Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas Negara yang
digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.Oleh karena itu sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan
kesejahtera bangsa.Namun tak biasa dipungkiri bahwa sulitnya Negara melakukan
pemungutan pajak,karena banyaknya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak
merupakan suatu tantangan.Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan
peringatan terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP).Akan tetapi masih
banyak wajib pajak yang lalai untuk membayar pajak,bahkan cenderung menghindari
kewajiban tersebut.

Hal ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang dapat


memberikan daya pemaksaan bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum.Salah satu
mekanismenya adalah Gijzeling atau lembaga paksa badan,keberadaan lembaga ini masih
controversial,beberapa kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan
merupakan hal yang berlebihan.Di lain pihak muncul pula pendapat bahwa lembaga ini
diperlukan untuk member efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang
nakal.Agar lebih memahami mengenai perpajakan dalam makalah ini akan membahas
mengenai Dasar-dasar perpajakan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapatdirumuskan


masalah sebagai berikut :

A. Sejarah perpajakan di Indonesia


B. Pengertian pajak di Indonesia
C. Dasar-dasar hukum Pajak di Indonesia
D. Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak
E. Ciri-ciri pajak
F. Fungsi pajak
G. Pengelompokan pajak
H. Perbedaan pajak dengan jenis pungutan lainya

1
I. Sistem pemungutan pajak
J. Tarif pajak
K. Apa yang dimaksud keberatan dan banding dalam pajak ?
L. Sanksi dalam pajak

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan makalah yang telah dipaparkan diatas,maka pembuatan


makalah ini bertujuan untuk :

A. Mengetahui sejarah dan definisi perpajakan


B. Pengelompokan pajak
C. Tata cara penagihan pajak
D. Fungsi pajak
E. Ciri-ciri pajak
F. Perbedaan pajak dengan pungutan lainya
G. Tarif pajak
H. Keberatan dan banding dalam pajak
I. Sanksi dalam pajak

1.4 Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah

A. Dapat mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.


B. Meningkatkan pengetahuan tentang perpajakan di Indonesia.
C. Dapat mengetahui bagaimana penentuan tarif pajak di Indonesia.
D. Dapat menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang perpajakan

2
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Sejarah Perpajakan di Indonesia

Pada awalnya pajak merupakan suatu upeti (pemberin secara Cuma Cuma).Namun
sifatnya suatu kewajiban yang dpat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat ) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu,rakyat memberikan upeti kepada
raja atau penguasa berbentuk natural berupa padi,ternk,atau hasil tanaman lainnya seperti
pisang,kelapa,dan lain-lainya.Pemberian yang dilakukan rakyat saat ini digunakan untuk
keperluaan untuk keperluan dan kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada
imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat,karena memang sifatnya hanta untuk
kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukana raja
yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.

Dalam perkembanganya sifat upeti yng diberikan oleh rakyat tidak lag hanya untuk
kepentinganraja saja,tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri.Artinya
pemberian kepada raja atau pengusaha digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk
menjaga keamanan rakyat,memelihara jalan,pembangunan jalan,pembangunan saluran
air,membangun sarana sosila lainnya,serta kepentingan umum lainnya.

Kemudian dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa
tetap ada,namun ada unsur keadilan lebih diperhatikan untuk memenuhi unsur keadilan inilah
maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak,yang
nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.Di Indonesia
sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang
mengatur mengenai pembayaran pajak.

2.2 Pengartian Pajak

A. Menurut Prof.DR.P.J.A.Adriani

Pajak adalah iuran kepada Negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peratran,dengan tidak dapt prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukan dan
gunanya untuk membiayai pengaluaran-pegeluaran umum yang berhubungan dengan tugas
Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan.

B. Menurut Rochmad Sumitro

3
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara,berdasarkan Undang-undang

yang dapat dipaksakan,dengan tidak mendapatkan jasa timbale balik (kontra Prestasi) yang
langsung ditunjukan untuk pengeluaran umum.

C. Menurut pasal 1 angka 1 UU No.16 Tahun 2009

Pajak adalah Kontribusi wajib kepada yang terhutang oleh pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara untuk keakmuran rakyat.

D. Menurut Remsky K.Judisseni (1997:5)

Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dan
anggota masyarakat lainya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan
nasional yang pelaksanaanya diatur dalam Undang-undang dan peraturan-peraturan untuk
kesejahteraan Negara.

E. Secara Umum

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintahan dari masyarakat (Wajib Pajak)
untuk menutupi pengeluaran rutin Negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang
dapat ditunjuk secara langsung.

2.3 Dasar-Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia

Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang pemerintah


untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkanya kembali kepada
masyarakat,dengan melalui kas Negara.Kembalinya kepada masyarakat dapat berwujud
sarana pisik atau non pisik,yang dapat bermanfaat untuk kemakmuran rakyat.

Dalam Naskah asli UUD 1945 pasal 23 ayat 2 mengatur :” Segala pajak untuk Keperluan
Negara berdasarkan UU “ sedangkan dalam UUD 1945 ( hasil amandemen ) termuat dalam
pasal 23A : “Pajak adalah pungutan lain yang besifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan UU”

Beberapa UU yang mengatur tentang pajak yaitu :

A. UU No.7 Tahun 1983 terakhir di ubah menjadi UU No.36 Tahun 2008.


Tentang Pajak Pengahasilan ( PPh).
B. UU No.8 Tahun 1983 terakhir di ubah menjadi UU No.42 Tahun 2009.

4
Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM ).
C. UU No.12 Tahun 1985 terakhir di ubah menjadi UU No.12 Tahun 1994
Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
D. UU No.13 Tahun 1985.
Tentang Bea Materai.
E. UU No.28 Tahun 2009.
Tentang Pajak Daerah dan Restribusi.

2.4 Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Teori-teori pendukung pemungutan pajak diantaranya :

A. Teori Asuransi
Teori ini mengatakan bahwa pajak itu ibaratkan sebagai premi yang harus dibayarkan
oleh setiap orang.
B. Teori Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa pembagian beban pajak harus didasarkan atas masing-
masing kepentingan orang dalam tugas pemerintahan.
C. Teori Gaya Pikul
Teori ini mengatakan bhwa setiap orang wajib membayar pajak sesuai daya pikul
masing-masing.
D. Teori Bhakti
Teori ini di sebut juga “teori kewajiban pajak mutlak “ mengatakan bahwa
pembayaran pajak merupakan tanda bhakti seseorang kepada Negara.
E. Teori Asas Gaya Beli
Teori ini pajak di ibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang yang
kemudian dikembalikan kepada masyarakat melalui saluran lain.
F. Pungutan Pajak Menurut Pancasila
Menurut teori ini pungutan pajak dibenarkan.Pembayaran pajak adalah pengorbanan
setiap anggota keluarga untuk kepentingan keluarga tanpa mendapati imbalan.

2.5 Ciri-ciri Pajak

Ciri-ciri yang melekat pada pajak yaitu :

A. Iuran rakyat ke kas Negara.

5
B. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta pelaksanaanya yang sifatnya dapat
dipaksakan.
C. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi secara
langsung oleh pemerintah.
D. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
E. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,yang bila dari
pemasukanya masih terdapat surplus,dipergunakan untuk membiayai Public
Investement.
F. Pajak dapat mempunyai tujuan mengatur dan tujuan budgeter.

2.7 Fungsi Pajak

Fungsi Pajak ada 2 yaitu :

A. Fungsi Utama
a. Fungsi Penerimaan ( Budgetair )

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintahan untuk membiayai pengeluaran


pemerintahan.

Contohnya : Dimasukanya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam


Negeri.

b. Fungsi Mengatur ( Regulered )

Pajak sebagai alat ukur mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan


dalam bidang social atau ekonomi.

Contohnya: Dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras,sehingga


konsumsi minuman keras dapat ditekan.Dan pajak yang tinggi dikenakan
terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

B. Fungsi Tambahan
a. Fungsi Demokrasi

Fungsi wujud system gotong royong dalam kegiatan pemerintah dan


pembangunan demi kemaslahatan manusia.Fungsi demokrasi pada masa sekarang
sering dikaitkan dengan hak seseorang dalam memperoleh pelayanan dari
pemerintahan.

6
Contohnya :Apabila seseorang telah melakukan kewajiban membayar pajak
kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku,maka ia mempunyai hak untuk
mendapatkan pelayanaan yang baik dari pemerintahan.Bila pemerintahan tidak
memberikan pelayanan yang baik,pembayar bias melakukan prots ( Complaint )
terhadap pemerintahan.

b. Fungsi Redistribusi

Fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam
masyarakat.

Contohnya :Adanya tarif progresif pada Undang-Undang pajak yang


mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan
besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai
penghasilan lebih sedikit atau kecil.

2.8 Pengelompokan Pajak

a. Menurut Golonganya
a. Pajak Langsung

Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai

b. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif

Pajak yang berpangkal atau berdasarkan subjeknya,dalam artian memperhatikan


keadaan diri Wajib Pajak.

Contohnya : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif

7
Pajak yang berpangkal pada objeknya,tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak.

Contohnya :Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutannya


a. Pajak Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintahan pusat dab digunakan untuk membiayai
rumah tangga Negara.

Contohnya : Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai,Pajak Penjualan atas


Barang Meawah,Pajak Bumi dan Bangunan,dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah.Pajak Daerah terdiri dari :

 Pajak Daerah Tingkat I ( Provinsi )

Contohnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan


Bermotor.

 Pajak Daerah Tingkat II ( Kabupaten/Kota )

Contohnya : Pajak Hotel,Pajak Restoran,Pajak Hiburan,Pajak Reklame dan


Pajak Pembangunan Jalan.

2.9 Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lainnya

A. Retribusi

Restribusi adalah pemungutan yang pada umumnya mempunyai hubungan langsung


dengan kembalinya prestasi tertentu dari pemerintah.Pungutan retribusi di Indonesia
didasarkan pada Undang-Undang No.28 Tahun 2009.

Contohnmya : Pembayaran Uang Kuliah,karcis masuk terminal dan lainnya.

8
B. Sumbangan

Sumbangan adalah iuran kepada pihak yang menarik sumbangan,tidak dipaksakan


dengantidak mendapatkan kontra prestasi dan digunakan untuk membiayai suatu
kegiatan.

Tabel Perbedaan Pajak,Restribusi dan Sumbangan

Pembayaran Dasar Kontra


No Jenis Sifat Fungsi
Kepada Hukum Prestrasi

Pemerintahan Membiayai
Undang- Dapat Tidak
1 Pajak Pusat dan pengeluaran
Undang dipaksakan langsung
Daerah Negara

UU Membiayai
Pemerintah Tidak dapat Diterima
2 Retribusi Daerah pengeluaran
Daerah dipaksakan Langsung
Atau PPD daerah

Pihak yang
Tidak dapat Membiayai
3 Sumbangan menarik Tidak ada Tidak dapat
dipaksakan Kegiatan
Sumbangan

2.1.0 Sistem Pemungutan Pajak

A. Official Assessment System

Suatu system pemungutan pajak dimana aparatur pajak menetapkan sendiri jumlah
terutang.Dalam menghitung dan menetapkan pemungutan pajak,sepenuhnya berada
pada aparatur pajak.

Contohnya :Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )

Ciri-ciri Official Assessment System :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada Fiskus.


b. Wajib Pajak bersifat pasif

9
c. Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.
B. Self Assessment System

Suatu system pemungutan pajak yang mmberi wewenang,kepercayan tanggung jawab


kepada wajib pajak untuk menghitung,memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri besarannya pajak yang harus dibayar.

Contohnya : Pajak Penghasilan ( PPh )

C. Withholding System

Suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga
untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.

Contohnya : Bank memotong Pajak atas bunga tabungan/ Deposito.

2.1.1 Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari unsur keadilan,keadilan disini dapat diartikan
dalam prinsip ( Undang-Undang ),maupun adil dalam pelaksanaannya sehingga dapat
menciptakan keseimbangan sosial untuk kesejahteraan masyarakat.Salah satu unsur
untuk mencapai keadilan melalui penetapan tarif pajak,yaitu dengan memberikan
tekanan yang sama kepada wajib pajak.Tarif Pajak adalah besaranya nilai yang
digunakan untuk menentukan pajak terutang yang harus dibayar wajib pajak kepada
pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.Jenis-jenis tariff pajak
dalam melakukan pemungutan pajak terdapat beberapa macam cara atau system
pemungutan pajak yaitu :

A. Tarif Pajak Proporsional ( Proportional Flat Tax Rate )

Pengenaan pajak dengan tariff dalam persentase tertentu,dengan tidak melihat


perubahan pendapatan individu dengan kata lain berapapun jumlah kemampuan
seorang wajib pajak jumlah pengenaan tariff pajaknya sama.

Contohnya :Jika pendapatan seorang wajib pajak naik sebesar 100% maka
jumlah pajak yang terhutang akan naik manjadi 100% dari pajak semula.

Beberapa pajak yang menggunakan tariff pajak proporsional menurut UU No.36


Tahun 2000 pasal 26 adalah:

10
a. Untuk PPh sebesar 20%
b. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tariff 10%

Contoh :

Jumlah Penjualan Tarif Pajak

Rp. 500.000 10% Rp. 50.000

Rp. 1.000.000 10% Rp. 100.000

Rp. 5.000.000 10% Rp. 500.000

Rp. 10.000.000 10% Rp. 1000.000

c. Untuk PBB manggunakan tariff 0.5%


d. Untuk PBHTB menggunakan tariff 5%
B. Tarif Pajak Progresfi ( Progressive Tax Rate )

Pengenaan pajak dengan tarif meningkat degan seiring dengan peningkatan


pendapatan individu.Dengan kata lain,jumlah pedapatan yang lebih besar yang
diterima oleh wajib pajak akan diterima yang lebih besar pula.

Contohnya : Jika kemampuan membayar seorang wajib pajak naik sebesar 100%
maka jumlah pajak yang terhutang menjadi naik melebihi 100%.

Tarif Pajak Progresif terbgi menjadi 3 yaitu :

A. Tarif Pajak Progresfi Proporsionl


Tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin besarnya
jumlah yang digunkan sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan prosentase
untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
B. Tarif Pajak Progresif Proporsional
Adanya tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin
besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,namun kenaikan
prosentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
C. Tarif Pajak Progresif Degresif

Adanya tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin
besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak,

Namun kenaikan prosentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.

11
C. Tarif Pajak Tetap

Tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap memperhatikan jumlah


yang dijadikan dasar pengenaan pajak.Sistem pemungutan pajak dengan tariff
tetap adalah tarif dengan jumlah atau angka tetap berapapun yang menjadi dasar
pengenaan angka pajak.oeleh karena itu besaran pajak yang terhutang tetap

Contohnya :

No Dasar Pengenan Pajak Tarif Pajak


1 Rp. 5.000.000 Rp. 6.000
2 Rp. 7.000.000 Rp. 6.000
3 Rp.10.000.000 Rp. 6.000

Dalam prakteknya tariff ini diterapkan dalam Bea Materai.

D. Tarif Pajak Degresif ( Degressive Tax Rate )

Tarif pemungutan yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajak semakin besar.Sekalipun persentasenya semakin
kecil,tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil,tetapi bias menjadi
besar karena jumlah yang dijadikan pengenaan pajaknya juga semakin besar.Tarif
ini tidak pernah digunakan dalam praktik Perundang-Undang Perpajakan.

Sistem pemungutan Degressive adalah menaikan persentase pajak yang kena dan
harus dibayarkan sesuai kenaikan objek pajak,namun besarnya persentse
kenaikan pajak semakin menurun dari tingkat ke tingkat.sistem ini mirip dengan
system progresif,namun kenaikan prosentase akan semakin kecil walaupun
prosentasenya naik ( 10-18-24-28 )

Contoh :

Jumlah Pajak yang di


No Dasar Pengenaan Pajak Tarif
Bayar
1 Rp. 50.000.000 30% Rp. 15.000.000

2 Rp. 75.000.000 15% Rp. 12.250.000

3 Rp. 100.000.000 10% Rp. 10.000.000

12
Untuk memudahkan pemahaman dari penentuan tariff pajak di atas di bawah ini
di sajikan table yang menerangkan penetapan tariff sebagai Berikut

Jumlah Pendapatan Persentase Pajak ( % )


No
yg Kena Pajak
Proporsional Progresif Regresif Degresif
1 Rp. 1.000.000 4 4 4 4

2 Rp. 2.000.000 4 5 3,2 3,8

3 Rp. 3.000.000 4 6 2,6 3,5

4 Rp. 4.000.000 4 7 2,2 3,3

Bila diperhitungkan dengan nilai uang maka besar pajak yang harus dibayar
dalam rupiah adalah sebagai berikut

Jumlah Persentase Pajak ( % )


No Pendapatan yg
Kena Pajak Proporsional Progresif Regresif Degresif

1 Rp. 1.000.000 Rp. 40.000 Rp. 40.000 Rp. 40.000 Rp. 40.000

2 Rp. 2.000.000 Rp. 80.000 Rp. 100.000 Rp. 64.000 Rp. 76.000

3 Rp. 3.000.000 Rp. 120.000 Rp. 180.000 Rp. 78.000 Rp. 105.000

4 Rp. 4.000.000 Rp. 160.000 Rp. 280.000 Rp. 88.000 Rp. 132.000

Dari penetapan tariff pajak diatas maka kita dapat menyimpulakan besar jumlah
pajak yang dibayarkan tergantung pada penggunaan system tariff pajaknya.

2.1.2 Keberatan dan Banding Dalam Perpajakan

a. Keberatan

Dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan


kemungkinan terjadi rasa kuarang atau tidak puas.Wajib pajak atas suatu ketetapan
pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak.Untuk mengatasi permasalahan
tersebut.Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP.

13
Keberatan termasuk dalam peradilan administrasi tidak murni atau disebut
juga peradilan doleansi.Maksudnya dari peradilan pajak tidak murni adalah
peradilan dimana pihak yang mengadili yaiu badan atau pejabat,termasuk sebagai
pihak bersengketa.Jadi perselisihan Wajib Pajak dan DJP seperti yang tercermin
dengan adanya keberatan tersebut diputus sendiri oleh salah satu pihak yang
bersengketa yaitu DJP.

Dengan adanya peraturan tersebut berarti Wajib Pajak mempunyai hak untuk
menolak pajak yang terhutang yang harud dibayar,baik yang dibayar sendiri secara
langsung atau melalui pemotongn pihak lain.Keberatan yang diajukan Wajib Pajak
dari Suatu Ketetapan Pajak yang terdapat dalam Surat Tambahan,Surat Keterangan
Pajak Lebih Bayar,Surat Ketetapan Pajak Nihil dan pemotoga oleh pihak lain.

a. Syarat-syarat Mengajukan Keberatan


 Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak
Atas suatu :
 Suarat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayat Tambahan.
 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
 Surat Ketetapan Pajak Nihil.
 Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undang perpajakan.
 Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang
mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
 Keberatan harus diajukan dalam jangkawaktu 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal
surat tanggal pemotongan atau pemungutansebagaimana dimaksud dalam ayat
( 1 ) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
 Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaiman dimaksud dalam ayat
( 1 ) ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.
 Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jendral Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan

14
melalui Pos tercatat menjadi tanda buki penerimaan Surat Keberatan tersebut
bagi kepentigan wajib Pajak.
 Dalam penyelsaian keberatan Wajib Pajak diberi hak hadir untuk memberikan
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.Apabila
Wajib Pajak tidak menggunakan hak tersebut,maka proses keberatan tetap
diselesaikan.
b. Jangka waktu keputusan keberatan
 Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu pang lama 12 ( dua belas ) bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas
keberatan yang dijaukan.
 Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan berupa menerima seluruhnya
atau sebagian menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.
 Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak yang
ditentukan Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidak
benaran ketetapan pajak tersebut.
 Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jendaral Pajak tidak member
suatu keputusan maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
 Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kewenangan
penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Irektur Jendral
Pajak dan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas keberatan
Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak tanggal
Surata Keberatanditerima.Dengan ditetukanya batas waktu penyelesaian
keputusn atas keberatan tersebut,berarti akan diperoleh suatu kepastian
hukum bagi Wajib pajak disamping terlaksananya administrasi.
 Wajib Pajak membuktikan ketidak benaran ketetapan pajakan dalam hal
Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan
secara jabatan.Suarat Ketetapan Pajak secara jabatan tersebut diterbitkan
kerena Wajib pajak tidk menyampaikan SPT tahunan meskipun telah
ditegur secara tertulis ,atau tidak memenuhi kewajban penyelenggaraan
pembukuan,menolak untuk memberikan kesempatan kepada pejabat
pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu yang diandang perlu dalam
rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah pajak yang
terutang.Apabila Wjib Pajak tidak dapat membuktikan kebenaran Surat

15
Ketetapa Pajak secara jabatan itu maka keberatanya ditolak.Apabila Surat
Keberatan tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebgai surat
keberatan.
b. Banding

Sesuai dengan Undang-Undang No.14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak


Pasal 1 angka 6 yaitu : “ Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap satu keputusan yang dapat diajukan
Banding berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan yang berlaku “.

Dalam hal Wajib pajak masih merasa belum puas terhadap keputusan DJP atas
keberatan yang diajukan maka kepada Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk
mengajukan banding sebagai mana diatur dalam pasal 27 Undang-undang No.6
Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang
telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.28 Tahun 2007.Pengajuan
banding tersebut ditujukan kepada Badan Peradilan Pajak yaitu Pengadilan Pajak
yang pembentukanya diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.

Banding termasuk dalam peradilan administrasi murni maksud dari peradilan


Pajak administrasi murni adalah peradilan pajak yang dilakukan oleh suatu badan
pejabat tertentu,itu tidak dalam pengaruh atau dibawah para pihak yang
bersengketa.Dalam hal Wajib Pajak mengajkan Banding,jangka waktu pelunasan
pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan
tertangguh sampai dengan 1 ( satu ) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Bading.

a. Syarat-syarat mengajukan banding

Adapun syarat mengajukan banding yang harus dipenuhi Wajib Pajak diatur
dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yaitu :

 Pasal 35
 Banding diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak.

16
 Banding diajukan dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal
diterima keputusan yang disbanding,kecuali diatur lain dalam peraturan
Perundang-Undang Perpajakan.
 Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 2 ) tidak mengikat
apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan pemohon Banding.
 Pasal 36
 Terhadap 1 ( satu ) Keputusan diajukan 1 ( satu ) Surat Banding.
 Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan
dicantumkan tanggal diterima surat keputusan ang disbanding.
 Pada surat Banding dilampirkan salian Keputusan yang disbanding dan
ayat ( 3 ) serta pasal 35,dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya
jumlah Pajak yang terutang.Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah
yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% ( lima puluh persen ).
b. Hak-hak Pemohon Banding
 Pemohin banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3
( tiga ) bulan sejak diterima keputusan yang disbanding.
 Pemohon Banding dapat memasuki Surat Bantahan dalam jangka 30 ( tiga
puluh ) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding.
 Pemohon dapat hadir dalam siding terbuka guna memberikan keterangan
lisan atau bukti-bukti yang diperlukan sepanjang memberitahukan kepada
Pengadilan Pajak.
 Dapat hadir dalam siding terbuka untuk Pembacaan Putusan.
 Daapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah
terdaftar/mendapat izin Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
 Dapat meminta kepada Majelis kehadiran sanksi.
c. Pembuktian

Dalam penyelesaian suatu sengketa harus didukung dengan bukti-bukti yang


sah.Alat bukti dapat berupa :

1. Surat atau tulisan sebagai alat bukti.

Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :

17
a. Surat Keputusan atau Surat Ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat
yang berwenang.
b. Surat surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan banding
c. Alat bukti berupa foto copy,rekaman,film,disket,kaset,faksimili
Teleks,keluararan cetek ( Print Out) atau tanda terima.
2. Pengakuan para pihak.
Tifak dapat ditarik kembali,kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan
dapat diterima oleh anggota siding.
3. Keterangan saksi.
Dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenan dengan hal
yang dialami,dilihat atau didengar sendiri oleh saksi.
4. Keterangan ahli.
Pendapat orang yang diberikan dibawah sumpah dala persidangan tentang
hal yang ia ketahui menurut pengelaman dan pengetahuannya.
d. Jenis-jenis Pemeriksaan di Pengadilan Pajak
 Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan terhadap :

Surat Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal

 Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan


sejak keputusan yang dibanding diterima.
 Pajak Terutang telah dibayar sebesar 50%, dengan melampirkan bukti
pelunasan.
 Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan terhadap :
 Sengketa Pajak Tertentu.
 Sengketa Pajak yang keputusannya tidak diambil dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, sejak banding diterima.
e. Dasar Pengembalian Keputusan
 Putusan di Pengadilan Pajak diambil berdasarkan:
 Hasil penilaian pembuktian
 Peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan
 Keyakinan anggota sidang

18
 Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin
oleh ketua Sidang, dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai
kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.
f. Jenis Putusan

Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :

 Menolak
 Mengabulkan Sebagian
 Mengabulkan seluruhnya
 Menambah pajak yang harus dibayar
 Tidak dapat diterima
 Membetulkan salah tulis dan/atau salah hitung

Putusan di Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang bersifat


tetap (final), dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. Dan
putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah
Agung. Jadi Wajib Pajak dapat mencari keadilan dibidang perpajakan melalui
Keberatan di DJP dan Banding di Pengadilan Pajak untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya. Dan sebaiknya Pengadilan Pajak lebih
mensosialisasikan keberadaannya terhadap masyarakat luas karena banyak
masyarakat terutama Wajib Pajak belum memahami fungsi Pengadilan Pajak

2.1.3 Sanksi Dalam Pajak

Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena


pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka
pelaksanaan pemungutan pajak.Berdasarkan sistem ini,Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung menyetor,dan melaporkan pajaknya sendiri.Untuk
dapat menjalankannya dengan baik,maka setiap Wajib Pajak memerlukan
pengetahuan pajak,baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya.Agar
pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah
telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.

Dari sudut pandang yuridis,pajak memang mengandung unsur pemaksaan.


Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan,maka ada konsekuensi hukum

19
yang bisa terjadi.Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi
perpajakan.

Pada hakikatnya,pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk


menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Itulah sebabnya,penting bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan
sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak
dilakukan.Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu
dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan,di bawah ini akan diuraikan tentang
jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.

Ada 2 macam Sanksi perpajakan

1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari:


a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU
perpajakan.Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu,
persentase dari jumlah tertentu atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi
pidana Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran
yang sifatnya alpa atau disengaja.Untuk mengetahui labih lanjut dalam
lampiran Tabel 1 Dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi
berupa denda,bentuk pengenaan denda,dan besarnya denda.
2. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan
utang pajak menjadi lebih besar.Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari suatu jumlah,mulai dari saat bunga itu menjadi hak atau kewajiban
sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga
utang paiak.Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga
majemuk (bunga berbunga).Sementara,sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak
dihitung berdasarkan bunga majemuk. Besarnya bunga akan dihitung secara tetap
dari pokok pajak yang tidak atau kurang dibayar.Tetapi,dalam hal Wajib Pajak
hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat
dalam surat

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pajak adalah
pembayaran yang dilakukan rakyat,dan merupakan sumber dana untuk pembangunan.Dasar
hukum perpajakan termuat dalam UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 23A.Ciri utama
yang melekat padapajak yaitu bersifat memaksa dan tidak adanya kontra prestasi secara
langsung dari pemerintah.Selain itu pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan.Dalam
penetapan besaran pajak harus sesuai dengan pancasila.Pajak sendiri memiliki banyak jenis
dan asas yang digunakan pun beraneka ragam.Tarif pajak berbeda tergantung dasar yang
digunakan.Pengelompokan pajak menurut golonganya ada pajakk langsung dan tidak
langsung,berdasarkan sifatnya ada pajak subjektif dan objektif,berdasarkan lembaga
pemungutannya ada pajak pusat dan daerah.
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan Perundang-Undang perpajakan pasti terjadi
rasa kurang puas atau tidak puas,dalam hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan
kepada DJP.Jika Wajib Pajak masih merasa belum puas atas keberatan yang diajukan akan
diberikan kesempatan untuk mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak
yaituPengadilan Pajak. Upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan terhadap Wajib
Pajak,diterapkan Sanksi-sanksi berupa,sanksi Pidana disertai dengan sanksi administrasi
berupa denda.

3.2 Saran
Setelah mempelajari materi ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita untuk
membayar pajak,agar pembangunan dapat terus berjalan. Penghasilan negara terbesar negara
kita Indonesia adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus
dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat.Selain itu para
Wajib Pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.Sudah seharusnya kita sebagai warga Negara
Indonesia harus memahami perpjaka serta tarif pajak yang berlaku di Indonesia.Sehingga bisa
dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap
pajak.

21
Daftar Pustaka

1. ardiasmo,Perpajakan,Edisi Revisi Tahun 2001,Yayasan Badan Penerbit Andi


yogyakarta,Yogyakarta 2001.
2. https://tsaniataxindonesia.wordpress.com/sejarah-pajak-di-indonesia
3. Handoko, Rukiah. Pengantar Hukum Pajak:Seri Buku Ajar.Depok:Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2000.
4. Indonesia,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Indonesia,Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak, No.14 Tahun 2002.

22

Anda mungkin juga menyukai