Anda di halaman 1dari 3

Hasil

Sumuran ke- Sampel DNA Keterangan


1 Marker -
2 Marker -
3 Rhynchostylis retusa Paling berpendar dari pada sampel ke 4 dan 5
Paling tipis ketebalannya daripada sampel ke 4 dan 5
4 Rhynchostylis retusa Berpendar lebih redup daripada sampel ke 3 dan 5
Memiliki ketebalan yang sama dengan sampel ke 5
5 Rhynchostylis retusa Lebih terang daripada sampel ke 5 tetapi tidak lebih
terang daripada sampel ke 3
Memiliki ketebalan yang sama dengan sampel ke 4
6 Rhynchostylis retusa Tidak berpendar
7 Vanda tricolor Tidak berpendar
8 Vanda tricolor Tidak berpendar

Pembahasan

DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi untuk mengatur
perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan. DNA terdapat di nukleus, mitokondria, dan
kloroplas. Ada perbedaan di antara ketiga lokasi DNA ini, yaitu: DNA nukleus berbentuk linear dan
berhubungan sangat erat dengan protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas
berbentuk sirkular dan tidak berhubungan dengan protein histon. Pada praktikum ini, DNA yang
digunakan adalah DNA Anggrek Anosmum gigantea alba.

Komponen pada PCR ada 4, yaitu PCR kit (Go Taq Green PCR mix) sebanyak 12.5 μl, NW atau
Nuclease Free Water sebanyak 10.5 μl, primer, dan DNA Template atau sample. Total volume akhir
campuran sampel adalah 25 μl Sample DNA yang akan digandakan dengan teknik PCR adalah DNA
pada tanaman Anggrek Rhynchostylis retusa dan Vanda tricolor, dengan primer yang digunakan untuk
memulai proses duplikasi adalah beta actin.

Sampel DNA anggrek yang telah dimix dengan Go Taq Green, NW, dan beta-actin selanjutnya
dimasukkan dalam sebuah alat bernama PCR Thermocycler untuk diperbanyak DNA nya secara
enziimatis. Tahapan pada program PCR Thermocycler yang pertama adalah pre-denaturasi selama 2
menit pada suhu 94o C, selanjutnya tahap Denaturasi selama 30 detik pada suhu 94o C, tahapan ketiga
adalah Anneling selama 30 detik pada suhu 27o C, tahap keempat adalah Extention denaturasi selama
2 menit pada suhu 72o C, dan tahap terakhir yaitu Final Extention denaturasi selama 5 detik pada suhu
72o C. Setelah final extention sampel mix dapat diambil, namun suhunya masih 72oC, oleh karena itu
perlu dilakukan post final extention untuk menurunkan dan menstabilkan suhu yaitu pada 40oC. Pada
dasarnya, PCR Real Thermocycler dapat melakukan pembacaan ada tidaknya pita DNA yang
terduplikasi oleh program PCR, yaitu dengan menambahkan enzim tertentu untuk megaktifkan optical
camera sehingga hasil PCR dapat langsung terbaca. Namun dikarenakan PCR Thermocycler yang
digunakan tidak menyediakan enzim tersebut, maka PCR Thermocycler hanya digunakan untuk
melakukan program PCR saja, sedangkan pembacaan ada tidaknya pita DNA dari hasil PCR dilakukan
dengan elektroforesis gel agarose.

Pada saat melakukan elektroforesis tahap pertama yang dilakukan adalah mengisi masing
masing sumur, dimana setiap agar-agar harus diisi dengan marker, negatif dan sampel. Sampel harus
dicampur dulu dengan loading buffer yang memiliki fungsi membantu sampel turun ke dalam well dan
membantu memonitor berapa lama proses elektroforesis telah berlangsung karena memiliki pewarna
bromofenol biru. Setelah marker, negatif dan sampel DNA diisi pada setiap sumur, arus dijalankan
pada elektroforesis. Adanya arus dapat diketahui dari gelembung gas yang keluar dan arus
berlangsung dari positif ke negatif (Sambrook, et al., 1989).

Marker adalah segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker berfungsi
sebagai acuan untuk mengetahui ukuran DNA hasil ampifikasi. Marker DNA yang terdapat di dalam
ruang elektroforesis berfungsi sebagai penanda posisi pasangan basa dari molekul DNA yang
bermigrasi (Yuwono, 2013).

Pada proses elektroforesis untuk membaca ada tidaknya pita DNA hasil dari program PCR,
sumuran 1 dan 2 diisi oleh marker, selanjutnya sample diisi mulai sumuran ke 3 sampai ke 8. Dari hasil
elektroforesis terlihat jelas pada sumuran 3, 4, dan 5 berpendar yang menyatakan adanya band DNA,
sedangkan pada sumura 6, 7, dan 8 tidak berpendar sama sekali yang menyatakan tidak adanya band
DNA. Pada dasarnya masing-masing sumuran yang diisi oleh produk PCR pada elektroforesis
dibedakan oleh sample DNA nya. Pada sumuran 3 sampai 6 sampel DNA yang digunakan pada program
PCR adalah sample DNA dari anggrek Rhynchostylis retusa sedangkan pada sumuran ke 7 dan 8 sample
DNA yang diguakan pada program PCR adalah sample DNA dari anggrek Vanda tricolor. Artinya
sumuran yang berpendar adalah sumuran dengan sampel DNA anggrek Rhynchostylis retusa
sedangkan sumuran yang tidak berpendar adalah sumuran dengan sampel 1 sampel anggrek
Rhynchostylis dan 2 sampel anggrek Vanda tricolor.

Pada hasil elektroforesis ada 3 sumuran yang menunjukkan adanya band DNA dengan
ditunjukkannya sumuran elektroforesis yang berpendar, sampel ke 3 paling berpendar dari pada
sampel ke 4 dan 5, sampel ke 4 berpendar lebih redup daripada sampel ke 3 dan 5, dan sampel ke 5
lebih terang daripada sampel ke 5 tetapi tidak lebih terang daripada sampel ke 3. Disamping terang
redupnya pendaran pada ketiga sumuran, terdapat perbedaan lain yaitu pada sampel di sumuran ke
3 ketebalan band DNA paling tipis diantara sampel di sumuran ke 4 dan 5, sedangkan pada sampel di
sumuran 4 dan 5 memiliki ketebalan yang sama. Pita DNA hasil elektroforesis yang semakin tebal
belum tentuberbanding lurus dengan tingginya konsentrasi DNA. Kontaminasi senyawa polisakarida
dan protein dapat mempengaruhi ketebalan pita, sehingga perlu dilakukan pengukuran kemurnian
DNA terhadap senyawa kontaminan tersebut dengan spektrofotometer.Tingkat kemurnian DNA
dapat dilihat dari perbandingan absorbansi panjang gelombang 260/280 nm (rasio F1) dan 260/230
nm (rasio F2). Rasio F1 menunjukkan tingkat kemurnian terhadap kontaminan protein dan rasio F2
menunjukkan tingkat kemurnian akibat kontaminan polisakarida. Nilai rasio yang baik berkisar pada
1.8-2.0 (Sambrook, et al., 1989).
Pada sumuran ke 6, 7 dan 8 tidak menunjukkan adanya pendaran yang menandakan adanya
band DNA. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak terbacanya band atau pita DNA pada proses
elektroforesis gel agarose, yaitu yang pertama adalah tidak adanya DNA pada sample yang digunakan.
Bisa jadi bagian tumbuhan yang diekstraksi dan dimix untuk diproses dalam PCR Thermocycler
memang sama sekali tidak mengandung DNA, atau mengandung DNA tetapi dalam jumlah yang sangat
sedikit, sehingga pada tahapan di PCR Real Thermocycler DNA terdenaturasi semuanya. Kemungkinan
kedua adalah kesalahan dalam proses mix atau pencampuran Go Taq Green, Nuclease Free Water dan
primer. Kesalahan bisa berupa kesalahan prosedural pencampuran, ketidak sesuaian komposisi, dsb.
Kemungkinan ketiga adalah alat PCR Real Thermocycler yang rusak, sehingga ke lima tahapan PCR
tidak berjalan dengan sesuai. Kemungkinan terkahir adalah ketidak cocokan primer yang digunakan
untuk memulai proses duplikasi DNA. Hal ini dimungkinkan apabila sekuens pada primer tidak ada
satupun yang cocok atau komplemen dengan DNA sampel yang akan diamplifikasi (Yuwono, 2013)..

Daftar Pustaka

Triwibowo, Yuwono. 2013. Biologi Molekuler. Yogyakarta: Penerbit Erlangga.

Sambrook, J., Fritsch, E, F., and Maniatis, T., 1989,Molecular Clonning : A laboratory Manual, second
edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.

Anda mungkin juga menyukai