Pembimbing :
dr. Suharno, Sp. PD-
KGEH
Disusun oleh:
Deborah Oriona V. G4A015089
M. Danantyo Himawan G4A015091
Rizkyastari G4A015175
Mas Anto A. Wibowo G1A012080
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Deborah Oriona V. G4A015089
M. Danantyo Himawan G4A015091
Rizkyastari G4A015175
Mas Anto A. Wibowo G1A012080
Diajukan untuk memenuhi syarat
mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. HS
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Tanggal masuk RSUD : 27 Desember 2018
Tanggal periksa : 27 Desember 2018
No.CM : 3027064
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Sulit menelan
2. Keluhan tambahan :
Penurunan berat badan, dan badan teras lemas
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD tanggal 27 Desember 2018 dengan keluhan
sulit menelan. Keluhan sulit menelan dirasakan semenjak 3 minggu yang
lalu. Pasien mengatakan bahwa saat menelan terasa nyeri di tenggorokan
dan saat menelan pun terasa mengganjal. Karena itu semenjak 3 minggu
yang lalu juga pasien mengatakn dirinya menjadi malas makan. Pasien
juga mengeluhkan penurunan berat badan yang cukup hebat sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan bahwa keluhan penurunan berat badan dan
kelemahan pada tubuh dirasakan semenjak pasien dirawat di rumah sakit
di Batam akibat penyakit stroke perdarahan. Pasien sempat mengalami
stroke perdarahan dan dirawat selama 1 minggu di batam. Pasien
mengatakan bahwa dirinya memiliki sakit darah tinggi dan gula yang
sudah diderita sejak lama namun tidak pernah berobat. Pasien merupakan
ODHA dan sudah rutin mengkonsumsi ARV sejak 15 tahun yang lalu.
Namun, menurut pengakuan pasien, saat pasien dirawat di Batam jenis
ARV diganti, dan semenjak itu pasien merasakan keluhan oenurunan berat
badan dan rasa lemas dan lemah. Pasien sudah menikah dan memiliki 2
orang anak. Pasien sudah menikah selama 10 tahun istri nya yang juga
ODHA. Kedua anak pasien sehat. Sebelum sakit, pasien merupakan
manager di sebuah diskotik di Bali. Setelah terdiagnosa dan rutin
mengkonsumsi ARV pasien pindah ke Batam dan menjadi aktivis KPA.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : diakui (tidak berobat)
c. Riwayat penyakit gula : diakui (tidak berobat)
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
h. Riwayat sakit tenggorokan/penyakit kulit: disangkal
i. Riwayat konsumsi obat-obatan : ARV (Tenovovir)
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : disangkal
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Pasien menikah
selama 10 tahun dengan istrinya yang juga ODHA. Kedua anak pasien
dilahirkan dengan operasi Caesar dan sehat. Pasien tinggal Bersama
dengan istri dan kedua anaknya di lingkungan yang cukup padat
penduduk. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga harmonis
dan baik.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah beralaskan keramik dan beratap
genteng bersama keluarganya. Rumah terdiri dari 3 kamar dan masing-
masing dihuni oleh 1-2 orang. Kamar mandi berada di dalam rumah.
c. Occupational
Pasien adalah seorang mantan karyawan swasta .
d. Personal habit
Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih. Pasien mehgaku
sangat suka minuman kemasan dan hampir setiap hari mengkonsumsi
minuman tersebut.
e. Drugs and Diet
Menu makan pasien bervariasi terdiri dari nasi dan sayur-mayur,
terkadang lauk-pauk. Pasien makan sehari 3 kali. Namun semenjak 3
bulan yang lalu, nafsu makan pasien berkurang dan menjadi malas
makan. Pasien merupakan ODHA yang sudah mengkonsumsi ARV
selama 15 tahun
f. Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah. Pasien
tidak mempunyai jaminan kesehatan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
27 Desember 2018 di IGD
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
Vital sign tanggal
a. Tekanan darah : 180/100 mmHg
b. Nadi : 86 ×/menit reguler, isi cukup
c. Pernapasan : 19 ×/menit
d. Suhu : 36.9 °C
3. Tinggi badan : 170 cm
4. Berat badan : 45 kg
5. Status gizi (IMT) : 15.6 kg/m2 (underweight)
6. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut sudah beruban, tidak rontok dan terdistribusi
merata.
3) Mata
Simetris, edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (+/+),
sklera ikterik (-/-), mata kering (-), refleks cahaya (+/+)
normal, pupil isokor diameter 3 mm.
4) Telinga
Discharge (-/-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (-), bibir pucat (-), bibir sianosis (-), lidah
sianosis (-), lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2cm
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax dekstra dan
sinistra. Kelainan bentuk dada (-), retraksi
intercostalis (-).
Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Apex suara dasar vesikuler +/+, RBH-/-, RBK-/-
Basal suara dasar vesikuler +/+ dan Wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
P.parasternal (-) p.epigastrium (-).
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS,
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi :S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Cembung, Darm contour (-), Darm steifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+), nyeri ketok
costo vertebrae (-/-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning - - - -
(ikterik)
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep + + + +
Patela + + + +
Reflek patologis
Reflek babinsky - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
27/12/19
No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.
1 Hb 10.5 gr/dL (L)
2 Leukosit 19.700 /ul (H)
3 Ht 29 % (L)
4 Eritrosit 3.0 x 106 /ul (L)
5 Trombosit 253.000 /ul (N)
6 SGOT 32 u/L (N)
7 SGPT 35 u/L (N)
8 Ur 376 mg/dL (H)
9 Cr 12.3 Mg/dL (H)
10 GDS 100 g/dL (N)
11 Na 133 mg/dl (N)
12 K 8.1 ug/dl (H)
13 Cl 103 mg/dl (N)
E. DIAGNOSIS KERJA
CKD Stage V ec PGH dengan Hiperkalemia
HT urgency
HHD
B20 on ARV
ISK
Candidiasis Esofagus
F. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologis
Diet MC 6x200cc rendah garam rendah protein
IVFD NaCl 0.9% asnet
Stop ARV sementara
2. Farmakologi :
a. Inj. Ceftriaxone 2x1 g / iv
b. Inj. Furosemid 1x1 amp / iv
c. Inj. Omeprazole 1x1 amp / iv
d. Inj. Ca Glukonas 1x1 amp / iv (extra)
e. Bolus Novorapid 10 IU dalam D40% 2flc (extra)
f. Meylon 100 meq dalam NaCl 0.9% 100cc tetesan cepat (extra)
g. P.O. Fluconazole 1x150 mg
h. P.O. Cotrimoxazole 1x960 mg
i. P.O. Amlodipin 1x10 mg
j. P.O. Candesartan 1x16 mg
k. P.O. Asam Folat 1x5 mg
l. P.O. Callos 3x1 tab
m. P.O. Prorenal 3x1 tab
G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsional : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
A. Varises Esophagus
Varises esofagus merupakan sistem porta sistemik kolateral, terjadi
akibat distensi vena submukosa yang diproyeksikan ke dalam lumen
esofagus (World Gastroenterology Organisation Global Guidlines, 2014).
Varises esophagus terjadi akibat adanya hipertensi porta, yag disebabkan
karena adanya kesalahan hemodinamik, hal ini biasnaya terjadi pada
orang dengan sirosis hepatis (Berzigotti et al, 2001).
1. Epidemiologi
Varises esophagus merupakan komplikasi besar yang terjadi akibat
adanya hipertensi porta pada sirosis hepatis. Sekitar 50% pasien sirosis
hepatis mengalami varises esophagus dan 5–15 % menunjukan perburukan
varises esophagus setiap tahun (Hilzenrat, 2012). Menurut World
Gastroenterology Organisation Global Guidlines tahun 2014 menyebutkan
bahwa, lokasi terbanyak terjadi varises adalah di esophagus yaitu sekitar
30% sampai 70%. Selain itu, disebutkan bahwa pasien dengan sirosis
hepatis 9–36% diprediksikan akan memiliki varises esophagus dengan
risiko perdarahan sekitar 1–2 % kasus. Terdapat perbedaan signifikan
antara pasien yang memiliki Child Puhg Score rendah dengan pasien yang
memiliki Child Puhg Score tinggi, semakin tinggi Child Puhg Score maka
semakin tinggi kejadian varices esophagus yaitu mencapai 85%. Walaupun
pengelolaan perdarahan gastrointestinal telah banyak berkembang namun
mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini
dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat
komorbiditas yang menyertai.
2. Etiologi
Etiologi terjadinya varises esofagus dan hipertensi portal adalah
penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi aliran darah portal. Etiologi
ini dapat diklasifikasikan sebagai prehepatik, intrahepatik, dan
pascahepatik (Hilzenrat, 2012).
Tabel 1. Etiologi hipertensi portal
3. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya varices esophagus terdiri dari (World
Gastroenterology Organisation Global Guidlines, 2014) :
1. Tahap awal terjadinya varices esophagus
a. International Normalized Ratio (INR) score > 1.5
b. Diameter vena portal >13mm
c. Trombositopeni
d. Nilai tekanan vena porta yang tinggi > 10mmHg
2. Progresifitas varices esophagus menjadi derajat yang lebih besar
a. Sirosis yang tidak terkompensasi (Child Puhg Score B/C)
b. Sirosis alkoholik
3. Terjadinya perdarahan pada varices esophagus
a. Varices esophagus yang besar dengan diameter >5mm, dan
memiliki red color sign
b. Alkoholik yang tidak berhenti
c. Nilai tekanan vena porta > 16 mmHg
d. Koagulopati
Tabel 2. Klasifikasi beratnya sirosis dari Child-Pugh
(Dite P, et al., 2007)
4. Patomekanisme
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling
sering menimbulkan hipertensi portal. Tekanan vena porta merupakan hasil
dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada
sirosis, tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-
sama meningkat. Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun
penyebabnya, akan mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan
vena porta yang tinggi merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral
portosistemik. Walaupun demikian, adanya kolateral ini tidak dapat
menurunkan hipertensi portal karena adanya tahanan yang tinggi dan
peningkatan aliran vena porta. Kolateral portosistemik ini dibentuk oleh
pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang menghubungkan sistem
vena porta dan vena kava superior dan inferior. Aliran kolateral melalui
pleksus vena-vena esofagus menyebabkan pembentukan varises esofagus
yang menghubungkan aliran darah antara vena porta dan vena kava
(Berzigotti et al, 2001).
Pleksus vena esofagus menerima darah dari vena gastrika sinistra,
cabang-cabang vena esofagus, vena gastrika brevis (melalui vena
splenika), dan akan mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos.
Sedangkan vena gastrika sinistra menerima aliran darah dari vena porta
yang terhambat masuk ke hepar. Sistem vena porta tidak mempunyai
katup, sehingga tahanan pada setiap level antara sisi kanan jantung dan
pembuluh darah splenika akan menimbulkan aliran darah yang retrograde
dan transmisi tekanan yang meningkat. Anastomosis yang menghubungkan
vena porta dengan sirkulasi sistemik dapat membesar agar aliran darah
dapat menghindari (bypass) tempat yang obstruksi sehingga dapat secara
langsung masuk dalam sirkulasi sistemik. Perbedaan tekanan antara
sirkulasi porta dan sistemik (hepatic venous pressure gradient, HVPG)
sebesar 10–12 mmHg diperlukan untuk terbentuknya varises. HVPG yang
normal adalah sekitar 5–10 mmHg. Pengukuran tunggal berguna untuk
menentukan prognosis dari sirosis yang kompensata maupun yang tidak
kompensata, sedangkan pengukuran ulang berguna untuk memonitoring
respon terapi obat-obatan dan progresifitas penyakit hati (Berzigotti et al,
2001).
Apabila tekanan pada dinding vaskuler sangat tinggi dapat terjadi
pecahnya varises. Kemungkinan pecahnya varises dan terjadinya
perdarahan akan meningkat sebanding dengan meningkatnya ukuran atau
diameter varises dan meningkatnya tekanan varises, yang juga sebanding
dengan HVPG. Sebaliknya, tidak terjadi perdarahan varises jika HVPG di
bawah 12 mmHg. Risiko perdarahan ulang menurun secara bermakna
dengan adanya penurunan dari HVPG lebih dari 20% dari baseline. Pasien
dengan penurunan HVPG sampai <12 mmHg, atau paling sedikit 20% dari
baseline, mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk terjadi
perdarahan varises berulang, dan juga mempunyai risiko yang lebih rendah
untuk terjadi asites, peritonitis bakterial dan kematian.
Peran keseimbangan anatara vasodilator seperti nitrit oksida dan
vasokonstriktor seperti prostaglandin pada pembuluh darah merupakan
salah satu penyebab terjadinya hipertensi porta dan varises esophagus,
ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan vasodilator pada pembuluh
darah dapat disebebakan adanya disfungsi endotelial intrahepatik. Selain
itu, varises esopagus dan hipertensi porta dapat disebabkan karena adanya
distorsi pada pembuluh darah hepatik yang dapat menyebabkan
peningkatan resistensi perifer pembuluh darah hepatik (Maruyama et al,
2012).
Perdarahan varises esophagus dapat terjadi akibat adanya erosi
(erosion) dan eksplosi (explosion). Perdarahan varises esophagus sebab
erosi dapat terjadi akibat adanya trauma eksternal pada varises esophagus,
seperti esophagitis, ulcerasi esophagus, dan memakan makanan yang
terlalu padat sehingga saat masuk kesaluran cerna (esophagus) dapat
menyebabkan perdarahan pada varises esophagus. Perdarahan esophagus
sebab eksplosi terjadi akibat adanya hipertensi porta yang menyebabkan
semakin tereganggangnya varises esophagus dan peningkatan tekanan
pada varises esophagus, sampai akhirnya terjadi perdarahan karena
dinding varises esophagus yang tipis tidak dapat menahan tekanan yang
tinggi didalam varises esophagus (Berzigotti et al, 2001).
Perdarahan saluran cerna bahgian atas dapat bermanifestasi klinis
mulai dari yang ringan sampai berat, misalnya perdarahan tersamar sampai
pada keadaan yang mengancam hidup. Berbagai macam manifestasi
perdarahan pada saluran cerna, salah satunya adalah hematemesis, melena,
dan hematokezia. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar)
atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) seperti melena, cirinya
adalah kotoran (feses) yang berwarna gelap, dikarenakan kotoran
bercampur asam lambung, perdarahan ini biasanya terjadi pada varises
esophagus. Hematokezia (darah segar keluar peranum) biasanya berasal
dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon), biasnaya berwarna
merah marun, biasanya dijumpai pada pasien dengan perdarahan masif
akibat dari transit time dalam usus yang pendek (Prasanti, 2013).
5. Diagnosis
Varises esofagus biasanya tidak memberikan gejala bila varises
belum pecah yaitu bila belum terjadi perdarahan. Oleh karena itu, bila
telah ditegakkan diagnosis sirosis hendaknya dilakukan skrining diagnosis
melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi (EGD) yang merupakan
standar baku emas untuk menentukan ada tidaknya varises esofagus. Bila
standar baku emas tidak dapat dikerjakan atau tidak tersedia, langkah
diagnostik lain yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan
ultrasonografi Doppler dari sirkulasi darah (bukan ultrasonografi
endoskopik). Alternatif pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan
radiografi dengan menelan barium dari esofagus dan lambung, dan
angiografi vena porta serta manometri (Vaezi MF, 2006)
Pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, sangatlah penting menilai
lokasi (esofagus atau lambung) dan besar varises, tanda-tanda adanya
perdarahan yang akan terjadi (imminent), perdarahan yang pertama atau
perdarahan yang berulang, serta bila mungkin untuk mengetahui penyebab
dan beratnya penyakit hati (Dite P, et al., 2007).
Varises esofagus biasanya dimulai dari esofagus bagian distal dan
akan meluas sampai ke esofagus bagian proksimal bila lebih lanjut.
Berikut ini adalah derajat dari varises esofagus berdasarkan gambaran
endoskopis (Block B, et al., 2004).
Gambar 1. Derajat varises esofagus
B. Sirosis Hepatis
1. Definisi
Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronik yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung secara
progresif, yang ditandai dengan distorsi struktur hepar dan pembentukan
nodul regeneratif. Sirosis hepatis ditandai oleh proses radang difus menahun
pada hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan fibrous
dimana seluruh jaringan hati menjadi rusak disertai dengan pembentukan
regenerasi nodul. Sirosis hepatis pada akhirnya dapat menggangu sirkulasi
darah intrahepatik dan pada kasus lanjut dapat menyebabkan kegagalan
fungsi hati secara bertahap (Nurdjanah, 2009).
Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati yang diberikan jika telah terjadi
komplikasi lain seperti :
c. Spontaneous bacterial peritonitis
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parenteral selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
d. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai
keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
a. Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
b. Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
c. Diberikan obat penyekat beta (propanolol)
d. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktriotide, antifibrinolitik, vitamin K
e. Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
f. Lakukan Pemasangan Ballon Tamponade, tindakan skleroterapi dan
Ligasi atau Oesophageal Transection untuk menghentikan perdarahan
e. Sindroma Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif. Oleh karena itu,
pencegahannya harus mendapat perhatian utama berupa hindari pemakaian
diuretic agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.
f. Ensefalophaty hepatic
a. Pengobatan dengan pemberian laktulosa untuk mengeluarkan amonia.
b. Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia.
c. Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang
kaya asam amino rantai cabang (Sutadi, 2003)
8. Komplikasi
a. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat
keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi
kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh
ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh
karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan
permeabelitas sawar darah otak. Peningkayan permeabelitas sawar darah
otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Kelainan
laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa
peningkatan kadar amonia serum (Wolf, 2012).
b. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh
hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien
saat diagnosis sirosis dibuat.
DAFTAR PUSTAKA