NIM :R1B117041
BAB I
PENDAHULUAN
Peta merupakan gambaran bumi yang di skalakan menjadi lebih kecil dari aslinya ke
suatu bidang datar. Dalam peta harus dipenuhi syarat-syarat untuk membuat peta
tersebut ideal,yaitu mulai dari kesamaan bentuk, kesamaan jarak, kesamaan sudut,
hingga kesamaan luas. Dalam realitanya banyak cara dan metode yang digunakan
untuk proyeksi peta. Dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang cara dan
metode apa saja yang digunakan dalam proyeksi peta, hal-hal apa saja yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan cara atau metode proyeksi peta yang digunakan,
serta metode proyeksi peta yang umumnya digunakan di Indonesia.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan peta
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan proyeksi peta
3. Mengetahui dan memahami metode dan klasifikasi dalam pemilihan proyeksi
peta
4. Mengetahui metode-metode proyeksi peta yang sering digunakan di Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
PROYEKSI PETA
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam skala yang lebih kecil pada bidang
datar. Suatu peta ‘idealnya’ harus dapat memenuhi ketentuan geometrik sebagai berikut :
Jarak antara titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak sebenarnya
di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Luas permukaan yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan luas
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta harus sesuai
dengan besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi
Bentuk yang digambarkan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Pada daerah yang relatif kecil (30 km x 30 km) permukaan bumi diasumsikan sebagai bidang
datar, sehingga pemetaan daerah tersebut dapat dilakukan tanpa proyeksi peta dan tetap
memenuhi semua persyaratan geometrik. Namun karena permukaan bumi secara keseluruhan
merupakan permukaan yang melengkung, maka pemetaan pada bidang datar tidak dapat
dilakukan dengan sempurna tanpa terjadi perubahan (distorsi) dari bentuk yang sebenarnya
sehingga tidak semua persyaratan geometrik peta yang ‘ideal’ dapat dipenuhi.
Proyeksi peta diperlukan dalam pemetaan permukaan bumi yang mencakup daerah yang
cukup luas (lebih besar dari 30 km x 30 km) dimana permukaan bumi tidak dapat
diasumsikan sebagai bidang datar. Dengan sistem proyeksi peta, distorsi yang terjadi pada
pemetaan dapat direduksi sehingga peta yang dihasilkan dapat memenuhi minimal satu
syarat geometrik peta ‘ideal’.
20′
Paralel standar
Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3º. Setiap zone mempunyai meridian
sentral sendiri. Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder.
Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat
khusus. Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki
sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :
Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6°.
Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone
Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator
Satuan : Meter
Absis Semu (T) : 500.000 meter pada Meridian sentral
Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan
10.000.000 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Selatan
Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)
Penomoran zone : Dimulai dengan zone 1 dari 180° BB s/d 174° BB,Tzone 2
dari 174° BB s/d 168° BB, dan seterusnya sampai zone 60 yaitu dari 174° B s/d
180° BT.
Batas Lintang : 84° LU dan 80° LS dengan lebar lintang untuk masing-masing
zone adalah 8°, kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12°.
Penomoran bagian derajat lintang: Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X
(notasi huruf I dan O tidak digunakan).
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT
sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan
demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54.
Proyeksi TM-3° digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Proyeksi ini beracuan
pada Ellipsoid World Geodetic System 1984 ( WGS ‘84) yang kemudia disebut
sebagai Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN ‘95)
Tabel 2 Daftar Zone Proyeksi UTM dan TM-3° untuk Wilayah Indonesia
Proyeksi peta dapat diklasifikan menurut bidang proyeksi yang digunakan, posisi sumbu
simetri bidang proyeksi, kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, dan ketentuan
geometrik yang dipenuhi.
Proyeksi Azimuthal
Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari
proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap
bidang proyeksi.
Proyeksi Kerucut (Conic)
Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu simetri dari proyeksi ini
adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.
Tabel 1 Jenis proyeksi peta menurut bidang proyeksi dan posisi sumbu
simetrinya
Proyeksi Ekuidistan
Jarak antara titik yang terletak di atas peta sama dengan jarak sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Proyeksi Konform
Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama
dengan besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga
dengan memperhatikan faktor skala peta bentuk yang digambarkan di atas
peta akan sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi.
Proyeksi Ekuivalen
Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Dalam melakukan pemilihan proyeksi peta sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya
menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah
wilayah yang dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.
Jika membicarakan proyeksi kita sering membicarakan Sistem Koordinat. Sistem koordinat
merupakan suatu parameter yang menunjukkan bagaimana suatu objek diletakkan dalam
koordinat. Ada tiga system koordinat yang digunakan pada pemetaan yakni :
1.Sistem Koordinat 1 Dimensi : satu sumbu koordinat
Kalau kita memperhatikan sebuah peta, kita akan melihat garis-garis membujur (menurun) dan
melintang (mendatar) yang akan membantu kita untuk menentukan posisi suatu tempat di
muka bumi.Garis-garis koordinat tersebut memiliki ukuran (dalam bentuk angka) yang dibuat
berdasarkan kesepakatan. Perpotongan antara garis bujur dan garis lintang yang disebut
dengan koordinat peta.
Sistem Koordinat merupakan kesepakatan tata cara menentukan posisi suatu tempat di muka
bumi ini. Dengan adanya sistem koordinat, masyarakat menjadi saling memehami posisi
masing- masing di permukaan bumi. Dengan sistem koordinat pula, pemetaan suatu wilayah
menjadi lebih mudah.
Saat ini terdapat dua sistem koordinat yang biasa digunakan di Indonesia, yaitu system
koordinat BUJUR- LINTANG dan sistem koordinat UTM (Universal
TransverseMercator). Tidak semua sistem koordinat cocok untuk dipakai di semua wilayah.
Sistem koordinat bujur-lintang tidak cocok digunakan di tempat-rempat yang berdekatan
dengan kutub sebab garis bujur akan menjadi terlalu pendek. Tetapi, kedua sistem koordinat
tersebut cocok digunakan di Indonesia.
Sistem koordinat bujur-lintang (atau dalam bahasa Inggris disebut Latitude-Longitude), terdiri
dari dua komponen yang menentukan, yaitu :
1. Garis dari atas ke bawah (vertikal) yang menghubungkan kutub utara dengan kutub
selatan bumi, disebut juga garis lintang (Latitude).
2. Garis mendatar (horizontal) yang sejajar dengan garis khatulistiwa, disebut juga garis
bujur (Longitude).
Koordinat Universal Transverse Mercator atau biasa disebut dengan UTM, memang tidak
terlalu dikenal di Indonesia karena lebih sering menggunakan koordinat bujur-lintang.
Seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi dibagi menjadi 60 zona bujur. Zona 1 dimulai
dari lautan teduh (pertemuan antara garis 180 Bujur Barat dan 180 Bujur Timur), menuju ke
timur dan berakhir di tempat berawalnya zona 1. Masing-masing zona bujur memiliki lebar 6
(derajat) atau sekitar 667 kilometer. Garis lintang UTM dibagi menjadi 20 zona lintang
dengan panjang masing-masing zona adalah 8 (derajat) atau sekitar 890 km. Zona lintang
dimulai dari 80 LS - 72 LS diberi nama zona C dan berakhir pada zona X yang terletak pada
koordinat 72 LU - 84 LU. Huruf (I) dan (O) tidak dipergunakan dalam penamaan zona lintang.
Dengan demikian penamaan setiap zona UTM adalah koordinasi antara kode angka (garis
bujur) dan kode huruf (garis lintang). Sebagai contoh kabupaten Garut terletak pada zona 47M
dan 48M, Kabupaten Jember terletak di zona 49M.
Proyeksinya (sistem sumbu) untuk setiap zona sama dengan lebar bujur 6 .
Transformasi koordinat dari zona ke zona dapat dikerjakan dengan rumus yang sama
untuk setiap zona di seluruh dunia.
Penyimpangannya cukup kecil, antara... -40 cm/ 1000m sampai dengan 70 cm/ 1000m.
Setiap zona berukuran 6 bujur X 8 lintang (kecuali pada lintang 72 LU-84 LU
memiliki ukuran 6 bujur X 12 lintang).