Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS KDP

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ISTIRAHAT DAN TIDUR PADA


PASIEN DENGAN KANKER PARU DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT PARU JEMBER

oleh:

Kelompok 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 KONSEP PENYAKIT

1.1.1 Definisi

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup


keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang
dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari
epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma). (Kementerian
Kesehatan, 2017).

1.1.2 Etiologi dan Patofisiologi

Para dokter tidak selalu dapat menjelaskan apa yang menjadi penyebab
seseorang terkena kanker paru-paru. Namun, beberapa faktor resiko menjadi
kemungkinan terbesar seseorang terkena kanker paru-paru. Rokok tembakau
diketahui sebagai faktor resiko utama dari kanker paru-paru, tembakau
bertanggung jawab lebih dari 80% kasus kanker paru. Bahan bahan berbahaya
dalam rokok dapat merusak sel-sel paru. Semakin banyak seseorang terpapar
asap rokok, semakin besar pula faktor resiko terkena kanker paru. Faktor resiko
lain adalah radon (gas radioaktif), asbestos, arsenik, kromium, nikel, dan polusi
udara. Mereka yang anggota keluarganya pernah mengidap kanker paru-paru
kemungkinan memiliki resiko yang lebih tinggi. Kebanyakan orang dengan usia
65 tahun saat terdiagnosa kanker.

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus


menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi
yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal.

1.1.3 Tanda dan Gejala

Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri
dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan
pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur
diagnosis kanker paru. Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor
langsung, seperti batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk
merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru. Gejala lain berkaitan
dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard, sindorm vena
kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast
syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus
superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri
pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis). Keluhan
suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau gangguan pada pita
suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul.
Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,
lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang
belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah
menyebar ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala paraneoplastik, seperti
nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat
bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah
terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain
juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan suara napas yang
abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar,
efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan bendungan
pada vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering terjadi pada tumor
yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada vena ekstremitas
ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan gangguan sistem
hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi gejala telah terjadinya
bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik dapat terjadi
pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan neurologis
akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang
(Kementerian Kesehatan, 2017).

1.1.4 Pemeriksaan Penunjang

a) Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien


dengan kecurigaan terkena kanker paru
b) CT scan toraks dilakukan sebagai evaluasi lanjut pada pasien dengan
kecurigaan kanker paru, dan diperluas hingga kelenjar adrenal untuk menilai
kemungkinan metastasis hingga regio tersebut
c) Bronkoskopi adalah prosedur utama yang dapat menetapkan diagnosis kanker
paru
d) Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan histologi didapat
terutama melalui biopsi bronkus
e) Biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB) adalah metode
utama mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi
f) Pemeriksaan transthoracal biopsy (TTB) dapat dilakukan untuk mendapatkan
spesimen untuk pemeriksaan sitologi maupun histopatologi
g) Bila tersedia, tuntunan endobrachial ultrasound (EBUS) juga dapat dilakukan
sebagai pemeriksaan tambahan, terutama untuk evaluasi kelenjar mediastinal,
dan mendapatkan spesimen histopatologi
h) Jika hasil sitologi negatif, tetapi masih ada kecurigaan keganasan, maka
penilaian ulang atau CT scan toraks dianjurkan
i) Pemeriksaan molekul marker (gen EGFR, gen KRAS, fusigen EMLALK),
digunakan untuk pemilihan obat sistemik berupa terapi target (targeted
therapy) pada jenis adenokarsinoma, jika fasilitas dan bahan pemeriksaan
memenuhi syarat
1.1.5 Penetalaksanaan medis

a. Bedah

Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar KP


KBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi
setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah
lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah
lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada
pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih
rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.

b. Radioterapi

Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker


paru. Dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK), radioterapi
dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan, ajuvan maupun paliatif.

c. Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvan pada stadium dini,


atau sebagai adjuvan pasca pembedahan. Terapi adjuvan dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi
dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik
(Karnofsky >60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai
terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
1.2 KONSEP KEBUTUHAN DASAR ISTIRAHAT DAN TIDUR
1.2.1 Definisi Istirahat dan Tidur

Menurut Asmadi (2008), kebutuhan istirahat dan tidur dibutuhkan oleh


semua orang agar tubuh melakukan proses pemulihan dan mengembalikan kondisi
tubuh untuk berada pada kondisi yang optimal. Pola istirahat tidur yang baik dan
teratur akan memberikan efek yang baik pada seseorang, namun istirahat dan tidur
pasien akan terganggu karena sakitnya. Istirahat diartikan sebagai keadaan yang
tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan jauh dari kecemasan. Seseorang dapat
dikatakan benar-benar istirahat bila:
a. merasa segala sesuatu dapat diatasi;
b. merasa diterima eksistensinya;
c. mengetahui apa yang terjadi;
d. bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan
e. memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilalakukannya;
f. mengetahui adanya bantuan sewaktu-waktu bila diperlukan.
Tidur diartikan sebagai keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau hilang. Selama tidur, tubuh seseorang
akan mengakami perubahan fisiologis seperti penurunan tekanan darah dan denyut
nadi,dilatari pembukuh darah perifer, reaksi otot rangka, dan penurunanbasal
metabolisme rate 10-30%. Seseorang dikatak tidur bila:
a. aktivitas fisik minimal;
b. tingkat kesadaran yang bervariasi;
c. terjadi perubahan proses fisiologis tubuh;
d. dan penurunan respon rangsangan dari luar.

Tahap Tidur
Berdasarkan prosesnya, tidur dibedakan menjadi dua tahap yaitu tidur
non-rapid eye movement (NREM) dan tidur rapid eye movement (REM)(Potter dan
Perry, 2010). Non-rapid eye movement (NREM) merupakan jenis tidur yang
diakibatkan penurunan kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis atau disebut
dengan tidur gelombang lambat (slow wave sleep) (Hidayat dan Uliyah, 2015).
Jenis tidur ini meliputi empat tahap (Potter dan Perry, 2010).
a. Tahap I
Tingkat tidur paling ringan dan berlangsung beberapa menit. Pada tahap ini
terjadi penurunan aktivitas fisiologis dan penurnan berthap pada tanda-tanda
vital dan metabolisme. Rangsangan sensorik masih mudah untuk
membangunkan dan setelah terbangun orang akan merasa seperti bermimpi.
Waktu tidur kurang lebih 5 menit.
b. Tahap II
Periode tidur nyenyak, semkin rileks, mudah terjaga, dan fungsi tubuh terus
melambat. Waktu tidur kurang lebih 10-20 menit.
c. Tahap III
Mengawali awal tahap tidur nyenyak, sulit dibangunkan dan digerakkan, otot
rileks, tanda-tanda vital mengalami penurunan secara teratur. Waktu tidur
kurang lebih 15-30 menit.
d. Tahap IV
Tahap terdalam dalam tidur, sangat sulit untuk dibangunkan, tanda-tanda vital
signifikan lebih rendah dari pada jam bangun. Waktu tidur kurang lebih 15-30
menit.
Rapid eye movement (REM) merupakan jenis tidur akibat penyaluran
abnormal dari isyarat-isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak tidak tertekan
secara berarti atau disebut dengan jenis tidur paradoks (Hidayat dan Uliyah,
2015). REM merupakan fase akhir pada setiap siklus tidur (Potter dan Perry,
2010). Pada tahap ini biasanya berlangsung sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
Tahap ini ditandai dengan respon otonom yaitu gerakan mata cepat, denyut
jantung dan pernafasan fluktuatif, dan peningkatan tekanan darah secara
fluktuatif. Terjadi peningkatan sekresi lambung, sangat sulit untuk dibangunkan,
dan terjadi mimpi yang berwarna dan nyata. Durasi dapat meningkat dengan
setiap siklus dan rata-rata 20 menit.

1.2..2 Epidemiologi
Budhiraja et al (2015) dalam penelitinnya memperoleh data gangguan tidur
paling banyak pada pasien COPD adalah insomnia. Telah dilaporkan terdapat
32,9% insomnia terjadi pada pasien COPD dibandingkan dengan pasien COPD
yang tidak mengalami insomnia sebanyan 20,3%. Kualitas tidur menjadi lebih
buruk pada pasien COPD yang lebih buruk. Gejala pernafasan seperti dispnea,
batuk, dan kesulitan mengeluarkan sputum menjadi presikator ganggua tidur.
Menurut penelitian Sharafkhaneh et al (2009) sebanyak 50% pasien dengan
COPD mengeluh insomnia dan 33% diantaranya mengalami kelelahan pada pagi
hari. Insomnia sering terjadi pada pasien dengan COPD dibandingkan dengan
orang biasa. Pada pasien dengan COPD ditemukan beberapa masalah gangguan
tidur seperti sering terbangun, tidur yang tidak tenangm dan periode tidur yang
pendek.

1.2.3 Etiologi
Faktor yang dapat mempengaruhi istirahat dan tidur pada seorang pasien
menurut Asmadi (2008) antara lain:
a. Usia, semakin bertambah usia seseorang, maka semakin berkurang total waktu
kebutuhan tidur, sedangkan pada lansia telah terjadi degenerasi sel dan organ
yang mempengaruhi dungsi dan mekanisme tidur.
b. Penyakit, gangguan ini umumnya terjadi pada seseorang yang mengalami
nyeri, kecemasan, dan dispnea.
c. Motivasi, seseorang yang suka menunda waktu tidur dengan melakukan hal
yang menyenangkan seperti menonton televise dan bermain gadget akan
menurunkan keinginan untuk tidur.
d. Emosi, suasana hati seperti marah, cemas, dan stress dapat menyebabkan
seseorang tidak bisa tidur atau mempertahankan tidur.
e. Lingkungan, lingkungan yang tidak kondusif juga akan mempengaruhi
sesorang dalam mempertahankan tidur atau mengawali tidurnya.
f. Obat-obatan,
g. Makanan dan minuman, konsumsi makanan yang banya mengandung banyak
gas, air, serta kafein akan mempersulit seseorang untuk tidur
h. Aktivitas, kurang melakukan aktivitas maupun melakukan aktivitas yang
berlebihan akan menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur.

1.2.4 Tanda dan Gejala


Gejala klinis ditandai dengan perasan lelah, gelisah, emosi, apatis, adanya
kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah
dan mata perih, perhatian tidak fokus, dan sakit kepala.Tanda gejala pada
gangguan istirahat tidur dilihat dari jenisnya (Asmadi, 2008), antara lain:
a. Insomnia, adalah
b. Narkolepsi
c. Somnabulisme
d. Enuresis
e. Nocturia
f. Apne
g. Delirium
h. Berhubungan dengan nyeri, kecemasan, dan dispneu
i. Nightmares

Faktor predisposisi adanya neoplasma sel di


paru atau yang mendesak paru

Perfusi jaringan terganggu


Keterbatasan gerak akibat
cedera di daerah ekstremitas
Gangguan Pola Tidur Oksigen ke jaringan ↓

Sulit tidur dan Kompensasi tubuh untuk memenuhi Suplai O2 ke jaringan ↓


istirahat kebutuhan O2 dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan
Metabolisme anaerob
1.2.5 Kontraksi ototdan
Patofisiologi pernapasan,
Clinical Pathway
penggunaan energi untuk pernapasan↑ Asidosis metabolik
Exercise
↑ kerja napas Usia ATP ↓
metabolisme ↑

Kelelahan degeneratif Kelemahan


Ketidakmampuan
mengakses kamar ↓ kekuatan otot
mandi dan sumber air Intoleransi
aktivitas
Hambatan mobilitas Hambatan mobilitas
fisik diatas tempat tidur
Defisit Kurangnya
perawatan aktifitas
diri

Motilitas usus
menurun

Konstipasi
1.2.6 Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilisasi
Pengkajian

a. Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada perubahan pada: waktu tidur, jumlah
jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami kesulitan tidur, sering bangun pada
saat tidur, apakah maengalami mimpi yang mengancam.

b. Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari: apakah merasa segar saat
bangun,apa yang terjadi jika kurang tidur

c. Adakah alat bantu tidur: apa yang anda lakukan sebelum tidur, apakah
menggunakan obat-obatan untuk tidur.

d. Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi: jenis gangguan tidur, kapan


masalah itu terjadi.

Pemeriksaan fisik

a. Observasi penampilan wajah,prilaku dan tingkat energi pasien

b. Adanya lingkungan hitam disekitar mata,mata sayu dan kongjungtiva merah.

c. Prilaku: eritabel , kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara lambat, postur


tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering menguap, mata tampak lenglket,
menarik diri, bingung dan kurang koordinasi.

Pemeriksaan diagnostik

a. Elektroecepalogram (EEG)
b. Elektromipogram (EMG)

c. Elektrookulogram (EOG)

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kb. Istirahat tidur


1) Gangguan Pola Tidur
Definisi: Interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor eksternal
Batasan karakteristik:
- Kesulitan berfungsi sehari-hari
- Kesulitan memulai tidur
- Kesulitan mempertahankan tetap tidur
- Ketidakpuasan tidur
- Tidak merasa cukup istirahat
- Terjaga tanpa jelas penyebabnya
Faktor yang berhubungan:
- Gangguan karena cara tidur pasangan
- Kendala lingkungan
- Kurang privasi
- Pola tidur tidak menyehatkan
2) Defisit Perawatan Diri: Mandi
Definisi:Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pembersihan diri
dengan seksama secara mandiri
Batasan Karakteristik:
- Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
- Ketidakmampuan menjangkau sumber air
- Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
- Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
- Ketidakmampuan mengatur air mandi
- Ketidakmampuan membasuh tubuh
Faktor yang berhubungan:
- Ansietas
- Kurang motivasi
- Kendala lingkungan
- Nyeri
- Kelemahan

3) Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang harus atau yang ingin
dilakukan
•Batasan karakteristik
1)Dispnea setelah beraktivitas
2)Keletihan
3)Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4)Perubahan EKG seperti aritmia, abnormalitas
5)Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6)Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
• Faktor yang berhubungan

1. Gaya hidup kurang gerak 4. Tirah baring


2. Imobilitas
3. Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen

4) Konstipasi
Definisi: Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau
pengeluaran feses tidak tuntas dan/atau yang keras, kering, dan banyak.
Batasan Karakteristik:
- Nyeri abdomen
- Nyeri tekan abdomen terdapat teraba resistensi otot
- Nyeri tekan abdomen
- Anoreksia
- Penampilan tidak khas pada lansia
- Borborigmi
- Darah merah pada feses
- Perubahan pola defekasi
- Penurunan frekuensi defekasi
- Penurunan volume feses
- Feses keras dan berbentuk
- Bising usus hipoaktif
- Nyeri saat defekasi
- Perkusi abdomen pekak
- Tidak dapat makan
- Rasa tekanan pada rectal
Faktor yang berhubungan:
- Kelemahan otot abdomen
- Aktivitas harian kurang
- Dehidrasi
- Depresi
- Oral hygiene tidak adekuat
- Asupan serat dan cairan kurang
- Perubahan lingkungan baru
- Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
5) Hambatan mobilitas fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara
mandri dan terarah
• Batasan karakteristik
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Gangguan sikap berjalan
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Instabilitas postur
7) Kesulitan membolak balik posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
9) Ketidaknyamanan
10) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
11) Penurunan waktu reaksi
12) Tremor akibat gerak
13) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
• Faktor yang berhubungan:

1) Agen farmasetik 8) Gangguan neuromuskular


2) Ansietas 9) Gangguan sensoriperseptual
3) Depresi 10) Gaya hidup kurang gerak
4) Fisik tidak bugas 11) IMT diatas 75 persen
5) Gangguan fungsi kognitif
sesuai usia
6) Ganggaun metabolisme
12) Intoleransi aktivitas
7) Gangguan muskuluskeletal

6) Hambatan mobilitas fisik ditempat tidur


Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri dari satu posisi ke posisi lain di tempat
tidur
-Batasan Karakteristik
1) hambatan kemampuan gerak antara posisi duduk lama dan terlentang
2) hambatan kemampuan bergerak antara posisi telungkup dan telenntang
3) hambatan kemampuan gerak antara posisi duduk dan terlentang
4) hambatan kemampuan bergerak untuk reposisi dirinya sendiri ditempat tidur
5) hambatan kemampuan untuk miring kanan dan kiri

1) Perencanaan/Nursing Care Plan

No
TUJUAN INTERVENSI
DX
1
2
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan : latihan
jam, klien toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria kekuatan
hasil: 1. Berikan informasi mengenai
jenis latihan yang bisa
Toleransi terhadap aktivitas dilakukan
2. Modifikasi gerakan dan
Indikator Awal Tujuan
N 1 2 3 4 5 metode dalam
o mengaplikasikan resistensi
1. Saturasi 3 √ untuk pasien yang harus
oksigen ketika berada di kursi roda atau
beraktivitas tempat tidur
2. Kekuatan 4 √ 3. Bantu mengembangkan
tubuh bagian program latihan kekuatan
atas yang sesuai dengan tingkat
3. Kekuatan 2 √ kebugaran otot, hambatan
tubuh bagian muskuloskeletal seperti
bawah ROM, miring kanan dan kiri;
2. F ekuen √ 4. Spesifikkan tingkat resistensi,
si jumlah pengulangan, jumlah
nadi latihan, dan frekuensi dari
saat sesi latihan menurut level
berak kebugaran dan ada atau
tivitas tidaknya faktor risiko;
4 5. Instruksikan untuk
3.Frekuensi perna √ beristirahat sejenak setiap
pasan selesai latihan, jika
saat diperlukan.
berak Peningkatan tidur
tivitas 1. Tentukan pola tidur pasien
4 2. Monitor partisipasi dalam
Keterangan: kegiatan yang melelahkan
1. Sangat terganggu selama terjaga untuk
2. Banyak terganggu mencegah penat yang
3. Cukup terganggu berlebihan
4. Sedikit terganggu 3. Monitor pola tidur pasien
5. Tidak terganggu dan catat kondis fisik dan
atau psikologis yang
mengganggu tidur
Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri;
2. Monitor kebutuhan klien
terkait alat kebersihan diri,
alat bantu berpakaian,
berdandan, eliminasi, dan
makan;
3. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas normal
sehari-hari sampai batas
kemampuan klien.

Terapi Oksigen
1. Kaji RR dan
iramapernafasan klien
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
4. Sediakan oksigen ketika
pasien dipindahkan
4
5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan
jam, klien dapat pergerakan sendi dengan kriteria 1. Gali hambatan dalam
hasil : melakukan aktivitas;
2. Dukung klien untuk memulai
Pergerakan dan melanjutkan latihan
sepeti ROM, miring kanan
N Aw Tujuan dan kiri;
Indikator
o al 1 2 3 4 5 3. Dampingi klien pada saat
1. keseimbangan 2 √ mengembangkan program
2. Gerakan otot 2 √ latihan untuk memenuhi
3. Bergerak 2 √ kebutuhannya;
dengan mudah 4. Lakukan latihan bersama
klien, jika diperlukan;
Keterangan: 5. Instruksikan klien terkait
1. Sangat terganggu frekuensi, durasi dan
2. Banyak terganggu intensitas program latihan
3. Cukup terganggu yang diinginkan.
4. Sedikit terganggu 6. Libatkan keluarga yang
5. Tidak terganggu memberi perawatan dalam
merencanakan dan
meningkatkan program
latihan
7. Monitor respon individu
terhadap program latihan
Terapi latihan: pergerakan
sendi
1. Tentukan batasan pergerakan
sendi dan efeknya terhadap
sendi;
2. Jelaskan pada klien dan
keluarga mengenai manfaat
dan tujuan melakukan latihan
sendi;
3. Instruksikan klien/keluarga
cara melakukan latihan ROM
aktif atau pasif.
4. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya nyeri
5. Pakaikan baju yang tidak
0enghambat pergerakan
pasien
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik. Kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus;
2. Pastikan perawatan analgesik
bagi klien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
3. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
4. Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
5. Gali pengetahuan pasien
terkait nyeri
6. Ajarkan pasien penggunaan
teknik farmakologi seperti
terapi musik dan relaksasi

6 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Perawatan tirah baring


jam, klien dapat melakukan pergerakan mandiri 1. Jelaskan alasan
ditempat tidur dengan kriteria hasil : diperlukannya tirah baring
-mampu mendemonstrasikan mobilitas, yang 2. Posisikan sesuai dengan
body aligment yang tepat
dibuktikan dengan indicator sebagai berikut:
3. Jaga kain linen kasur tetap
bersih kering dan dan bebas
Indicator 1 2 3 4 5 kerutan
Koordinasi √ 4. Tinggikan teralis tempat
Performa posisi tubuh √ tidur yang melindungi pasien
5. Balikkan pasien yang tidak
Pergerakan otot dan sendi √
dapat mobilisasi paling tidak
Keterangan: setiap 2 jam sesuai dengan
1= gangguan eksterm, 2=berat 3=sedang 4=ringan jadwal
5= tidak mengalami gangguan 6. Ajarkan latihan ditempat
tidur dengan cara yang tepat
7. Monitor komplikasi tirah
baring (misalnya kehilangan
tonus otot, nyeri punggung,
konstipasi, peningkatan
stres, depresi, kebingungan,
pneumonia, perubahan siklus
tidur)
Pengaturan posisi
1. dorong pasien untuk terlibat
dalam perubahan posisi
2. monitor status oksigenasi
(sebelum dan sesudah
oksigenasi)
3. tempatkan pasien dalam
posisi terapeutik yang sudah
dirancang
4. imobilisasi atau sokong
bagian tubuh yang terkena
dampak dengan tepat
5. posisikan pasien untuk
mengurangi dyspnea
6. sokong bagian tubuh yang
oedema
7. dorong klien untuk ROM
aktif dan ROM pasif
8. kembangkan jadwal tertulis
terkait dengan reposisi tubuh
H. Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta :
Salemba Medika.

Berman, A., et al. 2009. Buku ajar praktik klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Moorhead, et al. 2016. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Edisi


Keenam. United Kingdom. Elsevier

Moorhead, et al. 2016a. Nursing Intervension Clasification (NIC). Edisi


Keenam. United Kingdom. Elsevier
Herdman dan Kamitsuru. 2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan:
Definisi dan klasifikasi 2018-2020. Edisi Sebelas. Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran


Kanker Paru. Komite Penanggulangan Kanker Nasional.

Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Valentin, Y.P. 2013. Hubungan Antara Status Gizi dan Mobilitas dengan
Resiko terjadinya dekubitus pada pasien Stroke di RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai