Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

MODUL 4

LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN BEBAN MENTAL

Nama Instruktur : Ima Ratnasari, S. T., M. T.

Nama Asisten : Gilang Maulana

Amanda Kanya Hadianty

Puji Utami (0517104006)

Sahlan Kurnia (0517104008)

M Marsyeika R (0517104023)

LABORATORIUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam dunia industri, melakukan peningkatan mutu dan kualitas barang maupun
jasa yang dihasilkan merupakan suatu keharusan. Peningkatan jumlah usaha juga
membuka banyak peluang kerja bagi setiap kita untuk berpartisipasi di dalamnya.
Kondisi ini juga menuntut adanya permintaan pekerja atau operator yang mampu
bersaing dan tahan banting. Industri di Indonesia masih mengandalkan manusia
sebagai pekerja aktif yang mengoperasikan setiap mesin dalam proses produksi
karena walaupun sistem produksi telah terotomasi sepenuhnya, manusai tetap saja
dibutuhkan untuk mengontrol jalannya sistem. Hak-hak dan kesejahteraan pekerja
tak jarang dikorbankan demi memenangkan persaingan di pasar industri.

Beban kerja fisik biasanya dapat dilihat secara langsung, misalnya kelelahan,
menurunnya tingkat produktifitas pekerja, kesalahan-kesalahan yang terjadi, dan
lain-lain. Penangannya dapat diambil tindakan secara langsung seperti istirahat
sejenak dari pekerjaan, pemberian waktu makan dan minum, dan lain-lain. Hasil
dari penangannnya dapat dirasakan secara langsung dan membutuhkan waktu
yang relatif singkat. Beban kerja mental tidak dapat dilihat secara kasat mata, dan
tak jarang kita tidak menyadarinya bahwa sebenarnya seorang pekerja mengalami
beban mental yang berlebih. Beban kerja mental bersifat subjektif dan tentunya
berbeda bentuknya pada setiap pekerja. Penanganan beban kerja mental tidaklah
semudah penanganan beban kerja fisik karena berkaitan dengan psikis seseorang.
Penanganan beban kerja mental memerlukan pendekatan tersendiri sehingga
diketahui apa penyebab beban kerja mental tersebut agar dapat diatasi. Penilaian
beban kerja mental juga tidaklah semudah menilai beban kerja fisik karena
pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahaan fungsi faal tubuh.

Praktikum Modul 4 Lingungan Kerja Fisik dan Mental ini praktikan melakukan
simulasi bekerja dalam lingkungan kerja dengan keadaan yang telah diatur atau
dalam keadaan extreme dan dalam keadaan lingkungan kerja normal. Keadaan
yang di analisis yaitu Temperature, Kelembaban, Intensitas Cahaya dan Intensitas

1
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Suara. Praktikan menganalisis seorang operator sedang mengetik ulang sebuah


artikel. Pengamatan yang dilakukan oleh praktikan yaitu melihat berapa banyak
jumlah kata yang diketik dengan benar dalam dua kondisi lingkungan kerja
tersebut yang kemudian hasilnya dibandingkan.

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Modul 4 tentang
Lingkungan Kerja Fisik dan Beban Mental, yaitu:

1. Memahami pengaruh faktor temepartureterhadap keberhasilan kerja.

2. Memahami pengaruh faktor tingkat pencahayaan terhadap keberhasilan kerja.

3. Memahami pengaruh faktor warna cahaya terhadap keberhasilan kerja.

4. Memahami pengaruh faktor tingkat kebisingan terhadap keberhasilan kerja.

5. Mengetahui pengaruh psikologis terhadap keberhasilan kerja dengan


menggunakan Metode NASA-TLX.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN MENTAL

Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan sebagai lingkungan kerja yang baik
apabila manusia bisa melaksanakan kegiatannya dengan optimal dengan sehat,
aman dan selamat. Ketidakberesan lingkungan kerja dapat terlihat akibatnya
dalam waktu yang lama. Lebih jauh lagi keadaan lingkungan yang kurang baik
dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak yang tentunya tidak
mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik yaitu,
temperature (suhu), pencahayaan, kebisingan, dan lain-lain. Kondisi lingkungan
kerja akan turut berpengaruh terhadap kinerja operator.

2.1.1 Pencahayaan

Illumination atau pencahayaan merupakan bagian dari ergonomi yang sangat


penting. Cahaya sendiri merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang
gelombang tertentu dimana manusia dapat melihatnya dan diterima oleh mata
sebagai warna. Jadi yang terpengaruh oleh pencahayaan yang baik atau buruk
adalah mata sebagai indera penglihatan manusia yang terdiri dari bagian-bagian
optik yang bekerja berdasar cahaya.

Sumber cahaya sendiri ada dua jenis yakni cahaya alami dan cahaya buatan.
Cahaya matahari merupakan sumber utama cahaya alami. Sedangkan cahaya
buatan dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah incandescent light (cahaya
pijar), contohnya adalah lampu tradisional. Jenis kedua adalah fluorescent tube,
contohnya adalah lampu listrik. Terdapat perbedaan antara tiga sumber cahaya
yakni cahaya matahari, incandescent light, dan fluorescent tube. Dalam hal
jumlah radiasi yang dihasilkan, cahaya matahari menghasilkan radiasi sama
dengan spektrum gelombang yang terlihat, incandescent light menghasilkan lebih
banyak radiasi, fluorescent tube menghasilkan radiasi tidak sama rata dengan
spektrum. Selain itu karena komposisi spektrum yang berbeda-beda dari

3
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

masing-masing sumber cahaya maka warna yang ditimbulkan dari masing-masing


sumber cahaya bisa berbeda.

Waktu pencahayaan juga memiliki pengaruh. Saat sumber menghasilkan cahaya


dengan laju rendah, 10-20 kali per detik, maka akan menghasilkan cahaya
berkelap-kelip. Jika laju dinaikkan maka kelap-kelip cahaya semakin berkurang
dan kemunculan cahaya semakin stabil.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan di lingkungan kerja


adalah tingkat atau jumlah cahaya (biasa dalam lux), arah cahaya, dan glare
(tingkat kesilauan) terdiri dari disabiliy glare (glare yang mengurangi penglihatan)
dan discomfort glare (glare yang menyakitkan mata sekaligus mengurangi
penglihatan).

2.1.2 Kebisingan

Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996) atau semua suara
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
(KepMenNaker No.51 Tahun 1999).

Kebisingan merupakan faktor penting dalam perancangan pabrik karena


kebisingan tidak sekedar menimbulkan rasa tidak nyaman namun juga dapat
menimbulkan efek serius bagi kesehatan manusia. Kebisingan dapat mengurangi
kemampuan pendengaran manusia secara gradual pada level tertentu dapat
menimbulkan hilangnya kemampuan pendengaran secara permanen. Selain
gangguan pendengaran, kebisingan dapat menimbulkan stres pada sistem kerja
jantung dan peredaran darah serta pada sistem sirkulasi udara dan pernapasan.

Pengendalian kebisingan ialah suatu hal yang wajib diterapkan dalam suatu pabrik
yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Namun, pengendalian
kebisingan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar
perancangan pabrik, yaitu faktor kelayakan ekonomi, kemudahan operasi alat, dan
faktor safety.

4
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Permasalahan yang berkaitan dengan kebisingan dapat dikendalikan dengan


melakukan pendekatan sistematik dimana sistem perpindahan semua suara
dipecah menjadi tiga elemen yaitu sumber suara, jalur transmisi suara, dan
penerima akhir. Metode yang umumnya digunakan untuk mengendalikan
kebisingan dengan dengan mengendalikan sumber suara antara lain ialah
menggunakan peralatan kebisingan rendah, menghilangkan sumber kebisingan,
melengkapi alat dengan insulasi, silencer, dan vibration damper. Jalur transmisi
suara juga dapat dimodifikasi agar kebisingan berkurang. Hal itu dapat dilakukan
dengan cara pengadaan penghalang dan absorpsi oleh peredam. Kebisingan juga
dapat dikendalikan dengan memodifikasi elemen penerima akhir. Hal itu dapat
dilakukan dengan improvisasi sistem operasi, improvisasi pola kerja, dan
penggunaan pelindung pendengaran.

Untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan keberadaan pabrik yang tidak
berbahaya bagi lingkungan, beberapa peraturan standar internasional telah dibuat
dan mengatur batas-batas kebisingan pabrik. Peraturan-peraturan internasional
tersebut antara lain:
1. Occupational Safety and Health Administration
OSHA 1910.95 Occupational Noise Exposure
OSHA 1926.52 Occupational Noise Exposure
2. American National Standards Institute (ANSI)
ANSI S1.1 Acoustical Terminology
ANSI S1.2 Physical Measurement of Sound
ANSI S1.4 Specification for Sound Level Meters
ANSI S1.11 Specification for Octave, Half-Octave and Third- Octave Band
Filter Sets
ANSI S1.13 Methods for the Measurement of Sound Pressure Levels
ANSI S5.1 CAGI-PNEUROP Test Code for the Measurement of Sound form
Pneumatic Equipment
3. American Petroleum Institute (API)
API 615 Sound of Control of Mechanical Equipment for Refinery Services
4. Handbooks
Genrad Company Handbook of Noise Measurement

5
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

5. Institute of Electronic and Electrical Engineers (IEEE)


IEEE Std 85 IEEE Test Procedure for Airborne Sound Measurement on
Rotating Electric Machinery.

Apabila terjadi ketidaksepadanan dalam pemberlakuan peraturan-peraturan


tersebut, maka urutan prioritas peraturan yang akan diberlakukan ialah peraturan
pemerintah Indonesia, peraturan pemerintah daerah setempat, basis desain dan
standar serta spesifikasi proyek, peraturan dan standar internasional.

Contoh Tingkat Penerangan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan:


Tabel 2.1 Tingkat Penerangan yang direkomendasikan

(Sumber: www.academia.edu/5622828/Metode_penggunaan_pencahayaan)

6
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

2.1.3 Thermal

Thermal environment juga merupakan bagian dalam ergonomi. Suhu dan ruangan
yang cocok dan nyaman sangat penting agar kita merasa nyaman terutama saat
bekerja atau beraktivitas. Suhu atau temperatur yang cocok dan nyaman adalah
berkisar antara 20-22ºC pada saat musim dingin dan 20-24ºC pada saat musim
panas. Di Indonesia sendiri yang hanya memiliki dua musim, suhu yang cocok
atau nyaman bisa dikatakan hampir sama dengan suhu yang telah disebutkan. Jika
suhunya lebih tinggi dari suhu tersebut maka kita bisa menjadi cepat lelah dan
mengantuk, sedangkan suhu yang lebih rendah bisa menyebabkan kegelisahan dan
berkurangnya perhatian. Tingkat respek dan toleransi manusia terhadap thermal
environment tergantung pada beberapa faktor yakni kondisi fisik, umur, jenis
kelamin, lemak dalam tubuh, dan konsumsi alkohol.

Ketidaknyamanan menyangkut thermal environment dapat menimbulkan stress.


Terdapat dua macam stress. Pertama heat stress (akibat suhu yang tinggi) dan
cold stress (akibat suhu yang rendah). Heat stress dapat menimbulkan efek fisik
diantaranya efek terhadap sistem kardiovaskular, keluarnya keringat, penyakit
akibat panas (heat illnes) diantaranya heat rash (timbul bintik), heat cramps
(kejang), heat exhaustion (kelelahan) dan heat stroke. Sedangkan cold stress dapat
menimbulkan efek fisik diantaranya vasoconstriction, menggigil, luka akibat cold
stress seperti frostbite (radang dingin) dan dive reflex (pelemahan denyut jantung
akibat dingin dan pernafasan terhenti. Suhu atau temperatur sangat berpengaruh
terutama terhadap performa saat bekerja atau beraktivitas maka suhu atau
temperatur tempat atau ruang harus diperhatikan, dijaga, dan dibuat supaya
nyaman tergantung faktor-faktor dan kondisi tempat atau ruangan tersebut

2.1.4 Warna

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna
(berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya
tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer.
Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar
antara 380-740 nanometer dengan pembagian warna sebagai berikut:

7
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Gambar 2.1 Pembagian warna


(Sumber: www.academia.edu/5622828/Metode_penggunaan_pencahayaan)

2.1.5 Beban Kerja


Secara garis besar, kegiatan manusia dapat digolongkan dalam dua komponen
utama yaitu kerja fisik (menggunakan otot sebagai kegiatan sentral) dan kerja
mental (menggunakan otak sebagai pencetus utama). Kedua kegiatan ini tidak
dapat dipisahkan secara sempurna mengingat terdapat hubungan yang erat antara
satu dengan yang lainnya. Namun, jika dilihat dari energi yang dikeluarkan, maka
kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan dengan
kerja fisik.
1. Beban kerja fisik
Perkerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan kegiatan fisik semata akan
mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh yang dapat dideteksi
melalui perubahan:
1. Konsumsi oksigen
2. Denyut jantung
3. Peredaran darah dalam paru-paru
4. Temperatur tubuh
5. Konsentrasi asam laktat dalam darah
6. Komposisi kimia dalam darah dan air seni
7. Tingkat penguapan, dan faktor lainnya

Kerja fisik akan mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan dengan


konsumsi energi. Konsumsi energi pada saat kerja biasanya ditentukan dengan
cara tidak langsung yaitu dengan pengukuran kecepatan denyut jantung atau
konsumsi oksigen.

8
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Pengukuran beban kerja fisik merupakan pengukuran beban kerja yang dilakukan
secara obyektif dimana sumber data yang diolah merupakan data-data kuantitatif,
misalnya:
a. Denyut jantung atau denyut nadi

Denyut jantung atau denyut nadi digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis
seseorang sebagai manifestasi dari gerakan otot. Semakin besar aktifitas otot
maka akan semakin besar fluktuasi dari gerakan denyut jantung yang ada,
demikian pula sebaliknya. Menurut Grandjean (1998) dan Suyasning (1981),
beban kerja dapat diukur dengan denyut nadi kerja. Selain itu, denyut nadi juga
dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisik atau derajat kesegaran
jasmani seseorang. Denyut jantung (yang diukur per menit) dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kelelahan seseorang. Cara lain yang dapat dilakukan
untuk merekam denyut jantung seseorang pada saat kerja yakni dengan
menggunakan electromyography (EMG).

b. Konsumsi oksigen

Oksigen yang dikonsumsi oleh seseorang tentunya akan dipengaruhi oleh


intensitas pekerjaan yang dilakukan. Secara khusus, konsumsi oksigen dapat
dibandingkan dengan kapasitas kerja fisik (physical work capacity – PWC). PWC
menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dapat dikonsumsi oleh
seseorang pada setiap menitnya. Menurut Astrand dan Rodahl (1986), persentase
PWC yang tinggi pada suatu pekerjaan tertentu akan mengindikasikan beban fisik
atau kelelahan yang dialami.

2. Beban kerja mental

Menurut Henry R. Jex dalam bukunya “Human Mental Workload”, definisi beban
kerja mental yakni:
“Mental workload is the operator’s evaluation of the attentional load margin
(between their motivated capacity and the current task demands) while achieving
adequate task performance in a mission relevant context”.
Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan seseorang dapat saja berubah
sebagai akibat dari praktek terhadap pekerjaan (kemampuan meningkat),
kelelahan yang ditimbulkan (kemampuan menurun), dan kebosanan terhadap

9
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

pekerjaan dan kondisi (kemampuan menurun). Kemampuan seseorang akan


berbeda dengan orang lain karena perbedaan dukungan fisk dan mental, perbedaan
latihan, dan perbedaan pekerjaan.

Hubungan antara beban kerja dengan kinerja dapat dilihat dalam bentuk kurva U
terbalik. Kinerja manusia pada tingkat beban kerja rendah tidak juga baik. Jika
tidak banyak hal yang dapat dikerjakan maka orang tersebut akan mudah bosan
dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dalam
keadaan ini (underload), galat akan muncul dalam bentuk kehilangan informasi
sebagai akibat dari menurunnya konsentrasi.

Pengukuran beban kerja mental merupakan pengukuran beban kerja yang


dilakukan secara subyektif dimana sumber data yang diolah merupakan data-data
kualitatif. Salah satu jenis pengukuran subyektif yang telah dilakukan yakni:

1. National Aeronautics and Space Administration–Task Load Index


(NASA–TLX)

Pengukuran obyektif seperti telah disebutkan di atas jarang digunakan karena


membutuhkan biaya yang cukup mahal untuk peralatan pengukurannya. Selain itu
pengukuran ini juga dianggap tidak sebanding dengan hasilnya yang belum tentu
akurat. Dari sini muncul alternatif lain yaitu pengukuran dengan menggunakan
cara subyektif. Metode pengukuran beban kerja subyektif yang populer digunakan
adalah metode NASA-TLX (NASA Task Load Index). Metode NASA-TLX
dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center serta
Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981 (Hancock
dan Meshkati, 1988). Metode ini berupa kuesioner dikembangkan berdasarkan
munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah tetapi lebih sensitif
pada pengukuran beban kerja. Metode NASA-TLX merupakan prosedur rating
multi dimensional, yang membagi workload atas dasar rata-rata pembebanan 6
dimensi, yaitu Mental Demand, Physical Demand, Temporal Demand, Effort,
Own Performance, dan Frustation. NASA-TLX dibagi menjadi dua tahap, yaitu
perbandingan tiap skala (Paired Comparison) dan pemberian nilai terhadap
pekerjaan (Event Scoring).

10
BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung terhadap


tugas yang dilakukan oleh praktikan yaitu yang berkaitan erat dengan penggunaan
laptop berupa mengetik ulang artikel atau jurnal. Pekerjaan tersebut dilakukan
selama 3 menit dalam dua kondisi lingkungan fisik yang berbeda yang
dikhususkan untuk pekerjaan beban mental. Kondisi pertama didalam ruangan
berkondisi normal dan kondisi kedua, pekerjaan didalam ruangan dengan suhu,
kelembaban, intensitas suara, dan intensitas cahaya yang telah diatur.

A. Kondisi Ruangan

Berikut adalah kondisi ruangan saat praktikum. Kondisi pertama yaitu ruangan
dengan kondisi normal dan kondisi kedua, pekerjaan didalam ruangan dengan
suhu, kelembaban, intensitas suara, dan intensitas cahaya yang telah diatur.

Tabel 4.1 Kondisi Ruangan

(Sumber: Pengumpulan Data)

B. Penulisan Artikel

Berikut hasil penulisan artikel yang dilakukan dalam dua kondisi ruangan:

3.Action-orientated Knowledge transfer in learning factories


The departement of human resources development in a company is responsible for all
measures concerning the employees’ qualification in order to match their abbilities
with the chganging challenges and to improve the commpany’s effeicency. Due to the
enormous potentials, a MTM-training is very useful for the qualification of process
planners.

Gambar 4.1 Hasil Penulisan Artikel Kondis 1


(Sumber: Pengumpulan Data)

11
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

3.Action-orientated Knowledge transfer in learning factories


The departement of hhuman resources development in a company is responsible for all
measures concerning the employees’ qualification in order to match their abbilities
with the changing challenges and to improve the companys effeicency. Due to the
enourmous potentials, a MTM-training is very useful for the.

Gambar 4.2 Hasil Penulisan Artikel Kondisi 2


(Sumber: Pengumpulan Data)

Berikut adalah hasil penulisan artikel :

Tabel 4.2 Hasil Penulisan Artikel

(Sumber: Pengumpulan Data)

4.2 PENGOLAHAN DATA

A. Rating NASA-TLX

1. Kondisi 1 ( kondisi ruangan normal)

a. Mental Demand (MD)

Menurut anda seberapa besar usaha mental yang dibutuhkan untuk pekerjaan ini?

Rendah Tinggi

0 65 100

b. Physical Demand (PD)

Menurut anda seberapa besar usaha fisik yang dibutuhkan untuk pekerjaan ini?

Rendah Tinggi

0 60 100

12
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

c. Temporal Demand (TD)

Menurut anda seberapa besar tekanan yang anda rasakan berkaitan dengan waktu
untuk melakukan pekerjaan ini?

Rendah Tinggi

0 70 100

d. Performance (OP)

Menurut anda seberapa besar tingkat keberhasilan anda dalam melakukan


pekerjaan ini ?

Rendah Tinggi

0 70 100

e. Frustasion Level (FR)

Menurut anda seberapa besar kecemasan, perasaan tertekan dan stress yang anda
rasakan dalam melakukan pekerjaan ini ?

Rendah Tinggi

0 60 100

f. Effort (EF)

Menurut anda seberapa besar kerja fisik dan mental yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan ini ?

Rendah Tinggi

0 65 100

2. Kondisi 2 (kondisi ruangan dengan suhu, kelembapan,intensitas cahaya, dan


intensitas suara yang telah diatur)

a) Mental Demand (MD)

Menurut anda seberapa besar usaha mental yang dibutuhkan untuk pekerjaan ini?

Rendah Tinggi

0 80 100

13
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

b) Physical Demand (PD)

Menurut anda seberapa besar usaha fisik yang dibutuhkan untuk pekerjaan ini?

Rendah Tinggi

0 60 100

c) Temporal Demand (TD)

Menurut anda seberapa besar tekanan yang anda rasakan berkaitan dengan waktu
untuk melakukan pekerjaan ini?

Rendah Tinggi

0 75 100

d) Performance (OP)

Menurut anda seberapa besar tingkat keberhasilan anda dalam melakukan


pekerjaan ini ?

Rendah Tinggi

0 60 100

e) Frustasion Level (FR)

Menurut anda seberapa besar kecemasan, perasaan tertekan dan stress yang anda
rasakan dalam melakukan pekerjaan ini ?

Rendah Tinggi

0 75 100

f) Effort (EF)

Menurut anda seberapa besar kerja fisik dan mental yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan ini ?

Rendah Tinggi

0 70 100

14
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

B. Grafik Hubungan antara setiap faktor Lingkungan Fisik

1. Grafik Jumlah kata yang benar Vs Temperature

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Jumlah Kata yang benar VS Temperature


(Sumber: Pengolahan Data)

2. Grafik Jumlah kata yang benar Vs Kelembaban

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Jumlah Kata yang benar Vs Kelembaban


(Sumber: Pengolahan Data)

15
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

3. Grafik Jumlah kata yang benar Vs Intensitas Cahaya

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Jumlah Kata yang benar VS Intensitas Cahaya
(Sumber: Pengolahan Data)

4. Grafik Jumlah kata yang benar Vs Intensitas Suara

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Jumlah Kata yang benar VS Intensitas Suara
(Sumber: Pengolahan Data)

C. Bobot NASA-TLX untuk melihat faktor psikologi operator

Pembobotan dilakukakn dengan cara memilih slah satu kategori yang menurut
praktikan lebih berpengaruh atau dominan menjadi sumber beban kerja mental
dari pekerjaan yang dilakukan.

Hasil pembobotan yang dilakukan yaitu

1. Kondisi 1 (kondisi ruangan normal)

16
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Tabel 4.3 Hasil Pembobotan NASA-TLX Kondisi 1

(Sumber: Pengolahan Data)

2. Kondisi 2 (kondisi ruangan dengan intensitas cahaya, inetnsitas suara,


temperature dan kelembaban yang sudah diatur)

Tabel 4.4 Hasil Pembobotan NASA-TLX Kondisi 2

(Sumber: Pengolahan Data)

D. Pembobotan score rata-rata

Pembobotan dilakukan dengan menentukan seberapa besar pengaruh psikologis


terhadap pekerjaan. Setelah pembobotan NASA-TLX, selanjutnya dilakukan
perhtiungan score rata-rata tiap kategorinya, yaitu dengan mengalikan rating dan
bobot dari tiap kategori. Hasil perhitungan yang dilakukan adalah sebagai
berikut :

17
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

1. Kondisi 1 ( kondisi ruangan normal)

Tabel 4.5 Perhitungan score rata-rata Kondisi 1

(Sumber: Pengolahan Data)

score rata  rata 


 Rating x Bobot 100%
15
1015
score rata  rata   100%
15
score rata  rata  67,67%

Berdasarkan hasil perhitungan score rata-rata dapat kita lihat bahwa 67,67 %
pekerjaan yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu Temporal
Demand (TD), sedangkan 32,33 % dipengaruhi oleh faktor internal operator yaitu
kondisi fisik operator seperti kelelahan, kesalahan operator dalam melakukan
pekerjaan dan lain sebagainya.

2. Kondisi 2 ( kondisi ruangan yang temperature, kelembaban, intensitas cahaya


dan intensitas suara yang telah diatur)

Tabel 4.6 Perhitungan score rata-rata Kondisi 2

(Sumber: Pengolahan Data)

18
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

score rata  rata 


 Rating x Bobot 100%
15
1125
score rata  rata   100%
15
score rata  rata  75%

Berdasarkan hasil perhitungan score rata-rata dapat kita lihat bahwa 75 %


pekerjaan yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu Mental
Demand (MD), sedangkan 25 % dipengaruhi oleh faktor internal operator yaitu
kondisi fisik operator seperti kelelahan, kesalahan operator dalam melakukan
pekerjaan dan lain sebagainya.

19
BAB V

ANALISIS

5.1 LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN BEBAN MENTAL

5.1.1 Analisis Pengukuran Objektif

Pengukuran lingkungan kerja fisik dan beban mental dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tempat melakukan aktivitas. Kondisi lingkungan tersebut berpengaruh
terhadap kecemasan, perasaan, dan stress operator. Kondisi lingkungan atau
kondisi ruangan pada praktikum ini dibedakan menjadi dua. Kondisi pertama,
pekerjaan dilakukan di kondisi ruangan normal dan kondisi kedua, pekerjaan
dilakukan di dalam ruangan dengan temperatur, kelembaban, intensitas suara dan
intensitas cahaya yang telah diatur.

Keadaan lingkungan fisik mempengaruhi beban mental operator saat melakukan


pekerjaan atau dalam Praktikum Modul 4 ini berpengaruh terhadap jumlah kata
dalam artikel yang dapat diketik ulang dan jumlah benar pada proses pengetikan
tersebut. Faktor fisik yang dapat mempengaruhi diantaranya kondisi temperatur,
kelembaban, intensitas suara dan intensitas cahaya. Berikut adalah ringkasan
jumlah kata yang diketik dengan benar dalam dua kondisi lingkungan fisik yang
berbeda:

Tabel 5.1 Lingkungan Kerja Fisik dan Jumlah Kata Benar

(Sumber: Pengolahan Data)

Berdasarkan Tabel 5.1 kondisi yang buruk dalam Praktikum Modul 4 ini yaitu
kondisi dengan temperatur tinggi, kebisingan dan intensitas cahaya yang tinggi
mengakibatkan tingkat keberhasilan kerja yang rendah atau jumlah kata yang
berhasil diketik dengan benar hanya 52 kata, sedangkan pada saat kondisi normal
jumlah kata yang diketik dengan benar sebanyak 57 kata. Selisih jumlah kata
benar dari dua kondisi tersebut yaitu 5 kata, sehingga dapat dikatakan bahwa
kondisi lingkungan kerja fisik sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kerja
atau jumlah kata yang diketik dengan benar.

20
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Faktor pertama yang mempengaruhi keberhasilan kerja yaitu temperatur.


Temperatur ruangan yang cocok dan nyaman adalah berkisar antara 20-22oC
(musim dingin) dan 20-24oC (musim panas). Suhu yang terlalu dingin
mengakibatkan pekerjaan seseorang tidak akan maksimal karena tubuh pekerja
tersebut tidak terbiasa dengan temparatur suhu yang dingin yang menyebabkan
kurangnya performa kerja dan temperatur yang terlalu rendah (dingin) dapat
menyebabkan kurangnya fokus. Kelembaban udara yang rendah akan turut
mempengaruhi temperatur suhu ruangan, sehingga seharusnya ruangan berada
pada kelambaban udara yang normal. Kelembaban yang tinggi dapat
menimbulkan rasa sesak didalam ruangan, dan rasa tidak nyaman.

Intensitas suara mempengaruhi indera pendengaran kita. Kebisingan akan sangat


mengganggu pendengaran dan fokus kita terhadap suatu hal. Secara umum, batas
kritis pendengaran manusia adalah 90 dB dan jika mendengarkan diatas batas
tersebut, telinga kita akan merasa kesakitan. Berdasarkan Praktikum Modul 4
yang sudah praktikan lakukan, intensitas suara di ruangan pada kondisi pertama
adalah 78 dB dan kondisi kedua 96,5 dB. Kebisingan pada kondisi ruangan yang
kedua sangat mengganggu konsentrasi dan pendengaran operator yang dapat
mengakibatkan penururan performa kerja operator tersebut.

Intensitas cahaya yang terlalu terang atau terlalu gelap dapat mempengaruhi
penglihatan operator, maka seharusnya pencahayaan suatu ruangan haruslah baik
agar dapat meningkatkan performa kerja dan menjaga keselamaan dalam bekerja.
Intensitas cahaya ruangan pada kondisi pertama adalah 94 Lux dan kondisi kedua
354 Lux. Intensitas cahaya pada kondisi kedua terlalu tinggi dan dapat
menyilaukan mata dan dapat mengakibatkan kelelahan mata sehingga daya
konsentrasi operator akan menurun.

5.1.2 Analisis Pengukuran Subjektif

Analisis pengukuran subjektif dilakukan dengan menganalisis tahapan pada


metode NASA-TLX.

21
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

a. Analisis Rating NASA-TLX

Pengamatan yang dilakukan pada metode NASA-TLX ini didasarkan atas 6


variabel yaitu Mental Demand (MD), Physical Demand (PD), Temporal Demand
(TD), Performance (OP), Frustation Level (FR) dan Effort (EF). Keenam
variabel ini merupakan rangkaian indikator yang dirasakan oleh pekerja yang
menimbulkan beban kerja mental pada pelaksanaan pekerjaan. Berikut adalah
hasil dari pemberian rating NASA-TLX:

Tabel 5.2 Ringkasan Hasil Pemberian Rating NASA-TLX

(Sumber: Pengolahan Data)

Mental Demand berkaitan dengan seberapa besar aktivitas mental dan persepsi
yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari, apakah pekerjaan
tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat. Pekerjaan
ini memerlukan kecermatan melihat, mengingat dan mencari sehingga pekerjaan
menjadi kompleks karena praktikan harus membaca artikel kemudian menulis
(mengetik) ulang di laptop. Tingkat kekompleksan tersebut dapat teratasi bila
kondisi lingkungan kerja tersebut baik sehingga pekerjaan yang kompleks dalam
lingkungan yang baik dapat terselesaikan dengan baik juga.

Physical Demand berkaitan dengan jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan


misalnya mendorong, menarik, mengontrol putaran dan lain-lain. Tugas dalam
Praktikum Modul 4 ini adalah mengetik artikel dan tidak memerlukan kekuatan
fisik sehingga praktikan memberi score 60 dalam dua kondisi tersebut. Pekerjaan
dalam praktikum ini tidak memerlukan kekuatan fisik ekstra namun terdapat
tekanan berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama variabel pekerjaan
berlangsung, apakah perlahan, santai atau cepat dan melelahkan. Praktikan
memberi rating untuk kondisi 1 dan 2 adalah 70 dan 75 pada variabel Temporal
Demand ini karena dalam pengerjaannya tugas harus diselesaikan dengan cepat

22
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

dan juga tepat dalam waktu yang sudah ditentukan yang hasilnya berpengaruh
terhadap jumlah kata yang diketik secara benar dan pada perhitungan score
rata-rata.

Performance berkaitan dengan seberapa besar keberhasilan seseorang dalam


pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya. Praktikan memberikan
rating 70 pada kondisi 1 dimana hasil yang diperolah yaitu 57 kata benar. Kondisi
2 menyebabkan performa kerja menurun, salah satu faktor penyebabnya adalah
karena praktikan kurang santai dan konsentrasi yang buyar karena kebisingan dan
jumlah pengetikan 52 kata benar sehinga praktikan memberikan rating 60.

Frustation Level berkaitan dengan seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung,
terganggu dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman dan kepuasan diri
yang dirasakan. Score yang diberikan oleh praktikan untuk kondisi 1 dan 2 secara
berurutan adalah 60 dan 75. Praktikan merasa terganggu dan tingkat kenyamanan
yang rendah pada kondisi 2 karena kondisi ruangan yang bising, panas dan
intensitas cahaya yang terlalu tinggi. Effort berkaitan dengan seberapa keras kerja
mental dan fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Beban mental
dan beban fisik untuk pekerjaan ini tidak terlalu tinggi karena seperti yang sudah
dibahas pada Mental Demand dan Physical Demand tadi bahwa pekerjaan
memerlukan kemampuan melihat, megingat dan mencari namun tidak
memerlukan kekuatan fisik yang tinggi.

b. Analisis Pembobotan NASA-TLX

Pembobotan dilakukan dengan cara memilih kategori mana yang lebih


berpengaruh dalam keberhasilan kerja. Misalnya dalam perbandingan MD vs PD
praktikan memilih MD karena memiliki pengaruh yang lebih besar dalam
pekerjaan ini. Hasil pembobotan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:

Tabel 5.3 Ringkasan Hasil Pembobotan

(Sumber: Pengolahan Data)

23
UNIVERSITAS WIDYATAMA PRAKTIKUM SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Berdasarkan Tabel 5.3 diatas, maka yang paling berpengaruh dalam pekerjaan
mengetik ulang artikel ini untuk kondisi 1 adalah variabel Temporal Demand
(TD), yaitu tekanan yang dirasakan berkaitan dengan waktu saat melakukan
pekerjaan. Tekanan disini dapat berupa faktor tegang karena pekerjaan dilakukan
dalam waktu yang singkat dan dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan kerja fisik
seperti yang sudah dijelaskan pada Analisis Pengukuran Objektif. Sementara itu,
pada kondisi 2 adalah variabel Mental Demand (MD), yaitu seberapa besar
aktivitas mental dan persepsi yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan
mencari, apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks,
longgar atau ketat. Pekerjaan ini memerlukan kecermatan melihat, mengingat dan
mencari sehingga pekerjaan menjadi kompleks karena praktikan harus membaca
artikel kemudian menulis (mengetik) ulang di laptop.

c. Analisis Perhitungan Score Rata-Rata

Perhitungan score rata-rata dipengaruhi oleh nilai rating dan bobot dari tiap
variabel. Bila rating pada suatu variabel besar maka kemungkinan bobotnya pun
akan besar karena rating besar menandakan bahwa variabel psikologis tersebut
berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan tersebut. Berdasarkan hasil
perhitungan score rata-rata pada kondisi 1 dapat disimpulkan bahwa 67,67%
pekerjaan yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu Temporal
Demand (TD), sedangkan 32,33% dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kondisi
fisik operator seperti kelelahan, kesalahan operator dalam melakukan operator
dan lain sebagainya. Perhitungan score rata-rata pada kondisi 2 yaitu 75% pun
dipengaruhi oleh faktor psokologis yaitu Mental Demand (MD) dan 25%
dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kondisi fisik operator seperti kelelahan,
kesalahan operator dalam melakukan operator dan lain sebagainya.

24
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

6.1.1 Lingkungan Kerja Fisik dan Beban Mental

Kesimpulan yang didapat dari Praktikum Lingkungan Kerja Fisik dan Beban
Mental adalah:

1. Praktikan mampu memahami pengaruh faktor temperatur terhadap


keberhasilan kerja dimana dalam temperatur yang tidak terlalu dingin
ataupun panas, pekerjaan akan lebih mudah dilakukan.

2. Praktikan mampu memahami pengaruh faktor tingkat pencahayaan terhadap


keberhasilan kerja dimana dalam ruangan dengan pencahayaan yang tidak
terlalu menyilaukan ataupun tidak terlalu redup, pekerjaan akan lebih mudah
dilakukan.

3. Praktikan mampu memahami pengaruh faktor warna cahayaan terhadap


keberhasilan kerja, dimana warna cahaya yang buruk dapat menghambat
operator dalam melakukan aktivitasnya.

4. Praktikan mampu memahami pengaruh faktor tingkat bebisingan terhadap


keberhasilan kerja, jika terlalu bising akan menurunkan konsentrasi.

5. Praktikan mampu mengetahui pengaruh psikologis terhadap keberhasilan


kerja dengan menggunakan metode NASA-TLX.

6.2 SARAN

6.2.1 Lingkungan Kerja Fisik dan Beban Mental

Praktikn telah menyelesaikan praktek pada modul 4 Praktikum Perancangan


Sistem Kerja dan Ergonomi, untuk selanjutnya disarankan:

1. Operator yang melakukan praktikum dalam kondisi yang baik agar pengaruh
perbedaan kondisi dapat diketahui dengan jelas.

25

Anda mungkin juga menyukai