
batuk, dan kesulitan mengeluarkan sputum menjadi presikator ganggua tidur.
Menurut penelitian Sharafkhaneh et al (2009) sebanyak 50% pasien dengan
COPD mengeluh insomnia dan 33% diantaranya mengalami kelelahan pada pagi
hari. Insomnia sering terjadi pada pasien dengan COPD dibandingkan dengan
orang biasa. Pada pasien dengan COPD ditemukan beberapa masalah gangguan
tidur seperti sering terbangun, tidur yang tidak tenangm dan periode tidur yang
pendek.
1.2.3 Etiologi
Faktor yang dapat mempengaruhi istirahat dan tidur pada seorang pasien
menurut Asmadi (2008) antara lain:
a. Usia, semakin bertambah usia seseorang, maka semakin berkurang total waktu
kebutuhan tidur, sedangkan pada lansia telah terjadi degenerasi sel dan organ
yang mempengaruhi dungsi dan mekanisme tidur.
b. Penyakit, gangguan ini umumnya terjadi pada seseorang yang mengalami
nyeri, kecemasan, dan dispnea.
c. Motivasi, seseorang yang suka menunda waktu tidur dengan melakukan hal
yang menyenangkan seperti menonton televise dan bermain gadget akan
menurunkan keinginan untuk tidur.
d. Emosi, suasana hati seperti marah, cemas, dan stress dapat menyebabkan
seseorang tidak bisa tidur atau mempertahankan tidur.
e. Lingkungan, lingkungan yang tidak kondusif juga akan mempengaruhi
sesorang dalam mempertahankan tidur atau mengawali tidurnya.
f. Obat-obatan,
g. Makanan dan minuman, konsumsi makanan yang banya mengandung banyak
gas, air, serta kafein akan mempersulit seseorang untuk tidur
h. Aktivitas, kurang melakukan aktivitas maupun melakukan aktivitas yang
berlebihan akan menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur.
Motilitas usus
menurun
Konstipasi
1.2.6 Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilisasi
Pengkajian
a. Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada perubahan pada: waktu tidur, jumlah
jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami kesulitan tidur, sering bangun pada
saat tidur, apakah maengalami mimpi yang mengancam.
b. Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari: apakah merasa segar saat
bangun,apa yang terjadi jika kurang tidur
c. Adakah alat bantu tidur: apa yang anda lakukan sebelum tidur, apakah
menggunakan obat-obatan untuk tidur.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan diagnostik
a. Elektroecepalogram (EEG)
b. Elektromipogram (EMG)
c. Elektrookulogram (EOG)
3) Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang harus atau yang ingin
dilakukan
•Batasan karakteristik
1)Dispnea setelah beraktivitas
2)Keletihan
3)Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4)Perubahan EKG seperti aritmia, abnormalitas
5)Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6)Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
• Faktor yang berhubungan
4) Konstipasi
Definisi: Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau
pengeluaran feses tidak tuntas dan/atau yang keras, kering, dan banyak.
Batasan Karakteristik:
- Nyeri abdomen
- Nyeri tekan abdomen terdapat teraba resistensi otot
- Nyeri tekan abdomen
- Anoreksia
- Penampilan tidak khas pada lansia
- Borborigmi
- Darah merah pada feses
- Perubahan pola defekasi
- Penurunan frekuensi defekasi
- Penurunan volume feses
- Feses keras dan berbentuk
- Bising usus hipoaktif
- Nyeri saat defekasi
- Perkusi abdomen pekak
- Tidak dapat makan
- Rasa tekanan pada rectal
Faktor yang berhubungan:
- Kelemahan otot abdomen
- Aktivitas harian kurang
- Dehidrasi
- Depresi
- Oral hygiene tidak adekuat
- Asupan serat dan cairan kurang
- Perubahan lingkungan baru
- Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
5) Hambatan mobilitas fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara
mandri dan terarah
• Batasan karakteristik
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Gangguan sikap berjalan
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Instabilitas postur
7) Kesulitan membolak balik posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
9) Ketidaknyamanan
10) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
11) Penurunan waktu reaksi
12) Tremor akibat gerak
13) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
• Faktor yang berhubungan:
No
TUJUAN INTERVENSI
DX
1
2
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan : latihan
jam, klien toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria kekuatan
hasil: 1. Berikan informasi mengenai
jenis latihan yang bisa
Toleransi terhadap aktivitas dilakukan
2. Modifikasi gerakan dan
Indikator Awal Tujuan
N 1 2 3 4 5 metode dalam
o mengaplikasikan resistensi
1. Saturasi 3 √ untuk pasien yang harus
oksigen ketika berada di kursi roda atau
beraktivitas tempat tidur
2. Kekuatan 4 √ 3. Bantu mengembangkan
tubuh bagian program latihan kekuatan
atas yang sesuai dengan tingkat
3. Kekuatan 2 √ kebugaran otot, hambatan
tubuh bagian muskuloskeletal seperti
bawah ROM, miring kanan dan kiri;
2. F ekuen √ 4. Spesifikkan tingkat resistensi,
si jumlah pengulangan, jumlah
nadi latihan, dan frekuensi dari
saat sesi latihan menurut level
berak kebugaran dan ada atau
tivitas tidaknya faktor risiko;
4 5. Instruksikan untuk
3.Frekuensi perna √ beristirahat sejenak setiap
pasan selesai latihan, jika
saat diperlukan.
berak Peningkatan tidur
tivitas 1. Tentukan pola tidur pasien
4 2. Monitor partisipasi dalam
Keterangan: kegiatan yang melelahkan
1. Sangat terganggu selama terjaga untuk
2. Banyak terganggu mencegah penat yang
3. Cukup terganggu berlebihan
4. Sedikit terganggu 3. Monitor pola tidur pasien
5. Tidak terganggu dan catat kondis fisik dan
atau psikologis yang
mengganggu tidur
Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri;
2. Monitor kebutuhan klien
terkait alat kebersihan diri,
alat bantu berpakaian,
berdandan, eliminasi, dan
makan;
3. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas normal
sehari-hari sampai batas
kemampuan klien.
Terapi Oksigen
1. Kaji RR dan
iramapernafasan klien
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
4. Sediakan oksigen ketika
pasien dipindahkan
4
5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan
jam, klien dapat pergerakan sendi dengan kriteria 1. Gali hambatan dalam
hasil : melakukan aktivitas;
2. Dukung klien untuk memulai
Pergerakan dan melanjutkan latihan
sepeti ROM, miring kanan
N Aw Tujuan dan kiri;
Indikator
o al 1 2 3 4 5 3. Dampingi klien pada saat
1. keseimbangan 2 √ mengembangkan program
2. Gerakan otot 2 √ latihan untuk memenuhi
3. Bergerak 2 √ kebutuhannya;
dengan mudah 4. Lakukan latihan bersama
klien, jika diperlukan;
Keterangan: 5. Instruksikan klien terkait
1. Sangat terganggu frekuensi, durasi dan
2. Banyak terganggu intensitas program latihan
3. Cukup terganggu yang diinginkan.
4. Sedikit terganggu 6. Libatkan keluarga yang
5. Tidak terganggu memberi perawatan dalam
merencanakan dan
meningkatkan program
latihan
7. Monitor respon individu
terhadap program latihan
Terapi latihan: pergerakan
sendi
1. Tentukan batasan pergerakan
sendi dan efeknya terhadap
sendi;
2. Jelaskan pada klien dan
keluarga mengenai manfaat
dan tujuan melakukan latihan
sendi;
3. Instruksikan klien/keluarga
cara melakukan latihan ROM
aktif atau pasif.
4. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya nyeri
5. Pakaikan baju yang tidak
0enghambat pergerakan
pasien
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik. Kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus;
2. Pastikan perawatan analgesik
bagi klien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
3. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
4. Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
5. Gali pengetahuan pasien
terkait nyeri
6. Ajarkan pasien penggunaan
teknik farmakologi seperti
terapi musik dan relaksasi
Berman, A., et al. 2009. Buku ajar praktik klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Valentin, Y.P. 2013. Hubungan Antara Status Gizi dan Mobilitas dengan
Resiko terjadinya dekubitus pada pasien Stroke di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.