TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Hal ini biasanya dilakukan dengan
gejalanya. Namun ada hal-hal yang tidak dapat disangkal dalam pemberian obat
inginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat dan secara
diinginkan.
Suatu kejadian dapat disebut DRP bila memenuhi dua komponen berikut :
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun
3
4
1. Mengidentifikasi masalah
2. Menyelesaikan masalah
2.3.1. Indikasi
Keadaan yang ditemukan pada DRP adalah suatu keadaan ketika pasien
perlunya terapi tambahan antara lain ialah untuk mengatasi kondisi sakit pasien
sinergis, dan terapi untuk tujuan preventif atau profilaktif. Misalnya, penggunaan
pasien tidak menggunakan obat yang tidak memiliki indikasi yang tepat. DRP
kategori ini dapat menimbulkan implikasi negatif pada pasien berupa toksisitas
5
atau efek samping, dan membengkaknya biaya yang dikeluarkan diluar yang
seharusnya. Misalnya, pasien yang menderita batuk dan flu mengkonsumsi obat
batuk dan analgesik-antipiretik terpisah padahal dalam obat batuk tersebut sudah
mengandung paracetamol.
2.3.2. Efektivitas
Pasien menerima regimen terapi yang salah Terapi multi obat (polifarmasi)
penulisan obat berlebihan oleh dokter dimana pasien menerima rata-rata 8-10
jenis obat sekaligus sekali kunjungan dokter atau pemberian lebih dari satu obat
untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Jumlah
obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan, seperti pemberian puyer pada anak
a. Amoksisillin
b. Parasetamol
c. Gliseril Guaiakolat
d. Deksametason
e. CTM
f. Luminal
penggunaan yang tidak perlu seperti deksametason dan luminal sebaiknya tidak
1. Frekuensi pemberian
Banyak obat harus diberikan pada jangka waktu yang sering untuk memelihara
konsentrasi darah dan jaringan. Namun, beberapa obat yang dikonsumsi 3 atau
sehari.
Contohnya
sama sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari
berarti tiap enam jam, untuk antibiotik hal ini sangat penting agar kadar obat
dalam darah berada diatas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri
penyebab penyakit.
Pasien menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis terapinya.
Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya terapi
yang terlalu sedikit antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat,
frekuensi dan durasi obat yang tidak tepat dapat menyebabkan jumlah obat
7
berpengaruh terhadap beberapa jenis sediaan obat, selain itu cara pemberian
yang tidak benar juga dapat mengurangi jumlah obat yang masuk ke dalam
tubuh pasien.
yaitu antara lain obat diresepkan dengan metode fixed model (hanya merujuk
pada dosis lazim) tanpa mempertimbangkan lebih lanjut usia, berat badan, jenis
kelamin dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi kesalahan dosis pada
menyebabkan konsumsi obat tidak tepat jumlah, antara lain disebabkan karena
faktor ekonomi pasien tidak mampu menebus semua obat yang diresepkan, dan
pasien tidak paham cara menggunakan obat yang tepat. Misalnya pemberian
2.3.3 Keamanan
Pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan dosis
terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan resiko efek
menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi antara lain ialah kesalahan
dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi minum obat yang tidak tepat.
2. Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan (Adverse drug reaction)
karena obat tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara pemberian obat yang tidak
benar baik dari frekuensi pemberian maupun durasi terapi, adanya interaksi
obat, dan perubahan dosis yang terlalu cepat pada pemberian obat-obat
tertentu.
ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk
1. Reaksi tipe A
berlebihan atau perluasan yang tidak diharapkan dari kerja obat seperti
2. Reaksi tipe B
(hipersensitivitas)
nefropati.
4. Reaksi Tipe D
karsinogenesis.
5. Reaksi Tipe E
ketidakcukupan adrenokortikal.
3. Kepatuhan
medis atau kesehatan. Kepatuhan pasien untuk minum obat dipengaruhi oleh
f. Keadaan ekonomi
seolah-olah diartikan akibat kelalaian dari pasien, dan hanya pasienlah yang
pendorongnya, yaitu :
Jenis sediaan obat terlalu beragam, misalnya pada saat bersamaan pasien
mendapat sirup, tablet, tablet hisap, dan obat inhaslasi, hal ini dapat menyebabkan
c. Usia lanjut
beberapa kali dalam sehari pada waktu yang berbeda. Kesamaan penampilan
seperti ukuran, warna, atau bentuk obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada
kebingungan. Beberapa pasien geriatrik dapat mengalami hilang daya ingat yang
d. Lamanya terapi
Pemberian obat dalam jangka panjang misalnya pada penderita TBC, DM,
bosan dalam penggunaan obat tersebut yang menyebabkan efek terapi tidak
tercapai.
e. Hilangnya gejala
Pasien dapat merasa lebih baik setelah menggunaan obat dan merasa bahwa ia
tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Misalnya, ketika
Timbulnya efek samping setelah meminum obat, seperti : ruam kulit dan nyeri
lambung atau timbulnya efek ikutan seperti urin menjadi merah karena minum
Masalah rasa obat-obatan paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan oral
oleh anak-anak, misalnya dalam formulasi obat cair oral bagi anak-anak
penambahan penawar rasa dan zat warna dilakukan untuk daya tarik, sehingga
Ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif mahal, pasien
akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat yang lebih mahal.
manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan oleh obat. Biasanya pasien
berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi tidak memenuhi harapan, mereka
cenderung tidak patuh. Oleh karena itu diperlukan edukasi pada pasien tentang
diperlukan juga komunikasi yang efektif antara dokter dan apoteker sehingga
ditegakkan dengan benar. Obat yang dipilih untuk mengobati setiap kondisi harus
yang paling tepat dari yang tersedia. Banyak reaksi merugikan dapat dicegah, jika
dokter serta pasien melakukan pertimbangan dan pengendalian yang baik. Pasien
penyakit dan bahaya obat. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang
Interaksi obat adalah peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain
yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Efek obat dapat bertambah
kuat atau berkurang karena interaksi ini akibat yang dikehendaki dari interaksi ini
ada dua kemungkinan yakni meningkatkan efek toksik atau efek samping atau
berkurangnya efek klinik yang diharapkan. Interaksi obat dapat terjadi sebagai
berikut:
1. Obat-Makanan
obat antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membenuk
banyak obat diberikan pada saat lambung kosong. Sebaliknya, terapi obat
gizi.
2. Obat-Uji Laboratorium
laksatif antrakuinon dapat mempengaruhi uji urin untuk urobilinogen atau oleh
apoteker harus mempertimbangkan efek terapi obat pada hasil uji diagnostik.
3. Obat-Penyakit
harus mengevaluasi pengaruh efek merugikan suatu obat pada kondisi medik
4. Obat-Obat
obat termasuk obat non resep harus dikaji untuk interaksi obat. Apoteker perlu
menyebabkan kerugian atau bahaya pada pasien. Interaksi antar obat dapat
efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas
Inkompatibilitas ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat
lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat
inaktifasi obat.
Bagi tenaga kesehatan, interaksi farmasetik yang penting adalah interaksi antar
obat suntik dan interaksi antara obat suntik dengan cairan infus.
b. Interaksi farmakokinetik
distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat
c. Interaksi farmakodinamik.
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi
merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik.