Oleh:
Aida Ratna Wijayanti, S.Keb.Bd
i
PERBANDINGAN HASIL TEKNIK PENJAHITAN JELUJUR
SUBKUTIKULAR DAN TRANSKUTANEUS TERPUTUS
PADA LASERASI SPONTAN PERINEUM DERAJAT II PERSALINAN
PRIMIPARA OLEH BIDAN
Oleh:
Aida Ratna Wijayanti, S.Keb.Bd
ii
PERBANDINGAN HASIL TEKNIK PENJAHITAN JELUJUR
SUBKUTIKULAR DAN TRANSKUTANEUS TERPUTUS
PADA LASERASI SPONTAN PERINEUM DERAJAT II PERSALINAN
PRIMIPARA OLEH BIDAN
Oleh:
Aida Ratna Wijayanti, S.Keb.Bd
PROPOSAL TESIS
Pembimbing I Pembimbing II
PERNYATAAN
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik
(Sarjana, Magister dan/ atau doktor) baik di Akademi Kebidanan Dharma Husada
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah dipublikasikan
orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan jelas disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya
tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi
ini.
iv
ABSTRAK
Kata kunci: catgut kromik, laserasi, nyeri perineum, penyembuhan luka, teknik penjahitan,
jelujur subkutikular, transkutaneus terputus.
v
ABSTRACT
Maternal morbidity after vaginal delivery associated with perineal trauma will
occurred short term (primary outcome) or long term (secondary outcome). Repair of
perineal laceration requires to approximation of tissues. Objective this study is to analyze
outcome a continuous suture technique and transcutaneous interrupted sutures using
chromic catgut for postpartum perineal repair of spontaneous second-degree lacerations in
delivery performed by midwives
This is an observasional comparative analytical study with prospective approach. A
total of 40 were selected by consecutive based on inclusion criteria during period June to
August 2011 at 10 private midwife services in Kediri. 20 subject have to used continuous
subcuticular technique and 20 subject have to used transcutaneous interrupted sutures.
Pain was evaluated using a visual analogue scale and perineal wound healing was
evaluated using five items redness, oedema, ecchymosis, discharge and approximation
(REEDA scale). Perineal pain at 1-10 days after delivery and perineal wound healing at 1,
3, 5, 7, and 10 after delivery. Statistical analysis used a comparative test of Mann-Whitney,
Chi-square (χ2) and Fisher’s exact tests were used for inferential analysis.
Key words: chromic catgut, laceration, perineal pain, wound healing, suture technique,
continuous subcuticular, interrupted transcutaneous
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hasil teknik penjahitan jelujur subkutikular dan transkutaneus terputus pada laserasi
spontan perineum derajat II persalinan primipara oleh bidan”. proposal tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kebidanan (M.Keb) pada
Brawijaya.
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan
Universitas Brawijaya yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami
Serta Staf dosen magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, yang
5. …………., selaku Bidan Koordinator Kota Kediri yang telah memberikan kesempatan
vii
6. Pihak Perpustakaan Universitas Brawijaya yang sangat membantu penulis dalam
pencarian sumber-sumber baik dari buku, jurnal maupun penelitian terdahulu yang
7. Ibu-ibu yang telah bersalin atas kesediannya menjadi responden dalam penelitian ini.
8. Suamiku Toni Setiawan dan orangtuaku, yang telah memberikan do’a restu dan
9. Semua yang turut membantu dalam penyelesaian proposal tesis ini yang tidak dapat
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan,
dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan proposal tesis ini. Penulis sadari bahwa
proposal tesis ini jauh dari sempurna tapi kami berharap bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, ............................
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBARAN PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR SINGKATAN xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Penelitian 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 7
1.4 Kegunaan Penelitian 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,
DAN HIPOTESIS 9
2.1 Perineum 9
2.1.1 Dasar Panggul 9
2.1.2 Badan Perineum 12
2.1.3 Trauma Perineum..................................................... 14
2.1.4 Nyeri Perineum Pascasalin 19
2.1.5 Penyembuhan Luka 25
2.1.6 Penilaian Penyembuhan Luka Perineum Pascasalin 33
2.1.7 Benang dan Teknik Penjahitan 36
2.1.8 Anestesi, Benang dan Teknik Penjahitan Laserasi
Perineum 42
2.1.9 Penilaian Nyeri........................................................ 50
2.2 Kerangka Pemikiran dan Premis 53
ix
2.3 Hipotesis 56
BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 57
3.1 Subjek Penelitian 57
3.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian 57
3.1.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 57
3.1.3 Cara Pemilihan dan Ukuran Sampel 58
3.2 Metode Penelitian 60
3.2.1 Rancangan Penelitian 60
3.2.2 Identifikasi Variabel 60
3.2.3 Definisi Operasional................................................ 60
3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data 72
3.2.5 Analisis Data 72
3.2.6 Tempat dan Waktu Penelitian 73
3.3 Implikasi/Aspek Etik Penelitian 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
Gambar 2.1. Otot-otot dasar panggul ..................................................... 12
Gambar 2.2. Badan Perineum................................................................. 13
Gambar 2.3. Jaringan Cedera. ................................................................ 28
Gambar 2.4. Fase inflamasi. ................................................................... 28
Gambar 2.5. Fase proliferasi................................................................... 30
Gambar 2.6. Fase maturasi...................................................................... 30
Gambar 2.7. (a) Jahitan jelujur (over-and-over running stitch), (b) Jahitan
jelujur interlocking (running locked), (c) Jahitan jelujur
subkutikular.…..…….............................................. 40
Gambar 2.8. (a) Jahitan terputus satu-satu, (b) Jahitan terputus matras vertikal,
(c) Jahitan terputus matras horizontal………...... 41
Gambar 2.9. Kekuatan Benang yang dapat diserap dalam Penelitian
Invivo................................................................................ 44
Gambar 2.10 Skala Visual Analog……………………………………... 52
Gambar 2.11. Kerangka Pemikiran..…………………………................. 55
Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian........................................................ 71
DAFTAR SINGKATAN
xii
EAS : external anal sphincter
RB : rumah bersalin
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Permohonan Ikut Serta Dalam Penelitian………..... 82
Lampiran 2 Surat Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian ..………... 83
Lampiran 3 Penuntun Penilaian Nyeri Perineum (Visual Analog Scale) 84
……………………………………………………..
xiii
Lampiran 4 Prosedur Pemeriksaan Penyembuhan Luka Perineum…... 89
Lampiran 5 Formulir Pemeriksaan Penyembuhan Luka
Perineum (Skala REEDA) ................................................ 90
Lampiran 6 Formulir Hasil Penilaian Nyeri Perineum.......................... 92
Lampiran 7 Master Tabel Teknik Penjahitan Jelujur Subkutikular....... 92
Lampiran 8 Master Tabel Teknik Penjahitan Jelujur Subkutikular....... 93
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan merupakan hal yang alami dan fisiologis yang dialami oleh
mortalitas ibu. Salah satu masalah morbiditas yang sering timbul karena proses
serviks, laserasi ini dapat terjadi spontan pada waktu persalinan, terutama pada
Kebanyakan cedera dan robekan terjadi pada perineum, vagina dan uterus
maupun nonakut, baik telah diperbaiki maupun belum dapat menjadi masalah
wanita.1
trauma perineum berupa 32-33% karena tindakan episiotomi dan 52% merupakan
utama harus dilakukan sesuai kondisi yang terjadi. Bagian luka harus diperhatikan
dengan seksama karena dilaporkan bahwa proporsi wanita yang mengalami nyeri
Hasil penelitian Buhling dkk melaporkan bahwa sekitar 70% wanita bersalin
yang baik. Kondisi tersebut akan mempengaruhi nyeri dan terjadinya dispareuni
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagian besar wanita juga akan
luka perineum, termasuk nyeri perineum, jahitan yang tidak nyaman dan luka
yang terbuka. Komplikasi yang terjadi pada ibu tergantung pada tingkat
keparahan trauma perineum dan efektivitas pengobatan yang dilakukan. Tipe dari
material benang, teknik penjahitan, dan keterampilan operator sebagai tiga faktor
dominan yang berpengaruh terhadap hasil penjahitan perineum, dan ketiga faktor
panjang.7-9
digolongkan berdasarkan bahan benang yaitu sintetik dan alami. Beberapa hasil
adalah benang yang dapat diserap. Hal ini sesuai Cochrane Database Systematic
penggunaan benang sintetis yang diserap (dalam bentuk asam polyglycolic dan
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk diserap harus menjadi perhatian dalam
Catgut kromik masih ditemukan sebagai bahan jahitan untuk perbaikan perineum
di negara dengan sumber daya terbatas. Begitu juga penjahitan jelujur, teknik ini
satu tindakan yang paling sering dilakukan. Sebuah meta analisis chochrane
berkaitan dengan pengurangan nyeri perineum jangka pendek. Teknik yang baik
dalam penjahitan laserasi perineum akan memerlukan waktu dan material benang
yang sedikit untuk melakukannya, serta akan mengurangi nyeri perineum jangka
semua lapisan perineum tanpa penguncian yang kemudian diakhiri dengan jahitan
subkutan pada lapisan kulit perineum. Hasil penjahitan tersebut dilaporkan bahwa
kejadian nyeri perineum lebih rendah. Namun demikian belum ada kesepakatan
mukosa vagina dan otot perineum, penjahitan secara terputus dapat dilakukan jika
luka mencapai lapisan otot perineum, serta jahitan subkutikular untuk menutup
lapisan kulit perineum. Benang yang digunakan adalah benang kromik 2-0 atau 3-
0 yang bersifat lentur, kuat dan tahan lama. Penilaian dan pengelolaan trauma
perineum dengan menekankan perbaikan pada robekan jalan lahir derajat satu dan
melakukannya dan keamanan bagi ibu pascasalin. Sekitar 30% ibu yang dilakukan
mengeluhkan adanya nyeri sedang pada daerah perineum kejadiannya lebih tinggi
perineum dengan sistem skor. Alat tersebut telah digunakan oleh peneliti di luar
negeri baik oleh dokter maupun bidan karena meliputi lima aspek yang penting
yang akan mempengaruhi kondisi luka perineum. Faktor pasien yang turut
yang dilakukan, status nutrisi, kondisi penyakit atau adanya infeksi yang akan
Metode yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri di klinik dan rumah
sakit adalah skala visual analog. Skala ini berisi sebelas angka 0-10 yang
menggambarkan kondisi tidak nyeri sampai nyeri yang berat. VAS hanya berisi
dalam menilai kondisi nyeri perineum pada masa pascasalin. Penggunaan skala
wajah Wong-Baker untuk mengukur nyeri pada rentang 0-10 juga mudah diterima
perineum jangka pendek, akan tetapi evaluasi objektif yang kritis dan mendukung
persalinan normal oleh bidan jarang dilakukan, terutama yang berkaitan dengan
besar wanita pascasalin yang telah dilakukan penjahitan karena mengalami trauma
diuraikan adalah:
wawasan pengetahuan terutama bagi bidan tentang hasil teknik penjahitan jelujur
morbiditas (primary outcome) ibu pascasalin. Selain itu hasil penelitian ini
diharapkan juga dapat menjadi sumber acuan ilmiah bagi bidan dan tenaga
praktis dapat berguna bagi bidan khususnya dalam melakukan tindakan penjahitan
tindakan untuk asuhan pascasalin sehingga dapat mengurangi morbiditas ibu baik
jangka pendek maupun jangka panjang, terutama yang berkaitan dengan nyeri
sesuai dengan kondisi ibu dalam rangka memberikan hasil penyembuhan laserasi
BAB II
2.1. Perineum
muskulus bulbocavernosus.20
Perineum merupakan suatu ruang yang dibatasi oleh dasar panggul pada
dengan bagian inferior dibatasi oleh fasia dan kulit. Terdiri dari dua buah segitiga,
serta basis diafragma urogenital di posterior. Pada bangunan ini terdapat beberapa
bangunan seperti introitus vagina, pars terminalis uretra, crus clitoris dengan
Dasar panggul terletak di antara anus dan vagina dan mendatar serta
bergeser saat kelahiran bayi. Dasar panggul mencegah terjadinya prolaps semua
organ pelvis serta sangat signifikan dalam fungsi vagina, kandung kemih, uterus
lain. Otot ini terdapat tiga bagian yaitu muskulus pubovaginalis, muskulus
pada dinding lateral dan posterior dari kanalis analis di antara sfingter ani
organ yang lain. Kerja pokok dari muskulus ini adalah sebagai pengontrol
11
Otot ini merupakan otot yang paling penting di antara semua otot dasar
b) Muskulus iliococcygeus.
c) Muskulus ischiococcygeus.
vagina.
b) 2 Muskulus ischiocavernosus
menyebabkan morbiditas jangka panjang. Otot dan fasia berbentuk seperti buaian,
oleh karena itu dasar panggul menjadi struktur penunjang panggul wanita. Otot
tersusun dalam dua lapisan yaitu lapisan profunda dan superfisial, menggantung
ke dan dari batas panggul, mengelilingi struktur lainnya termasuk vagina dan
diafragma urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari otot levator ani dan otot
tersebut. Otot levator ani akan membentuk bantalan jaringan yang besar dan
dalam spina iskhiadika dan antara fasia obturator. Otot-ototnya akan berinsersi
pada beberapa tempat, antara lain di sekitar vagina dan rektum untuk membentuk
13
uretra (sphincter urethrae), yang ditutupi lapisan fasia di bagian dalam dan
luarnya. Lapisan inferior fasia sering disebut membrane perinealis. Bagian yang
penting dari struktur tersebut yang dapat mengalami robekan terutama saat
Masa jaringan fibrosa yang terdapat diantara vagina dan anus disebut
perineal body dan merupakan masa jaringan ikat yang tebal tanpa batas yang
jelas. Jaringan ikat perineal body menyatu di anterior dengan dinding vagina.
mengarah ke atas. Terletak di antara vagina dan canalis rectalis, terdiri dari kulit,
dua otot superfisial dan satu otot profunda. Pada bagian lateral otot superfisial
otot profunda adalah pubokoksigeus. Ketiga otot tersebut pada tiap sisinya rata-
rata mempunyai panjang sekitar 3,5-4cm. Sebagai tambahan otot puborektalis dan
sfingter ani eksterna sebagai penunjang struktur perineum. Bagian yang berarti
secara klinis dari perineal body adalah otot sfingter ani eksterna.21,23,24
Drainase venosa masuk ke dalam vena-vena yang sesuai. Persarafan pada daerah
inferior, nervus dorsalis clitoris dan nervus perinealis. Persarafan berasal dari
segmen nervus sakralis yaitu S2, S3 dan S4 yang meninggalkan pelvis melalui
minor. Inervasi ketiga segmen sakralis ini pada otot-otot profunda sedangkan
otot ini, saraf terletak dalam pudenda kanal, juga dikenal sebagai kanal Alcock,
yang dibentuk oleh fasia obturator. Saraf pudenda meninggalkan kanal masuk ke
perineum dan terbagi menjadi tiga cabang. Saraf dorsal klitoris (dorsal nerve of
the clitoris) menuju kulit klitoris. Saraf perineal (perineal nerve) menuju otot-otot
anterior dan kulit labia. Cabang rektal inferior (inferior rectal) menuju sfingter ani
vagina, uretra, klitoris, otot perineum atau sfingter ani. Robekan ini dapat terjadi
15
secara spontan pada saat persalinan pervaginam, atau karena tindakan bedah
kesehatan yang ada.21,26 Empat puluh empat persen laserasi perineum terjadi
bilateral. Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang
terjadi saat persalinan normal atau dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit
perineum sehingga tidak tampak dari luar. Perlukaan yang demikian dapat
tempat terjadinya perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau
merembes, dengan dua jari tangan kiri atau kanan daerah luka dibuka, bekuan
empat derajat, perbedaannya terletak pada luasnya robekan yang terjadi di sfingter
anal eksternal (EAS), sfingter anal internal (IAS) dan epitel anal, dengan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau
kuat dan lama karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam
tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasanya, sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang,
kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari
vaginal.1,25
17
perineum:1,21,28
sfingter ani.
forseps adalah faktor risiko utama untuk terjadinya ruptur sfingter ani pada
6) Distosia bahu
9) Usia kehamilan
perineum yaitu faktor maternal dan faktor janin. Faktor maternal mencakup:
partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling
arkus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
mencakup : bayi yang besar, posisi kepala yang abnormal misalnya presentasi
muka, kelahiran bokong, ekstraksi forseps yang sukar, distosia bahu, anomali
yang baik, pencahayaan pada daerah yang luka, ketersediaan instrumen, material
benang, analgesi yang adekuat. Penjahitan laserasi perineum derajat dua dapat
dilakukan oleh bidan atau dokter yang terlibat dalam pertolongan persalinan,
sedangkan untuk laserasi perineum derajat tiga dan empat sebaiknya dilakukan
perineum yang terjadi, dan untuk menghindari komplikasi (morbiditas ibu) yang
lebih lanjut setelah penjahitan. Penundaan penjahitan dapat dilakukan pada derajat
tiga dan empat beberapa jam sampai kondisi dan syarat penjahitan terpenuhi.8,17
19
bahwa nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori subjektif yang tidak
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, yang timbul bila ada
jaringan rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai
reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor ini tersebar luas pada
permukaan superfisial kulit dan jaringan dalam tertentu, misalnya dinding arteri,
bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada
daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul
memiliki sensasi yang berbeda. Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan
nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh
darah, saraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya
kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor viseral meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal,
dan lain sebagainya. Nyeri yang timbul biasanya tidak sensitif terhadap
inflamasi.32,34,35
rangsangnya berasal dari perifer seperti pada proses persalinan, dan nyeri afektif
yang rangsangannya berasal dari dalam tubuh dan dari luar tubuh. Rangsangan
nyeri dari perifer berjalan melewati proses transduksi dimana pada daerah trauma
nyeri spontan, dan alodinia yaitu nyeri karena rangsang yang normalnya tidak
serabut aferen nosiseptif primer menuju medulla spinalis kornu posterior dimana
Tergantung serabut saraf yang dilalui, serabut kecil Aδ dan serabut C, atau juga
21
serabut besar Aα dan Aβ, rangsang nyeri mengalami filtrasi di dalam substansi
grisea. Apabila intensitas nyeri berat dan dapat melewati sistem modulasi,
rangsang berjalan terus menuju sel transmisi T, apabila sebagian kecil saja yang
mampu melewati, intensitas nyeri diperkecil. Pada tempat tersebut juga berakhir
serabut saraf desenden yang berasal dari Nukleus Raphe Magnus yang membawa
subtansi seperti opioid yaitu β-endorphin. Serabut tersebut berjalan menurun dari
otak lewat fasikulus laterasi dan posterior, memberikan cabang ke setiap kornu
sensoris menyusul proses transduksi. Sensasi nyeri dari uterus dan jalan lahir
bentuk impuls listrik. Medulla spinalis berfungsi sebagai penghantar impuls listrik
antara saraf perifer dan otak. Impuls yang mengandung informasi nyeri tiba ke
medulla spinalis via nervus, kemudian ditransfer melalui nervus intermedier atau
atau sel target (T-sel) harus distimulasi. Sel target berada dalam keadaan eksitasi,
a) Faktor Fisik
Faktor fisik yang ikut mempengaruhi insiden, berat dan lama nyeri
adalah usia, paritas, kondisi fisik pasien. Umur ibu yang terlalu muda atau
primipara diatas 30 tahun lebih cemas dan lebih takut menghadapi persalinan
dan masa nifas sehingga cenderung akan mengalami nyeri lebih lama dan lebih
hebat. Ukuran janin besar atau presentasi janin abnormal akan menimbulkan
dan ACTH meningkat progresif empat sampai sepuluh kali pada puncak
persalinan dan segera turun pasca persalinan dibandingkan sebelum bersalin dan
c) Faktor Psikologi
termasuk kesiapan mental, sikap, perasaan dan emosi ibu saat menghadapi masa
nifas. Ketakutan, kecemasan dan kegelisahan dapat menambah persepsi nyeri dan
sifat nyeri. Hal tersebut timbul mungkin karena ibu kurang memperoleh
lain seperti motivasi kuat dan pengaruh budaya dapat mempengaruhi modulasi
d) Faktor Etnik
Faktor ras dan etnik sudah sejak lama diketahui berperan penting dalam
hal mentoleransi nyeri dan sifat nyeri. Data-data penelitian dan pengamatan klinik
menjadi dasar perbedaan mengekspresikan nyeri bukan karena nyeri atau persepsi
nyeri yang dialami berbeda. Beberapa ras di dunia menunjukkan ekspresi nyeri
Pada kala I timbul persalinan dilatasi mulut rahim dan segmen bawah
obstruksi mulut rahim dan perineum mungkin juga penyebab nyeri kontraksi
uterus. Memasuki kala II persalinan saat dilatasi mulut rahim lengkap, jumlah
uteri dan distensi segmen bawah uterus tetap berlangsung menimbulkan nyeri,
sama seperti kala I persalinan. Tekanan tinggi pada struktur panggul yang sensitif
terhadap nyeri akibat turunnya bagian terendah anak, distensi jalan lahir dan
subkutis serta penekanan pada otot skelet perineum menjadi sumber nyeri.
pada segmen S2, S3, dan S4. Efek kombinasi beberapa stimulus ini akan
terjadinya jejas jaringan dan penjalaran saraf yang mengirimkan sinyal aferen ke
kompleks modulasi dari saraf aferen dan eferen pada korda spinalis dan otak yang
akan diikuti oleh timbulnya sensasi somatik yang lebih singkat, muncul akibat
peregangan dan robekan jaringan kulit perineum. Sensasi nyeri ini akan
ditransmisikan melalui jalur aferen saraf pudendus (S 2, S3, dan S4) dan akan
bertahan 2-4 minggu pascasalin tergantung derajat jejas jaringan. Pada awal
pada badan perineum (perineal body), daerah otot dan jaringan fibrosa yang
menyebar dari simpisis pubis sampai ke coccygis. Kondisi nyeri ini dirasakan ibu
berbeda dengan nyeri lainnya. Nyeri perineum cenderung lebih jelas dirasakan
oleh ibu dan bukan seperti rasa nyeri dialami saat berhubungan (intercourse).
pascasalin. Nyeri ini berbeda dengan dispareunia yaitu nyeri atau rasa tidak
yang melibatkan berbagai sel dan jaringan dalam usaha untuk menutup tubuh dari
perlukaan baik yang bersih maupun yang terinfeksi tubuh akan berusaha
granulasi sangat minimal, misalnya pada luka sayat atau luka aseptik dikelola
dengan penutupan yang akurat, dalam waktu 10-14 reepitelisasi secara normal
sudah terjadi, dan biasanya hanya menyisakan jaringan parut yang tipis dan
luka terinfeksi, luka yang terbuka, trauma yang eksesif, aproksimasi luka yang
tidak tepat, dan luka suatu dead space. Keadaan ini bisa terjadi karena kerusakan
atau kehilangan jaringan yang cukup luas atau infeksi yang tidak mampu
dilakukan debridemen dengan baik, atau akan dilakukan penilaian lebih lanjut.
26
Luka dibiarkan terbuka atau tidak dijahit karena apabila penyembuhan dilakukan
secara primer (dengan menjahit luka) kemungkinan komplikasi akan terjadi dan
Adalah penyembuhan yang dalam prosesnya dibantu dengan tindakan bedah agar
luka tertutup. Misalnya pada luka terkontaminasi, kotor dan trauma terinfeksi
yang dibiarkan terbuka pada fase-fase pertama penyembuhan luka (3-4 hari).
Selanjutnya dijahit atau luka ditutup dengan skin graft. Pada proses penyembuhan
luka dijahit dengan hati-hati dan memperhatikan pertautan antar jaringan yang
tepat.
berlangsung dalam waktu 10-14 reepitelisasi secara normal sudah terjadi, yang
dibagi menjadi tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi dan maturasi.41,44,45
Sebagai reaksi awal tubuh terhadap adanya trauma luka, antara hari 1-3,
yang terdapat dalam luka sebagai persiapan reparasi. Dibagi menjadi tiga
aktivitas: respon vaskuler, respon hemostatik dan respon seluler. Akibat luka
di sekeliling luka untuk mencapai hemostasis (sebagai efek dari epinefrin dan
tromboksan). Sel radang keluar dari pembuluh darah, secara diapedesis dan
menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan
kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya protein mengalir ke dalam spasium
Dengan demikian timbul tanda-tanda radang: dolor, rubor dan kalor (sakit,
kemerahan, hangat).
sehingga terjadi deposit fibrin pada daerah luka. Keping darah melepaskan PDGF
dan TGF-β yang menarik sel-sel inflamasi terutama makrofag. Sehingga leukosit
dan masuk ke dalam daerah yang rusak sebagai reaksi terhadap agen kemotaksis.
debridemen pada jaringan yang rusak. Monosit memasuki luka, menjadi makrofag
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag
sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh
inflamasi, jaringan tidak mempunyai daya tarik yang cukup, tapi hanya tergantung
pada bahan benang yang digunakan untuk penjahitan dalam rangka mendekatkan
tepi laserasi perineum. Secara umum luka akan menutup dalam 24 jam dan pada
kondisi yang baik epitelisasi perineum dapat terjadi antara 48-72 jam.11,43
Fase ini terdiri dari proses epitelialisasi, kontraksi luka dan reparasi
jaringan ikat. Dimulai hari ketiga, setelah fibroblast datang dan berlangsung dua
sampai tiga minggu. Terjadi proliferasi dan pembentukan fibroblast yang berasal
dari sel-sel mesenkim, sintesis kolagen terutama tipe III, angiogenesis, dan
epitelisasi. Fibroblast ditarik dan diaktifkan oleh PDGF dan TGF-β yang
29
memasuki luka pada hari ketiga dan mencapai puncak terbanyak pada hari
Epitel sel basal di tepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar
luka, tempatnya diisi oleh hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya
berjalan ke permukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang
tertutup epitel dan mulailah fase penyembuhan luka yaitu pengaturan kembali,
penyerapan yang berlebih. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai
atau remodeling 14 hari sampai luka sembuh. Tidak ada perbedaan yang tajam
antara tahap kedua dan tahap ketiga. Penyembuhan dimulai cepat selama fase
kekuatan jaringan meningkat dari pembentukan dan ikatan silang serat kolagen.
tersebut dapat dibagi kedalam faktor yang ada hubungannya dengan pasien
luka yang kurang tepat dan efek-efek terapi lainnya yang tidak menguntungkan.
a. Usia: anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua
karena seiring dengan penuaan elastisitas kulit dan tonus otot akan
b. Berat Badan: Obesitas atau berat badan yang berlebih dapat terjadi pada
yang berlebihan akan menghalangi suplai darah yang baik sehingga luka
c. Status Nutrisi: Nutrisi yang adekuat sebagai faktor yang esensial untuk
e. Respon imun: Adanya respon imun akan melindungi tubuh dari infeksi.
a) Suplai darah yang tidak adekuat pada daerah luka, Oksigen sangat
penyembuhan luka.
tidak bijaksana, serta perawatan luka yang tidak baik adalah penyebab
kepribadian dan konsep diri yang ada pada diri pasien dalam menghadapi
kondisinya serta segala karakteristik yang ada pada diri pasien meliputi
perlu dilakukan untuk menilai hasil jahitan yang mungkin akan menimbulkan
approximation.47,48
penyembuhan luka pada masa pascasalin. REEDA tool, alat ini untuk mengkaji
dengan panjang 4cm yang ditandai 0,25cm setiap bagiannya. Saat ibu posisi
miring kiri atau kanan ((sims position) disposable paper tapes ditempatkan tegak
kemerahan pada daerah penjahitan, edema adalah adanya cairan dalam jumlah
yang nyata dalam jaringan subkutis, edema dapat terbatas yang disebabkan oleh
obstruksi vena atau saluran limfatik atau oleh peningkatan permeabilitas vaskular.
Ecchymosis adalah bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari petekie (bintik
merah keunguan kecil dan bulat sempurna tidak menonjol), pada kulit perineum
membentuk bercak biru atau ungu yang rata, bulat atau tidak beraturan. Discharge
adalah adanya ekresi atau pengeluaran dari daerah yang luka perineum.
dengan interval waktu yang teratur sampai 10 hari pasacasalin. 41 Tabel berikut
Tabel 2.3. Tinjauan Kejadian Nyeri Perineum dan Penyembuhan Luka Perineum
primer (the primary out come study) pengalaman nyeri perineum saat ibu
beraktifitas sehari-hari terjadi pada hari ke-10 sampai-12.2 Pada hari ke-10 sebagai
titik akhir nyeri jangka pendek (the primary endpoint). 3 23% nyeri perineum berat
7, dan 10 pascasalin.
a) Dapat diserap
atau penjahitan jaringan bawah kulit. Benang jenis ini akan dicerna secara
sehingga golongan ini merupakan salah satu bahan pilihan untuk menjahit
kulit. Contoh golongan ini adalah nilon, polypropylene dan sutera/ silk.
37
2) Ukuran benang
digunakan adalah ukuran 5.0 sampai 1. Semakin besar angka di depan 0 berarti
benang tersebut semakin kecil, misalnya benang 4.0 lebih kecil dari benang 2.0.
3) Bentuk benang
a) Berpilin
b) Beranyam (braided)
mudah terurai.
c) Filamen tunggal
dan licin. Kekurangannya bila disimpul akan mudah bergeser dan mudah
38
lepas, sehingga bila banyak menyimpul benang jenis tersebut harus cukup
a) Alami/ Natural
Bahan alami yang masih dipakai adalah silk/ sutera dan catgut. Untuk
benang yang dapat diserap bahan alami menimbulkan reaksi jaringan yang
alami. Karena alasan yang sama, bahan sintetik juga diuraikan lebih lama
b) Sintetik
Sebagian besar benang yang beredar saat ini berasal dari bahan
fitur lainnya. Benang yang sering dipakai adalah polypropylene, nylon, dan
polyglactin.
melakukan penjahitan pada jaringan, operator harus mampu menilai beberapa hal
penyembuhan jaringan, ada atau tidaknya infeksi pada jaringan yang akan dijahit,
mudah atau tidaknya daerah yang akan dijahit, keamanan simpul jahitan yang
nekrosis jaringan dan luka yang lebih lemah. Penjahitan hanya dimaksudkan
untuk merapatkan kedua tepi luka, yang harus diperhatikan bahwa setelah
2) Ukuran jaringan yang dijepit: pada umumnya jepitan jaringan yang lebih
lebar dalam jahitan akan menghasilkan luka yang lebih kuat daripada jepitan
yang kecil.
pemilihan harus sesuai area anatomis spesifik dan keadaan klinis yang
spesifik pula.
4) Jarak antar jahitan: terdapat jarak optimum antar jahitan untuk setiap tipe
keadaan luka, tempat luka, dan pertimbangan operator. Berikut jenis teknik
penjahitan:10-11
jahitan kutikular dalam, karena yang dijahit adalah dermis dari sebelah
dermal suture).
Jahitan terdiri dari dua jahitan satu-satu yang paralel disimpul menjadi
satu.
41
Teknik apapun yang digunakan untuk menutup kulit, parut bekas jahitan
akan menjadi jelek apabila saat kedua tepi luka ditautkan terdapat ketegangan.
Untuk mencegah terjadinya tegangan pada luka diperlukan sebuah jahitan pada
dermis yang disebut jahitan dermal dalam. Jahitan ini dilakukan di bawah lapisan
laserasi perineum atau karena episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan bagi ibu
dan menggunakan anestesia lokal merupakan salah satu bentuk asuhan sayang
ibu. Obat standar untuk pemberian anestesia lokal adalah 1% lidokain tanpa
2% yang dilarutkan dengan air steril atau NaCl fisiologis dengan perbandingan
1:1 (sebagai contoh, larutkan 5 ml lidokain 2% dengan 5 ml air steril atau normal
adrenalin akan menambah durasi kerja dan perdarahan akan berkurang, namun
tidak boleh digunakan pada daerah ujung pembuluh darah (end artery).53
saluran natrium (di ekstraseluler). Zat golongan ini terutama efektif dalam
menghambat nyeri yang disalurkan oleh serat C, karena serat yang tidak bermielin
ditemukan. Sering dipakai untuk surface analgesi, blok infiltrasi, spinal, epidural
dan caudal analgesia dan nerve blok lainnya, merupakan obat pilihan utama
lebih cepat kerjanya (setelah beberapa menit) onset 5-10 menit, lebih kuat (dalam
plasma waktu paruhnya 1,5-2 jam), lama kerjanya 60-90 menit bisa juga
durasinya mencapai 2-4 jam. Potensi dan toksisitas 10 kali prokain. Obat bekerja
sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada
selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh
memberikan beberapa injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi
sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih
dalam.55
43
Awalnya dihasilkan secara manual dari lapisan submukosa dan serosa sapi dan
dalam suatu untaian benang yang dibuat dengan berbagai kaliber. Chromic catgut
merupakan benang natural yang terbuat dari lapisan submukosa dan serosa usus
sapi dan kambing yang telah diolah dengan menggunakan larutan formaldehyde
untuk meningkatkan tensile strength bahan mukosa tersebut, dan kemudian dipilin
Benang catgut kromik memiliki tensile strength yang bertahan 14–28 hari,
dan diabsorbsi dalam 90 hari. Perbedaan kekuatan beberapa jenis benang dalam
penelitian invivo selama 1 sampai dengan 6 minggu, dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.9. Kekuatan Benang yang dapat diserap dalam Penelitian Invivo
Sumber: Ethicon20.
Catgut dapt dilihat pada tabel Karakteristik benang yang dapat diserap berikut:
44
sebagai benang steril, dapat diserap, multifilamen, terdiri dari jaringan kolagen
yang berasal dari jaringan kolagen usus sapi atau domba. Kemudian direndam
dengan larutan garam kromium agar tahan terhadap reaksi enzimatik tubuh
murni yang telah direndam dalam larutan kromik secara elektronik akan diputar
untaian tersebut, mengurangi dan menurunkan iritasi atau reaksi yang timbul pada
jaringan.10-12,43
tensile strength yang tinggi pula, waktu penyerapan lebih lama, dan reaksi
dilakukan setelah persalinan oleh para dokter obgin maupun bidan, tindakan
Beberapa gejala sisa yang sering didapatkan pada laserasi perineum seperti nyeri
sampai yang paling berat inkontinensia alvi. Menghindari episiotomi yang rutin
mudah terbuka.20,44
telah berada kembali pada posisi yang benar, membantu penyembuhan luka secara
integritas dasar panggul wanita.22 Luka labia bilateral akan saling bersentuhan
ketika ibu berdiri atau duduk sehingga harus dijahit agar tidak terjadi perlekatan
labia. Bila perbaikan perineum tidak dilakukan dengan baik, dampak serius jangka
pendek atau jangka panjang akan terjadi serta dapat mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan ibu. Perbaikan perineum sering dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
yang baik, peralatan yang tepat, jenis benang dan anestesi yang adekuat. Anestesi
lokal dapat digunakan pada sebagian besar kasus reparasi laserasi perineum.
Akan tetapi anestesi umum atau regional mungkin dibutuhkan terutama pada
kasus laserasi yang berat atau rumit yang membutuhkan relaksasi otot yang
adekuat.8,17
laserasinya cukup dalam dan jauh gunakan retraktor untuk membantu melihatnya
(dengan benang polyglactin 3-0). Jika apeks laserasi terlalu jauh untuk dilihat,
dapat membuat jahitan jangkar pada daerah yang paling mungkin dapat dilihat,
kemudian dilakukan tarikan pada jahitan jangkar tersebut sampai bagian apeks
sampai pada cincin himen kemudian diikat dibagian proksimal cicin tersebut.
transversus perinei yang terputus didekatkan kembali dengan satu atau dua buah
Umumnya tepi otot ini mengalami retraksi kearah posterior dan superior, untuk
penjahitannya diperlukan jarum yang besar. Jika laserasi meluas sampai dengan
fasia rektovagina di perineum, fasia tersebut dijahitkan pada perineum dengan dua
akan baik dan umumnya penjahitan kulit perineum tidak diperlukan. Penjahitan
kulit perineum ini akan meningkatkan kejadian nyeri daerah perineum pada 3
bulan pascasalin.8,17 Pada kondisi sumber daya terbatas kromik masih menjadi
pilihan untuk penjahitan laserasi perineum, benang kromik yang digunakan 2-0
atau 3-0 karena bersifat lentur, kuat tahan lama, dan sedikit menimbulkan reaksi
jaringan.3,12,18
benang. Benang dapat diikat sendiri di setiap akhir, atau dilingkarkan, dengan
memotong kedua ujung benang dan disimpul bersama-sama. Satu garis jelujur
diperhatikan dengan seksama, jarak antar jahitan dan ketegangan benang agar
tidak terlalu ketat untuk menghindari jaringan yang terjepit. Ketegangan benang
jelujur merupakan satu garis yang dapat menularkan infeksi sepanjang benang. 11
Jika penjahitan kulit perlu dilakukan, penjahitan secara subkutikular lebih baik
polyglactin 4-0.8,17
dilakukan, nyaman bagi pasien, cepat untuk menyatukan tepi luka, dan dilakukan
hasil kosmetik yang lebih unggul karena berada di dalam luka. Sebagai sebuah
cara yang sangat baik untuk menutup luka pada kulit agar bekasnya samar atau
Jahitan subkutikular dilakukan pada tepi luka yang mudah disatukan, tepi
luka yang mengarah keluar, jaringan mati telah dihilangkan terlebih dahulu, dan
49
ketegangan luka kecil. Jahitan subkutikular tidak dapat digunakan pada luka yang
teregang karena kekuatannya tidak sekuat jahitan lain. Jahitan jelujur mempunyai
ruang yang kosong dalam jaringan sudah tidak ada, aproksimasi tepi luka lebih
baik dan memberikan hasil kosmetik yang terbaik. Jahitan yang menembus pada
epidermis hanya pada awal dan akhir jahitan. Jahitan subkutikular menghilangkan
mudah digunakan dan dipelajari dari teknik jelujur subkutikular untuk menutup
untaian untuk menutup luka. Setiap untai benang diikat dan digunting setelah
penyimpulan. Kondisi ini lebih aman untuk menutup luka karena jika satu ikatan
terlepas maka jahitan lain yang tersisa yang tidak terlepas akan terus menyatukan
kulit. Jahitan ini dapat digunakan pada daerah kulit yang secara alami mengalami
inversi seperti lekukan tubuh atau lipatan kulit. Kerugiannya iskemia lebih banyak
memiliki kekuatan lebih besar (tensile strength), dan potensi untuk menyebabkan
edema dan gangguan sirkulasi kulit yang rendah. Jahitan terputus satu-satu juga
menjahit tepi luka dengan benar. Kekurangan jahitan terputus termasuk lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk penempatan dan risiko yang lebih besar dari bekas
perhatian dan berbagai variabel psikologi. Menurut Katz dan Melzack, ada tiga
motivasi dan evaluasi kognitif yang akan saling berinteraksi untuk menghasilkan
Untuk menilai nyeri dapat digunakan beberapa metode, yaitu secara subjektif dan
objektif adalah penilaian oleh penilai tentang beratnya nyeri yang dirasakan oleh
Metode yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri ada dua, yaitu
Numerical Rating Scale (NRS), Visual Analogue Scale (VAS). Metode sederhana
ini biasa digunakan secara efektif dari rumah sakit, klinik dan memberikan
informasi mengenai nyeri. Selain VAS skala wajah Wong-Baker juga dapat
digunakan untuk menilai nyeri, skala ini mudah dan cepat diterjemahkan bagi
artinya mewakili suatu nilai yang berkelanjutan. Model yang paling umum dalam
(100 mm). Pasien diminta untuk membuat tanda pada baris ini, lalu garis diukur
dan dicatat dalam milimeter atau cm (misalnya, 37 mm atau 3,7 cm) . Panjang
garis adalah penting bagi hasil mengukur, karena alat ini telah dievaluasi dalam
format dan pengukuran bersandar pada baris yang tepat sepanjang 10 cm. Oleh
karena itu untuk VAS sebagai ukuran kertas perlu dipantau karena proses ini dapat
Salah satu aspek yang paling penting dari validitas dari VAS adalah
sebagai ukuran kuantitatif dari rasa sakit. Sebuah skor VAS 0 cm merupakan
angka nol yang benar karena indikasi dari tidak adanya rasa sakit. Ini berarti
bahwa VAS pengukuran rasio di alam, yang berarti bahwa skor 6 cm dua kali
lebih parah dari skor 3 cm. Perbedaan antara nilai VAS dari 2 dan 3 adalah sama
besar perbedaannya antara nilai VAS 7 dan 8. Sehingga VAS digunakan untuk
dibuat dalam bentuk Numerik Visual Analog Scale. Skala wajah Wong-Baker
menggambarkan kondisi yang tidak ada nyeri sampai nyeri yang berat dalam
mengisi tanpa bantuan (tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri
sangat berat).59
Persalinan akan menimbulkan trauma pada ibu baik trauma fisik maupun
trauma psikis. Trauma fisik berupa laserasi perineum paling sering dialami oleh
wanita saat persalinan pervaginam spontan terutama pada persalinan anak pertama
yang akan menimbulkan masalah jangka pendek maupun jangka panjang.1,15 Nyeri
satu dan dua lebih banyak ditemukan pada persalinan pervaginam. 15 Penjahitan
laserasi perineum merupakan salah satu tindakan yang paling sering dilakukan
subkutikular pada kulit perineum dilaporkan kejadian nyeri yang lebih rendah
Tensile stength catgut kromik akan bertahan lebih setengahnya pada hari
ke-7 sampai 10, beberapa akan mencapai 21 hari. Catgut kromik benang natural
inflamasi sel. Penjahitan jelujur subkutikular di bawah kulit dengan kromik catgut
yang sama, insersi benang pada kulit harus tepat dan tidak longgar untuk
luka seperti rel kereta api (train-tracks). Penyimpulan yang terlalu ketat akan
akan menjadi nekrosis dan berpotensi timbulnya infeksi. Jarak antara jahitan yang
hanya pada awal dan akhir jahitan sehingga memberikan aproksimasi luka yang
baik. Studi acak kontrol yang dilakukan Perveen dan Shabbir tentang benang dan
menggunakan benang catgut kromik mengurangi nyeri dan kejadian luka terbuka,
(masalah penyembuhan luka) dilakukan pada 1 hari, 5 hari, 2 minggu dan 3 bulan
pascasalin, dilaporkan bahwa teknik penjahitan perineum dan infeksi lokal adalah
Permasalahan nyeri dan penyembuhan luka perineum yang tidak baik (poor and
Trauma/ Laserasi
Perjahitan Perineum:
Perineum
Spontan:
Teknik Penjahitan
jelujur subkutikular Hasil
Derajat 1
Derajat 2 transkutaneus Penjahitan
terputus
Derajat 3
Material/ Bahan
Derajat 4 benang
Keterampilan Penyembuhan
operator Luka Perineum:
Faktor yang mempengaruhi redness,
penyembuhan luka: Usia, berat oedema,
badan, status nutrisi, dehidrasi, ecchymosis,
respon imun, penyakit kronis, faktor discharge ,dan
lokal pada luka, radioterapi, obat- approximation
obatan, perawatan luka
Keterangan gambar:
2.3. Hipotesis
BAB III
dan eksklusi serta bersedia ikut serta dalam penelitian setelah diberi penjelasan
Populasi Penelitian
terjangkau adalah ibu pascasalin yang bersalin di sepuluh tempat yaitu delapan
bidan praktik swasta (BPS) dan dua rumah bersalin di wilayah Kediri.
Sampel Penelitian
salah satu teknik penjahitan yaitu teknik jelujur subkutikular atau transkutaneus
terhadap subjek penelitian yang bersalin di 8 BPS dan 2 rumah bersalin, yaitu
bidan.
2
s
Rumus besar sampel : n1 n2 2
d
Keterangan:
N : jumlah sampel
Zα : derivat baku alfa (derajat tingkat kemaknaan untuk 1-α= 95% maka Zα=1,65)
Zβ : derivat baku beta (kekuatan uji dari penelitian 1-β= 80% maka Zβ= 0,84)
2 2
1,65 0,84 0,24 10 1,65 0,84 0,24 15
n1 2 n1 2
2 3
n1 18 n2 18
Besar sampel minimal dengan taraf kepercayaan 95% dan power test 80%
mengantisipasi adanya sampel yang drop out maka jumlah sampel ditambah 10%
Y1 : nyeri perineum
Variabel lain yang akan diteliti adalah karakteristik pasien sebagai meliputi: umur
(simpisis pubis
sampai ke coccygis).
Dirasakan saat ibu
beraktivitas/ berbagai
posisi (duduk,
berjalan, berkemih,
buang air besar,
pergantian gerak)
Subvariabel
1) Redness Adanya kemerahan Pemeriksaan Skala 0= tidak ada Rasio
pada daerah luka REEDA 1=Kurang dari
penjahitan perineum dan 0,25cm pada kedua
Paper sisi laserasi
tape 2= Kurang dari
0,5cm pada kedua
sisi laserasi
3= Lebih dari
0,5cm pada kedua
sisi laserasi
3= >1cm pada
kedua sisi atau 2
cm pada satu sisi
4) Discharge Adanya ekresi atau Pemeriksaan Skala 0= tidak ada Rasio
pengeluaran cairan REEDA 1= Serum
dari laserasi perineum 0-3 2= Serosanguinus
3= Berdarah,
Purulen
5) Approximation Kedekatan/ penyatuan Pemeriksaan Skala 0= tertutup Rasio
jaringan perineum yang REEDA 1= Jarak kulit 3mm
telah dijahit 0-3 atau kurang
2= terdapat jarak
antara kulit dan
lemak subkutan
3= terdapat jarak
antara kulit, lemak
subkutan dan fasia
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer.
Data primer mengenai karakteristik subjek, diagnosa laserasi perineum dan teknik
didampingi peneliti untuk memenuhi kriteria inklusi penelitian. Data nyeri dan
perineum dilakukan 5 kali yaitu pada hari ke-1, 3, 5, 7 dan 10 pascasalin oleh
yang dirasakannya, bersamaan dengan pengkajian pada hari ke-1, 3, 5, 7, dan 10.
perineum sebelum ibu pulang. Pada hari ke-3 pemeriksaan terhadap kemungkinan
64
infeksi luka perineum. Hari ke-5 dan 7 pemeriksaan terhadap kemungkinan luka
pendidikan, berat badan bayi yang dilahirkan, diagnosis laserasi perineum dan
berupa beberapa pertanyaan yang menuntun ibu untuk menentukan angka yang
3.2.4.3.Prosedur Penelitian
1) Persiapan
penjahitan.
sampel penelitian.
perinea).
ditetapkan.
laserasi dan jarak tiap jahitan dua kali kedalaman luka. Benang
didampingi peneliti.
oleh peneliti. Peneliti adalah peneliti utama dan dua orang bidan lainnya
dengan dosis 3x1 10 tablet dan tablet Fe1x1 10 tablet. Kemudian bidan
laserasi perineum spontan derajat II menjadi dua kelompok, jika ibu telah
pada ibu dengan meminta ibu untuk mengisi atau menunjukkan derajat
g. Sebelum ibu pulang, ibu diminta berbaring miring kiri atau kanan dengan
dengan menggunakan formulir skala REEDA yang bersisi lima item dan
dilakukan kunjungan rumah pada hari ke-3, 5, 7 dan hari ke-10 pascasalin.
Kontrak waktu dengan ibu untuk pemeriksaan berikutnya, jika ibu tidak
70
bersedia datang atau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan maka
diperiksa dengan skala REEDA pada hari tersebut sesuai dengan prosedur.
dirasakan pada hari tersebut, hari sebelumnya (hari ke-9) dan dua hari
luka perineum dengan skala REEDA. Bila terdapat masalah nyeri yang
dirasakan ibu atau pada penyembuhan luka perineum (salah satu item
terdapat nilai 1 pada 3 item REEDA atau lebih, dan atau disertai
Kelompok I Kelompok II
Teknik Penjahitan Jelujur Subkutikular Teknik Penjahitan Transkutaneus Terputus
Pemeriksaan I
(hari ke-1 pascasalin)
Pemeriksaan II sampai V
(hari ke-3, 5, 7 dan 10 pascasalin)
3) Pengolahan data
sebagai berikut:
diperlukan.
c. Tabulasi data
akan diteliti guna memudahkan dalam analisis. Tabulasi ini berguna untuk melihat
gambaran karakteristik subjek, teknik penjahitan, skor skala visual analog nyeri
1) Analisis univariabel
diteliti, yaitu karakteristik klien meliputi umur dan pendidikan, berat badan bayi,
variabel bebas (teknik penjahitan subkutikular dan terputus), dan sebaran data dari
komparatif pada dua kelompok tidak berpasangan dengan uji T pada data
2) Analisis bivariabel
program SPSS versi 16.0. Uji chi kuadrat digunakan untuk menguji hipotesis
komparatif variabel kategorik tidak berpasangan atau uji eksak Fiher pada tabel
median skor nyeri pada dua kelompok independen (teknik penjahitan jelujur
1) Tempat Penelitian
2) Waktu Penelitian
sampel terpenuhi.
tempat bidan praktik dan rumah bersalin yang dipilih. Permohonan ijin
inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan peneliti. Klien diberi penjelasan bahwa
akan diperiksa perineum dan dinilai kondisi nyeri perineum yang dirasakannya.
mendapat kepercayaan dari ibu. Subjek yang akan turut serta dalam penelitian
penyulit dan kompensasi serta petugas/contact person yang dapat dihubungi jika
ini, jika subjek penelitian bersedia mengikuti jalannya penelitian, maka harus
prosedur dan formulir yang telah disiapkan. Nama subjek dalam penelitian ini
hanya diketahui oleh peneliti, dan bidan yang bersangkutan jika diperlukan data
Risiko secara nyata tidak ada, hanya ketidaknyamanan secara fisik yang
perineum. Pengkajian nyeri dan pemeriksaan luka perineum yang dilakukan akan
menyita waktu ibu. Keuntungan dari penelitian ini secara langsung dapat
melakukan pengkajian fisik postpartum tidak hanya sebatas pengkajian nyeri dan
penyembuhan luka perineum, tetapi meliputi kondisi lainnya (tanda vital, laktasi,
involusi rahim, lokhia). Jika terdapat permasalahan dalam nyeri dan atau
dengan moral dan hak mereka sebagai responden penelitian. Setelah pemeriksaan
dalam bentuk foto dan kerahasiaannya dijamin oleh peneliti. Setelah penelitian
selesai dilakukan responden akan diberi cinderamata berupa bingkisan bagi buah
hati, sebagai kompensasi dan kesediaan menjadi subjek dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
2. Bick DE, Kettle C, Macdonald S, Thomas PW, Hills RK, Ismail KMK.
Perineal assessment and repair longitudinal study (PEARLS): protocol for
a matched pair cluster trial. BMC Pregnancy and Childbirth.
2010;10(10):1-8.
11. Ethicon Johnson & Johnson. Wound closure manual. Somerville: Johnson
& Johnson Company; 2005.
13. Wong T, Mak HL, Wong HK, Leung KY. Perineal repair with standard
versus rapidly absorbed sutures after vaginal birth: a randomised
controlled trial. HKJGOM [serial online]. 2006;6(1):4-9 [diunduh 12
Oktober 2010]. Tersedia dari: http://www.ogshk.org
78
20. Oxorn H, Forte WR. Ilmu kebidanan patologi dan fisiologi persalinan.
Yogyakarta: Andi Offset; 2010.
23. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Spong CY, Rouse DJ.
Williams Obsetrics. Edisi ke-23. Newyork: McGraw-Hill; 2010. hlm. 13-
29. 674.
24. Stabel D. The nature bone-the female pelvis and fetal skull. Dalam:
Rankin J, [penyunting]. Physiology in Childbearing with anatomy and
related biosciences. Edinburg: Elsevier; 2006. hlm. 339-42.
79
30. Sultan AH, Thakar R, Fenners DE. Perineal and anal spincter trauma
diagnosis and clinical management. London; Spinger: 2009.
32. Hamilton. Pain relief and comfort in labour. Fraser DM, Cooper MA,
[penyunting] Dalam : Myles textbook for midwives. Edinburg: Elseiver;
2004. hlm. 435-80.
33. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, [penyunting]. Edisi
9. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC: 1997. hlm. 761-70.
35. Hartwig MS, Wilson LM. Nyeri. Dalam: Price SA, Wilson LM,
[penyunting]. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC; 2005. hlm. 1063-90.
37. Tanra AH, Bisri T. Konsep baru pengelolaan nyeri. Dalam: Soerasdi E,
Bisri T, [penyunting]. Anestesiologi di Indonesia menjelang era global.
Bandung: Bagian Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran; 200. hlm. 141-9.
38. Helms JE, Barone CP. A Physiology and Treatment Of Pain. Critical care
nurse [serial online]. 2008; 28(6): 38-50. diunduh 5 Desember 2010].
Tersedia dari: http://www.aacn.org
39. Arthur MA. Postpartum Analgesia. Rev Mex de Anest. [serial online].
2005; 28(1):S47-S53. [diunduh 6 Desember 2010]. Tersedia dari:
http://www.medigraphic.com
40. Wilson LM. Respon Tubuh Terhadap Cidera. Dalam: Price SA, Wilson
LM, [penyunting]. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005. hlm. 56-79.
44. Sjamsuhidajat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu bedah. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2005.
45. Diegelmann RF, Evans MC. Wound healing: an overview of acute, fibrotic
and delayed healing. Frontiers in Bioscience. [serial online]. 2004; 9: 283-
289. [diunduh tanggal 5 November 2010]. Tersedia dari:
http://www.citeseerx.ist.psu.edu
50. Carr KC. Home care of the new family. Dalam: Martison Im, Widmer AG,
Portillo CJ. Home health care nursing. Philadelphia: WB Saunders; 2002.
hlm. 225-226.
51. Dorland, Newman WA. Hartanto H, Setiawan A, Bani AP, Adji AS,
Widjaja AC, Soegiarto B, dkk [penyunting]. Kamus Kedokteran Dorland.
Edisi ke-29. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002.
53. Johnson R, Taylor W. Skills for midwifery practice. Edisi ke-2. Edinburg:
Elsevier; 2006.
54. Tjay TH, Rahardja K. Anestetika lokal. Obat-obat penting. Edisi ke-6.
Penerbit elex media komputindo. Gramedia Jakarta 2007. hlm. 407-13.
57. Alam M, Posten W, Martini MC, Wrone DA, Rademaker AW. Aesthetic
and functional efficacy of subcuticular running epidermal closures of the
trunk and extremity: a rater-blinded randomized control trial. Arch
Dermatol. 2006;142(10):1272-8.
58. Gould D. Visual Analogue Scale (VAS). J of Clinical Nursing,
2001;10:706.
Kepada
Yth. .....................
Di tempat
Dengan Hormat,
Dalam rangka penelitian di bidang Kebidanan yang bertujuan untuk menganalisis
“Perbandingan Antara Hasil Teknik Penjahitan Jelujur Subkutikular dan
Transkutaneus Terputus Laserasi Spontan Perineum Derajat II Persalinan oleh
Bidan Pada Primipara”,
bersama ini saya mohon bantuan ibu untuk bersedia ikut serta sebagai responden
dalam penelitian saya. Kerahasiaan data ibu terjamin, hasil penelitian hanya
digunakan untuk penyusunan tesis dan tidak akan mempengaruhi status dan
jabatan responden.
Demikian permohonan ini disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya saya
sampaikan terima kasih.
Lampiran 2
..................,............2011
(.................................)
Lampiran 3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
85
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
86
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
87
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
88
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat
Lampiran 4
Prosedur Pemeriksaan Penyembuhan Luka Perineum
- Tempat sampah
- Formulir REEDA
Langkah Pemeriksaan:
1. Cuci tangan sebelum pemeriksaan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Posisikan ibu berbaring miring kiri/ kanan dengan lutut ditekuk
4. Pastikan pencahayaan cukup untuk memeriksa perineum
5. Pakai sarung tangan DTT
6. Bersihkan daerah perineum dengan kapas DTT jika perlu
7. Periksa perineum dengan cermat. Periksa adanya kemerahan pada kedua sisi
area luka perineum.
8. Letakkan paper tape tegak lurus pada luka. Ukur dengan paper tape jika
terdapat kemerahan pada sisi luka.
9. Beri nilai sesuai dengan penuntun penilaian skala REEDA
10. Periksa adanya edema pada perineum.
11. Ukur dengan paper tape jika terdapat pembengkakan pada luka
12. Beri nilai sesuai penuntun penilaian skala REEDA jika terdapat edema.
13. Periksa adanya ekimosis pada sisi luka perineum.
14. Ukur dengan paper tape jika terdapat ekimosis pada sisi luka
15. Beri nilai sesuai penuntun penilaian skala REEDA jika terdapat ekimosis.
16. Periksa adanya pengeluaran cairan dari daerah luka
17. Beri nilai sesuai penuntun penilaian skala REEDA jika terdapat
pengeluaran.
18. Periksa penyatuan luka perineum, dan beri nilai.
19. Lepaskan sarung tangan, masukkan dalam tempat sampah.
20. Rapikan ibu kembali.
21. Cuci tangan, catat dan jelaskan hasil pemeriksaan
Lampiran 5
FORMULIR PEMERIKSAAN
PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM
SKALA REEDA
HASIL
Item Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-10
No
Penyembuhan (tgl………) (tgl………) (tgl………) (tgl………) (tgl………)
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
90
Redness
1 (Kemerahan)
Edema
2 (Pembengkakan)
3 Ecchymosis
(Bercak
perdarahan)
4 Discharge
(Pengeluaran)
5 Approximation
(Penyatuan
luka)
Jumlah
IDENTITAS
Telp/ Hp :
Tgl lahir/ Jam Lahir :
Berat Badan/ JK :
Teknik Penjahitan : Subkutikular/ Transkutaneus terputus satu-satu
Ke-1 1
2
Ke-2 3
4
Ke-3 5
6
Ke-4 7
8
9
Ke-5 10
92
Lampiran 7
MASTER TABEL KELOMPOK TEKNIK PENJAHITAN JELUJUR SUBKUTIKULAR
BB Nilai Nyeri Perineum Pascasalin Hari Ke- Nilai Penyembuhan Luka Perineum Hari Ke-
Bayi
1 3 5 7 10
Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
NO Usia Peddkn (gr) R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ
1
93
Lampiran 8
BB Nilai Nyeri Perineum Pascasalin Hari Ke- Nilai Penyembuhan Luka Perineum Hari Ke-
Bayi
1 3 5 7 10
Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
NO Usia Peddkn (gr) R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ R E E D A Ʃ
1