Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Masalah Utama


Perilaku kekerasan : Resiko mencederai orang lain/lingkungan

1.2 Proses Terjadinya Masalah


1.2.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain
(Carpenito, 2000).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).
Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat difluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptif.
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


a. Asertif : Kemarahan / rasa tak setuju diungkapkan tanpa menyakiti
orang lain ; perasaan lega dan tidak terjadi masalah baru.
b. Frustasi : Respon akibat gagal mencapai tujuan ; tak menemukan
alternatif lain untuk menyelesaikan masalah.

1
c. Pasif : Respon lanjutan ; merasa tak mampu mengungkapkan perasaan
dan terlihat pasif.
d. Agresif : Perilaku yang menyertai marah ; umumnya klien masih dapat
mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
e. Kekerasan : Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk ; perasaan
marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol dari yang
dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

1.2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi:
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan, yaitu:
perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi penganiayaan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu, mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial Budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah olah
perilaku kekerasan diterima.
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbic, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi:
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan
dengan (Yosep, 2007):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.

2
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
1.2.3 Pohon Masalah

Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Ganguan harga diri: harga diri rendah

1.2.4 Tanda dan Gejala


Yosep (2007) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
2. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras

3
6) Ketus
3. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
4. Emosi
1) Tidak adekuat
2) Tidak aman dan nyaman
3) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
4) Tidak berdaya
5) Bermusuhan
6) Mengamuk, ingin berkelahi
7) Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
1) Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
1.2.5 Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dll.

1.2.6 Penatalaksanaan
1. Pengobatan medik
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif antara
lain:
1) Anti ansietas hipnotiksedatif, contohnya diazepam (valium)
2) Anti depresan, contohnya Amitriptilin
3) Mood stabilizer, contohnya: Lithium, Carbamazepin.
4) Antipsikotik, contohnya: Chlorpromazine, Haloperidol, dan Stelazine

4
5) Obat lain: Naltrexone, Propanolol
6) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah
pada keadaan amuk.
2. Penanganan Secara Keperawatan
1) Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan sejauh mana
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh klien. Strategi tindakan tersebut
terdiri dari :
(1) Strategi preventif, terdiri dari penyuluhan klein dan latihan asertif
(2) Startegi antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan,
tindakan perilaku dan psikofarmakologi.
(3) Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan
pengikatan.
2) Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku kekerasan
berisi :
(1) Bantu klien mengidentifikasi marah
(2) Berikan kesempatan untuk marah
(3) Praktekan ekspresi marah
(4) Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata
(5) Identifikasi alternatif cara mengekpresikan marah
3) Latihan Asertif
Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Berkomunikasi langsung dengan orang lain
(2) Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan
(3) Mampu menyatakan keluhan
(4) Mengekspresikan apresiasi yang sesuai
Tahap latihan meliputi :
 Diskusikan bersama klien cara ekspresi marah selama ini
 Tanyakan apakah dengan cara ekspresi marah tersebut dapat
menyelesaikan masalah atau justru menimbulkan masalah baru
 Anjurkan klien untuk memperagakannya
 Anjurkan klien untuk menerapkan asertif dalam situasi nyata

5
1.3 Konsep Asuhan Keperawatan
1.3.1 Pengakajian
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data Subjektif
(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
(2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
(3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Obyektif :
ii. Mata merah, wajah agak merah.
iii. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
iv. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
v. Merusak dan melempar barang-barang.
1. Perilaku kekerasan / amuk
1) Data Subyektif :
(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
(2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
(3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Obyektif
(1) Mata merah, wajah agak merah.
(2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
(3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
(4) Merusak dan melempar barang-barang.

2. Gangguan harga diri : harga diri rendah


1) Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
2) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

1.3.2 Diagnosa Keperawatan

6
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: harga diri
rendah.

1.3.3 Rencana Tindakan


2. Resiko mencederai orang lain/lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
TUM: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen perilaku kekerasan.
TUK:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
(1) Beri salam/panggil nama.
(2) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan.
(3) Jelaskan maksud hubungan interaksi.
(4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
(5) Beri rasa aman dan sikap empati.
(6) Lakukan kontak singkat tapi sering.
2) Klien dapat mendefinisikan penyebab perilaku kekerasan
(1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
(2) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan
jengkel/kesal.
3) Klien dapat mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku kekerasan
(1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel dan kesal.
(2) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
(3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal
yang dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
(1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan klien.
(2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
(3) Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang
klien lakukan masalah selesai.
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

7
(1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
klien.
(2) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang
digunakan oleh klien.
(3) Tanyakan pada klein apakah ia ingin mempelajari
cara baru yang sehat.
6) Klien dapat mendefinisikan cara kontruktif dalam merespon terhadap
kemarahan
(1) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari
cara baru yang sehat.
(2) Beri pujian jika klien mengetahui cara lain yang
sehat.
(3) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Nafas dalam Olah raga
Mengungkapkan perasaan TAK
Berdoa Memukul bantal/kasur
7) Klien dapat mendemontrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
(1) Bantu klien memilih cara yang paling tepat.
(2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang
telah dipilih.
(3) Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
(4) Beri manfaat positif atas keberhasilan klien
menstimulasi cara.
(5) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel
atau marah.
(6) Susun jadwal melakukan cara yang telah dipelajari.
8) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program
pengobatan)
(1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.
(2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa saran dokter.
(3) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis,
waktu, cara)
(4) Beri manfaat minum obat dan efek obat yang perlu
diperhatikan.
(5) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat
waktu.

8
(6) Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter
jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
(7) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
9) Klien mendapat dukungan keluarga mengontrol perilaku kekerasan
(1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat
klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga dalam merawat klien
selama ini.
(2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
(3) Jelaskan cara-cara merawat klien:
 Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
 Sikap tenang.
 Mengenal penyebab marah.
(4) Bantu keluarga mendemontrasikan cara merawat
klien.
(5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaanya setelah
melakukan demontrasi.
10) Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku
kekerasan
(1) Bicara tenang, gerakan tidak terburu-buru, nada suara rendah, tunjukkan
kepedulian.
(2) Lindungi agar klien tidak mencederai orang lain dan lingkungan.
(3) Jika tidak dapat diatasi lakukan pembatasan gerak atau pengekangan
(lihat pedoman).

3. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: harga diri


rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
(3) Utamakan pemberian pujian yang realitas
2) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
(1) Diskusikan kemampuan positif yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga

9
3) Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang
dimiliki
(1) Rencanakan aktifitas yang dapat dilakukan klien setiap hari
4) Keluarga mampu memberikan dukungan pada klien untuk memenuhi
kebutuhan klien
(1) Diskusikan dengan keluarga cara merawat klien dan memberikan
dukungan pada klien

10
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda juall. 1997. Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta

Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta

Iyus Yosep, S. Kp., M.Si. 2007 Keperawatan Jiwa, Refika Aditama: Bandung

Maramis, W.F. Ilmu Kesehatan Jiwa. Universitas Airlangga : Surabaya

Stuard and Sunden ( 1995 ). Principle And Practice of Phsyciatri Nursing. Edisi ke 5.
Mosby : Philadelphia

Stuard and Sunden ( 1996 ). Principle And Practice of Phsyciatri Nursing. Mosby :
Philadelphia

11

Anda mungkin juga menyukai