Anda di halaman 1dari 6

Model Pelayanan Keperawatan

A. Perawatan Pasien Total


Pasa asisten keperawatan (dan LPN) dihilangkan dari staff atau paling tidak dibatasi karena
banyak rumah sakit mencapai uji banding kualitas berjangka pendek, yakni staff yang seluruhnya
terdiri dari RN. Dengan seorang perawat bertugas yang harus memimpin, staff yang hanya terdiri
atas RN ditugaskan untuk memberikan seluruh perawatan yang diperlukan sebuah kelompok
pasien tertentu. Perawatan tidak lagi disegmentasikan, dan manfaat dari sistem ini adalah anggapan
bahwa tingkat tertinggi pekerja selalau tersedia bagi pasien seorang pekerja yang mengetahui
seluruh spektrum kebutuhan bagi seorang pasien tertentu. Argumentasinya adalah, “dibandingkan
dengan perawatan tim dan penugasan dari tugas dengan kecakapan kurang hingga kategori tenaga
upah yang murah, primer memperkerjakan tenaga kerja yang kendati jauh lebih mahal, juga lebih
produktif yakni bahwa RN bisa ditugaskan untuk melaksanakan perawatan dan tugas yang
berkaitan dengan perawatan secara lebih luas dengan sedikit pengawasan”. Model ini sifatnya
populer dalam keadaan khusus seperti misalnya unit gawat darurat, unit perawatan trauma,
perawatan neonatal, perawatan pasca-anastesi, dan perawatan ambulatri.

B. Keperawatan Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai
pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi
keperawatan saja (misalnya merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.
Keperawatan fungsional membagi pekerjaan keperawatan dalam tugas fungsional. tugas ini
kemudian ditugaskan ke salah satu anggota tim. Dalam model ini, masing-masing penyedia
layanan memiliki tugas atau tugas dia tertentu atau dia bertanggung jawab. Misalnya, tugas sebagai
pekerja untuk RNS adalah obat perawat atau perawat masuk dan sebagainya. Pengambilan
keputusan biasanya pada tingkat kepala perawat atau biaya perawat.
Model fungsional meliputi seorang pemimpin dalam bentuk seorang perawat bertugas, dengan
beban kerja dikelompokan menurut jenis pekerjan yang harus dilakukan. Dalam sistem ini, seorang
perawat obat-obatan perawat tindakan, dan asisten perawat memberikan perawat menurut fungsi
bagi keseluruhan pasien. Perawat obat-obatan (RN atau LPN) bertanggung jawab atas pemberian
obat kepada semua pasien ditempat (unit, lantai, atau bagian fasilitaas). Perawat tindakan, mirip
dengan perawat obat-obatan memberikan tindakan kepada semua pasien. Pasien diperiksa
sepanjang hari oleh sejumlah perawat dan perawatan yang diterima disegmentasi.
Jenis sistem ini memasuki daerah dimana perputaran pasien agak jarang dan jumlah pasien
lebih stabil sebagaimana dalam fasilitas perawatan lengkap atau dibagian onkologi, rehab, dan
AIDS. Sayangnya, perawatan itu disegmentasi dan tidak seorang pun memusatkan perhatian pada
gambaran lengkap pasien kecuali perawat yang bertugas, yang beban kerjanya secara umum
meliputi perhatian yang diperlukan untuk mengkoordinasi perawatan individu.
Kelebihan:
1. Menajamen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan pengawasan
yang baik.
2. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
3. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.
Kelemahan:
1. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
2. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.
3. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.

C. Keperawatan Tim
Tim keperawatan adalah model penyediaan layanan yang memberikan staf untuk tim yang
kemudian bertanggung jawab untuk sekelompok pasien. Sebuah unit dapat dibagi menjadi dua tim,
dan setiap tim dipimpin oleh seorang perawat terdaftar. Pemimpin tim mengawasi dan
mengkoordinasikan semua perawatan yang diberikan oleh orang-orang di timnya. Metode ini
menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang
terdiri atas tenaga profesional, tehnikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu.
Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap, unit rawat jalan,
dan unit gawat darurat. Perawatan dibagi menjadi komponen yang paling sederhana dan kemudian
ditugaskan ke penyedia perawatan yang tepat. Selain tugas-tugas pengawasan, pemimpin tim juga
bertanggung jawab untuk memberikan arahan profesional untuk orang-orang di tim mengenai
perawatan yang diberikan.
Konsep metode Tim:
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan.
2. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4. Peran kepala ruang penting dalam model ini, model tim akan berhasil bila didukung oleh
kepala ruang.
Kelebihan:
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
3. Memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi dan memberi
kepuasaan kepada anggota tim.
Kelemahan:
Komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya
membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Tanggung jawab anggota tim:
1. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya;
2. Kerja sama dengan anggota tim dan antartim;
3. Memberikan laporan.
Tanggung jawab ketua tim:
1. Membuat perencanaan;
2. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi;
3. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien;
4. Mengembangkan kemampuan anggota;
5. Menyelenggarakan konferensi.
Tanggung jawab kepala ruang:
1. Perencanaan:
a. Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing;
b. Mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi, dan persiapan pulang,
bersama ketua tim;
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan
pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan;
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang
dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien;
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan membimbing
pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan
menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta
memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk;
h. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;
i. Membantu membimbing peserta didik keperawatan;
j. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.
2. Pengorganisasian:
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan;
b. Merumuskan tujuan metode penugasan;
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;
d. Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan ketua tim
membawahi 2–3 perawat;
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur
tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan,
g. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;
h. Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua tim;
i. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien;
j. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;
k. dentifikasi masalah dan cara penanganannya.
3. Pengarahan:
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;
b. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik;
c. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap;
d. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan
keperawatan pada pasien;
e. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;
f. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya;
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
4. Pengawasan:
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun
pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien;
b. Melalui supervisi:
1) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri, atau
melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan-
kelemahan yang ada saat itu juga;
2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan
memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah
proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua
tim tentang pelaksanaan tugas;
3) Evaluasi;
4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;
5) Audit keperawatan.

D. Perawatan Primer
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara
pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya
kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter
juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang
kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelebihan:
1. Bersifat kontinuitas dan komprehensif;
2. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan
pengembangan diri;
3. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit
(Gillies, 1989).
Kelemahan:
hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai
dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin
ilmu.
Konsep dasar metode primer:
1. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
2. Ada otonomi;
3. Ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas perawat primer:
1. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;
2. Membuat tujuan dan rencana keperawatan;
3. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;
4. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain
maupun perawat lain;
5. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;
6. Menerima dan menyesuaikan rencana;
7. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang;
8. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat;
9. Membuat jadwal perjanjian klinis;
10. Mengadakan kunjungan rumah.
Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:
1. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;
2. Orientasi dan merencanakan karyawan baru;
3. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten;
4. Evaluasi kerja;
5. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
6. Membuat 1–2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.
Ketenagaan metode primer:
1. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat dengan pasien;
2. Beban kasus pasien 4–6 orang untuk satu perawat primer;
3. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
4. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonprofesional sebagai perawat
asisten;

E. Manajemen Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan
dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan
dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu
pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi dalam
memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan intensif (intensive
care).
Kelebihannya:
1. Perawat lebih memahami kasus per kasus;
2. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangannya:
1. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;
2. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
Daftar Pustaka

Nursalam, M. Nur. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Ed 4. Jakarta: Salemba Medika.

Hansten. I. Ruth dan Washburn J. Marilynn. (2001). Kecakapan Pendelegasian Klinis: Pedoman Untuk
Perawat. Jakarta: EGC.

Kelly Patricia. (2010). Essentials of Nursing Leadership & Management. Ed 2. USA: Delmar Cengage.

Anda mungkin juga menyukai